Di Susun Oleh:
DWI AGUSTIN S. Kep
NIM: 2017 131 006
JENNY MARSELINA MELAN, S.Kep
NIM : 2017 131 009
KAIRUL ANAM, S.Kep
NIM : 2017 131 010
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kematian, disabilitas, dan defisit mental. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian
disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala seringkali mengalami edema serebri
yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau
2013) Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000 kasus cedera
kepala. Dari jumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami kecacatan dan 50.000 orang
meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan
akibat cedera kepala (Moore & Argur, 2007). Di Indonesia, cedera kepala berdasarkan hasil
Riskesdas 2013 menunjukkan insiden cedera kepala dengan CFR sebanyak 100.000 jiwa
Di Jawa Tengah terdapat kasus cedera kepala yang sebagian besar disebabkan oleh
kecelakaan lalulintas dengan jumlah kasus 23.628 dan 604 kasus diantaranya meninggal
B. TUJUAN PENULISAN
2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus tentang pemberian asuhan keperawatan pada
e. Menggambarkan evaluasi tindakan dan evaluasi hasil pada Ny. D dengan Cedera
Kepala Sedang.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi) yang
faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga
Trauma kepala / cedera kepala adalah suatu injuri yang dapat melibatkan seluruh
struktur kepala mulai dari lapisan kulit kepala, tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak
sampai dengan jaringan otak sendiri baik berupa luka tertutup maupun tembus.
kekuatan mekanik eksternal yang dapat menyebabkan gangguan kognitif, fisik, psikologis
baik permanen maupun temporal yang di hubungkan dengan gangguan tingkat kesadaran.
Trauma kepala adalah (terbuka dan tertutup) terdiri dari : fraktur tengkorak, komusio
Cedera kepala mengacu pada trauma kepala. Hal ini mungkin atau mungkin tidak
termasuk trauma pada otak. Namun, istilah cedera otak dan cedera kepala sering digunakan
Cedera kepala dapat didefinisikan sebagai segala perubahan dalam fungsi mental atau
3
Gambar 1. Fraktur tengkorak pada trauma kepala
1. Akselerasi
Terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam
2. Deselerasi
1) Trauma Tumpul
2) Trauma Tembus
c. Morfologi
1) Fraktur Tengkorak
4
a) Kranium : linear/stelatum; depresi/nondepresi; terbuka/tertutup.
2) Lesi Intrakranial
Menurut Doenges (2000: 270) klasifikasi cedera kepala dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma otak primer terjadi karena benturan langsung atau tak langsung
(akselerasi/deselerasi otak).
b. Trauma otak sekunder merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang
a. Hematoma Epidural
robekan arterial mengineal media. Tanda dan gejala tampak bervariasi, penderita
hematoepidural yang khas memiliki riwayat cedera kepala dengan periode tidak
b. Hematoma Subdural
5
Pada umumnya hematoma subdural berasal dari vena. Hematoma ini timbul
akibat ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Hematoma subdural
dibagi lagi menjadi tipe akut, subakut dan kronik yang memiliki gejala dan
serius dalam 24-48 jam setelah cedera. Hematoma subdural akut terjadi pada
mengalami trauma kepala minor dan sering kali berkaitan dengan cedera
disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak ke
cepat menimbulkan henti nafas dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan
tekanan darah.
dalam jangka waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah
6
subakut adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidakkesadaran,
Trauma otak yang menjadi penyebab dapat sangat sepele atau terlupakan dan
sering kali akibat cedera ringan. Tanda dan gejala dari Hematoma subdural
kronik biasanya tidak spesifik, tidak terlokalisasi dan dapat disebabkan oleh
7
Glasgow Coma Scale (GCS)
Spontan : 4
Perintah : 3
Stimulus Nyeri : 2
2. Respon Motorik
Mengikuti perintah : 6
3. Respon Verbal
Bahasa kacau : 4
Cerebri
8
Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit
Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan neurologist.
Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat
- Memar otak
- Laserasi
- Hipotensi sistemik
- Hipoksia
- Hiperkapnea
- Udema otak
9
- Komplikasi pernapasan
Tidak pingsan
2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak
lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan
otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan
tampak pucat. Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau
pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang
3. Contusio Cerebri
jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-
neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi
10
contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan
yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang
lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat
input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible
babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran pulih kembali,
vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau
menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual,
CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi
4. Laceratio Cerebri
laceratio langsung dan tidak langsung. Laceratio langsung disebabkan oleh luka
tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur
11
5. Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa
posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang
terkena.
Epistaksis
Rhinorrhoe
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi :
Gangguan pendengaran
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus
Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan
12
Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur
dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat (Umar Kasan :
2000).
D. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen
sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan
asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak
13
Pathway Patofisiologi Penyakit dan Masalah Keperawatan.
(Fraktur, Perdarahan)
Risti gangguan
- Kompresi batang - Reflek pharink Hipoksia
berkurang integritas kulit
otak
- Perubahan posisi & - Epiglotis dan lidah
struktur rileks
Proses metabolik
anaerob
Hiperventilasi Penumpukan
sputum / sekret Udem otak
Keterbatasan
aktivitas
1. Epidural Hematoma
pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di
duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya.
Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus
temporalis dan parietalis. Gejala-gejala yang terjadi : penurunan tingkat kesadaran, nyeri
kepala, muntah, hemiparesis, dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam cepat kemudian
14
2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya
terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48
jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri,
3. Perdarahan Subarachnoid
permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala : Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil
ipsilateral dan kaku kuduk. Hemoragi subarakhnoid merupakan akibat sekunder rupturnya
F. Pemeriksaan Diagnostik
- CT Scan
- Rontgen
- Gas Darah Arteri ; mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang dapat
meningkatkan TIK
15
penurunan kesadaran
- Pungsi lumbal,CSS
- BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : Menentukan fungsi korteks dan batang otak
a. Lakukan resusitasi jika perlu. Perlu diingat resusitasi yang tidak adekuat menyebabkan
- Panggil bantuan
- Lakukan intubasi
- Atasi hipotensi dengan pemberian cairan kristaloid. Tapi perlu diingat terlalu banyak
- Berikan darah bila perlu, periksa gula darah dengan glukostik dan berikan glukosa, jika
- Periksa BGA
16
d. Kurangi faktor-faktor sistemik yang menyebabkan cedera otak sekunder
e. Kaji riwayat trauma dengan menanyakan pada crew ambulance, saksi, keluarga.
f. Catat GCS dan periksa ulang secara teratur (tiap 15 manit). Periksa respon pupil
g. Periksa muka, kulit kepala, laserasi, memar dan deformitas. Jangan lupa
h. Periksa telinga adakah darah, cairan cerebrospinal atau hemotimpanum, merupakan tanda
fraktur basis cranii. Tanda lain faktur basis cranii adanya racoon eyes, battle sign,
rhinorrhoea.
i. Cek ulang jalan napas, hindari retensi pada pasien lepaskan baju.
a. Kaji riwayat trauma, lakukan pemeriksaan dan investigasi untuk mengidentifikasi pasien
b. Kaji apakah pasien dapat mengingat kejadian, apakah terjadi amnesia retrograd atau
aterograd? Pada orang tua cedera kepala akan menyebabkan gangguan jantung atau
c. Lakukan pemeriksaan sama dengan pasien yang mengalami cedera kepala berat
Hati-hati pada pasien intoksikasi karena alkohol atau obat. Jika ragu lakukan observasi
- Mamburuknya GCS
1) Gangguan kesadaran
2) Kejang
17
3) Gangguan neurologis
A. PENGKAJIAN
1. Data Subjektif :
2. Data Objektif :
dingin/hangat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
18
C. INTERVENSI
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-
tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
- Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat
- Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal
volume.
- Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari
inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap
- Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi /
- Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang
Kriteria Evaluasi :
- Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena
Rencana tindakan :
- Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan
19
- Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan
suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya
penumpukan sputum.
- Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik, bila sputum banyak.
Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
- Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru
Kriteria hasil :
Rencana tindakan :
- Reaksi pupil yang digerakkan oleh saraf kranial oculus motorius dan akan menentukan
- Pergerakan mata akan membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan
menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
20
- Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan
peningkatan intrakranial.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien. Dapat menurunkan hipoksia otak.
untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udema otak, steroid
kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari
Tujuan :
Kriteria hasil :
Rencana Tindakan :
mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh
21
- Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk
menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik
- Jelaskan ke keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman
dan bersih.
Kriteri evaluasi :
Rencana tindakan :
- Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
- Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan
22
6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
Rencana tindakan :
- Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan
- Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
- Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
- Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
- Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
- Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan
menggunakan H2O2.
23
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. BIODATA
1. Klien
Nama : NN. D
Umur : 18 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
2. PenanggungJawab
Nama : Ny. S
Umur : 37 Tahun
B. AlasanUtama MRS
Pasien mengatakan 1 minggu yang lalu jatuh dari pagar setinggi 3meter, kepala terbentur
tanah, setelah jatuh tidak tersadarkan diri dan dirawat oleh mantri selama 1minggu
24
dirumah , keluhan muntah3kali pada tanggal 6 Mei 2018. Pasien selama seminggu
mengeluh mual dan pusing belum hilang. Ada luka lecet dibagian parietal dekstra dan
C. KeluhanUtama
D. Riwayat Kesehatan
Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan pusing yang tidak
Pasien mengatakan memiliki vertigo sejak 2 tahun yang lalu. Pasien sering pingsan
sejak kelas 1 SMA tetapi selama 1tahun terakhir vertigo tidak kambuh
4. Genogram
Keterangan:
= laki-laki
= perempuan
= serumah
25
E. Psikososial dan Spiritual
mengganggu aktivitas
Pasien dan keluarga mempercayakan dokter dan perawat untuk merawat dan
mengobatinya
Pasien dan keluarga menanyakan kesembuhan pasien apakah bias disembuhkan agar
tidak kambuh
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara dan aktif dalam keluarga,
Pasien mengatakan aktif di kegiatan sekolah seperti osis dan karangtaruna di desanya
Pasien mengatakan shalat 5 waktu setiap hari baik dirumah atau sekolah
Pengajian di sekolah
Pasien merasa optimis akan sembuh Karen vertigonya sudah 1tahun yang lalu tidak
kambuh, hanya karena kemarin sedang terkena musibah kecelakaan jadi kumat
pusingnya.
26
F. Basic Promoting Physiology of Health
1. AktifitasdanLatihan
Sebelum Masuk RS
Makan / minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Berpindah berjalan V
Ambulasi ROM V
Saat Masuk RS
Makan / minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Berpindah berjalan V
Ambulasi ROM V
Keterangan:
0 = mandiri
1 = alat bantu
2 = dibantu oranglain
4 = tergantung total
2. TidurdanIstirahat
27
Tidur malam 20.00 – 04.00 WIB
Quality : ditusuk-tusuk
Scale : skala 6
a. Sebelum MRS :
- Frekuensi makan dan jenis makanan 3-4X/hari, nasi sayur laukpauk buah
Setelah MRS :
Frekuensi makan dan jenis makanan 3-4X/hari, nasi sayur laukpauk buah habis
sisa1/4 porsi
Keluhan dalam pemenuhan nutrisi mual jika mau makan tidak muntah
Sebelum MRS:
Saat MRS:
28
Frekuensi minum Sering konsumsi air/hari 1-2 liter/ hari
6. Oksigenasi
Sebelum MRS:
Riwayat penyakit pernafasan tidak ada riwayat, tidak ada riwayat nyeri dada
Saat MRS:
Riwayat penyakit pernafasan tidak ada riwayat, tidak ada riwayat nyeri dada
7. Eliminasi
Sebelum MRS
a. BAB
b. BAK
Saat MRS:
a. BAB
29
Frekuensi 1-2X/ Hari waktu pagi hari
b. BAK
G. PemeriksaanFisik
1. KeadaanUmum
Kesadaran composmentis
GCS E4 M6 V5 = 15
2. Kepala
Kulit kepala tampak garis lecet dari osteum cranium dekstra sepanjang 5cm
Tidak ada tanda fraktur, kulit kepala kotor, rambut hitam ikal dan panjang sebahu
Mata : mata kanan palpebra lebam, sclera memerah/ berair, masih dapat melihat
dengan jelas. Mata kiri tampak konjungtiva tidak anemis, tampak kantung
,mata
Hidung : bentuk hidung simetris, tidak ada polip/ lesi, tidak ada secret , tidak ada
nyeri tekan
Mulut: mukosa bibir cukup lembab, tidak ada sianois, tidak ada sumbing
30
Telinga : inspeksi: telinga kanan kiri simitris, tidak ada serumen, tidak ada lesi.
Leher : bentuk normal tidak Nampak benjolan/ pembesaran kelenjar, tidak ada nyeri
tekan
3. Dada
Pulmo
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus paru kanan jelas
Perkusi : sonor
Cor
Inspeksi : ictus cordis normal ( berada di Ics5 sinistra linie media clavicularis)
4. Abdomen
Perkusi : timpani
7. Ektrmitas
Atas
31
Edema= tidak ada edema
Bawah
Refleks baik.
32
H. Pemeriksaan penunjang
RUJUKAN
HEMATOLOGI
INDEX
HITUNG JENIS
Golongan Darah A
KIMIA
GULA DARAH
33
I. TeraphyMedis
IUFD RL 20tpm
Therapy :
Hasil CT Scan: garis lecet dari Osteum parietal Cranium dekstra. Tanda faktur tidak ada
34
II. ANALISA DATA
DS: Pasien mengatakan pusing sampai tidak bias tidur Agen Injury Fisik/ trauma kepala Nyeri Akut
Quality : ditusuk-tusuk
Scale : skala 6
DS : Pasien mengatakan mual mau muntah jika berdiri dari Gangguan neurovascular / trauma kepala Gangguan Mobilitas Fisik
35
DO:
DS: Pasien mengatakan takut jatuh jika harus berdiri untuk Trauma kepala Resiko Cedera
kekamar mandi
S: 36 C, GCS E4M6V5
36
IV. INTERVENSI
1 Nyeri Akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor vital sign
Agen Injury Fisik/ trauma kepala nyeri dapat terkontrol 2. Lakukan pengkajian nyeri ( lokasi,
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 3. Ubah posisi pasien rentang aktif dan pasif
- Keluarga mampu mengenali nyeri ( skala dan 4. Ajarkan manajemen nyeri seperti relaksasi
analgetik
2 Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1. Ubah posisi pasien secara bertahap
berhubungan dengan Gangguan gangguan mobilisasi dapat teratasi 2. Jaga suasana tetap tenang
37
neurovascular / trauma kepala Kriteria hasil: 3. Jaga cahaya agar tidak terlalu terang
- Klien dapat beraktivitas secara bertahap r/ cahaya yang terlalu terang dapat
pasien
38
3. Resiko Cedera berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1. Ciptakan lingkungan nyaman dan aman
trauma kepala resiko cedera dapat dihindari 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
- Pasienmampu mengenali perubahan status kesehatan memberikan kesempatan pada pasien untuk
resiko dan lingkungan atau perilaku personal 5. Libatkan keluarga untuk membantu seriap
kebutuhan pasien
V. IMPLEMENTASI
39
5. Memberikan injeksi santagesik 125mg/8jam S: skala 5
T: hilang timbul
11/5/2018 13.00 2 1. Mengubah posisi pasien secara bertahap, miring S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan
2. Menjaga suasana tetap tenang O: Pasien dan keluarga kooperatif, pasien tampak
ADL pasien
11/5/2018 13.00 3 1. Menciptakan lingkungan nyaman S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan
beristirahat
12/5/2018 13.00 1 1. Memonitor vital sign S: Pasien mengatakan nyeri kepala masih
40
4. Mengajarkan relaksasi R: kepala bagian kanan
T: hilang timbul
12/5/2018 13.00 2 1. Mengubah posisi pasien secara bertahap, miring S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan
2. Menjaga suasana tetap tenang O: Pasien dan keluarga kooperatif, pasien tampak
4. Menganjurkan keluarga untuk membantu setiap duduk setengah duduk, keluarga membantu setiap
12/5/2018 13.00 3 1. Menciptakan lingkungan nyaman S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan
3. Menganjurkan pembatasan pengunjung agar pasien O: pasien dan keluarga kooperatif, keluarga pasien
13/5/2018 13.00 1 1. Memonitor vital sign S: Pasien mengatakan nyeri kepala berkurang
41
3. Mengubah posisi pasien senyaman mungkin Q: ditusuk-tusuk
T: hilang timbul
13/5/2018 13.00 2 1. Mengubah posisi pasien secara bertahap, miring S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan
kanan kiri, setengah duduk danm duduk hingga melakukan anjuran perawat
2. Menjaga suasana tetap tenang masih mual tapi tidak muntah, pasien sudah bisa
4. Menganjurkan keluarga untuk membantu setiap membantu setiap kebutuhan ADL pasien
ADL pasien
13/5/2018 13.00 3 1. Menciptakan lingkungan nyaman S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan
3. Menganjurkan pembatasan pengunjung agar pasien O: pasien dan keluarga kooperatif, keluarga pasien
42
VI. EVALUASI
11mei 2018 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma S: Pasien mengatakan nyeri kepala
Q: ditusuk-tusuk
S: skala 5
T: hilang timbul
P: Lanjutkan Intervensi
43
- Anjurkan keluarga untuk memberi kesempatan pasien untuk
istirahat
11 mei 2018 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan melakukan
tidak muntah
tanpa jatuh
P: lanjutkan intervensi
- Pantau TTV
11 mei 2018 Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan
mempraktekkan
44
O:pasien dan keluarga kooperatif
P: Lanjutkan intervensi
12 mei 2018 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma S: Pasien mengatakan nyeri kepala masih
Q: ditusuk-tusuk
S: skala 5
T: hilang timbul
45
A: masalah nyeri teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
istirahat
12 mei 2018 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan melakukan
P: lanjutkan intervensi
46
- Ubah posisi pasien secara bertahap
- Pantau TTV
12 mei 2018 Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan
mempraktekkan
P: Lanjutkan intervensi \
47
13 mei 2018 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma S: Pasien mengatakan nyeri kepala masih sedikit
Q: ditusuk-tusuk
S: skala 4
T: hilang timbul
P: Lanjutkan intervensi
istirahat
48
- Kolaborasi dokter dalam pemberian analgetik
13 mei 2018 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan melakukan
detik
P: lanjutkan intervensi
- Pantau TTV
13 mei 2018 Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan
mempraktekkan
49
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
50
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini, penulis membandingkan antara teori pada BAB III dengan asuhan
keperawatan pada NN ”D” dengan Cedera Kepala Sedang yang dilaksanakan selama 3 hari,
mulai dari tanggal 15 Mei 2018 sampai dengan 18 Mei 2018 di ruang Cempaka 2 RSUD
keperawatan pada pasien NN ”D” dengan Cedera Kepala Sedang di Cempaka 2 RSUD
Karanganyar sesuai tiap fase dalam proses keperawatan yang meliputi : pengkajian diagnosa
keperawatan
A. Pembahasan Pengkajian
Saat pengkajian klien Pasien mengatakan 1 minggu yang lalu jatuh dari pagar
setinggi 3meter, kepala terbentur tanah, setelah jatuh tidak tersadarkan diri dan dirawat
oleh mantri selama 1minggu dirumah , keluhan muntah3kali pada tanggal 6 Mei 2018.
Pasien selama seminggu mengeluh mual dan pusing belum hilang. Ada luka lecet dibagian
B. Diagnosa Keperawatan
(2002) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Nn “D” dengan CEDERA
KEPALA SEDANG ada 6 dan penulis juga menemukan 3 diagnosa keperawatan yang
51
muncul pada pasien NN “D “. Diagnosa keperawatan yang sesuai antara pendapat
Nyeri yang muncul didapat dari injury fisik (benturan) benda tumpul, ditandai dengan
kepala: pasien mengalami gangguan dalam mobilitas fisik disebabkan gangguan dalam
persepsi sensori
Pasien beresiko mengalami cidera karena trauma yang disebabkan kerusakan neuron
persepsi sensori
C. Intervensi
Dalam kegiatan tahap perencanaan ini adalah penentuan prioritas masalah. Dalam
penetuan prioritas, penulis menetukan berdasarkan teori Hirarki Maslow dan dan masalah
yang mengancam jiwa pasien diprioritaskan terlebih dahulu. Penetuan prioritas dilakukan
karenan tidak semua masalah dapat diatasi dalam waktu yang bersamaan. Perencanaan
pada masing-masing diagnosa untuk tujuan disesuaikan dengan teori yang ada, dan lebih
banyak melihat dari kondisi pasien, keadaan tempat/ruangan dan sumberdaya dari tim
kesehatan. Pada penetuan kriterian waktu, penulis juga menetapkan berdasarkan kondisi
pasien, ruangan sehingga penulis berharap tujuan yang sudah disusun dan telah ditetapkan
dapat tercapai.
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma kepala , tujuan utamanya
adalah pasien mampu mencapai Pain Control Status: Ventilation, perencanaan untuk
diagnosa ini yang sesuai dan sudah dilakukan serta sesuai dengan Nursing Interventions
Classification (NIC) dan Nursing Outcomes Classification (NOC), yaitu tanda vital
dalam rentan normal ( TD : 120/80 mmHg, Suhu : 36-37,5 oC, Nadi : 60-100x/menit,
52
dan semua perencanaan sesuai dengan Nursing Interventions Classification (NIC)
yaitu: Monitor vital sign Lakukan pengkajian nyeri ( lokasi, karateristik, durasi
frekuensi dan kualitas nyeri). Ubah posisi pasien rentang aktif dan pasif sesuai indikasi.
Ajarkan manajemen nyeri seperti relaksasi dan distraks. Anjurkan keluarga untuk
analgetik
kepala dengan kreteria hasil: Klien dapat beraktivitas secara bertahap, Klien dapat
beraktivitas secara mandiri Pasien dapat melakukan ADL mandiri. Perencanaan untuk
dan Nursing Outcomes Classification (NOC), perencanannya adalah Ubah posisi pasien
secara bertahap . Jaga suasana tetap tenan, Jaga cahaya agar tidak terlalu terang rasional:
cahaya yang terlalu terang dapat meningkatkan tekanan intra cranial. Pantau TTV
rasional suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik, fluktuasi
ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistemik. Reseptor pada auto regulator akan
mengalami penurunan jika terjadi difusi local vaskularisasi darah serebral. Libatkan
keluarga untuk membantu pasien ubah posisi secara bertahap, miring kanan kiri, baru
setengah duduk, duduk hingga berdiri secara perlahan sesuai kemampuan pasien.
3. Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala, tujuan utama dari perncanaan
diagnosa ini sesuai dengan Nursing Interventions Classification (NIC) dan Nursing
kesempatan pada pasien untuk beristrirahat. Libatkan keluarga untuk membantu seriap
kebutuhan pasien
D. Implemenmtasi
53
Pada tahap pelaksanaan ini, pada dasarnya disesuaikan dengansusunan perencanaan ,
dengan maksud agar semua kebutuhan pasien dapat terpenuhi secara optimal. Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan ini, penulis melibatkan pasien, keluarga dan tim
kesehatan lain sehingga dapat bekerja sama dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien . dalam pelaksanaan penulis juga melakukan tindakan secara mandiri, melakukan
kolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan lainya. Adapun pembahasan pelaksanaan dari
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma kepala. Perencanaan dari
kepala. Perencanaan dari diagnosa prioritas ini sudah sesuai dengan teori Nursing
pasien.
prioritas ini sudah sesuai dengan teori Nursing Interventions Classification (NIC)
dan NursinG Outcomes Classification (NOC) . Diagnosa ini diambil dari NANDA
(2009-2011).
54
Independen : menggontrol kebisingan , mengajurkan relaksasi
D. Evaluasi
Pada evaluasi penulis mengukur tindakan yang telah dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan klien. Evaluasi disesuaikan dengan criteria penilaian yang telah ditetapkan dan
waktu yang telah ditentukan dengan tujuan keperawatan. Evaluasi adalah tindakan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma kepala. Evaluasi terakhir
dilakukan pada hari kamis tanggal 13 Mei 2018 pukul 13:00 WIB, sesuai dengan
tujuan dan kreteria waktu yang telah ditentukan sehingga tujuan tercapai sebagian
dapat dikatakan dengan indikator tanda vital dalam rentan normal ( TD : 120/80
mmHg, Suhu : 36-37,5 oC, Nadi : 60-100x/menit dan nyeri kepala berkurang
kepala. Evaluasi terakhir dilakukan pada hari kamis tanggal 13 Mei 2018 pukul 13:00
WIB, sesuai dengan tujuan dan kreteria waktu yang telah ditentukan sehingga tujuan
tercapai sebagian dapat dikatakan dengan indikator pasien dapat beraktibitas secara
3. Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala. Evaluasi terakhir dilakukan pada
hari kamis tanggal 13 Mei 2018 pukul 13:00 WIB, sesuai dengan tujuan dan kreteria
waktu yang telah ditentukan sehingga tujuan tercapai sebagian dapat dikatakan dengan
55
BAB V
A. KESIMPULAN
Trauma kepala telah didefinisikan sebagai kerusakan jaringan di kepala yang diakibatkan
oleh benturan kesobekan pada kulit kepala. Dan dari jenisnya dapat dilihat bahwa trauma
kepala dapat bersifat ringan, sedang maupun berat, hal ini dapat dilihat dari jenis benturan
yang terjadi misalnya pada waktu terjadi kecelakaan klien terbentur dan dapat
mengakibatkan luka dalam pada tulang tengkorak otak, hal ini dapat beresiko terjadinya
trauma kepala berat namun kita tidak bisa mendefinisikan hal tersebut sebagai trauma
B. SARAN
Secara umum penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini.
Oleh karena itu penulis berharap sekali kritik yang membangun bagi penulisan makalah
ini. Penulis juga berharap makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang menbaca
termasuk bagi perawat ruangan Bedah dalam memberikan asuhan keprewatan yang benar
pada pasien dengan cidera kepala dengan cepat dan tepat. Juga bagi mahasiswa
keperawatan semoga makalah ini bisa menjadi referensi sebagai pembelajaran untuk
menentukan diagnosa prioritas dan asuhan keperawatan yang di butuhkan pasien dengan
cidera kepala.
56
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafid, M. Sajid Darmadiputra, Umar Kasan, (1989), Strategy Dasar Penanganan Cidera
Otak, Warta IKABI Cab. Surabaya.
American College of Surgeons, (1995), Advanced Trauma Life Support Course for Physicians,
ACS Chicago
Bajamal AH, (1999), Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf Surabaya.
Becker DP, Gardner S, (1985), Intensive Management of Head Injury. In : Wilkins RH,
Rengachary SS, eds. Neurosurgery New York : Mc. Grow Hill Company, 1953.
Bouma GJ, Muizelaar JP, Choi Sc et.al, (1991), Cerebral Circulation and Metabolism After
Severe Traumatic Barin Injury : the elusive role of ischemia. J. Neurosurg.
Bambang Wahyu Prajitno, (1990), Terapi Oksigen, Lab Anestesiologi F.K Unair Surabaya.
Barzo MK, rau AM, Donaldson D et.al, (1997), Protective Effect of Ifenprodil on Ishemic Injury
Size, Blood Breakdown, and Edema Formation in Focal Cerebral Ischemia.
Combs DJ, Dempsey RJ, Maley M et.al (1990), Relationship between plasma glocose, brain
lactate and intra cellular PH during cerebraal ischemia in gebrils stroke.
Gennerelli TA and Meany DF ( 1996 ), Mechanism of Primary Head Injury, Wilkins RH and
Renfgachery SS ( eds ) Neurosurgery, New York
Ishige N, Pitts LH et.al (1987), Effect of Hypoxia on Traumatic brain Injury in rats
Neurosurgery
Jenkins N, Pitts LH et.al (1987), Increased vulnerability of the traumatized brain to early
ischemia in Baethment A, Go CK and Unterberg A ( eds ) Mecahnism of Secondary
brain demage.PC Worksho, Italy
Klatzo I. Chui E, Fujiware K (1980), Resulation of Vasogenic brain edema, Adv. Neurol.
Klauber MF, Marshall LF et.al (1989), Determinants of Head Injury Mortality, Importance of the
Row Risk Patients.
Narayan RK (1989), Emergency Room Management of the Head Injury Patient. In : Becker D.P,
Gudeman S.K, eds Text Book of Head Injury Philadelphia : WB Saunders
R. Zander, F. Mertzlufft (1990), The Oxygen Status of Arterial Blood, Saarstrabe Germany.
57
Sumarmo Makam et.,al (1999), Cidera Kepala, Balai Penerbit FK UI Jakarta.
Umar kasan (1998), Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Pidato
Pengukuhan Guru Besar Airlangga Univ. Press.
Zainuddin M, (1988), Metodologi Penelitian. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya.
58