Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN. D DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG DI


RUANG CEMPAKA 2 RSUD KARANGANYAR

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Stase Keperawatan Medikal Bedah I

Di Susun Oleh:
DWI AGUSTIN S. Kep
NIM: 2017 131 006
JENNY MARSELINA MELAN, S.Kep
NIM : 2017 131 009
KAIRUL ANAM, S.Kep
NIM : 2017 131 010

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA
TAHUN 2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala masih merupakan permasalahan kesehatan global sebagai penyebab

kematian, disabilitas, dan defisit mental. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian

disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala seringkali mengalami edema serebri

yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau

perdarahan intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan intra kranial. (Kumar,

2013) Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000 kasus cedera

kepala. Dari jumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami kecacatan dan 50.000 orang

meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan

akibat cedera kepala (Moore & Argur, 2007). Di Indonesia, cedera kepala berdasarkan hasil

Riskesdas 2013 menunjukkan insiden cedera kepala dengan CFR sebanyak 100.000 jiwa

meninggal dunia (Depkes RI, 2013).

Di Jawa Tengah terdapat kasus cedera kepala yang sebagian besar disebabkan oleh

kecelakaan lalulintas dengan jumlah kasus 23.628 dan 604 kasus diantaranya meninggal

dunia (Profil kesehatan kab/kota, 2010).

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum Mampu menggambarkan tentang pemberian asuhan keperawatan pada

pasien dengan Cedera Kepala Sedang.

2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus tentang pemberian asuhan keperawatan pada

pasien dengan Cedera Kepala Sedang yaitu :

a. Menggambarkan pengkajian pada Ny. D dengan CHF.

b. Menggambarkan diagnosa keperawatan pada Ny. D dengan Cedera Kepala Sedang.

c. Menggambarkan rencana keperawatan pada Ny. D dengan Cedera Kepala Sedang.

d. Menggambarkan tindakan keperawatan pada Ny.D dengan Cedera Kepala Sedang

e. Menggambarkan evaluasi tindakan dan evaluasi hasil pada Ny. D dengan Cedera

Kepala Sedang.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan

garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi) yang

merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan

faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga

oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

Trauma kepala / cedera kepala adalah suatu injuri yang dapat melibatkan seluruh

struktur kepala mulai dari lapisan kulit kepala, tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak

sampai dengan jaringan otak sendiri baik berupa luka tertutup maupun tembus.

Injuri otak traumatik merupakan insufisiensi otak nondegeneratif, nonkongenital, akibat

kekuatan mekanik eksternal yang dapat menyebabkan gangguan kognitif, fisik, psikologis

baik permanen maupun temporal yang di hubungkan dengan gangguan tingkat kesadaran.

Trauma kepala adalah (terbuka dan tertutup) terdiri dari : fraktur tengkorak, komusio

(gegar) serebri, kontusio (memar)/laserasi dan perdarahan serebral (subarakhnoid, subdural,

epidural, intraserebral, batang otak). (Doenges, 2000: 270)

Cedera kepala mengacu pada trauma kepala. Hal ini mungkin atau mungkin tidak

termasuk trauma pada otak. Namun, istilah cedera otak dan cedera kepala sering digunakan

secara bergantian dalam literatur kedokteran. (Wikipedia, 2009)

Cedera kepala dapat didefinisikan sebagai segala perubahan dalam fungsi mental atau

fisik yang berkaitan dengan pukulan ke kepala. (Medscape, 2009)

3
Gambar 1. Fraktur tengkorak pada trauma kepala

B. MEKANISME CEDERA KEPALA

1. Akselerasi

Terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam

2. Deselerasi

Terjadi jika kepala membentur objek yang diam

3. Kompresi atau penekanan

C. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan

morfologi cedera (Mansjoer, 2000: 3)

a. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter

1) Trauma Tumpul

Contohnya : Trauma akibat kecepatan tinggi (tabrakan mobil) dan kecepatan

rendah (terjatuh, dipukul)

2) Trauma Tembus

Contohnya : luka tembus peluru, dan cedera tembus lainnya

b. Keparahan Cedera : berdasarkan skala koma Glasgow (GCS)

1) Ringan : GCS 14-15

2) Sedang : GCS 9-13

3) Berat : GCS 3-8

c. Morfologi

1) Fraktur Tengkorak

4
a) Kranium : linear/stelatum; depresi/nondepresi; terbuka/tertutup.

b) Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal; dengan/tanpa

kelumpuhan nervus VII

2) Lesi Intrakranial

a) Fokal : epidural, subdural, intraserebral

b) Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus

Menurut Doenges (2000: 270) klasifikasi cedera kepala dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Trauma otak primer terjadi karena benturan langsung atau tak langsung

(akselerasi/deselerasi otak).

b. Trauma otak sekunder merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang

meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi sistemik.

Sementara menurut Price (2003:1174) cedera kepala diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Hematoma Epidural

Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah parietotemporal akibat

robekan arterial mengineal media. Tanda dan gejala tampak bervariasi, penderita

hematoepidural yang khas memiliki riwayat cedera kepala dengan periode tidak

sadar dalam jangka waktu pendek, diikuti periode lusid.

Gambar 2. Hematoma epidural dalam fosa temporalis (Price, 2006:1174)

b. Hematoma Subdural

5
Pada umumnya hematoma subdural berasal dari vena. Hematoma ini timbul

akibat ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Hematoma subdural

dibagi lagi menjadi tipe akut, subakut dan kronik yang memiliki gejala dan

prognosis yang berbeda-beda.

Gambar 3. Hematoma subdural (Price, 2006: 1174)

1) Hematoma subdural akut

Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang penting dan

serius dalam 24-48 jam setelah cedera. Hematoma subdural akut terjadi pada

pasien yang meminum obat antikoagulan terus menerus yang tampaknya

mengalami trauma kepala minor dan sering kali berkaitan dengan cedera

deselerasi akibat kecelakaan bermotor. Defisit neurologik progresif

disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak ke

dalam foramen magnum yang selanjutnya menimbulkan tekanan. Keadaan ini

cepat menimbulkan henti nafas dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan

tekanan darah.

2) Hematoma subdural subakut

Hematoma subdural subakut menyebabkan defisit neurologik bermakna

dalam jangka waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah

cedera. Hematoma ini disebabkan oleh pendarahan vena kedalam ruang

subdural. Riwayat klinis yang khas pada penderita hemotoma subdural

6
subakut adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidakkesadaran,

selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang bertahap.

3) Hematoma subdural kronik

Trauma otak yang menjadi penyebab dapat sangat sepele atau terlupakan dan

sering kali akibat cedera ringan. Tanda dan gejala dari Hematoma subdural

kronik biasanya tidak spesifik, tidak terlokalisasi dan dapat disebabkan oleh

banyak proses penyakit lain.

Gambar 4. Brain Hematoma (Wikipedia, 2009)

British Society of Rehabilitation Medicine membagi cedera kepala menjadi:

1. Cedera kepala ringan (GCS 14-15)

2. Cedera kepala sedang (GCS 9-13)

3. Cedera kepala berat (GCS 3-8)

7
Glasgow Coma Scale (GCS)

1. Respon Membuka mata

Spontan : 4

Perintah : 3

Stimulus Nyeri : 2

Tidak ada respon : 1

2. Respon Motorik

Mengikuti perintah : 6

Lokalisasi terhadap nyeri :5

Pergerakan widrawl thd nyeri :4

Fleksor (dekortikasi) thd nyeri :3

Ekstensor (deserebrasi) thd nyeri :2

Tidak ada respon :1

3. Respon Verbal

Orientasi terhadap orang, tempat, waktu : 5

Bahasa kacau : 4

Kata-kata tidak adekuat : 3

Suara tidak dapat dimengerti : 2

Tidak ada respon : 1

American Congress of Rehabilitation Medicine mendefinisikan Cedera kepala

ringan adalah gangguan fungsi fisiologis otak akibat trauma yang

dimanifestasikan satu diantara berikut :

- Periode hilangnya kesadaran

- Hilangnya memori kejadian secara tiba–tiba sebelum atau setelah kejadian.

- Gangguan mental saat terjadi kecelakaan

- Defisit neurologis fokal

Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio

Cerebri

 Skor GCS 13-15

8
 Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit

 Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

 Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada

pemeriksaan neurologist.

Cedera Kepala Sedang (CKS)

 Skor GCS 9-12

 Ada pingsan lebih dari 10 menit

 Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

 Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.

Cedera Kepala Berat (CKB)

 Skor GCS <8

 Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat

 Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

 Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi) yang

menyebabkan gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi :

- Gegar kepala ringan

- Memar otak

- Laserasi

2. Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

- Hipotensi sistemik

- Hipoksia

- Hiperkapnea

- Udema otak

9
- Komplikasi pernapasan

- Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.

Adapun pembagian cedera kepala yang lain :

1. Simple Head Injury

Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:

 Ada riwayat trauma kapitis

 Tidak pingsan

 Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik

dan cukup istirahat.

2. Commotio Cerebri

Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak

lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan

otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan

tampak pucat. Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau

terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin

pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang

terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya

rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat

adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis,

perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi

dan mobilisasi bertahap.

3. Contusio Cerebri

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam

jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-

neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi

10
contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan

pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi

yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang

batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap

lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat

input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible

berlangsung. Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan

“intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks

babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran pulih kembali,

penderita biasanya menunjukkan “organic brain syndrome”. Akibat gaya yang

dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis

tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi

vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau

menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual,

muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul. Pemeriksaan penunjang seperti

CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi

jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik,

neurotropik dan perawatan 7-10 hari.

4. Laceratio Cerebri

Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan

piamater Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid

traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas

laceratio langsung dan tidak langsung. Laceratio langsung disebabkan oleh luka

tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur

terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung

disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.

11
5. Fracture Basis Cranii

Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa

posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang

terkena.

Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

 Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding

 Epistaksis

 Rhinorrhoe

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:

 Hematom retroaurikuler, Ottorhoe

 Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi :

 Gangguan pendengaran

 Parese N.VII perifer

 Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus

disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan

operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.

Penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :

 Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk,

mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit.

 Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan

tampon steril (Consul ahli THT) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea.

12
 Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur

dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat (Umar Kasan :

2000).

D. PATOFISIOLOGI

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.

Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.

Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun

sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen

sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan

menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa

tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala

permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi

kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan

asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.

jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-

myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi

ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,

takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana

penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi

Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak

tidak begitu besar.

13
Pathway Patofisiologi Penyakit dan Masalah Keperawatan.

TRAUMA PADA KEPALA

(Fraktur, Perdarahan)

Tidak Sadar Immobilisasi Aliran darah ke


Peningkatan TIK otak terganggu

Risti gangguan
- Kompresi batang - Reflek pharink Hipoksia
berkurang integritas kulit
otak
- Perubahan posisi & - Epiglotis dan lidah
struktur rileks
Proses metabolik
anaerob

Aspirasi sekresi Aspirasi isi Tidak mampu


nasopharing lambung mengeluarkan Dilatasi pembuluh
sputum darah

Hiperventilasi Penumpukan
sputum / sekret Udem otak
Keterbatasan
aktivitas

Pola nafas tidak Bersihan jalan nafas Gangguan perfusi


efektif tidak efektif jaringan otak

E. KOMPLIKASI/ PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN

1. Epidural Hematoma

Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat

pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di

duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya.

Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus

temporalis dan parietalis. Gejala-gejala yang terjadi : penurunan tingkat kesadaran, nyeri

kepala, muntah, hemiparesis, dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam cepat kemudian

dangkal irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.

14
2. Subdural Hematoma

Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan

kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya

terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48

jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.

Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri,

berfikir lambat, kejang dan udem pupil

Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh

darah arteri; kapiler; vena.

Tanda dan gejalanya : Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan,

hemiplegia kontra lateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital

3. Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan

permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.

Tanda dan gejala : Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil

ipsilateral dan kaku kuduk. Hemoragi subarakhnoid merupakan akibat sekunder rupturnya

aneurisma karena laserasi pembuluh darah mikrosuperfisial pada ruang subarakhnoid.

Hemoragi subarakhnoid dapat menyebabkan hidrosefalus communikata jika darah

menyumbat villi arakhnoid atau menyebabkan hidrosefalus non komunikata bila

clot/gumpalan darah menyumbat ventrikel ketiga atau keempat.

F. Pemeriksaan Diagnostik

- CT Scan

- Rontgen

- Gas Darah Arteri ; mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang dapat

meningkatkan TIK

- Kimia/ elektrolit darah

- Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap

15
penurunan kesadaran

- Pungsi lumbal,CSS

- MRI : sama dengan CT Scan dengan/tanpa kontras

- Angiografi Serebral : Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan

otak akibat edema, perdarahan, trauma

- EEG : Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis

- BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : Menentukan fungsi korteks dan batang otak

- PET (Positron Emission Tomografi) : menunjukkan perubahan aktivitas metabolism

G. MANAJEMEN CEDERA KEPALA

1. Manajemen cedera kepala pada pasien tidak sadar

Lakukan pengkajian lengkap airway, breathing dan sirkulasi (A,B,C)

a. Lakukan resusitasi jika perlu. Perlu diingat resusitasi yang tidak adekuat menyebabkan

injuri otak sekunder yang lebih berat.

- Panggil bantuan

- Pasang cervical collar

- Bersihkan jalan napas (keluarkan debris, dan pasang orofaringeal)

- Berikan oksigen aliran tinggi

- Lakukan intubasi

- Pastikan pernapasan adekuat

- Pasang monitor jantung, catat HR, TD, RR dan temperature, Apakah

sirkulasi adekuat atau pasien dalam keadaan syok?.

- Atasi hipotensi dengan pemberian cairan kristaloid. Tapi perlu diingat terlalu banyak

cairan menyebabkan edema otak berat. Hentikan pemberian jika ps normotensive

- Berikan darah bila perlu, periksa gula darah dengan glukostik dan berikan glukosa, jika

kadar GDA menurun

- Periksa BGA

b. Hiperkapnia menyebabkan vasodilatasi cerebral dan meningkatkan TIK. Koreksi ventilasi

c. Periksa adanya bradikardia dan hipertensi, merupakan tanda peningkatan TIK

16
d. Kurangi faktor-faktor sistemik yang menyebabkan cedera otak sekunder

e. Kaji riwayat trauma dengan menanyakan pada crew ambulance, saksi, keluarga.

 Apakah pasien mengalami perubahan kesadaran setelah trauma?

 Adakah riwayat obstruksi jalan napas?

 Bagaimana mekanisme injuri dan kecepatan saat terjadi benturan?

 Kaji secara lengkap riwayat penyakit dan pengobatan

f. Catat GCS dan periksa ulang secara teratur (tiap 15 manit). Periksa respon pupil

g. Periksa muka, kulit kepala, laserasi, memar dan deformitas. Jangan lupa

pemberian tetanus profilaksis

h. Periksa telinga adakah darah, cairan cerebrospinal atau hemotimpanum, merupakan tanda

fraktur basis cranii. Tanda lain faktur basis cranii adanya racoon eyes, battle sign,

rhinorrhoea.

i. Cek ulang jalan napas, hindari retensi pada pasien lepaskan baju.

j. Lakukan pemeriksaan foto Ro, CT scan

2. Manajemen trauma kepala pada pasien sadar

a. Kaji riwayat trauma, lakukan pemeriksaan dan investigasi untuk mengidentifikasi pasien

b. Kaji apakah pasien dapat mengingat kejadian, apakah terjadi amnesia retrograd atau

aterograd? Pada orang tua cedera kepala akan menyebabkan gangguan jantung atau

cerebrovaskuler yang memerlukan perhatian khusus.

c. Lakukan pemeriksaan sama dengan pasien yang mengalami cedera kepala berat

Hati-hati pada pasien intoksikasi karena alkohol atau obat. Jika ragu lakukan observasi

d. Lakukan foto Ro/ CT Scan

Indikasi Pasien yang dilakukan CT Scan :

- Koma setelah resusitasi

- Mamburuknya GCS

- Adanya fraktur tengkorak yang disertai dengan :

1) Gangguan kesadaran

2) Kejang

17
3) Gangguan neurologis

- Fraktur tulang kepala terbuka (termasuk Basis Cranii ).

II. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA KEPALA

A. PENGKAJIAN

1. Data Subjektif :

- Keluhan pasien, tanyakan mekanisme kejadian kepada saksi, crew ambulance,

keluarga, muntah, amnesia, Riw penyakit.

2. Data Objektif :

A : Airway ; periksa kepatenan jalan napas pasien

B : Breathing ; frekuensi pernapasan, kualitas pernapasan.

C : Circulation ; frekuensi nadi, kualitas, tekanan darah, warna kulit, akral

dingin/hangat.

D : Disability ; GCS, pupil

E : Eksposure ; laserasi, hematom, luka penyerta.

F : Full Vital Signs ; TD, N, R, S.

G : Give Confort ; apakah pasien memerlukan pengaman, bidai, selimut ?

H : Head to Toe Assesment

I : Inspeksi ; adakah trauma Tulang belakang.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah :

1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.

3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan oedema otak

4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)

5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.

6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak

adekuatnya sirkulasi perifer.

18
C. INTERVENSI

1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.

Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-

tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.

Rencana tindakan :

- Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat

menimbulkan alkalosis respiratorik dan pernafasan lambat meningkatkan tekanan Pa CO2

dan menyebabkan asidosis respiratorik.

- Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal

volume.

- Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari

inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap

gangguan pertukaran gas.

- Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi /

cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.

- Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang

adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.

Tujuan : Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi

Kriteria Evaluasi :

- Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena

peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.

Rencana tindakan :

- Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan

pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.

19
- Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan

suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya

penumpukan sputum.

- Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik, bila sputum banyak.

Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.

- Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru

dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.

3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.

Kriteria hasil :

- Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.

Rencana tindakan :

- Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.

- Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.

- Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan

indikasi keadaan kesadaran yang baik.

- Reaksi pupil yang digerakkan oleh saraf kranial oculus motorius dan akan menentukan

refleks batang otak.

- Pergerakan mata akan membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan

tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

- Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.

Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-

tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi

terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk

mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

- Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.

Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan

menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

20
- Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan

hindari konstipasi yang berkepanjangan karena dapat mencetuskan respon otomatik

peningkatan intrakranial.

- Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.

Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan

intrakranial.

Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien. Dapat menurunkan hipoksia otak.

- Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).

Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi/kimia seperti osmotik diuritik

untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udema otak, steroid

(dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti

kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari

peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat

meningkatkan pemakaian oksigen otak.

4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporoscoma )

Tujuan :

- Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

Kriteria hasil :

- Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai

dengan kebutuhan, oksigen adekuat.

Rencana Tindakan :

- Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.

Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang

dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.

- Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.

Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku,

mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh

perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.

21
- Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.

Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk

menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik

jumlah, kalori, dan waktu.

- Jelaskan ke keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman

dan bersih.

Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan

perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.

- Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.

Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.

Tujuan : Kecemasan keluarga dapat berkurang

Kriteri evaluasi :

- Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan

- Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien

- Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.

Rencana tindakan :

- Bina hubungan saling percaya.

- Untuk membina hubungan terapeutik perawat - keluarga.

- Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.

- Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.

Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.

- Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.

- Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.

- Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.

- Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan

ketabahan dalam menghadapi krisis.

22
6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak

adekuatnya sirkulasi perifer.

Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi

Rencana tindakan :

- Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan

kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.

- Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.

- Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.

- Ganti posisi pasien setiap 2 jam

Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan

memudahkan terjadinya kerusakan kulit.

- Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.

- Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.

- Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.

- Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan

menggunakan H2O2.

23
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN NN. D DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG

DIRUANG CEMPAKA 2 RSUD KARANGANYAR

I. PENGKAJIAN

Tanggalpengkajian 11 MEI 2018

Jam pengkajian 13.00 WIB

A. BIODATA

1. Klien

Nama : NN. D

Umur : 18 Tahun

Alamat : Gedangan Kidul 1/19 Kaliwuluh Kebakkramat

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Belum Bekerja

Status Pernikahan : Belum Menikah

Tanggalmasuk RS : 11 Mei 2018

No. RekamMedis : 397474

DiagnosaMedis : Cedera Kepala Sedang

2. PenanggungJawab

Nama : Ny. S

Umur : 37 Tahun

Alamat : Gedangan Kidul 1/19 Kaliwuluh Kebakkramat

Hubungandenganklien : Ibu Kandung

B. AlasanUtama MRS

Pasien mengatakan 1 minggu yang lalu jatuh dari pagar setinggi 3meter, kepala terbentur

tanah, setelah jatuh tidak tersadarkan diri dan dirawat oleh mantri selama 1minggu

24
dirumah , keluhan muntah3kali pada tanggal 6 Mei 2018. Pasien selama seminggu

mengeluh mual dan pusing belum hilang. Ada luka lecet dibagian parietal dekstra dan

lebam pada palpebramata kanan.

C. KeluhanUtama

Pusing, nyeri kepala

D. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan pusing yang tidak

sembuh-sembuh karena 1minggu yang lalu jatuh dari ketinggian 3meter.

2. Riwaya tPenyakit Dahulu

Pasien mengatakan memiliki vertigo sejak 2 tahun yang lalu. Pasien sering pingsan

sejak kelas 1 SMA tetapi selama 1tahun terakhir vertigo tidak kambuh

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan kakak ayahnya atau budhe memiliki riwayat vertigo

4. Genogram

Keterangan:

= laki-laki

= perempuan

=p = pasien : riwayat penyakit vertigo

= serumah

25
E. Psikososial dan Spiritual

1. Respon klien terhadap masalah yang dihadapi saat ini

Saat pengkajian klien mengatakan cemas karena pusing tidak hilang-hilang

mengganggu aktivitas

2. Rencana klien untuk mengatasi masalah saat ini

Pasien dan keluarga mempercayakan dokter dan perawat untuk merawat dan

mengobatinya

3. Pengetahuan klien tentang penyakit yang ada

Pasien dan keluarga menanyakan kesembuhan pasien apakah bias disembuhkan agar

tidak kambuh

4. Peran klien dalam masyarakat dan keluarga

Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara dan aktif dalam keluarga,

sekolah maupun lingkungan masyarakat

5. Pandangan klien terhadap aktifitas dimasyarakat

Pasien mengatakan aktif di kegiatan sekolah seperti osis dan karangtaruna di desanya

Aktifitas ibadah sehari-hari

Pasien mengatakan shalat 5 waktu setiap hari baik dirumah atau sekolah

Kegiatan keagamaan yang sering diikuti

Pengajian di sekolah

Keyakinan tentang masalah kesehatan yang sedang dihadapi

Pasien merasa optimis akan sembuh Karen vertigonya sudah 1tahun yang lalu tidak

kambuh, hanya karena kemarin sedang terkena musibah kecelakaan jadi kumat

pusingnya.

26
F. Basic Promoting Physiology of Health

1. AktifitasdanLatihan

Sebelum Masuk RS

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan / minum V

Mandi V

Toileting V

Berpakaian V

Mobilitas ditempat tidur V

Berpindah berjalan V

Ambulasi ROM V

Saat Masuk RS

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan / minum V

Mandi V

Toileting V

Berpakaian V

Mobilitas ditempat tidur V

Berpindah berjalan V

Ambulasi ROM V

Keterangan:

0 = mandiri

1 = alat bantu

2 = dibantu oranglain

3 = dibantu orang lain dan alat

4 = tergantung total

2. TidurdanIstirahat

Sebelum masuk RS : tidur siang jam 12.00 -15.00 WIB

27
Tidur malam 20.00 – 04.00 WIB

Saat masuk RS : Tidur siang tidak pernah

Tidur malam 6jam sering terbangun karena nyeri kepala / pusing

3. Kenyamanan dan nyeri (jika didapati keluhan nyeri )

Profokatif danPaliatif : Nyeri kepala karena terbentur aspal tanah

Quality : ditusuk-tusuk

Region : kepala bagian kanan

Scale : skala 6

Time : hilang timbul

4. Nutrisi dan Metabolik

a. Sebelum MRS :

- Frekuensi makan dan jenis makanan 3-4X/hari, nasi sayur laukpauk buah

- Status gizi (IMT) 27,5 Overweight TB/BB 155cm/65 kg

- Makanan yang disukai= nasi goreng

- Makanan yang dipantang / allergi= tidak ada pantangan atau alergi

- Keluhan dalam pemenuhan nutrisi= tidak ada keluhan

- Riwayat operasi / penyakit gastrointestinal = tidak ada riwayat

Setelah MRS :

Frekuensi makan dan jenis makanan 3-4X/hari, nasi sayur laukpauk buah habis

sisa1/4 porsi

Status gizi (IMT) 27,5 Overweight TB/BB 155cm/65 kg

Makanan yang dipantang / allergi tidak ada pantangan atau alergi

Keluhan dalam pemenuhan nutrisi mual jika mau makan tidak muntah

Riwayat operasi / penyakit gastrointestinal tidak ada riwayat

5. Cairan dan ELektrolit

Sebelum MRS:

Frekuensi minum Sering konsumsi air/hari 1-2 liter/ hari

Turgor kulit baik

Saat MRS:

28
Frekuensi minum Sering konsumsi air/hari 1-2 liter/ hari

Support via IV line RL 20tpm NGT tidak terpasang

Jumlah intake cairan/24 jam

makan+minum (1500ml)+ IUFD (1500ml )+ injeksi (30,5 ml) = 3030,5 ml

Jumlah output cairan /24 jam

Urin+feses (2000ml) + IWL (81,25 ML) = 2081,25 ml

Balance cairan = intake cairan – output cairan = 3030,5 – 2081,25 = + 949,25

6. Oksigenasi

Sebelum MRS:

Keluhansesaknafas :Tidak ada. Tidak ada batuk

Riwayat penyakit pernafasan tidak ada riwayat, tidak ada riwayat nyeri dada

Riwayat merokok tidak ada riwayat

Saat MRS:

Keluhan sesak nafas :Tidak ada. Tidak ada batuk

Riwayat penyakit pernafasan tidak ada riwayat, tidak ada riwayat nyeri dada

Riwayat merokok tidak ada riwayat

7. Eliminasi

Sebelum MRS

a. BAB

Frekuensi 1-2X/ Hari waktu pagi hari

Konsistensi padat warna kuning bau khas

Gangguan bowel tidak ada keluhan

b. BAK

Frekuensi 5-6 x/ hari karakteristik urine kuning bening, bau khas

Keluhan dalam berkemih tidak ada keluhan

Riwayatpenyakitsalurankemih tidak ada riwayat

Saat MRS:

a. BAB

29
Frekuensi 1-2X/ Hari waktu pagi hari

Konsistensi padat warna kuning bau khas

Gangguan bowel tidak ada keluhan

b. BAK

Frekuensi 5-6 x/ hari karakteristik urine kuning bening, bau khas

Keluhan dalam berkemih tidak ada keluhan

Riwayat penyakit saluran kemih tidak ada riwayat

8. Sensori, persepsi dan kognitif

Gangguan pancaindra Tidak ada gangguan

Gangguandalam isi piker tidak ada gangguan

Orientasiterhadaplingkungan / waktu / tempat pasien tidak mengalami disorientasi

lingkungan / waktu / tempat

G. PemeriksaanFisik

1. KeadaanUmum

Kesan penampilan klien pasien Nampak lemah

Kesadaran composmentis

GCS E4 M6 V5 = 15

Vital Sign TD= 110/70mmHg, H= 76x/m, RR= 20x/m, S= 36 C

2. Kepala

Kulit kepala tampak garis lecet dari osteum cranium dekstra sepanjang 5cm

Tidak ada tanda fraktur, kulit kepala kotor, rambut hitam ikal dan panjang sebahu

Mata : mata kanan palpebra lebam, sclera memerah/ berair, masih dapat melihat

dengan jelas. Mata kiri tampak konjungtiva tidak anemis, tampak kantung

,mata

Muka : simestris, tidak ada edema

Hidung : bentuk hidung simetris, tidak ada polip/ lesi, tidak ada secret , tidak ada

nyeri tekan

Mulut: mukosa bibir cukup lembab, tidak ada sianois, tidak ada sumbing

30
Telinga : inspeksi: telinga kanan kiri simitris, tidak ada serumen, tidak ada lesi.

Palpasi : tidak adanyeri tekan pada fagus dan mastoid

Leher : bentuk normal tidak Nampak benjolan/ pembesaran kelenjar, tidak ada nyeri

tekan

Tenggorokan tidak ada peradangan tonsil, tidak ada kesulitan menelan

3. Dada

Penampilan umum dari dada : tidak Nampak kelainan

Pulmo

Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada tanda distress pernafasan

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus paru kanan jelas

Perkusi : sonor

Auskuktasi : vesikuler disemua lapang , RR= 20x/menit

Cor

Inspeksi : ictus cordis normal ( berada di Ics5 sinistra linie media clavicularis)

Palpasi : denyut nadi teraba

Perkusi : suara sonorke redup dari linea midaxillaris

Auskuktasi : bunyi jantung normal, tidak ada bunyi tambahan

4. Abdomen

Inspeksi : tidak ada distensi abdomen

Auskuktasi : bising usus5x/menit

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Perkusi : timpani

5. Genetalia : bentuk normal tidak ada kelainan

6. Rektum : normal tidak ada kelainan

7. Ektrmitas

Atas

Kekuatan otot tangan ka / ki kekuatan 5

ROM bergerak bebas

CRT < 3 detik

31
Edema= tidak ada edema

Refleks baik, tidak ada kekakuan otot

Bawah

Kekuatan otot kaki ka / ki kekuatan 5

ROM mandiri bergerak bebas

CRT < 3 detik

Edema tidak ada edema

Refleks baik.

8. Pengkajian neurologis secara spesifik (jikadiperlukan ):

Nervus I (Olfaktorius) : membaui dengan baik

Nervus II (Optikus) : pusing berputar jika aktivitas mendadak

Nervus III (Okulomotorius) : membuka mata dengan spontan

Nervus IV (Trochlear) : mampu mengikuti instruksi dengan baik

Nervus V (Trigeminus) : mampu mengunyah dengan baik

Nervus VI (Abdusen) : mampu memutar bola mata

Nervus VII (Fasial) : mampu merasakan pengecap dengan baik.

Nervus VIII (Vestibulokokhlearis) : mendengar dengan baik

Nervus IX (Glosofharyngeal) : tidak ada gangguan menelan

Nervus X (Vagus) : tidak ada gangguan menelan

Nervus XI (Asesoris) : tidak ada gangguan menelan

Nervus XII (Hipoglosal) : tidak ada kaku lidah

32
H. Pemeriksaan penunjang

PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN

RUJUKAN

HEMATOLOGI

Hemoglobin 12,5 12,3-15,3 g/dl

Hematokrit 41,1 35-47 %

Lekosit 8,40 4,5- 12,5 10^3/ul

Trombosit 336 154- 386 10^3/ul

Eritrosit 5.04 4,1 -5,1 10^6/ul

MPV 8.1 6,5 – 12.00

PDW 15.7 9.0 -17.0

INDEX

MCV 81,4 82,0-92.0 Fl

MCH 24,8 28-33 Pg

MCHC 30,8 32.0-37.0 g/dl

HITUNG JENIS

Gran% 71,5 50,0 -70,0 %

Limfosit% 20,4 25,0-40,0 %

Monosit% 4,7 3,5-9,0 %

Eosinofil% 3,2 0,5-5,0 %

Basofil% 0,2 0,0-1,0 %

Masa Pembekuan (CT) -

Masa Perdarahan (BT) -

Golongan Darah A

KIMIA

GULA DARAH

Gula Darah Sewaktu 75 g/dl

33
I. TeraphyMedis

IUFD RL 20tpm

Therapy :

1. Injeksi ceftriaxone 1000mg/12jam

2. injeksi ondansentron 16 mg/12jam

3. injeksi citicolon 250mg/12jam

4. injeksi santagesik 250mg/8jam

Hasil CT Scan: garis lecet dari Osteum parietal Cranium dekstra. Tanda faktur tidak ada

34
II. ANALISA DATA

Nama Klien : NN. D No. Register :

Umur : 18 Tahun DiagnosaMedis : Cedera Kepala Sedang

DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM

DS: Pasien mengatakan pusing sampai tidak bias tidur Agen Injury Fisik/ trauma kepala Nyeri Akut

P : Nyeri kepala karena terbentur aspal tanah

Quality : ditusuk-tusuk

Region : kepala bagian kanan

Scale : skala 6

Time : hilang timbul

DO: Pasien tampak lemah

Hasil CT scan luka lecet di kulit kepala

DS : Pasien mengatakan mual mau muntah jika berdiri dari Gangguan neurovascular / trauma kepala Gangguan Mobilitas Fisik

tempat tidur, dan susah beraktivitas karena pusing

35
DO:

- Pasien terbaring ditempat tidur

- Kebutuhan ADL dibantu oranglain

DS: Pasien mengatakan takut jatuh jika harus berdiri untuk Trauma kepala Resiko Cedera

kekamar mandi

DO: Mobilitas ditempat tidur saja, terpasang pengaman

tempat tidur, TD 110/70mmHg, RR 20x/m, H: 78x/m

S: 36 C, GCS E4M6V5

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma kepala

2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan neurovascular / trauma kepala

3. Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala

36
IV. INTERVENSI

NO DX KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI

1 Nyeri Akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor vital sign

Agen Injury Fisik/ trauma kepala nyeri dapat terkontrol 2. Lakukan pengkajian nyeri ( lokasi,

Kriteria hasil: karateristik, durasi frekuensi dan kualitas

- Mampu mengontrol nyeri nyeri)

- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 3. Ubah posisi pasien rentang aktif dan pasif

manajemen nyeri sesuai indikasi

- Keluarga mampu mengenali nyeri ( skala dan 4. Ajarkan manajemen nyeri seperti relaksasi

intensitas nyeri) dan distraksi

- Vital sign dalam batas normal 5. Anjurkan keluarga untuk memberi

- Tidak mengalami gangguan tidur kesempatan pasien untuk istirahat

6. Kolaborasi dokter dalam pemberian

analgetik

2 Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1. Ubah posisi pasien secara bertahap

berhubungan dengan Gangguan gangguan mobilisasi dapat teratasi 2. Jaga suasana tetap tenang

37
neurovascular / trauma kepala Kriteria hasil: 3. Jaga cahaya agar tidak terlalu terang

- Klien dapat beraktivitas secara bertahap r/ cahaya yang terlalu terang dapat

- Klien dapat beraktivitas secara mandiri meningkatkan tekanan intra cranial

- Pasien dapat melakukan ADL mandiri 4. Pantau TTV

R/ suatu keadaan normal bila sirkulasi

serebral terpelihara dengan baik, fluktuasi

ditandai dengan peningkatan tekanan darah

sistemik. Reseptor pada auto regulator akan

mengalami penurunan jika terjadi difusi

local vaskularisasi darah serebral

5. Libatkan keluarga untuk membantu pasien

ubah posisi secara bertahap, miring kanan

kiri, baru setengah duduk, duduk hingga

berdiri secara perlahan sesuai kemampuan

pasien

38
3. Resiko Cedera berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1. Ciptakan lingkungan nyaman dan aman

trauma kepala resiko cedera dapat dihindari 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien

Kriteria hasil: 3. Hindarkan bahaya dengan memasang

- Pasien dapat beraktivitas secara mandiri pengaman tempat tidur

- Pasien terbebas dari cedera 4. Batasi pengunjung , control kebisingan

- Pasienmampu mengenali perubahan status kesehatan memberikan kesempatan pada pasien untuk

- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan factor beristrirahat

resiko dan lingkungan atau perilaku personal 5. Libatkan keluarga untuk membantu seriap

kebutuhan pasien

V. IMPLEMENTASI

TGL JAM NO.DX IMPLEMENTASI RESPON TTD

11/5/2018 13.00 1 1. Memonitor vital sign S: Pasien mengatakan nyeri kepala

2. Melakukan pengkajian nyeri P: Nyeri kepala karena terbentur aspal tanah

3. Mengubah posisi pasien senyaman mungkin Q: ditusuk-tusuk

4. Mengajarkan relaksasi R: kepala bagian kanan

39
5. Memberikan injeksi santagesik 125mg/8jam S: skala 5

T: hilang timbul

O: TD 110/70mmHg H: 76x/m RR 20x/m S 36 C

11/5/2018 13.00 2 1. Mengubah posisi pasien secara bertahap, miring S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan

kanan kiri melakukan anjuran perawat

2. Menjaga suasana tetap tenang O: Pasien dan keluarga kooperatif, pasien tampak

3. Menjaga pengcahayaan masih mual tapi tidak muntah

4. Menganjurkan keluarga untuk membantu setiap

ADL pasien

11/5/2018 13.00 3 1. Menciptakan lingkungan nyaman S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan

2. Memasang pengaman tempat tidur mempraktekkan

3. Menganjurkan pembatasan pengunjung agar pasien O:pasien dan keluarga kooperatif

beristirahat

12/5/2018 13.00 1 1. Memonitor vital sign S: Pasien mengatakan nyeri kepala masih

2. Melakukan pengkajian nyeri P: Nyeri kepala karena terbentur aspal tanah

3. Mengubah posisi pasien senyaman mungkin Q: ditusuk-tusuk

40
4. Mengajarkan relaksasi R: kepala bagian kanan

5. Memberikan injeksi santagesik 125mg/8jam S: skala 5

T: hilang timbul

O: TD 110/70mmHg H: 76x/m RR 20x/m S 36 C

12/5/2018 13.00 2 1. Mengubah posisi pasien secara bertahap, miring S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan

kanan kiri, setengah duduk melakukan anjuran perawat

2. Menjaga suasana tetap tenang O: Pasien dan keluarga kooperatif, pasien tampak

3. Menjaga pengcahayaan masih mual tapi tidak muntah, pasien sudahbisa

4. Menganjurkan keluarga untuk membantu setiap duduk setengah duduk, keluarga membantu setiap

ADL pasien kebutuhan ADL pasien

12/5/2018 13.00 3 1. Menciptakan lingkungan nyaman S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan

2. Memasang pengaman tempat tidur mempraktekkan

3. Menganjurkan pembatasan pengunjung agar pasien O: pasien dan keluarga kooperatif, keluarga pasien

beristirahat mampu memasang dan membuka pengaman sendiri

13/5/2018 13.00 1 1. Memonitor vital sign S: Pasien mengatakan nyeri kepala berkurang

2. Melakukan pengkajian nyeri P: Nyeri kepala karena terbentur aspal tanah

41
3. Mengubah posisi pasien senyaman mungkin Q: ditusuk-tusuk

4. Mengajarkan relaksasi dan beristirahat R: kepala bagian kanan

5. Memberikan injeksi santagesik 125mg/8jam S: skala 4

T: hilang timbul

O: TD 110/70mmHg H: 78x/m RR 20x/m S:36 C

13/5/2018 13.00 2 1. Mengubah posisi pasien secara bertahap, miring S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan

kanan kiri, setengah duduk danm duduk hingga melakukan anjuran perawat

berdiri sebentar O: Pasien dan keluarga kooperatif, pasien tampak

2. Menjaga suasana tetap tenang masih mual tapi tidak muntah, pasien sudah bisa

3. Menjaga pengcahayaan duduk setengah duduk, berdiri sebentar keluarga

4. Menganjurkan keluarga untuk membantu setiap membantu setiap kebutuhan ADL pasien

ADL pasien

13/5/2018 13.00 3 1. Menciptakan lingkungan nyaman S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan

2. Memasang pengaman tempat tidur mempraktekkan

3. Menganjurkan pembatasan pengunjung agar pasien O: pasien dan keluarga kooperatif, keluarga pasien

beristirahat mampu memasang dan membuka pengaman sendiri

42
VI. EVALUASI

TGL/JAM DX KEPERAWATAN EVALUASI TTD

11mei 2018 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma S: Pasien mengatakan nyeri kepala

kepala P: Nyeri kepala karena terbentur aspal tanah

Q: ditusuk-tusuk

R: kepala bagian kanan

S: skala 5

T: hilang timbul

O: TD 110/70mmHg H: 76x/m RR 20x/m S 36 C

A: Masalah nyeri belum teratasi

P: Lanjutkan Intervensi

- Monitor vital sign

- Lakukan pengkajian nyeri ( lokasi, karateristik, durasi

frekuensi dan kualitas nyeri)

- Ubah posisi pasien rentang aktif dan pasif sesuai indikasi

- Ajarkan manajemen nyeri seperti relaksasi dan distraksi

43
- Anjurkan keluarga untuk memberi kesempatan pasien untuk

istirahat

- Kolaborasi dokter dalam pemberian analgetik

11 mei 2018 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan melakukan

neurovascular / trauma kepala anjuran perawat

O: Pasien dan keluarga kooperatif, pasien tampak masih mual tapi

tidak muntah

A: masalah mobilitas fisik teratasi sebagian pasien mampu duduk

tanpa jatuh

P: lanjutkan intervensi

- Ubah posisi pasien secara bertahap

- Jaga suasana tetap tenang

- Jaga cahaya agar tidak terlalu terang

- Pantau TTV

11 mei 2018 Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan

mempraktekkan

44
O:pasien dan keluarga kooperatif

A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

- Ciptakan lingkungan nyaman dan aman

- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien

- Hindarkan bahaya dengan memasang pengaman tempat tidur

- Batasi pengunjung , control kebisingan memberikan

kesempatan pada pasien untuk beristrirahat

- Libatkan keluarga untuk membantu seriap kebutuhan pasien

12 mei 2018 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma S: Pasien mengatakan nyeri kepala masih

kepala P: Nyeri kepala karena terbentur aspal tanah

Q: ditusuk-tusuk

R: kepala bagian kanan

S: skala 5

T: hilang timbul

O: TD 110/70mmHg H: 76x/m RR 20x/m S 36 C

45
A: masalah nyeri teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

- Monitor vital sign

- Lakukan pengkajian nyeri ( lokasi, karateristik, durasi

frekuensi dan kualitas nyeri)

- Ubah posisi pasien rentang aktif dan pasif sesuai indikasi

- Ajarkan manajemen nyeri seperti relaksasi dan distraksi

- Anjurkan keluarga untuk memberi kesempatan pasien untuk

istirahat

- Kolaborasi dokter dalam pemberian analgetik

12 mei 2018 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan melakukan

neurovascular / trauma kepala anjuran perawat

O: Pasien dan keluarga kooperatif, pasien tampak masih mual tapi

tidak muntah, psdirn tampak bias setengah duduk.

A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi

46
- Ubah posisi pasien secara bertahap

- Jaga suasana tetap tenang

- Jaga cahaya agar tidak terlalu terang

- Pantau TTV

12 mei 2018 Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan

mempraktekkan

O:pasien dan keluarga kooperatif, keluarga selalu mendampingi

setiap ADL pasien

A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi \

- Ciptakan lingkungan nyaman dan aman

- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien

- Hindarkan bahaya dengan memasang pengaman tempat tidur

- Batasi pengunjung , control kebisingan memberikan

kesempatan pada pasien untuk beristrirahat

- Libatkan keluarga untuk membantu seriap kebutuhan pasien

47
13 mei 2018 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma S: Pasien mengatakan nyeri kepala masih sedikit

kepala P: Nyeri kepala karena terbentur aspal tanah

Q: ditusuk-tusuk

R: kepala bagian kanan

S: skala 4

T: hilang timbul

O: TD 110/70mmHg H: 76x/m RR 22x/m S 36 C

A: masalah nyeri teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

- Monitor vital sign

- Lakukan pengkajian nyeri ( lokasi, karateristik, durasi

frekuensi dan kualitas nyeri)

- Ubah posisi pasien rentang aktif dan pasif sesuai indikasi

- Ajarkan manajemen nyeri seperti relaksasi dan distraksi

- Anjurkan keluarga untuk memberi kesempatan pasien untuk

istirahat

48
- Kolaborasi dokter dalam pemberian analgetik

13 mei 2018 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan melakukan

neurovascular / trauma kepala anjuran perawat

O: Pasien dan keluarga kooperatif, pasien tampak masih mual tapi

tidak muntah, pasien tampak bias berdiri agak sebentar <3

detik

A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi

- Ubah posisi pasien secara bertahap

- Jaga suasana tetap tenang

- Jaga cahaya agar tidak terlalu terang

- Pantau TTV

13 mei 2018 Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala S: Pasien dan keluarga mengatakan paham dan akan

mempraktekkan

O:pasien dan keluarga kooperatif, keluarga selalu mendampingi

setiap ADL pasien

49
A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

- Ciptakan lingkungan nyaman dan aman

- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien

- Hindarkan bahaya dengan memasang pengaman tempat tidur

- Batasi pengunjung , control kebisingan memberikan

kesempatan pada pasien untuk beristrirahat

- Libatkan keluarga untuk membantu seriap kebutuhan pasien

50
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini, penulis membandingkan antara teori pada BAB III dengan asuhan

keperawatan pada NN ”D” dengan Cedera Kepala Sedang yang dilaksanakan selama 3 hari,

mulai dari tanggal 15 Mei 2018 sampai dengan 18 Mei 2018 di ruang Cempaka 2 RSUD

Karanganyar . Pembahasan meliputi : berikut ini akan diuraikan pelaksanaan Asuhan

keperawatan pada pasien NN ”D” dengan Cedera Kepala Sedang di Cempaka 2 RSUD

Karanganyar sesuai tiap fase dalam proses keperawatan yang meliputi : pengkajian diagnosa

keperawatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta dilengkapi pembahasan dokumentasi

keperawatan

A. Pembahasan Pengkajian

British Society of Rehabilitation Medicine membagi cedera kepala menjadi:

1. Cedera kepala ringan (GCS 14-15)

2. Cedera kepala sedang (GCS 9-13)

3. Cedera kepala berat (GCS 3-8)

Saat pengkajian klien Pasien mengatakan 1 minggu yang lalu jatuh dari pagar

setinggi 3meter, kepala terbentur tanah, setelah jatuh tidak tersadarkan diri dan dirawat

oleh mantri selama 1minggu dirumah , keluhan muntah3kali pada tanggal 6 Mei 2018.

Pasien selama seminggu mengeluh mual dan pusing belum hilang. Ada luka lecet dibagian

parietal dekstra dan lebam pada palpebramata kanan.

B. Diagnosa Keperawatan

Dalam penyusunan diagnosa keperawatan pada kasus ini penulis menggunakan

pendapat Doengoes (2002) sebagai dasar untuk perumusan diagnosis keperawatannya,

penulis mengacu pada rumusan diagnosa NANDA (2009-2011). Menurut Doengoes

(2002) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Nn “D” dengan CEDERA

KEPALA SEDANG ada 6 dan penulis juga menemukan 3 diagnosa keperawatan yang

51
muncul pada pasien NN “D “. Diagnosa keperawatan yang sesuai antara pendapat

Doengoes (2002) dengan kasus adalah :

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma kepala

Nyeri yang muncul didapat dari injury fisik (benturan) benda tumpul, ditandai dengan

bekas luka traumatik

2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan neurovascular / trauma

kepala: pasien mengalami gangguan dalam mobilitas fisik disebabkan gangguan dalam

persepsi sensori

3. Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala

Pasien beresiko mengalami cidera karena trauma yang disebabkan kerusakan neuron

persepsi sensori

C. Intervensi

Dalam kegiatan tahap perencanaan ini adalah penentuan prioritas masalah. Dalam

penetuan prioritas, penulis menetukan berdasarkan teori Hirarki Maslow dan dan masalah

yang mengancam jiwa pasien diprioritaskan terlebih dahulu. Penetuan prioritas dilakukan

karenan tidak semua masalah dapat diatasi dalam waktu yang bersamaan. Perencanaan

pada masing-masing diagnosa untuk tujuan disesuaikan dengan teori yang ada, dan lebih

banyak melihat dari kondisi pasien, keadaan tempat/ruangan dan sumberdaya dari tim

kesehatan. Pada penetuan kriterian waktu, penulis juga menetapkan berdasarkan kondisi

pasien, ruangan sehingga penulis berharap tujuan yang sudah disusun dan telah ditetapkan

dapat tercapai.

Adapaun pembahasan perencanaan kepada pasien Nn “D” dengan Cedera kepala

sedang, sesuai prioritas diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma kepala , tujuan utamanya

adalah pasien mampu mencapai Pain Control Status: Ventilation, perencanaan untuk

diagnosa ini yang sesuai dan sudah dilakukan serta sesuai dengan Nursing Interventions

Classification (NIC) dan Nursing Outcomes Classification (NOC), yaitu tanda vital

dalam rentan normal ( TD : 120/80 mmHg, Suhu : 36-37,5 oC, Nadi : 60-100x/menit,

52
dan semua perencanaan sesuai dengan Nursing Interventions Classification (NIC)

yaitu: Monitor vital sign Lakukan pengkajian nyeri ( lokasi, karateristik, durasi

frekuensi dan kualitas nyeri). Ubah posisi pasien rentang aktif dan pasif sesuai indikasi.

Ajarkan manajemen nyeri seperti relaksasi dan distraks. Anjurkan keluarga untuk

memberi kesempatan pasien untuk istirahat. Kolaborasi dokter dalam pemberian

analgetik

2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan neurovascular / trauma

kepala dengan kreteria hasil: Klien dapat beraktivitas secara bertahap, Klien dapat

beraktivitas secara mandiri Pasien dapat melakukan ADL mandiri. Perencanaan untuk

diagnosa ini sudah sesuai dengan Nursing Interventions Classification (NIC)

dan Nursing Outcomes Classification (NOC), perencanannya adalah Ubah posisi pasien

secara bertahap . Jaga suasana tetap tenan, Jaga cahaya agar tidak terlalu terang rasional:

cahaya yang terlalu terang dapat meningkatkan tekanan intra cranial. Pantau TTV

rasional suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik, fluktuasi

ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistemik. Reseptor pada auto regulator akan

mengalami penurunan jika terjadi difusi local vaskularisasi darah serebral. Libatkan

keluarga untuk membantu pasien ubah posisi secara bertahap, miring kanan kiri, baru

setengah duduk, duduk hingga berdiri secara perlahan sesuai kemampuan pasien.

3. Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala, tujuan utama dari perncanaan

diagnosa adalah diharapkan pasien tidak mengalami cedera, perencanaan untuk

diagnosa ini sesuai dengan Nursing Interventions Classification (NIC) dan Nursing

Outcomes Classification (NOC), yaitu Ciptakan lingkungan nyaman dan ama.

Identifikasi kebutuhan keamanan pasien. Hindarkan bahaya dengan memasang

pengaman tempat tidur. Batasi pengunjung , control kebisingan memberikan

kesempatan pada pasien untuk beristrirahat. Libatkan keluarga untuk membantu seriap

kebutuhan pasien

D. Implemenmtasi

53
Pada tahap pelaksanaan ini, pada dasarnya disesuaikan dengansusunan perencanaan ,

dengan maksud agar semua kebutuhan pasien dapat terpenuhi secara optimal. Dalam

melaksanakan asuhan keperawatan ini, penulis melibatkan pasien, keluarga dan tim

kesehatan lain sehingga dapat bekerja sama dalam memberikan asuhan keperawatan pada

pasien . dalam pelaksanaan penulis juga melakukan tindakan secara mandiri, melakukan

kolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan lainya. Adapun pembahasan pelaksanaan dari

masing-masing diagnosa yang telah tersusun adalah sebagi berikut :

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma kepala. Perencanaan dari

diagnosa prioritas ini sudah sesuai dengan teori Nursing Interventions

Classification (NIC) dan Nursing Outcomes Classification (NOC) . Diagnosa ini

diambil dari NANDA (2009-2011).

a. Independen :Mengkaji nyeri, mengajarkan relaksasi

b. Interdependen : memberikan anlagesik

c. Dependen : Memberikan terapi oksigen sesuai dengan petunjuk dokter,. Dari

rencana tindakan diatas semua bisa dilaksanakan.

2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan neurovascular / trauma

kepala. Perencanaan dari diagnosa prioritas ini sudah sesuai dengan teori Nursing

Interventions Classification (NIC) dan Nursing Outcomes

Classification (NOC) . Diagnosa ini diambil dari NANDA (2009-2011).

a. Independen : Memonitor TTV, ( TD : 130/90 mmHg), suhu : 36-37,5 oC, Nadi :

60-100x/menit, memonitor status nutrisi pasien, membatasi aktivitas

pasien.

b. Interdependen : melakukan ROM

c. Dependen :Memberikan terapi obat

3. Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala, . Perencanaan dari diagnosa

prioritas ini sudah sesuai dengan teori Nursing Interventions Classification (NIC)

dan NursinG Outcomes Classification (NOC) . Diagnosa ini diambil dari NANDA

(2009-2011).

54
Independen : menggontrol kebisingan , mengajurkan relaksasi

D. Evaluasi

Pada evaluasi penulis mengukur tindakan yang telah dilakukan dalam memenuhi

kebutuhan klien. Evaluasi disesuaikan dengan criteria penilaian yang telah ditetapkan dan

waktu yang telah ditentukan dengan tujuan keperawatan. Evaluasi adalah tindakan

intelektual untuk melengkapi proses keperawtan yang menandakan keberhasilan dari

diagnose keperawtan, rencana tindakan dan pelaksaannya (Nursalam, 2008)

Tujuan tercapai sebagian

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik/ trauma kepala. Evaluasi terakhir

dilakukan pada hari kamis tanggal 13 Mei 2018 pukul 13:00 WIB, sesuai dengan

tujuan dan kreteria waktu yang telah ditentukan sehingga tujuan tercapai sebagian

dapat dikatakan dengan indikator tanda vital dalam rentan normal ( TD : 120/80

mmHg, Suhu : 36-37,5 oC, Nadi : 60-100x/menit dan nyeri kepala berkurang

2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan neurovascular / trauma

kepala. Evaluasi terakhir dilakukan pada hari kamis tanggal 13 Mei 2018 pukul 13:00

WIB, sesuai dengan tujuan dan kreteria waktu yang telah ditentukan sehingga tujuan

tercapai sebagian dapat dikatakan dengan indikator pasien dapat beraktibitas secara

bertahap dengan bantuan orang lain( keluarga)

3. Resiko Cedera berhubungan dengan trauma kepala. Evaluasi terakhir dilakukan pada

hari kamis tanggal 13 Mei 2018 pukul 13:00 WIB, sesuai dengan tujuan dan kreteria

waktu yang telah ditentukan sehingga tujuan tercapai sebagian dapat dikatakan dengan

indikator pasien tidak mengalami cidera

55
BAB V

A. KESIMPULAN

Trauma kepala telah didefinisikan sebagai kerusakan jaringan di kepala yang diakibatkan

oleh benturan kesobekan pada kulit kepala. Dan dari jenisnya dapat dilihat bahwa trauma

kepala dapat bersifat ringan, sedang maupun berat, hal ini dapat dilihat dari jenis benturan

yang terjadi misalnya pada waktu terjadi kecelakaan klien terbentur dan dapat

mengakibatkan luka dalam pada tulang tengkorak otak, hal ini dapat beresiko terjadinya

trauma kepala berat namun kita tidak bisa mendefinisikan hal tersebut sebagai trauma

berat apabila sebelum adanya diagnosa medis dari dokter terkait.

B. SARAN

Secara umum penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini.

Oleh karena itu penulis berharap sekali kritik yang membangun bagi penulisan makalah

ini. Penulis juga berharap makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang menbaca

termasuk bagi perawat ruangan Bedah dalam memberikan asuhan keprewatan yang benar

pada pasien dengan cidera kepala dengan cepat dan tepat. Juga bagi mahasiswa

keperawatan semoga makalah ini bisa menjadi referensi sebagai pembelajaran untuk

menentukan diagnosa prioritas dan asuhan keperawatan yang di butuhkan pasien dengan

cidera kepala.

56
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hafid, M. Sajid Darmadiputra, Umar Kasan, (1989), Strategy Dasar Penanganan Cidera
Otak, Warta IKABI Cab. Surabaya.

American College of Surgeons, (1995), Advanced Trauma Life Support Course for Physicians,
ACS Chicago

Bajamal AH, (1999), Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf Surabaya.

Becker DP, Gardner S, (1985), Intensive Management of Head Injury. In : Wilkins RH,
Rengachary SS, eds. Neurosurgery New York : Mc. Grow Hill Company, 1953.

Bouma GJ, Muizelaar JP, Choi Sc et.al, (1991), Cerebral Circulation and Metabolism After
Severe Traumatic Barin Injury : the elusive role of ischemia. J. Neurosurg.

Bambang Wahyu Prajitno, (1990), Terapi Oksigen, Lab Anestesiologi F.K Unair Surabaya.

Barzo MK, rau AM, Donaldson D et.al, (1997), Protective Effect of Ifenprodil on Ishemic Injury
Size, Blood Breakdown, and Edema Formation in Focal Cerebral Ischemia.

Combs DJ, Dempsey RJ, Maley M et.al (1990), Relationship between plasma glocose, brain
lactate and intra cellular PH during cerebraal ischemia in gebrils stroke.

Gennerelli TA and Meany DF ( 1996 ), Mechanism of Primary Head Injury, Wilkins RH and
Renfgachery SS ( eds ) Neurosurgery, New York

Ishige N, Pitts LH et.al (1987), Effect of Hypoxia on Traumatic brain Injury in rats
Neurosurgery

Jenkins N, Pitts LH et.al (1987), Increased vulnerability of the traumatized brain to early
ischemia in Baethment A, Go CK and Unterberg A ( eds ) Mecahnism of Secondary
brain demage.PC Worksho, Italy

Klatzo I. Chui E, Fujiware K (1980), Resulation of Vasogenic brain edema, Adv. Neurol.

Klauber MF, Marshall LF et.al (1989), Determinants of Head Injury Mortality, Importance of the
Row Risk Patients.

Kraus JF (1993), Epidemiology of Head Injury in Cooper P ( ed ) Head Injury. Baltimore,


William and Wilkins.

Narayan RK (1989), Emergency Room Management of the Head Injury Patient. In : Becker D.P,
Gudeman S.K, eds Text Book of Head Injury Philadelphia : WB Saunders

R. Zander, F. Mertzlufft (1990), The Oxygen Status of Arterial Blood, Saarstrabe Germany.

57
Sumarmo Makam et.,al (1999), Cidera Kepala, Balai Penerbit FK UI Jakarta.

Umar kasan (1998), Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Pidato
Pengukuhan Guru Besar Airlangga Univ. Press.

Umar Kasan (2000), Penanganan Cidera Kepala Simposium IKABI Tretes

Vincent J. Collins, (1996), Pharmacology of Oxygen and Effect of Hypoxia Germany

Zainuddin M, (1988), Metodologi Penelitian. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya.

58

Anda mungkin juga menyukai