Anda di halaman 1dari 13

Hematuria

Hematuria adalah suatu keadaan ditemukannya darah di dalam urine, didefinisikan sebagai
penemuan lebih dari tiga sel darah merah (RBC) per satu lapang padang (HPF). Pasien dengan
keadaan hematuria yang tampak dengan kasat mata (hematuria kotor/gross hematuria) biasanya
akan merasa takut oleh karena ada darah yang tiba tiba muncul di urine nya dan biasanya akan
datang ke IGD untuk dilakukan evaluasi. Ketakutan biasanya karena banyaknya jumlah darah
yang keluar. Hematuria derajat apapun sebaiknya tidak disepelekan, dan pada pasien dewasa,
harus difikirkan apakah hematurianya merupakan bagian dari gejala keganasan hingga benar
benar terbukti bukan karena hal tersebut. Saat mengevaluasi hematuria, beberapa pertanyaan
harus selalu ditanyakan, dan jawabannya dapat membuat ahli urologi mampu menentukan
target evaluasi diagnosis secara efisien, pertanyaan nya antara lain :
- Apakah hematurianya tampak dengan mata telanjang/ hematuria kotor atau secara
mikroskopik?
- Pada saat kapan selama berkemih anda mengalami hematuria?  saat awal berkemih
atau saat akhir atau selama berkemih?
- Apakah hematuria disertai rasa nyeri?
- Apakah ada gumpalan darah?
- Apakah pasien merasakan adanya gumpalan yang keluar saat berkemih? apakah
gumpalan tersebut memiliki bentuk khusus?
Hematuria kotor VS hematuria mikroskopik  signifikansi dari hematuria kotor dan
hematuria mikroskopik adalah sebatas perubahan dalam mengidentifikasi peningkatan
patologis secara signifikan dengan derajat hematuria. Oleh karena itu, pasien dengan hematuria
kotor biasanya memiliki patologi mendasari yang mudah diidentifikasi, sedangkan pasien
dengan hematuria mikroskopik hasil pemeriksaan urologisnya biasanya negatif.
Waktu terjadinya hematuria. Waktu terjadinya hematuria selama berkemih biasanya
mengindikasikan tempat terjadinya kerusakan. Hematuria saat awal biasanya berkembang dari
uretra; jarang terjadi dan biasanya akibat sekunder dari imflamasi. Hematuria total adalah yang
paling sering terjadi dan disebabkan oleh perdarahan yang berasal dari kandung kemih dan
traktus urinaria atas. hematuria terminal terjadi pada akhir miksi dan biasanya akibat sekunder
dari imflamasi pada area leher kandung kemih atau uretra prostat. Biasanya terjadi pada akhir
mikturisi akibat kontraksi leher kandung kemih, memencet keluar air kemih hingga
penghabisan.
Hubungannya dengan nyeri. Hematuria, biasanya memang menakutkan namun tidak nyeri
kecuali yang diakibatkan oleh imflamasi atau obstruksi. Oleh karena itu, pasien dengan cistitis
dan hematuria sekunder mungkin mengalami gejala iritatif urin yang sangat berat, namun nyeri
nya sendiri biasanya tidak memburuk karena keluarnya gumpalan darah. Yang lebih sering
lagi, nyeri yang berkaitan dengan hematuria biasanya diakibatkan oleh hematuria dari traktrus
urinaria atas karena obstruksi gumpalan darah di ureter. Lewatnya gumpalan darah mungkin
berkaitan dengan nyeri kolik yang sering terjadi akibat adanya kalkulus pada ureter, dan hal ini
dapat membantu mencari sumber penyebab hematuria.
American Urological Association (AUA) menerbitkan pedoman untuk pasien dengan
mikrohematuria asimptomatik (AMH), yang didefinisikan dengan “ditemukannya tiga atau
lebih sel darah merah per lapang pandang tanpa adanya penyebab jinak yang jelas”. Penentuan
AMH haruslah berdasarkan mikroskopik, bukan dipstik pada pemeriksaan urinalisis.
Anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium yang teliti harus
dilakukan untuk menyingkirkan penyebab jinak dari AMH, seperti infeksi, penyakit ginjal
medis, dan lainnya. Setelah semua penyebab kemungkinan ini disingkirkan, evaluasi urologi
termasuk penilaian fungsi ginjal sebaiknya dilakukan. Jika faktor seperti sel darah merah
dismorfik, proteinuria, buangan, atau terdapat insufisiensi ginjal, pemeriksaan nefrologi harus
dilakukan selain evaluasi urologi. AMH yang terjadi pada pasien yang sedang dalam
pengobatan antikoagulan juga harus menjalani evaluasi urologi.
Evaluasi pada pasien berusia lebih dari 35 tahun dengan AMH diantaranya adalah sistoskopi
yang merupakan salah satu pilihan pada pasien yang lebih muda. Meskipun begitu, semua
pasien tetap harus menjalani pemeriksaan sistoskopi jika ada faktor resiko seperti gejala
berkemih yang iritative, penggunaan rokok, atau paparan terhadap bahan kima. Evaluasi
radiologi haruslah dilakukan saat awal pemeriksaan, dan pilihan pemeriksaan yang dianjurkan
adalah multifasik CT urografi dengan atau tanpa kontras Intravena. Magnetic resonance
urografi (MRU), dengan atau tanpa kontras intravena, merupakan alternatif pemeriksaan yang
diterima pada pasien yang tidak dapat menjalani CT scan multifasik. Pada kasus dimana
dibutuhkannya keterangan detail tentang sistem pengumpul pada ginjal, CT non kontras, MRI,
atau ultrasonografi ginjal dengan pielogram retrogard dapat digunakan sebagai pemeriksaan
alternatif jika tidak ada kontraindikasi penggunaan kontras intravena.
Diantara semua modalitas, yang paling sangat tidak direkomendasikan untuk evaluasi secara
rutin pada pasien AMH diantaranya sitologi urine, penanda urin, dan sistokoskopi cahaya biru.
Meskipun begitu, sitologi mungkin bermanfaat pada mereka yang alami AMH persisten
sedangkan hasil pemeriksaan yang lainnya negatif atau pada mereka dengan faktor resiko lain
seperti karsinoma insitu, dengan gejala berkemih irritative, penggunaan rokok, atau paparan
kimiawi. Untuk pasien dengan AMH persisten, urinalisis tahunan haruslah dilakukan. Bila
sudah dilakukan urianlisis tahunan sebanyak dua kali berutut turut namun hasilnya negatif,
berarti pemeriksaan urinalisis tidak perlu dilakukan lagi. Untuk pasien yang alami AMH
berulang dan persisten, evaluasi berulang pada 3 hingga 5 tahun sekali haruslah
dipertimbangkan.
Adanya gumpalan darah. Ditemukannya gumpalan darah selalu mengindikasikan derajat
hematuria yang sangat signifikan. Oleh karena itu, kemungkinan untuk mengindentifikasi
patologi urologi meningkat secara signifikan.
Bentuk gumpalan darah. Biasanya, pasien mengeluhkan adanya gumpalan darah yang keluar
saat berkemih, bentuknya amorpus dan berasal dari kandung kemih serta uretra prostat.
Meskipun begitu, adanya gumpalan darah berbentuk vermiform (seperti cacing), apalagi
disertai nyeri pinggang, mengidentifasikan bahwa hematuria berasal dari traktus urinarius atas,
sedangkan bentuk verniform biasanya berasal dari ureter.
Tidak bisa ditekankan cukup kuat bahwa hematuria, khususnya pada dewasa, haruslah
dipertimbangkan sebagai suatu gejala keganasan sampai telah terbukti bukan dan haruslah
dilakukan pemeriksaan urologi secara cepat. Jika pasien datang dengan hematuria yang jelas,
sistoskopi haruslah dilakukan secepatnya karena biasanya sumber perdarahan dapat cepat
diidentifikasi dari mana asalnya. Dari sistoskopi harus ditentukan apakah hematurianya berasal
dari uretra, kandung kemih, atau traktus urinari atas. pada pasien dengan hematuria kotor
sekunder dengan sumber yang berasal dari traktus urinaria atas, mudah untuk melihat adanya
urin berwarna merah yang pulsatil, yang berasal dari orificium uretral.
Meskipun kondisi imflamasi dapat sebabkan hematuria, semua pasien dengan hematuria,
kecuali wanita muda dengan sistitis hemoragik bakteria akut, haruslah menjalani pemeriksaan
urologi. Wanita dan pria yang lebih tua dengan keadaan hematuria dan gejala berkemih iritatif
mungkin memiliki sistitis sekunder hingga infeksi yang bisa berasal dari tumor kandung kemih
yang nekrotik, atau, yang lebih sering, karsinoma datar in situ di kandung kemih. Kebanyakan
penyebab tersering dari hematuria kotor pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun adalah kanker
kandung kemih.
Gejala traktur urinari bawah
Gejala iritative. Frekuensi merupakan salah satu gejala tersering dari urologi. Frekuensi
berkemih orang dewasa yang normal adalah lima hingga enam kali perhari, dengan volume
rata rata adalah 300 ml tiap kali berkemih. Frekuensi berkemih bisa poliuria (meningkatnya
output urine) atau karena menurunnya kapasitas kandung kemih. Jika setiap kali berkemih
volumenya sangat banyak, berarti pasien mengalami poliuri dan harus dievaluasi apakah pasien
mengalami diabetes melitus, diabetes inspidus, atau kelebihan mengkonsumsi air. Sebab dari
menurunnya kapasitas kandung kemih termasuk obstruksi saluran keluar kandung kemih
dengan penurunan tahanan/komplians, peningkatan residual urine, dan atau kapasitas
fungsional yang menurun akibat iritasi, kandung kemih neurogenik dengan meningkatnya
sensitifitas dan penurunan neurogenik, tekanan dari luar/sumber ekstrinsik, atau kecemasan.
Dengan memisahkan gejala iritatif dan gejala obstruktif, dokter harus mampu menentukan
diagnosis diffrensial yang jelas.
Nokturia.Nocturia merupakan gejala berkemih saat malam hari. Biasanya, orang dewasa
mengalami nokturia tidak lebih dari dua kali. Sama seperti frekuensi, nokturia mungkin akibat
sekunder karena peningkatan urine output atau penurunan kapasitas kandung kemih. Frekuensi
seharian tanpa adanya nokturia biasanya akibat psikogenik dan berkaitan dengan adanya
kecemasan pada pasien. Nokturia tanpa adanya frekuensi mungkin terjadi pada pasien dengan
gagal jantung kongentif dan edema perifer pada mereka dengan peningkatan volume
intravaskular dan output urine ketika pasien dalam kondisi supinasi. Kemampuan
mengkonsentrasi dari ginjal menurun sesuai usia; oleh karena itu produksi urine pada pasien
geriatri meningkat saat malam, ketika aliran darah ginjal meningkat karena berbaring. Pada
umumnya, nokturia mungkin berkaitan dengan dengan poliuria nokturnal (kelebihan produksi
urine nokturia) dan atau penurunan kapasitas kandung kemih nokturia. Nokturia mungkin
terjadi pada pasien yang banyak sekali minum air saat sore hari, khususnya yang mengandung
-kafein dan minuman beralkohol, yang sangat kuat efek diuretiknya. Tanpa adanya faktor
faktor tersebut, nokturia biasanya terjadi akibat dari obstruksi pada saluran keluar atau
penurunan daya tampung kandung kemih.
Disuria. Merupakan perasaan berkemih yang nyeri dan biasanya disebabkan oleh kondisi
imflamasi. Nyeri ini tidak selalu terasa diseluruh kandung kemih tapi bisa juga ke meatus
uretra. Rasa nyeri pada awal berkemih mungkin mengindikasikan adanya patologi pada uretra,
dimana rasa nyeri saat akhir mikturisi (stangulasi) berarti ada masalah di kandung kemihnya.
Disuria sering disertai dengan frekuensi dan urgensi.
Gejala obstruktif. Penurunan kekuatan berkemih, biasanya akibat sekunder dari adanya
obstruksi pada jalur keluar kandung kemih dan akibat sekunder dari BPH (perbesaran prostat)
atau striktur uretra. Faktanya, kecuali obstruksi derajat berat, kebanyakan pasien tidak sadar
bahwa mereka sedang mengalami perubahan alirah kemih serta gangguan pada sistem urinari
nya. Perubahan ini biasanya terjadi bertahap dan sering tidak disadari pada kebanyakan pasien.
Gejala obstruktif yang lain lebih sering dikenali dan biasanya akibat sekunder dari obstruksi
pada aliran keluar kandung kemih pada pria akibat BPH atau adanya striktur uretra.
Hesitansi urin, aritnya lama untuk memulai berkemih. Normalnya, berkemih dimulai dalam
beberapa detik setelah sfringter urinnya kendur, namun hal ini dapat terjadi lebih lambat pada
pria dengan obstruksi aliran keluar pada kandung kemih.
Intermitten. Artinya memulai berkemih--dan behentinya aliran berkemih tanpa sadar. Paling
sering terjadi akibat adanya obstruksi pada prostat oleh karena oklusi intermitten pada aliran
keluar kemih dari lobus prostat lateral.
Dribbling post void (menetes setelah berkemih), adanya pengeluaran tetesan urin terminal
setelah berkemih. Akibat sekunder dari sejumlah residual urin baik di uretra bulbar maupun
prostat yang normalnya “tertarik kembali” ke kandung kemih saat akhir BAK. Pada pria
dengan obstruksi kandung kemih, urine ini akan keluar dari uretra bulbar ke aliran urin saat
berkemih tahap akhir. Pria akan lebih sering mencoba untuk mencegah hal ini agar bajunya
tidak basah dengan cara “shaking”/menggoyangkan penis nya saat akhir mikturisi. Faktanya,
cara ini tidak efektif, dan masalah seperti ini akan lebih mudah untuk diatasi dengan cara
kompresi manual pada uretra bulbar di daerah perineum atau dengan cara mengelap meatus
uretra dengan tisue. Menetes setelah berkemih sering kali adalah senuah gejala awal dari
obstruksi uretra akibat BPH, namun, hal ini jarang membutuhkan pengobatan lebih lanjut.
Mengedan “straining”, adalah penggunaan otot-otot abdomen untuk berkemih. Normalnya,
pria tidak perlu melakukan valsava manuver saat berkemih kecuali di akhir urinasi.
Meningkatnya rasa mengedan selama mikturisi merupakan gejala obstruksi saluran keluar
kandung kemih.
Penting bagi urologis untuk membedakan gejala traktus urinaria bawah yang iritatif dan
obstruktif. Hal ini paling sering terjadi dalam mengevaluasi pasien pria dengan BPH. Meskipun
BPH merupakan kelompok obstruktif, penyakit ini dapat megnubah komplians kandung kemih
sehingga meningkatkan gejala iritatifnya (gejala iritatif lebih menonjol). Faktanya, pria dengan
BPH lebih sering alami gejala iritative dari pada obstruktif, dan paling sering alami nokturia.
Urologi harus jeli dalam menetapkan adanya gejala iritatif pada BPH kecuali tidak ada bukti
obstruktif yang didapat. Pada umumnya, gejala traktus urinaria bawah tidak lah spesifik dan
mungkin terjadi akibat sekunder dari luasnya kondisi neurologi, seperti pada perbesaran
prostat. Mengenai hal ini, kami paparkan dua contoh penting. Pasien dengan derajat tinggi
karsinoma flat in situ dari kandung kemih biasanya akan menunjukkan gejala iritatif pada urin.
ahli urologi haruslah berhati hati dalam mendiagnosis karsinoma in situ pada pria yang
menunjukkan gejala iriatif, bila ada riwayat merokok dan hematuria mikroskopik. Berdasarkan
pengalaman, kami pernah merawat pasien pria berusia 54 tahun yang memiliki riwayat
penyakit seperti ini dan diobati layaknya BPH selama hampir dua tahun sebelum benar benar
didiagnosis dengan kanker kandung kemih. Sekali diagnosis ditetapkan dengan benar, pasien
ternyata telah mengembangkan penyakit yang telah menginvasi otot dan membutuhkan
sistektomi untuk pengobatannya.
Hal penting kedua lagi adalah contoh gejala iritatif akibat penyakit neurologi seperti penyakit
cerebrovaskular, diabetes melitus, dan penyakit parkinson. Kebanyakan penyakit neurologi
banyak yang dijumpai oleh ahli urologi akibat masalah pada UMN (upper motor neuron) dan
membuat hilangnya inhibisi pada kortikal dalam mengontrol sistem perkemihan, sehingga
sebabkan menurunnya komplians kandung kemih dan timbulkan gejala berkemih yang iritatif.
Urologi harus jeli dalam menyingkirkan penyebab yang mendasari penyakit neurologi ini
sebelum melakukan operasi /pembedahan untuk mengurangi obstruksi pada saluran keluar
kandung kemih. Beberapa operasi tidak hanya gagal dalam mengurangi gejala iritatif pasien
tapi juga sebabkan inkontinensia berkemih yang permanen.
Sejak diperkenalkan tahun 1992, indeks gejala AUA digunakan secara luas dan telah divalidasi
sebagai penilaian penting untuk pria yang mengalami gejala saluran aliran berkemih bawah.
Skoring gejala AUA terdiri dari 7 pertanyaan yang memfokuskan pada frekuensi, nokturia,
lemahnya aliran berkemih, hesitansi, intermitten, dan tidak habisnya pengosongan kandung
kemih, serta urgensi. I-PSS (internasional prostate symptome score) mulai dari 0 hinga 35
dimana 0 sampai 7, 8 sampai 19, 20 sampai 35 menindikasikan bahwa gejala tersebut ringan,
sedang, berat dari kumpulan gejala pada saluran traktus urinari bawah. I-PSS merupakan alat
yang dapat membantu penatalaksanaan klinis pada pria dengan gejala saluran kemih bawah
dan pada penelitian terkait pengobatan melalui pembedahan atau obat tertentu untuk pria
dengan disfungsi berkemih. Penggunaan indikator gejala ini juga memiliki beberapa
keterbatasan, dan penting bagi dokter untuk mendiskusikan respon pasien terhadap pertanyaan
yang diajukan kepadanya. Diketahui bahwa kemampuan membaca grade 6 sangat dibutuhkan
untuk mengerti isi pertanyaan yang ada di I-PSS, dan beberapa pasien dengan gangguan
neurologi serta demensia mungkin akan sulit menyelesaikan pertanyaan yang ada pada
kuisioner ini. Selain itu, skoring gejala dan gejala berkemih obstruktif serta iritatif nya juga
tidak spesifik, dan gejala mungkin dapat disebabkan oleh berbagai kondisi selain BPH. Skoring
gejala yang mirip ditunjukkan pada pria dan wanita di usia 55 hingga 79 tahun. Meskipun
terdapat keterbatasan, I-PSS merupakan alat penilaian yang paling sederhana untuk pria dengan
gejala traktus urinarius bawah dan dapat digunakan sebagai penilaian tahap awal pada pria
dengan gejala traktus urianarius bawah, sebagaimana dengan penilaian terhadap respon
pengobatan.
Inkontinensia. Inkontinensia urin merupakan kondisi dimana pasien tidak dapat mengontrol
rasa ingin berkemih. kajian anamnesis yang cermat untuk pasien dengan inkontinensia sering
dapat menjerumuskan langsung ke etiologinya. Inkontinensia urin dapat dibagi menjadi 4
kategori.
- Inkontinensia kontinua. Inkontinensia kontinua merupakan hal yang paling sering
terjadi akibat adanya fistula pada traktus urinaria yang melewati sfringer uretra. Tipe
yang paling sering dari fistula yang dapat sebabkan inkontinensia urin adalah fistula
vesikovaginal akibat sekunder dari pembedahan ginekologi, radiasi dan trauma obstetri.
Yang paling jarang, fistula uretrovagina yang disebabkan oleh penyebab yang sama.
Penyebab kedua dari inkontinensia kontinua adalah ureter ektopik yang masuk baik ke
uretra maupun traktur genitalia wanita. Ureter ektopik biasanya mengalir kecil, segmen
paling atas dari ginjal yang displastik, serta kebocoran urin yang sedikit. Beberapa
pasien mungkin akan mengeluarkan semua urinenya namun mengalami sedikit
kebocoran urine yang mungkin disalah diagnosiskan selama bertahun tahun sebagai
discharge vagina kronik. Menurut pengalaman kami, kami pernah merawat pasien
wanita usia 30 tahun, yang disalah diagnosiskan sebagai enuresis saat masih kanak-
kanak dan mengalami discharge vagian kronik selama remaja dan dewasa, yang mana
kebocoran urinnya sebenarnya dapat dikoreksi total dengan cara pembedahan pada
segmen atas ginjal dari ginjal kanannya yang displastik. Ureter ektopik tidak akan
pernah membuat inkontinensia urin pada pria karena mereka selalu masuk ke leher
kandung kemih atau uretra prostat proksimal menuju sfringter uretra eksternal.
- Stres inkontinensia. Merupakan perasaan kebocoran urin ketika batuk, bersin,
berolahraga, atau melakukan aktifitas yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen.
Selama menjalani berbagai aktifitas ini, tekanan intraabdomen meningkat cepat diatas
resistensi uretra, mengakibatkan kebocoran sedikit urin secara tiba-tiba. Stres
inkontinensia paling sering terjadi pada wanita setelah melahirkan anak atau setelah
menopause dan berkaitan dengan hilangnya pendukung anterior vagina dan lemahnya
jaringan pelvis. Stres inkontinensia juga dapat terjadi pada pria setelah pembedahan
prostat, paling sering terjadi pada protatektomi radikal, yang mana dapat sebabkan
cedera pada sfringter eksterna uretra. Inkontinensia stres urin susah untuk diatasi
dengan agen farmakologi, dan pasien dengan stres inkontinensia yang signifikan
biasanya merespon lebih baik bila dilakukan pembedahan/operasi.
- Inkontinensia urgensi. Inkontinensia urgensi adalah hilangnya urin secara cepat yang
dipicu oleh kuatnya rasa ingin berkemih. Gejala ini sering terjadi pada pasien dengan
sistitis, neurogenik bladder, dan obstuksi saluran keluar kandung kemih dengan
hilangnya komplians pada kandung kemih. Penting untuk membedakan inkontinensia
urgensi dari stres inkontinensia karena dua alasan. Pertama, inkontinensia urgensi
mungkin akibat sekunder dari proses patologi yang mendasari, yang sebaiknya
diidentifikasi;pengobatan dari masalah primer seperti infeksi atau obstruksi saluran
keluar kandung kemih mungkin akan mengurangi gejala inkontinensia urgensi. Kedua,
pasien dengan inkontinensia urgensi biasanya tidak selalu setuju untuk dilakukan
pembedahan, namun, lebih ke pengobatan dengan agen farmakologi yang dapat
memperbaiki komplians kandung kemih dan/atau meningkatkan resistensi uretra.
- Inkontinensia overflow. Disebut juga sebagai inkontinensia paradoksal, merupakan
akibat sekunder dari retensi urin berat dan tingginya volume residual urine. Pada
pasien-pasien ini, kandung kemih meluas secara kronik dan tidak pernah benar-benar
kosong. Urin mungkin menetes keluar dalam jumlah yang tidak terlalu banyak seiring
dengan aliran urin. Biasnaya terjadi saat malam hari ketika pasien tidak begitu mampu
menahan keluarnya urin. Inkontinensia overflow disebut juga sebagai inkontinensia
paradoksal karena sering berkurang gejalanya setelah obstruksi aliran keluar kandung
kemih diatasi. Meskipun begitu, sulit untuk membuat diagnosis inkontinensia overflow
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, khususnya pada pasien obese, dimana perkusi
pada kandung kemih yang terdistensi mungkin akan sulit. Inkontinensia overflow
biasanya berkembang dalam beberapa waktu, pasien mungkin tidak sadar atau tidak
merasakan bahwa kandung kemihnya tidak benar benar kosong. Oleh karena itu setiap
pasien dengan gejala inkontinensia haruslah menjalani pemeriksaan kandungan urin
setelah berkemih.
- Enuresis. Enuresis disebut juga sebagai inkontinensia urin yang terjadi selama tidur.
Normal terjadi pada anak-anak usia diatas 3 tahun namun bertahan pada sekitar 15%
anak anak pada usia 5 tahun dan sekitar 1% pada anak usia 15 tahun. Enuresis haruslah
dibedakan dari inkontinensia kontinua, yang terjadi sepanjang hari baik pagi dan malam
hari, yang mana pada anak yang lebih muda, biasanya mengindikasikan telah terjadi
ureter ektopik. Semua anak berusia di atas 6 tahun dengan enuresis haruslah menjalani
pemeriksaan urologi, meskipun biasanya tidak ditemukan abnormalitas urologi yang
signifikan.
Nama pasien : Tidak <1 Kurang Sekitar Lebih dari Hampir Skor anda
Tanggal : sama kali dari setengah setengah selalu
sekali dalam setengah waktu waktu
5 waktu
Pengosongan yang 0 1 2 3 4 5
tidak selesai :
Selama sebulan
terakhir, seberapa
sering anda alami
sensasi kandung
kemih yang belum
kosong seluruhnya
setelah kencing?
Frekuensi : selama 0 1 2 3 4 5
sebulan terakhir,
seberapa sering anda
merasakan ingin
kencing lagi setelah
kurang dari 2 jam
anda kencing
sebelumnya?
Urgensi : Dalam 0 1 2 3 4 5
sebulan terakhir,
seberapa sering anda
mengalami keadaan
sulit untuk menahan
kencing?
Lemahnya aliran 0 1 2 3 4 5
kencing : dalam
sebulan terakhir,
seberapa sering anda
merasakan aliran
kecing yang tidak
lancar?

Straining/mengejan 0 1 2 3 4 5
:
Selama sebulan
terakhir seberapa
sering anda harus
mendorong dan
mengejan untuk
memulai kencing?

Nokturia : selama Tidak Sekali Dua kali 2 Tiga kali Empat kali Lima
sebulan terakhir, ada 0 1 3 4 kali 5
seberapa sering anda
harus bangun tiap
malam hanya untuk
berkemih dari waktu
memulai tidur
hingga waktunya
bangun pagi?
Total skoring I-PSS Bahagia Puas Cenderung Campur Cenderung Sangat
: kualitas hidup 0 1 puas 2 (perasaan tidak tidak
karena gejala senang senang 4 senang
berkemih dan tidak 5
Seandainya Anda senang) 3
harus menghabiskan
sisa hidup dengan
fungsi kencing
seperti saat ini,
bagaimana perasaan
Anda?

Disfungsi Seksual
Disfungsi seksual pada pria biasanya disebut juga dengan impotensi atau disfungsi erektil,
meskipun impotensi diartikan sebagai ketidakmampuan mencapai atau menjaga ereksi yang
adekuat untuk melakukan intercourse/persetubuhan. Pasien dengan gejala “impotensi”
haruslah ditanya secara cermat untuk menyingkirkan penyakit gangguan seksual pada pria
lainnya, termasuk hilangnya libido, tidak adanya pemancaran, hilangnya orgasme, dan yang
paling sering, ejakulasi prematur. Penting untuk mengidentifikasi masalah yang tepat sebelum
melakukan evaluasi dan pengobatan lebih lanjut.
Hilangnya libido. Karena androgen berpengaruh besar terhadap rasa/keinginan seksual,
penurunan libido mungkin mengindikasikan telah terjadinya defisiensi androgen akibat
disfungsi pituitari atau testikular. Hal ini dapat dievaluasi secara langsung baik melalui
pemeriksaan testosteron serum yang jika abnormal, harus dievaluasi lebih lanjut lagi dengan
menilai kadar gonadotropin dan prolaktin serum. Karena jumlah testosteron yang dibutuhkan
untuk mempertahankan libido biasanya kurang dari yang dibutuhkan untuk menstimulasi
prostat dan vesikula seminalis, pasien dengan hipogonadisme mungkin juga mengalami
penurunan atau tidak adanya ejakulasi. Sebaliknya, jika volume semennya normal, penurunan
libido mungkin dapat diakibatkan adanya depresi atau berbagai penyakit medis yang dapat
mempengaruhi keadaan kesehatan dan kesejahteraan tubuh.
Impotensi. Impotensi disebut juga dengan ketidak mampuan memepertahankan dan mencapai
ereksi yang cukup untuk intercourse. Pengkajian riwayat penyakit/anamnesis yang cermat akan
dapat menentukan apakah masalahnya berasal dari psikogenik atau organik. Pada pria dengan
impotensi psikogenik, kondisi biasanya berkembang lebih cepat dari pada impotensi sekunder
yang dipicu oleh beberapa faktor seperti stres perkawinan atau perubahan dan hilangnya minat
seks pada pasangan seksualnya. Pada pria dengan impotensi organik, kondisi biasanya
berkembang lebih insidious/tersembunyi dan sering kali berkaitan dengan pertambahan usia
atau faktor resiko lain yang mendasari. Dalam mengevaluasi pria dengan impotensi, penting
untuk menentukan apakah ada suatu masalah yang mendasari semua situasi tersebut. Banyak
pria yang impotensi tidak mampu melakukan intercourse/persetubuhan dengan satu pasangan
namun mampu melakukan intercourse pada pasangannya yang lain. Mirip dengan hal ini,
penting untuk menentukan apakah pria tersebut mampu mencapai ereksi normal melalui
stimulasi seksual yang lain (misalnya, masturbasi, video-video erotis/porno). Terakhir, pasien
haruslah ditanyakan perihal apakah pernah mengalami ereksi pagi hari atau saat malam hari
(ereksi nokturnal). Pada umumnya, pasien yang mampu mencapai ereksi yang adekuat pada
beberapa kondisi namun tidak dikondisi tertentu mengalami masalah psikogenik primer dari
pada impotensi organik.
Gagal ejakulasi. Kegagalan ejakulasi mungkin diakibatkan beberapa penyebab,
- Defisiensi androgen
- Denervasi simpatetik
- Agen farmakologi
- Pembedahan pada prostat dan leher kandung kemih
Defisiensi androgen adalah akibat menurunnya sekresi dari prostat dan vesikula seminalis,
yang sebabkan reduksi atau hilangnya volume semen. Simpatektomi atau pembedahan
retroperinoenal yang luas, kebanyakan karena adanya limfadenektomi retroperitoneal karena
kanker testis, mungkin akan mempengaruhi invervasi otonom prostat dan vesikula seminalis,
sebabkan hilangnya kontraksi otot polos dan hilangnya pancaran keluar semen saat orgasm.
Agen farmakologi, khususnya antagonis alfa adrenergik, mungkin dapat menggangu
penutupan leher kandung kemih saat orgasme dan mengakibatkan ejakulasi retrogard.
Bersamaan dengan hal ini, pembedahan leher kandung kemih atau pembedahan pada uretra
prostat, yang tersering yakni reseksi transuretral prostat, mungkin dapat menganggu penutupan
kandung kemih dan sebabkan ejakulasi retrogard. Terakhir, ejakulasi retrogard dapat terjadi
tiba-tiba pada pasien diabetes.
Pasien yang mengeluh karena tidak bisa melakukan ejakulasi harus ditanyakan perihal
hilangnya libido atau gejala lain terkait defisiensi androgen, mengkonsumsi obat obatan
tertentu, diabetes, atau pernah menjalani operasi sebelumnya. pengkajian anamnesis yang
cermat akan dapat menentukan apa sebab dari berbagai masalah ini.
Tidak adanya/tidak bisa orgasme. Anorgasmia biasanya terjadi akibat psikogensik yang
disebabkan oleh berbagai pengobatan yang digunakan untuk menterapi/mengobati penyakit
pskiatri. Terkadang, anorgasmia bisa terjadi akibat menurunnya sensasi penile karena
gangguan pada fungsi saraf pudendal. Kebanyakan hal ini terjadi pada pasien Diabetes dengan
neuropati perifer. Pria yang mengalami anorgasmia karena menurunnya sensasi penil haruslah
menjalani tes vibrasi penis dan evaluasi neurologi lebih lanjut.
Ejakulasi premature. Pria yang mengeluhkan ejakulasi prematur harus ditanyakan dengan
cermat perihal gejala subjektif ini. Umumnya pada pria terjadi ejakulasi dalam kurun waktu 2
menit setelah permulaan persetubuhan, dan banyak pria yang mengeluhkan ejakulasi prematur
padahal sebenarnya fungsi seksualnya normal namun mengira telah terjadi abnormalitas
seksual pada dirinya. Meskipun begitu, ada pria yang benar benar alami ejakulasi prematur dan
dapat mencapai orgasme dalam kurun waktu yang kurang dari 1 menit setelah awal
persetubuhan. Masalah ini kebanyakan akibat psikogenik dan sangat baik diobati oleh dokter
ahli jiwa atau psikolog yang ahli dalam mengobati atau mengatasi aspek psikologi dari
disfungsi seksual pria ini. Dengan konseling dan obat obatan yang tepat pada teknik seksual,
masalah ini biasanya akan dapat teratasi. Alternatifnya, pengobatan dengan inhibitor reuptake
serotonin mungkin dapat membantu pria yang mengeluhkan ejakulasi prematur.

Anda mungkin juga menyukai