PENDAHULUAN
2.2. Defenisi
Tuberkulosis laring adalah radang spesifik pada laring yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosa. Tuberkulosis laring jarang
bersifat primer dan hampir selalu disertai dengan tuberculosis paru aktif. 7,8
2.3. Etiologi
Tuberkulosis laring disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
yang merupakan bakteri tahan asam yang secarasekunder berasal dari
tuberculosis paru. Tuberkulosis laring primer jarang ditemukan. Basil
tuberculosis berukuran sangat kecil, berbentuk batang tipis agak bengkok dan
bergranular, yang hanya bisa dilihat di bawah mikroskop. Panjangnya 1-4
mikron dan lebarnya antara 0,3 - 0,6 mikron. Basil tuberkulosis akan tumbuh
secara optimal pada suhu sekitar 370C dengan tingkat pH optimal (pH 6,4 –
7,0).9
2.6. Patogenesis
Laringitis tuberkulosis umumnya merupakan sekunder dari lesi
tuberkulosis paru aktif, jarang merupakan infeksi primer dari inhalasi basil
tuberkel secara langsung. Secara umum, infeksi kuman ke laring dapat terjadi
melalui udara pernapasan, sputum yang mengandung kuman, atau
penyebaran melalui darah atau limfe.12
Berdasarkan mekanisme terjadinya laringitis tuberkulosis
dikategorikan menjadi 2 mekanisme, yaitu:
- Laringitis Tuberkulosis Primer
Laringitis tuberkulosis primer jarang dilaporkan dalam literatur medis.
Laringitis tuberkulosis primer terjadi jika ditemukan infeksi Mycobacterium
tuberculosa pada laring, tanpa disertai adanya keterlibatan paru. Rute
penyebaran infeksi pada laringitis tuberkulosis primer yang saat ini diterima
adalah invasi langsung dari basil tuberkel melalui inhalasi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, menyatakan bahwa sebanyak 40,6% pasien
dengan laringitis tuberkulosis memiliki paru yang normal.13
Stadium Infiltrasi
Mukosa laring bagian posterior mengalami pembengkakan dan
hiperemis pada bagian posterior, kadang-kadang dapat mengenai pita suara.
Pada stadium ini mukosa laring berwarna pucat. Kemudian di daerah
submukosa terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik
berwarna kebiruan. Tuberkel makin membesar dan beberapa tuberkel yang
berdekatan bersatu, sehingga mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat,
karena sangat meregang, maka akan pecah dan terbentuk ulkus.13
Stadium Ulserasi
Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini
dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri oleh pasien.13
Stadium Perikondritis
Ulkus makin dalam sehingga mengenai kartilago laring terutama
kartilago aritenoid dan epiglottis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang
rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan melanjut dan
terbentuk sekuester. Pada stadium ini pasien sangat buruk dan dapat
meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses penyakit berlanjut
dan masuk dalam stadium terakhir yaitu fibrotuberkulosis.13
Stadium Fibrotuberkulosis
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior,
pita suara dan subglotik.13
2.9. Diagnosis
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan gejala dari tuberkulosis paru seperti
demam, penurunan berat badan, berkeringat malam hari tanpa ada
kegiatan fisik, badan lemas, dan batuk darah. Disertai adanya
manifestasi dari laringitis seperti suara parau, nyeri menelan
maupun susah menelan.17,18
b. Pemeriksaan Klinis
Pada pemeriksaan laring dapat terlihat edema mukosa, hiperemis dan
difus pada sepertiga posterior laring atau terlihat lesi eksofitik granular
yang menyerupai gambaran suatu karsinoma. Kelainan laring pada
penderita TB laring menunjukkan gambaran lesi putih pada mukosa
(38,5%), terdapat ulkus (13,50%), massa granulomatosa (13,50%),
peradangan nonspesifik (26,9%), terdapatnya semua gambaran klinis
(53,8%), dan tidak ada pergerakan pita suara (11,5%). 19,20
Pada laringoskopi ditemukan gambaran sesuai stadiumnya. Pada
stadium infiltrasi tampak mukosa laring membengkak, hiperemis (bagian
posterior), dan pucat dapat terlihat tuberkel berupa bintik-bintik kebiruan.
Stadium ulserasi dapat terlihat ulkus dangkal, dasarnya ditutupi
perkejuan. Pada stadium perikondritis ulkus makin dalam mengenai
kartilago laring, kartilago aritenoid, dan epiglotis. Terbentuk nanah yang
berbau sampai terbentuk sekuester. Pada stadium akhir dapat terlihat
fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara, dan subglotik.21,22
TB laring secara makroskopis dibagi menjadi 4 tipe:
1. Tipe granulomatous
2. Tipe polipoid
3. Tipe ulseratif
4. Tipe nonspesifik.22
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis merupakan pemeriksaan untuk diagnosis
pasti TB, namun tidak semua penderita TB mempunyai pemeriksaan
bakteriologis positif. Bilasan bronkus, jaringan paru, cairan pleura, cairan
serebrospinal, urin, feses, dan jaringan biopsi dapat digunakan untuk
pemeriksaan bakteriologis dengan menggunakan pewarnaan Ziehl Neelson,
selain pemeriksaan pada sputum.23
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek
TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS) yaitu dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. Pada hari kedua
dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas dan yang terakhir dahak
dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Pemeriksaan
dahak dikatakan positif bila 2 dari 3 sampel dahak yang diperiksa positif.23
e. Pemeriksaan Histopatologis
Laringoskopi langsung dan biopsi merupakan suatu keharusan guna
mendapatkan diagnosis yang definitif. Harus diingat bahwa kemungkinan
tuberkulosis dan keganasan bisa saja muncul bersama pada satu pasien. Maka
tantangan untuk menegakkan diagnosis adalah untuk mengeksklusi kanker
laring. Pada pemeriksaan histopatologi dari spesimen biopsi atau swab
mukosa laring serta dilakukan pewarnaan basil tahan asam ditemukan
inflamasi granulomatosa dengan sel-sel epiteloid dan Langhans’ Giant Cells
dikelilingi oleh limfosit dan fibroblas dengan adanya daerah pengkijuan atau
kaseosa. Biopsi laring menjadi standar baku emas pada TB laring ataupun
keganasan laring, walaupun pemeriksaan sputum dan rontgen toraks sudah
cukup membantu.24
2.11. Penatalaksanaan
Pemberian OAT pada TB bertujuan untuk menurunkan mata rantai
penularan, mengobati infeksi yang terjadi, mencegah kematian, dan
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT. American Thoracic
Society (ATS) menyatakan prinsip pengobatan TB ekstrapulmonal tidaklah
berbeda dengan TB pulmonal, termasuk pengobatan untuk TB laring. Pada
kasus-kasus TB dengan penyulit terdapat perbedaan dari dosis, waktu
pengobatan, dan kombinasi obat, seperti meningitis TB, TB tulang, yang
memiliki penanganan berbeda. Pemberian terapi selama 6 bulan merupakan
standar yang dipakai untuk pengobatan TB pulmonal dan TB ekstrapulmonal
secara umum dengan dosis sesuai dengan tabel berikut.28,29
Tabel 2.1. Dosis dan efek samping dari obat anti tuberculosis lini
pertama28,29
2.12. Komplikasi
Penyebaran kuman Mycobacterium tuberculosis secara limfogen atau
hematogen dapat terjadi, sehingga dapat menyebabkan timbulnya komplikasi
akibat meluasnya penyebaran focus primer ke bagian tubuh lain. Komplikasi
di paru dapat berupa kelainan paru yang luas, kavitas, efusi pleura, empiema,
endobronkitis, ateletaksis, penyebaran milier, dan bronkiektasis.30
Selain komplikasi yang terjadi di paru, komplikasi di laring dapat
terjadi, diantaranya stenosis laring, fiksasi dari krikoaritenoid akibat fibrosis,
subglotis stenosis, gangguan otot laring, dan paralisis pita suara ketika
krikoaritenoid atau nervus laryngeal rekuren mengalami trauma dan
memerlukan tindakan bedah untuk menanggulanginya.30
2.13. Prognosis