Anda di halaman 1dari 4

Sepanjang sejarah, pengetahuan diperoleh lewat berbagai metode.

Ada empat
pendekatan untuk memperoleh pengetahuan yang digunakan oleh seseorang dalam upaya
untuk memahami fenomena yang dialami. Pertama, adalah pendekatan otoritas. Kedua
adalah pendekatan mistik. Ketiga adalah pendekatan rasionalisitik. Terakhir adalah
pendekatan ilmiah. Perbedaan utama dari keempat pendekatan terletak pada pertama, cara
pemberian kredibilitas bagi penghasil pengetahuan yaitu dalam pertanyaan, “siapa
mengatakan demikian?” kedua, prosedur untuk menghasilkan pengetahuan yaitu dalam
pertanyaan, “ bagaimana anda tahu?” ketiga, efek dari pengetahuan yang dihasilkan yaitu
dalam pertanyaan, “ apa yang membuatnya berbeda?”

1) Pendekatan Otoritas

Dalam pendekatan otoritas, pengetahuan dicari dengan merujuk ke mereka yang


secara sosial atau politik yang ditetapkan sebagai penghasil pengetahuan yang bermutu.
Dalam hal ini seseorang menerima sesuatu yang dianggap benar karena oemberi
pengetahuan dalam posisi otoritas yang mengatakan sesuatu tersebut adalah benar.
Ketergantungan cara yang cepat, sederhana dan murah untuk mempelajari sesuatu agar
diperoleh pengetahuan yang diinginkan.

Pendekatan ilmiah berdasarkan pada sekumpulan asumsi dasar yang tak terbukti
(unproved) dan tak dapat dibuktikan (unprovable). Asumsi dasar tersebut diperlukan
sebagai persyaratan untuk melakukan wacaba ilmiah dan merepresentasikan issue tersebut
dalam area filsafat ilmu pengetahuan yang dikenal dengan epistemologi yaitu studi tentang
dasar pengetahuan. Dengan memeriksa asumsi tersebut, seseorang dapat lebih baik
memahami pendekatan ilmiah dan pengajuan tuntutan untuk superioritas atas pendekatan
lain.

Persepsi adalah suatu kepercayaan/doktrin/dogma dasar (fundamental tenet) dari


pendekatan ilmiah, dan ia dicapai lewat perasaan (sense) peneliti. Ilmu pengetahuan
berasumsi bahwa suatu tali komunikasi antara manusia dan universe eksternal
dipertahankan melalui kesan perasaan diri. Pengetahuan dipertahankan menjadi suatu
produk dari pengalaman seseorang, sebagai sisi (facet) dari dunia fisik, biologik, sosial yang
berperan pada perasaan.

Masih dari suatu perspektif historis, asumsi yang seharusnya sebagai basis
pengamatan empirik adalah suatu reaksi terhadap kepercayaan di mana pengetahuan
adalag pembawaan (innate) dalam manusia atau “alasan murni” (pure reason)” semata
adalah cukup (sufficient) untuk menghasilkan pengetahuan yang dapat diverifikasi.

1.6 PARADIGMA

Paradigma (Mautner, 2005) berasal dari bahasa Yunani “paradeigma” yang artinya
model atau pola. Dalam filsafat ilmu adalah “suatu pola pemikiran, sekelompok asumsi yang
melatarbelakangi yang dianggap benar (taken for granted)”. Menurut Webster’s Dictionary
(1989), paradigma adalah model dasar yang mengorganisir pandangan seseorang terhadap
sesuatu. Lebih lanjut, Kuhn (1962) dalam The Structure of Scientifice Revolutions
menjelaskan bahwa suatu paradigma mengandung asumsi teroritis umum, hukum dan
teknik untuk menerapkannya, bahwa anggota dari suatu masyarakat ilmiah khusus diajarkan
untuk menerima dan memasang standar secara normal untuk pencarian kebenaran yang
dilakukan.

Lebih lanjut, karena ilmuwan bergabung dengan suatu masyarakat ilmiah,


mentornya mempelajari dasar metodologis dan konseptual yang sama dari sumber yang
sama, penelitian yang berurutan dari ilmuwan tersebut akan jarang memunculkan ketidak
sepakatan atau kritik atas fundamental. Ilmuwan yang penelitiannya berdasarkan pada
suatu paradigma berbagi secara psikologis terikat ke aturan, norma, dan standar yang sama
untuk praktek ilmiah: keterikatan dan konsensus nyata yang dihasilkan merupakan prasyarat
untuk ilmu pengetahuan norma yaitu untuk pertumbuhan (genesis) dan kelangsungan dari
suatu tradisi penelitian khusus.

2.1 KONSEP

Pemikiran melibatkan penggunaan bahasa yang merupakan suatu sistem komunikasi


yang tersusun dari simbol dan sekumpulan aturan yang diperkenankan berbagai kombinasi
dari simbol. Satu dari sejumlah simbol yang paling bermakna dalam bahasa yang khususnya
terkait dengan penelitian dikenal dengan konsep. Ilmu pengetahuan mulai dengan
pembentukan konsep untuk mendeskripsikan dunia empiris. Suatu konsep adalah suatu
abstraksi yang menyatakan suatu obyek, suatu ciri dari suatu obyek, atau suatu fenomena
tertentu. Sebagai contoh, status sosial, peran, kekuatan, birokrasi dan penghilangan hak
relatif (relative deprivation) adalah konsep umum dalam ilmu politik dan sosiologi. Konsep
seperti intelegensi, persepsi dan pembelajaran adalah konsep umum dan psikologi. Setiap
displin ilmiah mengembangkan sekumpulan konsep yang unik, bagi ilmuwan, ini menyusun
suatu bahasa, orang luar menyebutnya suatu “jargon”.

2.2.2 DEFINISI OPERASIONAL

Suatu definisi operasional adalah sekumpulan prosedur yang mendeskripsikan


aktivitas yang seharusnya ditampilkan peneliti agar bisa menegakkan secara empiris
eksistensi atau derajad eksistensi dari suatu fenomena yang dideskripsikan oleh suatu
konsep. Melalui definisi demikian, arti dari konsep dispesifikasikan; definisi operasional
menjelaskan prosedur pengujian yang menyediakan kriteria untuk menerapkan empiris dari
konsep. Jadi, definisi operasional menjembatani level konseptual-teoritik dengan level
empirikal-observasional. Definisi operasional menceritakan tentang: melakukan apa ( what
to do) dan mengamati apa (what to observe) untuk membawa fenomena yang didefinisikan
dalam kisaran pengalaman peneliti. Barang atau kualitas yang didefinisikan tidak
diasumsikan eksis sebelumnya. Agaknya eksistensi atau realita mengikuti operasi yang
ditampilkan dan berada dalam kestabilan yang diamati.

2.4 MODEL

Ide dari model berhubungan erat dengan ide teori sebagai suatu organisasi
konseptual sistematik. Sering organisasi konseptual dicobakan dengan model. Suatu model
dapat dipandang sebagai suatu kesamaan (likeness) dari barang. Sebagai contoh, seorang
insinyur mungkin mempunyai suatu model suatu mesin seperti suatu pesawat ruang
angkasa. Dalam contoh ini, model adalah suatu reproduksi miniatur dari pesawat ruang
angkasa sesungguhnya, termasuk representasi skala dari beberapa fitur dan struktur
pesawat ruang anggasa sesungguhnya tetapi dengan menghilangkan aspek lain. Seperti
intrumen kendali. Model memberikan layanan untuk mempresentasikan struktur dan fitur
dari pesawat ruang angkasa secara fisik dan visual. Model dapat digunakan untuk
eksperimentasi dan pengujian. Sebagai contoh, insinyur memasukkan model pesawat ruang
angkasa ke dalam suatu terowongan angin untuk menentukan performa dari model
tersebut.

Dalam ilmu sosial, model biasanya mengandung lebih banyak simbol dari pada
materi fisik. Karakteristik dari beberapa fenomena empiris, termasuk komponen dan
hubungan antara komponen, direpresentasikan dalam susunan logis diantara konsep. Jadi,
peneliti dapat mendefinisikan suatu model lebih formal sebagi suatu abstraksi dari realita
yang memberikan layanan tujuan dari penataan (oerdering) dan penyederhanaan
(simplifying) pandangan peneliti terhadap realita sementara masih mempresentasikan
karakteristik esensial.

Kemudian, suatu model adalah representasi realita; model melukiskan aspek tertentu
dari dunia nyata yang relevan dengan masalah yang diteliti. Model membuat eksplisit
hubungan bermakna di antara aspek, dan model memungkinkan perumusan proposisi yang
dapat diuji secara empiris berkenaan dengan asal dari hubungan tersebut. Sesudah
pengujian, suatu pemahaman yang lebih baik dari beberapa bagian dari dunia nyata dapat
dicapai. Model digunakan untuk mengatasi intuisi (insight) ke dalam fenomena yang tidak
dapat diamati secara langsung. Sebagai contoh dalam analisis kebijakan, model yang
merupakan bagian dari struktur dan proses pengambilan keputusan disusun dan model
merupaka proporsi yang berhubungan dnegan perilaku dari pengambilan keputusan yang
dibangkitkan. Proposisi ini kemudian dievaluasi dengan data empiris. Juga dalam analisis
kebijakan, model digunakan untuk menaksir nilai dari berbagai cara tindakan alternatif pada
mana suatu pengambil keputusan mungkin mengambil tindakan. Model menyediakan suatu
basis yang lebih sistematik untuk pemilihan dari pada keputusan subyektif.

Masalah penelitian mengarahkan organisasi penelitian. Bagaimana seorang peneliti


melakukan penelitian akan tergantung pada pertanyaan penelitian. Oleh karena ini penting
bagi para peneliti untuk membingkai atau merumuskan pernyataan masalah penelitian
secara jelas. Para peneliti perlu memahami bahwa proses penelitian di mulai dengan suatu
ide dan hanya merupakan dugaan kasar tentang apa yang harus diteliti. Selanjutnya ide
tersebut diperhalus dan dibingkai dengan bantuan pengumpulan informasi teoritis lewat
penelusuran kepustakaan. Ide yang dituangkan dalam pertanyaan yang masih kasar akan
menjadi lebih jelas karena secara teoritis sudah lebih halus.

3.3 TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka dalam bahasa inggris dikenal dengan nama literature review.
Meninjau pengetahuan yang terakumulasi tentang suatu pertanyaan merupakan suatu tahap
awal yang esensial dalam proses penelitian. Dalam tinjauan pustaka peneliti mulai dengan
melihat berbagai tujuan dimana tinjauan pustaka dapat menfasilitasi. Peneliti juga perlu
memahami apa itu pustaka, dimana dapat diperoleh, berisi apa saja. Selanjutnya peneliti
mengeksplorasi teknik untuk melakukan tinjauan secara sistematis. Akhirnya peneliti akan
melihat bagaimana suatu tinjauan dan penempatan dalam suatu proposal penelitian.
3.5 DESAIN PENELITIAN

Pemilihan desain penelitian ditentukan oleh beberapa faktor. Pertama, tujuan


penelitian, apakah peneliti ingin mendeskripsikan fenomena, atau peneliti ingin
mengeksplorasi suatu fakta empiris untuk memperoleh fenomena baru, atau peneliti ingin
menjelaskan fenomena. Kedua, ada atau tidak adanya perlakuan yang diberikan kepda
subyek. Ketiga, ada atau tidak adanya hipotesis yang dirumuskan. Keempat, ada atau tidak
ada generalisasi yang ingin dilakukan.

Seseorang peneliti yang ingin mendeskripsikan fenomena tentunya tidak akan


memberikan perlakukan pada subyek yang diteliti dan ia tidak memerlukan perumusan
hipotesis dan melakukan generalisasi. Demikian juga yang ingin mengeksplorasi suatu fakta
empiris tidak memberikan perlakukan pada subyek yang diteliti dan tidak memerlukan
perumusan hipotesis dan melakukan generalisasi. Seorang peneliti ingin menjelaskan
fenomena bisa memberikan perlakuan pada subyek yang diteliti seperti pada penelitian
eksperimental atau bisa tanpa memberika perlakukan pada subyek yang diteliti seperti pada
penelitian observasional analitik; peneliti perlu merumuskan hipotesis dan melakukan
generalisasi bula menginginkan validitas internal dan eksternal atau tanpa generalisasi bila
hanya menginginkan validitas internal saja.

4.4 DITINJAU DARI DIMENSI WAKTU PENELITIAN

Penelitian yang memfokuskan pada dimensi waktu memungkinkan peneliti untuk


memotret fenomena dari berbagai sudut waktu. Peneliti bisa memotret fenomena pada satu
titik waktu tunggal yang tetap (snapshot) kemudian menganalisis secara rinci. Penelitian
bisa juga menyediakan suatu gambar bergerak yang memperkenankan peneliti untuk
mengikuti kejadian, orang, atau hubungan sosial lintas periode waktu. Peneliti kuantitatif
dibagi kedalam dua kelompok, pertama, satu titik tunggal dalam waktu (peneliti belah
lintang atau penempang atau cross-sectional research) dan kedua, titik waktu ganda
(penelitian longitudinal). Penelitian kuantitatif melihat sejumlah besar kelompok kasus,
orang, atau unit serta mengukur sejumlah terbatas dari fitur. Sebagai kontras, suatu studi
kasus melibatkan metode kuantitatif dan memfokuskan pada satu atau beberapa kasus
selama suatu periode waktu terbatas.

Anda mungkin juga menyukai