Anda di halaman 1dari 4

BAB 5

SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuisioner dengan skala likert


yang disebarkan kepada remaja usia 14-19 tahun untuk melihat korelasi antara pola
asuh orang tua dengan kecemasan komunikasi pada remaja di Jakarta dengan
menggunakan uji normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dan korelasi
Rank Spearman. Berdasarkan hasil pengambilan dan pengolahan data yang
dilakukan melalui software IBM SPSS Statistics (Version 20) di dalam penelitian ini,
diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara pola asuh orang
tua dengan kecemasan komunikasi pada remaja di Jakarta. Selanjutnya, dimensi pola
asuh permisif dengan nilai korelasi sebesar 0,006 dan signifikansi sebesar 0,970;
Penelantar dengan nilai korelasi sebesar 0,140 dan signifikansi sebesar 0,304; Dan
pola asuh Otoriter dengan nilai korelasi sebesar -0,02 dan signifikansi sebesar 0,89.
Pola asuh Demokratis memiliki nilai korelasi sebesar -0,124 dan signifikansi sebesar
0,356.

5.2 Diskusi

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menyebarkan kuisioner


kepada remaja usia 14-19 tahun di Jakarta mengenai hubungan antara pola asuh
orang tua dengan kecemasan komunikasi remaja merujuk kepada hasil yang tidak
signifikan.

Ada berbagai alasan mengapa pola asuh orang tua pada penelitian ini tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan kecemasan komunikasi, yaitu karena
terdapat faktor-faktor pendukung lain yang memungkinkan remaja untuk memiliki
kecemasan komunikasi selain dari pola asuh orang tua yaitu faktor pengalaman
komunikasi dan faktor kepribadian yang dimiliki remaja sehingga kecemasan
komunikasi yang muncul tidak karena berdasarkan pola asuh, melainkan karena
faktor lainnya. Menurut Hurt at.al (Baker, 1982; dalam Roekminiwati, 2004) dengan
penelitiannya terhadap remaja di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa faktor
yang dapat mempengaruhi kecemasan komunikasi adalah pengalaman komunikasi

45
46

dan faktor kepribadian. Pengalaman dapat mempegaruhi kecemasan komunikasi


seperti yg dikatakan oleh Stenberg (Myers, 1992; dalam Roekminiwati, 2004),
pengalaman sangat kuat kaitannya dengan kecemasan komunikasi karena dari
pengalaman komunikasi merubah tingkah laku dari seorang individu sesuai dengan
pesan, harapan dan respon yang diterima. Jika respon yang diterima sesuai dengan
yang diharapkan maka individu mendapatkan reinforcement positif. Namun, bila
respon yang didapatkan tidak sesuai, atau menjadikan individu bingung, maka
individu akan merasa tidak puas, merasa tersaingi karena tidak mengerti. Sedangkan
faktor kepribadian yang berpengaruh terhadap kecemasan komunikasi tidak terlepas
dari pengalaman hidup yang dialami individu, karena pengalaman hidup yang
didapatkan mempengaruhi rasa kepercayaan diri (self estem) seseorang dalam
komunikasi.

Hal senada juga di ungkapkan oleh Alberti dan Emons (2002; dalam Gainau,
2009) mengatakan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang memungkinkan remaja
memiliki kecemasan komunikasi selain dari faktor pola asuh, yaitu faktor lingkungan
seseorang yang meliputi budaya, sterotype, sosial ekonomi, dan pendidikan
seseorang. Lingkungan mempengaruhi terbentuknya kebudayaan, Koenjataraningrat
(1984., dalam Gainau, 2009) menyatakan bahwa lingkungan merupakan kebudayaan
yang telah diturunkan secara turun temurun yang berupa kebiasaan-kebiasaan, nilai-
nilai, bahasa dan ide-ide. Faktor lain seperti stereotipe yang merupakan sebuah
penilaian seseorang terhadap individu lain, lingkungan lain atau keadaan lain diluar
konteks juga membuat remaja cemas dan membuat remaja menghindari interaksi
dengan orang lain. Jika ketakutan, ketidaksukaan, dan kecemasan yang lebih besar,
maka seseorang akan memiliki perasaan atau emosi yang negatif sehingga sulit
berinteraksi dengan lingkungan.

Hal ini serupa dengan pendapat Savitri dan Rachmawati (2007) dengan
mengungkapkan bahwa remaja yang mengalami kecemasan komunikasi biasanya
disebabkan oleh rasa percaya diri yang kurang, merasa prestasinya kurang daripada
yang lain, orang tua yang terlalu banyak mendikte dan selalu menyalahkan anak
sehingga anak merasa tindakannya selalu salah, dan masalah ekonomi yang dirasa
tidak sama dengan teman yang lain.
47

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, adapun saran-saran yang peneliti


ajukan untuk menjadi pertimbangan dalam melakukan penelitian terkait, diantaranya:

5.3.1 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

1. Dalam menetapkan alat ukur yang digunakan sebaiknya harus memperhatikan


jumlah item yang ada pada masing-masing dimensi dan memperbanyak item
dalam kuesioner untuk mengukur dimensi yang memang ingin diukur, dan lebih
memperhatikan item-item pertanyaan untuk masing-masing variabel, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas item pertanyaan agar lebih dapat mengukur apa
yang ingin diukur.
2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan skala populasi dan responden yang
lebih besar agar dapat lebih menggambarkan hubungan antara pola asuh orang
tua dengan kecemasan komunikasi pada remaja di Jakarta.
3. Penelitian selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara
pola asuh orang tua dengan kecemasan komunikasi disarankan untuk
mencermati faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam kecemasan komunikasi
seperti pengalaman komunikasi, faktor kepribadian, budaya, sterotype, sosial
ekonomi, dll.

5.3.2 Saran Praktis


1. Untuk menghindari adanya kecemasan komunikasi terhadap remaja
sebaiknya para remaja diberikan sosialisasi mengenai pentingnya komunikasi
dan bagaimana cara menghindari kecemasan komunikasi yang mungkin saja
dapat muncul ketika remaja sedang melakukan interaksi terhadap
lingkungannya. Sosialisasi dapat dilakukan dengan mengadakan seminar,
pendidikan dari sekolah dan cara-cara lainnya agar remaja dapat lebih
percaya diri ketika berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara
menanamkan rasa kepercayaan diri yang positif terhadap diri remaja untuk
melakukan komunikasi, lebih rasional dalam berfikir, mengendalikan
perasaan akibat presepsi diri yang negatif, meningkatkan pengetahuan dan
kualitas diri, mengendalikan perasaan cemas serta segera mempelajari orang
48

yang baru dikenal agar memiliki komunikasi yang sesuai dengan lingkungan
baru dalam diri remaja.

Anda mungkin juga menyukai