THALASEMIA
A. Definisi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari )
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif, secara melokuler dibedakan menjadi thalasemia
alfa dan beta, sedangkan secra klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor
dan minor. (Padila, 2002)
B. Etiologi
a. Penyebab primer
Berkurangnya sintesis Hb A
Eritropoesis yang tidak efektif
Penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler
b. Penyebab sekunder
Defisiensi asam folat
Bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi
Destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limfa dan hati
C. Klasifikasi
Thalasemia diklasifikasikan berdasarkan molekuler menjadi dua yaitu
thalasemia alfa dan thalasemia beta.
1. Thalasemia Alfa
Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin
rantai alfa yang ada. Thalasemia alfa terdiri dari :
a. Silent Carrier State
Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul gejala
sama sekali atau sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih
pucat.
b. Alfa Thalasemia Trait
Gangguan pada 2 rantai globin alpha. Penderita mengalami anemia
ringan dengan sel darah merah hipokrom dan mikrositer, dapat menjadi
carrier.
c. Hb H Disease
1
Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat bervariasi mulai
tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai
dengan perbesaran limpa.
d. Alfa Thalassemia Mayor
Gangguan pada 4 rantai globin alpha. Thalasemia tipe ini merupakan kondisi
yang paling berbahaya pada thalassemia tipe alfa. Kondisi ini tidak terdapat
rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang
diproduksi. Janin yang menderita alpha thalassemia mayor pada awal
kehamilan akan mengalami anemia, membengkak karena kelebihan
cairan, perbesaran hati dan limpa. Janin ini biasanya mengalami
keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
2. Thalasemia Beta
Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai
globin beta yang ada. Thalasemia beta terdiri dari :
a. Beta Thalasemia Trait.
Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi.
Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah
merah yang mengecil (mikrositer).
b. Thalasemia Intermedia.
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi sedikit
rantai beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya tergantung
dari derajat mutasi gen yang terjadi.
c. Thalasemia Mayor.
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi
rantai beta globin. Gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa
anemia yang berat. Penderita thalasemia mayor tidak dapat membentuk
hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat
disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama kelamaan akan menyebabkan
kekurangan O2, gagal jantung kongestif, maupun kematian. Penderita
thalasemia mayor memerlukan transfusi darah yang rutin dan perawatan
medis demi kelangsungan hidupnya (Dewi.S 2009 dan Yuki 2008).
2
D. Pahtways
3
E. Patofisiologi
4
Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan Hb defective.
Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan
disentebrasi. Hal ini meyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositik
yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan
beta, atau terdiri dari Hb tak stbil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis
Reduksi dalam Hb menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang
lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC di luar
menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus-menerus
pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan
tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
F. Manifestasi Klinis
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya
gejala klinis : mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas.
1. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat
hidup tanpa ditransfusi.
5
Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang
membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel
darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan
volume plasma.
Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas
dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah.
Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan
pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan
gigi biasanya buruk.
Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai
umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.
2. Thalasemia intermedia
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra
medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
3. Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemerikasaan Laboratorium Darah
Hb : kadar Hb 3-9 gr %
Pewarnaan SDM : Anisositosis, Poikilositosis, Hipokromia berat, target sel
tear drop cel
Gambaran Sumsum tulang (Eritripoesis Hiperaktif)
Elektroforesis Hb
Thalasemia alfa : ditemukan hb Bart's dan Hb H
Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi 10-90% (N : > 1%)
6
H. Penatalaksanaan Medis
1. Tranfusi PRC (packed red cell) bila Hb < 9 gr%
2. Untuk menurunkan besi dari jaringan tubuh diberikan kalori besi : disferal
IM/IV
3. Splenektomi : hipersplenisme
4. Transplantasi sum sum tulang pada talasemia maya
5. Berikan asam folat 2 – 5 mg/hari, pada yang jarang mendapatkan tranfusi
6. Pantau fungsi organ: jantung, paru, hati, endokrin, gigi, telinga, mata, tulang.
I. Komplikasi
1. Akibat anemia yang berat dan lama sering terjadi gagal jantung
2. Tranfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis mengalibatkan kadar
besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam jaringan seperti hepar,
limfa, kulit dan jantung.
3. Hepatosplenomegaly
4. Gangguan tumbuh kembang
5. Disfungsi organ
7
Pucat, Tanda nyeri, Bentuk tubuh abnormal, Dehidrasi
b. Tanda – tanda Vital
Tekanan darah, Nadi, Suhu, Pernafasan, Perubahan BB, Perubahan TB
c. Kulit dan membran mukosa
Pucat, Sianosis, Joundice, Lesi yang sulit sembuh, Pigmentasi, Koreng pada
tungkai, Kulit tangan dan kaki mengelupas
d. Kuku
Cembung, Datar, Mudah patah, Clubbing
e. Rambut
Tekstur dan Pertumbuhan
f. Mata
Edema, Kemerahan, Perdarahan, Ketidaknormalan lensa, Gangguan penglihatan,
Kebutaan
g. Mulut
Membran mukosa kemerahan dan Luka
h. Lidah
Nyeri, Tekstur, Warna
i. Perut
Splenomegali, Hepatomegali, Adanya nyeri, Sirosis
j. Thorak/dada
Jantung : aritmia, nyeri, murmur
Paru-paru : sesak napas, perubahan suara napas
k. Ekstremitas
Nyeri, kaku, bengkak, edema, perubahan pada tulang
l. Genitalia
Perubahan pada seks sekunder
4. Pengkajian Umum
Pertumbuhan yang terhambat
Anemia kronik
Kematangan seksual yang tertunda
5. Krisis Vaso Occlusive
Sakit yang dirasakan
8
Gejala yang dirasakan berkaitan ischemia daerah yang berhubungan:
- Ekstremitas : kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang
menjalar.
- Abdomen : terasa sakit
- Serebrum : Stroke dan gangguan penglihatan
- Liver : Obstruksi, jaundice, hepaticum
- Ginjal : hematuria
Efek dari krisis vaso occlusive adalah :
- Cor : Cardio megali, Murmur sistolik.
- Paru-Paru : ganguan fungsi paru, mudah terinfeksi.
- Ginjal : Ketidakmampuan memecah senyawa urine, gagal ginjal.
- Genital : Terasa sakit, tegang.
- Liver : Hepatomegali, sirosis
- Mata : Ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan,
kadang menyebabkan keterganggunya lapiisan retina dan dapat menyebabkan
kebutaan.
- Ekstremitas : Perubahan tulang-tulang terutama menyebabkan bungkuk,
mudah terjangkit virus salmonela, osteomyelitis.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis (hepatomegali, splenomegali)
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorbsi makanan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan
pemakaian dan suplai oksigen
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen murni ke sel
5. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan pigmentasi kulit.
6. Resiko infeksi b/d tindakan transfuse darah yang berulang
7. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b/d gangguan sistem
endokrin
8. Resiko cedera
9
C. Intervensi Keperawatan
Analagesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi.
3. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
4. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
5. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal.
6. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
7. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali.
8. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
9. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala.
2. Ketidakseimbangan NOC Nutrition Management
Nutrisi : kurang dari 1. Nutritional Status : Food and Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh 2. Nutritional Status : Nutrient Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
3. Weight Control nutrisi yang dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Kriteria Hasil : 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 5. Berikan substansi gula
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi konstipasi
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 7. Ajarkan pasien bagimana membuat catatan makanan harian
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari 8. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
menelan 9. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti 10. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Management
1. Monitor BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual, muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan kadar Ht
12. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
13. Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva
14. Monitor kalori dan intake nutrisi
15. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas
oral
3. Intoleransi aktivitas NOC Activity Therapy:
a. Energy Conservation a. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitas Medik dalam merencanakan
b. Activity Tolerance program terapi yang tepat
c. Self Care : ADLs b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukan
c. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan
Kriteria Hasil : untuk aktivitas yang diinginkan
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai d. Bantu untuk mendapat alat bantu aktivitas seperti kursi roda, krek
peningkatan tekanan darah, nadi dan RR e. Bantu untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara f. Bantu pasien untuk mengembankan motivasi diri dan penguatan
mandiri g. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
c. Tanda-tanda vital normal
d. Energy psikomotor
e. Level kelemahan
f. Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat
g. Status kardiopulmunari adekuat
h. Sirkulasi status baik
i. Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat
4. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan perifer a. Circulation Status Peripheral Sensation Management
b. Tissue Perfusion : Cerebral a. Monitor adanya daerah
b. tertentu yang hanya peka
Kriteria Hasil : c. terhadap panas/dingin/
a. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai d. tajam/tumpul
dengan : e. Monitor adanya paratese
Tekanan sistol f. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi
dan diastol g. Gunakan sarung tangan
dalam rentang h. untuk proteksi
yang diharapkan i. Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung
Tidak ada orto- j. Monitor kemampuan BAB
statik hipertensi k. Kolaborasi pemberian analgetik
Tidak ada l. Monitor adanya tromboplebitis
tanda-tanda peningkatan m. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi