Anda di halaman 1dari 4

MIKROTIA

A. Definisi
Mikrotia terbentuk dari dua kata yaitu micro yang artinya kecil dan otia yang
artinya telinga. Microtia adalah malformasi daun telinga yang memperlihatkan
kelainan bentuk ringan sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk
sama sekali (anotia).
B. Epidemiologi
Kejadian mikrotia terjadi pada setiap 5000-7000 kelahiran. Jumlahnya di
Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum pernah ada koleksi data
sehubungan dengan mikrotia. Sekitar 90% kasus mikrotia hanya mengenai
satu telinga saja (unilateral) dan 10% dari kasus mikrotia adalah mikrotia
bilateral. Telinga terbanyak yang terkena adalah telinga kanan. Anak laki-laki
lebih sering terkena dibandingkan dengan anak perempuan (sekitar 2:1). Dan
ras Asia lebih sering terkena dibanding ras lain.
C. Etiologi
Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya Mikrotia.
Tapi hal-hal berikut harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester pertama
kehamilan :
a. Faktor Makanan
b. Stress
c. Kurang Gizi pada saat kehamilan
d. Menghindari pemberian / penggunaan obat2an / zat kimia
e. Genetik bisa menjadi salah satu factor penyebab mikrotia tapi belum pernah
diketahui bagaimana genetik bisa mempengaruhi/menjadi faktor penyebab
Mikrotia
D. Patogenesis Patofisiologi
Kelainan kongenital ini akibat cacat pertumbuhan tulang rawan Meckel dari arkus
brankialis I. Kelainan berupa gangguan pertumbuhan pina sehingga telinga luar
menjadi kecil sekali dan bentuknya tidak normal. Kelainan ini sering kali diikuti
dengan gangguan pertumbuhan telinga bagian tengah dengan akibat tuli konduksi.
Gambar 1. Enam tonjolan
mesenkemial berasal dari lengkungan
brachial pertama dan kedua yang
muncul di sisi lain dari celah brachial
yang petama.

Gambar 2. Tonjolan pertama dan ke


enam relatif berada pada posisi yang
tetap, sementara tonjolan yang lain
berputar di sekitar celah menuju
posisi baru mereka, memberikan
pertumbuhan kepada bagian-bagian
dari anatomi aurikuler.

E. Manifestasi klinis
Ada tiga kategori penting yang memudahkan menilai kelainan daun telinga
dengan cepat. Departemen THT FKUI/RSCM menggunakan kriteria menurut Aguilar
dan Jahrsdoerfer, yaitu:
a. Derajat I: jika telinga luar terlihat normal tetapi sedikit lebih kecil. Tidak
diperlukan prosedur operasi untuk kelainan daun telinga ini. Telinga berbentuk
lebih kecil dari telinga normal. Semua struktur telinga luar ada pada grade I ini,
yaitu kita bisa melihat adanya lobule, helix dan anti helix. Grade I ini dapat
disertai dengan atau tanpa lubang telinga luar (external auditory canal).
b. Derajat II: jika terdapat defisiensi struktur telinga seperti tidak terbentuknya
skapa, lobul, heliks atau konka. Ada beberapa struktur normal telinga yang
hilang. Namun masih terdapat lobule dan sedikit bagian dari helix dan anti
helix.
c. Derajat III: terlihat seperti bentuk kacang tanpa struktur telinga atau anotia. Kelainan
ini membutuhkan proses operasi rekonstruksi dua tahap atau lebih. Kelompok ini
diklasifikasikan sebagai mikrotia klasik. Sebagian besar pasien anak akan mempunyai
mikrotia jenis ini. Telinga hanya akan tersusun dari kulit dan lobulus yang tidak
sempurna pada bagian bawahnya. Biasanya juga terdapat jaringan lunak di bagian atas
nya, dimana ini merupakan tulang kartilago yang terbentuk tidak sempurna. Biasanya
pada kategori ini juga akan disertai atresia atau ketiadaan lubang telinga luar.

Gambar 1: Grade I Gambar 2: Grade II

Gambar 3: Grade III Gambar 4: Anotia

Sedangkan Tanzer mengklasifikasikan mikrotia berdasarkan deskripsi dan lokasi dari


defek:
 Tipe A : Telinga anotik
 Tipe B : Telinga hipoplastik yang lengkap dengan atau tanpa atresia aural
 Tipe C : Hipoplasia dari 1/3 tengah dari aurikel
 Tipe D : Hipoplasia dari 1/3 superior dari aurikel
 Tipe E : Telinga yang prominen

Kemudian ada klasifikasi Nagata yang berhubungan dengan pendekatan operasi.


a. Tipe lobulus. Pasien memiliki sisa telinga dan lobulus salah posisi tapi tidak
memiliki konka, meatus akusitikus atau tragus.
b. Tipe konka. Pasien memiliki sisa telinga, lobulus salah posisi, konka (dengan
atau tanpa meatus akustikus), tragus, dan anti tragus dengan insisura intertragica
c. Tipe konka kecil. Pasien memiliki sisa telinga, lobulus salah posisi, dan indentasi
kecil daripada konka.
d. Anotia. Pasien dengan tidak ada atau hanya sedikit telinga yang tersisa.
e. Mikrotia atipikal. Pasien ini memiliki deformitas yang tidak sesuai dengan
kategori diatas.
F. Diagnosis
Mikrotia akan terlihat jelas pada saat kelahiran, ketika anak yang
dilahirkan memiliki telinga yang kecil atau tidak ada telinga. Tes pendengaran
akan digunakan untuk mengetahui apakah ada gangguan pendengaran di
telinga yang bermasalah atau tidak. Dan jika ada gangguan pendengaran, maka
derajat berapa gangguan pendengarannya.
G. Penatalaksanaan
Usia pasien menjadi pertimbangan operasi, minimal berumur 6–8 tahun. Pada
usia ini, kartilago tulang iga sudah cukup memadai untuk dibentuk sebagai rangka
telinga dan telinga sisi normal telah mencapai pertumbuhan maksimal, sehingga dapat
digunakan sebagai contoh rangka telinga. Pada usia ini daun telinga mencapai 80–
90% ukuran dewasa.
Dengan tidak adanya tulang rawan daun telinga, pembedahan rekonstruksi jarang
menghasilkan kosmetik yang memuaskan. Prostesis yang artistik adalah pemecahan
yang paling baik untuk kosmetiknya. Pada kelainan unilateral dengan pendengaran
normal dari telinga telinga sisi lain, rekonstruksi telinga tengah tidak dianjurkan,
tetapi bila terjadi gangguan pendengaran bilateral, dianjurkan rekonstruksi telinga
tengah.
H. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi yaitu infeksi, hematom, dan kehilangan
kulit. Hal ini biasanya jarang terjadi dan kerangka hampir selalu bisa
diselamatkan.
I. Prognosis
Sekitar 90% anak dengan mikrotia akan mempunyai pendengaran yang
normal. Karena adanya atresia pada telinga yang terkena, anak-anak ini akan
terbiasa dengan pendengaran yang mono aural (tidak stereo). Sebaiknya
orangtua berbicara dengan gurunya untuk menempatkan anak di kelas sesuai
dengan sisi telinga yang sehat agar anak bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
Pada kasus bilateral (pada kedua telinga) umumnya juga tidak terjadi
gangguan pendengaran. Hanya saja anak-anak perlu dibantu untuk dipasang
dengan alat bantu dengar konduksi tulang (BAHA = Bone Anchor Hearing
Aid). Hal ini diperlukan agar tidak terjadi gangguan perkembangan bicara
pada anak. Lebih jauh lagi agar proses belajar anak tidak terganggu.

Anda mungkin juga menyukai