Ada empat
pendekatan untuk memperoleh pengetahuan yang digunakan oleh seseorang dalam upaya
untuk memahami fenomena yang dialami. Pertama, adalah pendekatan otoritas. Kedua
adalah pendekatan mistik. Ketiga adalah pendekatan rasionalisitik. Terakhir adalah
pendekatan ilmiah. Perbedaan utama dari keempat pendekatan terletak pada pertama, cara
pemberian kredibilitas bagi penghasil pengetahuan yaitu dalam pertanyaan, “siapa
mengatakan demikian?” kedua, prosedur untuk menghasilkan pengetahuan yaitu dalam
pertanyaan, “ bagaimana anda tahu?” ketiga, efek dari pengetahuan yang dihasilkan yaitu
dalam pertanyaan, “ apa yang membuatnya berbeda?”
1) Pendekatan Otoritas
Pendekatan ilmiah berdasarkan pada sekumpulan asumsi dasar yang tak terbukti
(unproved) dan tak dapat dibuktikan (unprovable). Asumsi dasar tersebut diperlukan
sebagai persyaratan untuk melakukan wacaba ilmiah dan merepresentasikan issue tersebut
dalam area filsafat ilmu pengetahuan yang dikenal dengan epistemologi yaitu studi tentang
dasar pengetahuan. Dengan memeriksa asumsi tersebut, seseorang dapat lebih baik
memahami pendekatan ilmiah dan pengajuan tuntutan untuk superioritas atas pendekatan
lain.
Masih dari suatu perspektif historis, asumsi yang seharusnya sebagai basis
pengamatan empirik adalah suatu reaksi terhadap kepercayaan di mana pengetahuan
adalag pembawaan (innate) dalam manusia atau “alasan murni” (pure reason)” semata
adalah cukup (sufficient) untuk menghasilkan pengetahuan yang dapat diverifikasi.
1.6 PARADIGMA
Paradigma (Mautner, 2005) berasal dari bahasa Yunani “paradeigma” yang artinya
model atau pola. Dalam filsafat ilmu adalah “suatu pola pemikiran, sekelompok asumsi yang
melatarbelakangi yang dianggap benar (taken for granted)”. Menurut Webster’s Dictionary
(1989), paradigma adalah model dasar yang mengorganisir pandangan seseorang terhadap
sesuatu. Lebih lanjut, Kuhn (1962) dalam The Structure of Scientifice Revolutions
menjelaskan bahwa suatu paradigma mengandung asumsi teroritis umum, hukum dan
teknik untuk menerapkannya, bahwa anggota dari suatu masyarakat ilmiah khusus diajarkan
untuk menerima dan memasang standar secara normal untuk pencarian kebenaran yang
dilakukan.
2.1 KONSEP
2.4 MODEL
Ide dari model berhubungan erat dengan ide teori sebagai suatu organisasi
konseptual sistematik. Sering organisasi konseptual dicobakan dengan model. Suatu model
dapat dipandang sebagai suatu kesamaan (likeness) dari barang. Sebagai contoh, seorang
insinyur mungkin mempunyai suatu model suatu mesin seperti suatu pesawat ruang
angkasa. Dalam contoh ini, model adalah suatu reproduksi miniatur dari pesawat ruang
angkasa sesungguhnya, termasuk representasi skala dari beberapa fitur dan struktur
pesawat ruang anggasa sesungguhnya tetapi dengan menghilangkan aspek lain. Seperti
intrumen kendali. Model memberikan layanan untuk mempresentasikan struktur dan fitur
dari pesawat ruang angkasa secara fisik dan visual. Model dapat digunakan untuk
eksperimentasi dan pengujian. Sebagai contoh, insinyur memasukkan model pesawat ruang
angkasa ke dalam suatu terowongan angin untuk menentukan performa dari model
tersebut.
Dalam ilmu sosial, model biasanya mengandung lebih banyak simbol dari pada
materi fisik. Karakteristik dari beberapa fenomena empiris, termasuk komponen dan
hubungan antara komponen, direpresentasikan dalam susunan logis diantara konsep. Jadi,
peneliti dapat mendefinisikan suatu model lebih formal sebagi suatu abstraksi dari realita
yang memberikan layanan tujuan dari penataan (oerdering) dan penyederhanaan
(simplifying) pandangan peneliti terhadap realita sementara masih mempresentasikan
karakteristik esensial.
Kemudian, suatu model adalah representasi realita; model melukiskan aspek tertentu
dari dunia nyata yang relevan dengan masalah yang diteliti. Model membuat eksplisit
hubungan bermakna di antara aspek, dan model memungkinkan perumusan proposisi yang
dapat diuji secara empiris berkenaan dengan asal dari hubungan tersebut. Sesudah
pengujian, suatu pemahaman yang lebih baik dari beberapa bagian dari dunia nyata dapat
dicapai. Model digunakan untuk mengatasi intuisi (insight) ke dalam fenomena yang tidak
dapat diamati secara langsung. Sebagai contoh dalam analisis kebijakan, model yang
merupakan bagian dari struktur dan proses pengambilan keputusan disusun dan model
merupaka proporsi yang berhubungan dnegan perilaku dari pengambilan keputusan yang
dibangkitkan. Proposisi ini kemudian dievaluasi dengan data empiris. Juga dalam analisis
kebijakan, model digunakan untuk menaksir nilai dari berbagai cara tindakan alternatif pada
mana suatu pengambil keputusan mungkin mengambil tindakan. Model menyediakan suatu
basis yang lebih sistematik untuk pemilihan dari pada keputusan subyektif.
Tinjauan pustaka dalam bahasa inggris dikenal dengan nama literature review.
Meninjau pengetahuan yang terakumulasi tentang suatu pertanyaan merupakan suatu tahap
awal yang esensial dalam proses penelitian. Dalam tinjauan pustaka peneliti mulai dengan
melihat berbagai tujuan dimana tinjauan pustaka dapat menfasilitasi. Peneliti juga perlu
memahami apa itu pustaka, dimana dapat diperoleh, berisi apa saja. Selanjutnya peneliti
mengeksplorasi teknik untuk melakukan tinjauan secara sistematis. Akhirnya peneliti akan
melihat bagaimana suatu tinjauan dan penempatan dalam suatu proposal penelitian.
3.5 DESAIN PENELITIAN