Anda di halaman 1dari 31

L

70
71

Lampiran 1. Struktur Organisasi LAFIAU


72

Keterangan :

Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara

Sekretaris lembaga

Kepala program dan anggaran

Kepala pernbinaan profesi

Kepala tata urusan dalam

Kepala urusan administrasi

Kepala sub urusan tata usaha

Kepala sub urusan dalam

Kepala sub administrasi bekal kesehatan

Kepala bagian produksi

Kepala urusan produksi

Kepala gudang pusat farmasi

Kepala unit gudang transit

Kepala urusan gudang transit

Kepala unit gudang penyaluran

Kepala unit gudang perbekalan alat kesehatan

Kepala urusan gudang perbekalan alat kesehatan

Kepala unit gudang bahan jadi dan bahan baku

Kepala urusan gudang bahan jadi dan bahan baku

Kepala bagian penguj ian dan pengembangan

Kepala bagian penunjangan

Kepala unit penunjangan dan meteri


73

Lampiran 2. Denah Bangunan LAFIAU


74

Keterangan:

1. Pos jaga 14. Ruang Embalage

2. Ruang Kalafi 15. Ruang Sefalosporin

3. Ruang Tata usaha Lafiau 16. Ruang Kuliah D3 Farmasi

4. Musholla 17. Ruang Kuliah D3 Farmasi

5. Tempat parkir 18. Ruang Tata usaha D3 Farmasi

6. Tempat parkir 19. Kantor Ka.Gupusfi

7. Guhanjabaku 20. IPAL

8. Gupalkes 21. Bak Penampuugan Air

9. Gulur 22. Bak Penampungan Air Bersih 24.


Ruang Beta Laktam
10. Ruang Ujibang
25. Ruang Non Beta Laktam
11. Ruang Embalage
26. Ruang Penyimpanan Bahan
12. Ruang Embalage Berbahaya
13. Ruang Dapur 27. Bak sampah
75

Lampiran 3. Alur Pengolahan Limbah


76

Keterangan :

Bak 1 : Limbah beta laktam dialirkan ke bak pertama, dilakukan proses

pemecahan

cincin beta laktam di dekstruksi dengan menggunakan H2SO4

Bak II : Dialirkan ke bak II sebagai bak pengendapan I. Secara gravitasi

Bak III : Dialirkan ke bak III terjadi pencampuran dengan limbah dari ruang

non beta

laktam kemudian dilakukan penetralan PH

Bak IV : Sebagai bak pengendapan kedua, prosesnya oleh gaya gravitasi.

Bab V : Proses aerasi Bak VI : Bak kontrol sebagai kontrol akhir digunakan

ikan mas

atau nila sebagai bio indikator. Apabila air pada kolam memenuhi

persyaratan maka akan dialirkan ke pembuangan


77

Lampiran 4. Alur Kegiatan Produki


78

Lampiran 5. Alur Produksi Tablet


79

Lampiran 6. Alur Produksi Tablet Salut


80

Lampiran 7. Alur Produksi Kapsul


81

Lampiran 8. Alur Produksi Sirup


82

Lampiran 9. Alur Poduksi Tablet Sefalsporin


83

Lampiran 10. Alur Produksi Dry Syrup Sefalosporin


84

Lampiran 11. Alur Produksi Tetap Bahan Baku Sampai Obat Jadi
85

Lampiran 12. Alur Proses Pengadaan dan Penerimaan Barang


86

Lampiran 13. Alur Pengeluaran Barang


87

Lampiran 14. Alur Proses Penerimaan Obat Jadi dan Produksi


88

Lampiran 15. Label Karantina dan Diluluskan


89

Lampiran 16. Label Ditolak dan Obat Jadi


90

Lampiran 17. Kartu Kendali


91

Lampiran 18. Kartu Stok Barang


92

Lampiran 19. Kartu Stok Kontrol Barang


93

Lampiran 20. Tugas Khusus

Pengolahan Limbah

LAFIAU mempunyai sarana pengolahan limbah, limbah yang dihasilkan

dari proses produksi dan laboratorium terdiri atas limbah padat dan limbah cair

yang memiliki sifat berbahaya maupun yang tidak berbahaya.

1. Pengolahan Limbah Padat

Pengolahan limbah padat di LAFIAU untuk yang berbahaya ditampung

dan dikirim keintansi yang memiliki incenerator, sedangkan untuk yang tidak

berbahaya seperi karton bekas, alumunium bekas, debu dibakar dan ditanam

di dalam tanah, di tempat khusus. Incenerator adalah metode penghancuran

limbah organic dengan melalui pembakaran dalam suatu sistem yang

terkontrol dan terisolir dari lingkungan sekitarnya. Prinsip Kerja incinerator

yaitu:

a. Pada ruang bakar pertama berlangsung tempat proses pembakaran

pirolisa pada suhu 400-600°C dan menghasilkan keluaran berupa metana,

etana, dan karbon monoksida.

b. Pada ruang bakar kedua berlangsung pembakaran gas hasil pirolisa

setelah dari ruang bakar pertama pada suhu 700-900°C dan menghasilkan

keluaran berupa CO2dan H2O dengan partikulat.

c. Alat pengendali polusi udara berfungsi menangkap partikel yang terbawa

oleh aliran gas hasil dari ruang bakar kedua dan menghasilkan keluaran

berupa CO2 dan H2O bebas partikulat.


94

d. Cerobong asap berfungsi untuk mengeluarkan gas yang sudah terpisah

dari partikulat.

2. Pengolahan Limbah Cair

Instalasi pengolahan limbah cair yang dimiliki oleh LAFIAU yaitu

instalasi pengolahan limbah cair dari produksi beta laktam, produksi non

beta laktam, dan produksi sefalosporin. Instalasi pengolah limbah cair dari

produksi beta laktam terangkai dengan pengolah limbah cair dari produksi

non beta laktam dalam satu tempat berupa 6 buahbak.

a. Bak I untuk menampung limbah produksi beta laktam yang

ditambahkan air yang berfungsi untuk hidrolisis dan pengenceran,

kemudian ditambah basa kuat (NaOH) untuk memecah cincin beta

laktam.

b. Bak II untuk menampung limbah dari bak I dan terjadi proses

pengendapan mekanik secara gravitasi.

c. Bak III sebagai tempat pencampuran antara limbah dari bak II

dengan limbah non beta laktam dibantu dengan alat pengaduk

(Mixer). Kemudian dilakukan netralisasi dengan penambahan asam

kuat (H2SO4) dan dilakukan pengecekkan pH sehingga didapatkan

pH 7 (jika terlalu asam ditambah NaOH dan jika terlalu basa

ditambah HCL) dan pengenceran dengan penambahan air.


95

d. Bak IV untuk menampung limbah dari bak II dan terjadi proses

pengendapan mekanik akhir secara gravitasi. Cairan yang sudah

terpisah dari endapan lalu dialirkan kebakV.

e. Bak V terjadi proses aerasi (penambahan oksigen) dengan

menggunakan aerator untuk meningkatkan DO (Dissolved Oxygen)

dan menurunkan COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD

(Biological Oxygen Demand) sehingga meningkatkan kemampuan

bakteri aerob untuk menetralkan limbah.

f. Bak VI untuk menampung cairan dari bak V yang dilengkapi dengan

bioindikator (indicator alami) menggunakan ikan mas atau ikan nila.

Untuk pengolahan limbah cair produksi sefalosporin terpisah dengan

limbah cair produksi beta laktam dan non beta laktam. Proses pengolahan limbah

cair sefalosporin terdiri dari 6 bak, yaitu:

a. Bak I untuk menampung limbah produksi sefalosporin yang ditambahkan air

yang berfungsi untuk hidrolisis dan pengenceran, kemudian ditambah basa

kuat (NaOH) untuk memecah cincin beta laktam.

b. Bak II untuk menampung limbah dari bak I dan terjadi proses pengendapan

mekanik secara gravitasi.

c. Bak III sebagai tempat dilakukan netralisasi dengan penambahan asam kuat

(H2SO4) dan dilakukan pengecekan pH sehingga didapatkan pH 5-9, pada bak

ini juga terjadi proses pengendapan mekanik dengan gravitasi dan cairan yang

sudah terpisah dari endapan lalu di alirkan kebakIV.


96

d. Bak IV terjadi proses aerasi (penambahan oksigen) dengan menggunakan

aerator untuk meningkatkan DO (Dissolved Oxygen) dan menurunkan COD

(Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biological Oxygen Demand)

sehingga meningkatkan kemampuan bakteri aerob untuk menetralkan limbah.

e. Bak V untuk menampung limbah dari bak IV dan terjadi proses pengendapan

mekanik akhir secara gravitasi.

f. Bak VI untuk menampung cairan daribak V yang dilengkapi dengan

bioindikator (indicator alami) menggunakan ikan mas atau ikan nila.

3. Pengolahan Limbah Loboratorium

Limbah berbahaya dari laboratorium seperti eter, klorofom, asam klorida, dll

dikelola dengan cara ditampung dalam penampungan khusus dam kemudian

dimusnakan dengan cara dibakar. Limbah dari loboratorium mikrobiologi

direndam dengan larutan formalin, didektruksi dengan autoklaf kemudian

dibakar. Tujuan didestruksi adalah untuk mematikan mikroorganisme tersebut.

Penanganan limbah berada pada wewenang dan tanggung jawab Kepala Unit

Produksi Khusus.

Dissolved Oxygen adalah banyaknya oksigen yang terlarut dalam air.

Untuk mengetahui kualitas air limbah digunakan parameter COD, BOD, TSS, pH,

indicator biologis, dan mikrobiologi. COD (Chemical Oxygen Demand) adalah

banyaknya oksigen yang digunakan untuk mengoksidasikan senyawa organik dan

anorganik yang bias teroksidasi dalam air (< 100 mg/L). BOD (Biological

Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri aerob
97

untuk menguraikan dan menstabilkan sejumlah senyawa organic dalam air

melalui proses oksidasi biologis aerob (< 75 mg/L). Total Suspended Solid atau

padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh

saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 µm atau lebih besar dari ukuran

partikel koloid (± 60 mg/L).

Sefalosforin

Sefalosforin bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta

mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri. Sefalosforin termasuk

golongan betalaktam. Seperti antibiotik betalaktam lainnya, mekanisme kerja

antimikroba sefalosforin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba.

Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi

pembentukan dinding sel. Sefalosforin aktif terhadap kuman gram posisit maupun

gram negatif, tetapi spektrum masing-masing derivat bervariasi.

Antibioik sefalosporin terbagi menjadi 3 generasi, yang pertama adalah

cephalothin dan cephaloridine yang sudah tidak banyak digunakan. Generasi

kedua (antara lain: cefuroxime, cefaclor, cefadroxil, cefoxitin, dll.) digunakan

secara luas untuk mengatasi infeksi berat dan beberapa di antaranya memiliki

aktivitas melawan bakteri anaerob. Generasi ketiga dari sefalosporin (di

antaranya: ceftazidime, cefotetan, latamoxef, cefotetan, dll.) dibuat pada tahun

1980-an untuk mengatasi infeksi sistemik berat karena bakteri gram negatif-basil.
98

Hingga tahun 2006 golongan Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi,

pembedaan generasi dari Sefalosporin berdasarkan aktivitas mikrobanya dan yang

secara tidak langsung sesuai dengan urutan masa pembuatannya.Berikut

merupakan penggolongan generasi Sefalosporin.

Berdasarkan khasiat antimikroba dan resitensinya terhadap betalakmase,

sefalosforin lazimnya digolongkan sebagai berikut:

1. Generasi ke I

Yang termasuk dalam golongan ini adalah Sefalotin dan sefazolin, sefradin,

sefaleksin dan sefadroxil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram

positif, tidak berdaya terhadap gonococci, H. Influenza, Bacteroides dan

Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.

2. Generasi ke II

Terdiri dari sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim lebih aktif

terhadap kuman Gram-negatif, termasuk H.influenza, Proteus, Klensiella,

gonococci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin. Obat-obat ini

agak kuat tahan-laktamase.

3. Generasi ke III

Sefoperazon,sefotaksim, seftizoksim, seftriaxon, sefotiam, sefiksim,

sefpodoksim, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap kuman Gram-negatif lebih

kuat dan lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan Bacteroides,

khususnya seftazidim.

4. Generasi ke IV

Yang termasuk dalam golongan ini yaitu Sefepim dan sefpirom.


99

In Process Control (IPC) Sefalosporin

Semua pengawasan selama proses,termasuk yang dilakukan di area

produksioleh personil produksi, hendaklah dilakukan menurut metode yang

disetujuioleh bagian Pengawasan Mutu danhasilnya dicatat.

Dalam produksi sefalosporin dilakukan beberapa langkah yang sesuai

dengan CPOB sehingga menghasilkan obat yang terjamin mutu obatnya.

Beberapa langkah yang harus dilakukan antara lain:

1. Pengujian Ulang Bahan yang Diluluskan

Hendaklah ditetapkan batas waktu penyimpanan yang sesuai untuk tiap

bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Setelah batas

waktu ini bahan atau produk tersebut harus diuji ulang oleh bagian

Pengawasan Mutu terhadap identitas, kekuatan, kemurnian dan mutu.

Berdasarkan hasil uji ulang tersebut bahan atau produk itu dapat diluluskan

kembali untuk digunakan atau ditolak.

Bila suatu bahan disimpan pada kondisiyang tidak sesuai dengan yang

ditetapkan,bahan tersebut hendaklah diuji ulang dan dinyatakan lulus oleh

bagian Pengawasan Mutu sebelum digunakan dalam proses.

2. Pengolahan Ulang

Pengujian tambahan terhadap produk jadi hasil pengolahan ulang

hendaklah dilakukan sesuai ketentuan. Uji stabilitas lanjut hendaklah

dilakukanterhadap produk hasil pengolahan ulang sesuai keperluan.

3. Prosedur Produksi
100

Bagian Pengawasan Mutu hendaklah berperan serta dalam pengembangan

Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk untuk tiap

ukuran bets suatu obat untuk menjamin keseragaman dari bets ke bets

yang dibuat. Bagian Pengawasan Mutu hendaklah berperan serta dalam

pengembangan prosedur pembersihan dan sanitasiperalatan produksi.

4. Studi Stabilitas

Hendaklah dirancang program uji stabilitas untuk menilai karakteristik

stabilitas obat dan untuk menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai

dan tanggal daluwarsa.

Anda mungkin juga menyukai