Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur tidak henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Allah
Swt yang telah memberikan rahmat, nikmat dan anugerah-Nya sehingga Laporan
Praktikum Teknologi Sediaan Steril ini dapat terselesaikan dengan baik, meski
jauh dari kata sempurna.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan terlihat dalam proses pembuatan Laporan Praktikum Teknologi
Sediaan Steril ini.
Demikianlah Laporan Praktikum Teknologi Sediaan Steril kami buat
dengan sepenuh hati. Tidak lupa kritik dan saran kami harapkan agar laporan ini
dapat menjadi lebih baik lagi.
Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi semua dan terkhusus bagi selaku
penulis. Terima Kasih.

Bandung, Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I TUJUAN PRAKTIKUM ......................................................................................... 1
1.1 Tujuan Praktikum................................................................................................ 1
BAB II TEORI .................................................................................................................... 2
2.1 Teori Umum ........................................................................................................ 2
2.2 Uraian Bahan .................................................................................................. 5
BAB III ALAT DAN BAHAN ........................................................................................... 7
3.1 Alat...................................................................................................................... 7
3.2 Bahan .............................................................................................................. 7
BAB IV METODE ............................................................................................................. 8
4.1 Sterilisasi Alat ..................................................................................................... 8
4.2 Formula Lengkap ............................................................................................ 8
4.3 Perhitungan Tonisitas .................................................................................. 8
4.4 Perhitungan Bahan .................................................................................. 8
4.5 Penimbangan ....................................................................................... 9
4.6 Prosedur Pembuatan ........................................................................... 9
BAB V PEMBAHASAN .................................................................................................. 10
5.1 Pembahasan....................................................................................................... 10
BAB VI KESIMPULAN .................................................................................................. 11
6.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12
LAMPIRAN...................................................................................................................... 13

ii
BAB I TUJUAN PRAKTIKUM
1.1 Tujuan Praktikum
a. Untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan sediaan steril injeksi
ampul.
b. Untuk mengetahui khasiat dan penggunaan injeksi ampul
menggunakan pembawa Aqua Pro Injeksi.

1
BAB II TEORI
2.1 Teori Umum
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril
berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan
cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput
lender (FI.III.1979).
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah
injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya
laruitan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak
bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kapiler (FI.IV.1995).
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan
steril. Secara tradisional keaadan sterill adalah kondisi mutlak yang tercipta
sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup.
Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi
relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari
mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka
kematian mikroba ( Lachman.1994).
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus hati-
hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir
injeksi harus diamati satu persatu secara fisik. Kemudian, kita harus menolak
tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara
visual. Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada
sifat obat sendiri dengan memperhitungkan sifat kimia dan fisika serta
pertimbangan terapetik tertentu. Pada umumnya, bila obat tidak stabil didalam
larutan, maka obat tersebut harus membuatnya sebagai serbuk kering yang
bertujuan dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada saat akan
diberikan. Cara lainnya adalah membuatnya dengan bentuk suspensi partikel
obat dalam pembawa yang tidak melarutkan obat. Bila obat tidak stabil
dengan adanya air, maka pelarut dapat diganti sebagian atau seluruhnya
dengan pelarut yang tepat untuk obat agar stabil. Bila obat tidak larut dalam
air, maka obat suntik dapat dibuat sebagai suspensi air atau larutan obat dalam
pelarut bukan air, seperti minyak nabati. Bila larutan air yang diinginkan,
maka dapat digunakan garam yang dapat larut dari obat yang tidak larut untuk
memenuhi sifat-sifat kelarutan yang diisyratkan. Larutan air atau larutan yang
bercampur dengan darah dapat disuntikan langsung kedalam aliran darah.
Cairan yang tidak bercampur dengan darah, seperti obat suntik berminyak atau
suspensi, dapat menghambat aliran darah normal dalam sistem peredaran

2
darah dan umumnya digunakan terbatas untuk pemberian bukan intravena
(Ansel, 1989).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam
bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan
dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan
parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c),
intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk
sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi,
misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk
ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari
partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan
dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati – hati.
Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak),
hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh
karena sensivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi
(Priyambodo, B., 2007).
Pembuatan Produk Parenteral
Bila formula suatu produk parenteral telah ditentukan, meliputi
pemilihan pelarut atau pembawa dan zat penambah yang tepat, ahli farmasi
pembuat harus mengikuti prosedur aseptis dengan ketat dalam pembuatan
produk yang disuntikkan. Di sebagian besar pabrik daerah di mana produk
parenteral dibuat dipertahankan bebas dari bakteri dengan cara menggunakan
sinar ultra violet, penyaringan udara yang masuk, peralatan produksi yang
steril seperti labu-labu, pipa-pipa penghubung, saringan-saringan dan pakaian
pekerja disterilkan (Ansel, 1989).
Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul, tertutup rapat dengan
melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai
leher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa
terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi sampul dapat dihisap ke
dalam alat suntik dengan jarum hipodermis. Sekali dibuka, ampul tidak dapat
ditutup kembali dan digunakan lagi untuk suatu waktu kemudian, karena
sterilitas isinya tidak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Beberapa produk
yang dapat disuntikkan dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya
dengan atau tanpa cara pemberian khusus. Jenis gelas untuk wadah produk
parenteral telah ditentukan di Bab 5 dan sebaliknya diingat kembali. Jenis I, II,

3
III adalah jenis yang untuk produk parenteral. Jenis yang paling tahan
terhadap zat kimia adalah jenis I. Jenis gelas yang akan digunakan sebagai
wadah obat suntik tertentu dinyatakan dalam masing-masing monograf
sediaan (Ansel, 1989).
Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang
memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya
adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah
takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian
dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi. Menurut peraturan
ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka
cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua (Ansel, 1989).
Satu persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral
ialah kejernihan. Sediaan itu harus jernih berkilauan dan bebas dari semua zat-
zat khusus yaitu semua yang bergerak, senyawa yang tidak larut, yang tanpa
disengaja ada. Termasuk pengotoran-pengotoran seperti debu, serat-serat baju,
serpihan-serpihan gelas, kelupasan dari wadah gelas atau plastik atau tutup
atau zat lain yang mungkin ditemui, yang masuk ke dalam produk selama
proses pembuatan, penyimpanan dan pemberian (Ansel, 1989).
Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam
produk parenteral, sejumlah tindakan pencegahan harus dilakukan selama
pembuatan dan penyimpanan. Misalnya, larutan parenteral umumnya pada
akhirnya disaring sebelum dimasukkan ke dalam wadah. Wadah harus dipilih
dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap larutan yang akan dimasukkan
dan mempunyai kualitas yang paling baik untuk memperkecil kemungkinan
terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk ke dalam larutan. Telah diakui,
kadang-kadang ditemui beberapa zat tertentu dalam produk parenteral yang
berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastik. Bila wadah telah dipilih untuk
dipakai, wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari semua zat asing.
Selama pengisian wadah, harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh proses
pengisian untuk mencegah masuknya debu yang dikandung udara, serat kain,
atau pengotoran-pengotoran lain ke dalam wadah. Persyaratan penyaringan

4
dan petunjuk aliran udara pada daerah produksi berguna dalam menurunkan
kemungkinan pengotoran (Ansel, 1989).

2.2 Uraian Bahan


1. Bahan Aktif
Thiamin HCl (FI edisi III hal. 598)
Struktur Kimia : C12H17ClN4O5,HCl
BM : 337,27
Pemerian : Hablur kecil atau serbuk hablur; putih; bau
khas lemah mirip ragi, rasa pahit.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol
(95 %) P; praktis tidak larut dalam eter P dan dalam
benzen P; larut dalam gliserol P.
Khasiat : Antineuritikum; komponen vitamin B kompleks.
Dosis : 5 – 100mg, 3 kali sehari (DI edisi 88 hal. 2103)
(Farmakope Indonesia edisi III, hal 598-599)
Stabilitas : Dapat mengalami beberapa reaksi hidrolitik, stabil
secara maksimal mendekati pH 2 dan tidak stabil
dalam larutan yang basa, pH larutan harus lebih
rendah dari 6. ( Connors hal. 699 )
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya.
(Farmakope Indonesia edisi III, hal 598-599)
2. Bahan Tambahan
a. Aqua pro injeksi
 Fungsi : Sebagai bahan pembawa sediaan iv.
 Pemerian : Cairan jernih / tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
 Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar dan
elektrolit.
 OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan
obat dan zat tambahan lainnya yangmudah terhidrolisis (mudah
terurai dengan adanya air atau kelembaban).
 Stabilitas : Air stabil dalam setiap keadaan (es, cairan, uap
panas).
b. Natrii Chlorid
 Rumus Molekul : NaCl
 Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau
serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa asin.
 Kelarutan : larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7
bagian air mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P;
sukar larut dalam etanol (95%) P.
 Titik leleh : 801 °C (1074 K)
 Titik didih : 1465 °C (1738 K)

5
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
 Khasiat dan penggunaan : sumber ion klorida dan ion natrium.
(Farmakope Indonesia edisi III, hal 403-404)
 OTT : larutan natrium klorida bersifat korosif
dengan besi; membentuk endapan bila bereaksi dengan perak;
garam merkuri; agen oksidasi kuat pembebas klorine dari larutan
asam sodium klorida; kelarutan pengawet nipagin menurun dalam
larutan sodium klorida.
 Stabilitas : larutan sodium klorida stabil tetapi dapat
menyebabkan perpecahan partikel kaca dari tipe tertentu wadah
kaca. Larutan cair ini dapat disterilisasi dengan cara autoklaf atau
filtrasi. Dalam bentuk padatan stabil dan harus disimpan dalam
wadah tertutup rapat, sejuk dan tempat kering.
c. Asam Klorida
 Fungsi : penambah suasana asam
 Pemerian : cairan, tidak berwarna, tidak berbau
 OTT : bereaksi asam kuat terhadap larutan lakmus P
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
(Farmakope Indonesia edisi III, hal 53-54)
3. Dosis
 Dosis lazim : 10 mg – 100 mg (i.m ; i.v) (FI, ed III, hlm 991)
 Dosis maksimum : 89,2mg/kg (i.v)
 Perhitungan dosis : –
4. Daftar Obat
Obat Keras
5. Sediaan Obat
Pemerian : Larutan Bening
Stabilitas :
 OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan
zat tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis (mudah terurai dengan
adanya air atau kelembaban).
 pH : 2.8 – 3.4 (Mrtl. 1277)
 Pengawet : –
 Stabilisator: Terurai oleh cahaya (FI ed III)

6
BAB III ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
 Beaker glass
 Corong & kertas saring
 Ampul 1 ml
 Kaca arloji
 Spatel logam
 Batang pengaduk
 Syringe

3.2 Bahan
 Aneurin HCl (Thiamine HCl)
 Natrii Chlodir (NaCL)
 Aqua pro inj
 Asam Klorida (HCl)

7
BAB IV METODE
4.1 Sterilisasi Alat
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan
steril. Secara tradisional keaadan sterill adalah kondisi mutlak yang tercipta
sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup.
Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi
relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari
mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka
kematian mikroba ( Lachman.1994).
Untuk beaker glass dan ampul 1 ml disterilisasi menggunakan oven
dengan suhu 170o C selama 30 menit. Corong, kertas saring dan syringe
disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit.
Sedangkan untuk kaca arloji, spatel logam dan batang pengaduk di
sterilisasikan dengan dipanaskan langsung pada api selama 20 menit.

4.2 Formula Lengkap


Aneurin HCl 25 mg
Natrii Chloridum 2,995 mg
Acidum Hydrochloridum 0,1N ad pH stabilitas
Aqua pro injectionum ad 1 ml

4.3 Perhitungan Tonisitas


Zat ∆𝑡𝑏 C
Thiamin HCl 0,139 2,5

0,52−∆𝑡𝑏.𝐶
W= 0,576
0,52−(0,139.2,5)
= 0,576
0,52−0,3475
= 0,576
= 0,2995%
Karena perhitungan isotonis dibawah 0,9% berarti larutan ini hipotonis,
jadi perlu ditambahkan NaCl sebagai pengisotonis sebanyak 2,995mg/mL.
4.4 Perhitungan Bahan
Volume yang di buat = (n+1).c + 6ml
= (1+1).1,1 + 6ml
= 2.1,1 + 6ml
= 2,2 + 6ml
= 8,2 ml = 10 ml

8
Aneurin HCl = 25 mg x 10ml = 250 mg
NaCl = 0,2995%
= 0,2995g/100ml
= 299,5mg/100ml
= 2,995mg/ml x 10ml = 29,95 mg

4.5 Penimbangan
Aneurin Hcl = 250mg
NaCl = 29,95mg
4.6 Prosedur Pembuatan
1. Dilarutkan Aneurin HCl dalam ±1,5ml aqua pro injeksi(a.p.i) bebas CO2
dan O2.
2. Dilarutkan NaCl dalam ±1,5ml aqua pro injeksi.
3. Kedua campuran tersebut dicampur.
4. Ditambah a.p.i ±6ml, kemudian cek pH
pH awal = 6 pH akhir = 3
5. Ditambah HCl 0,1N sebanyak 5 tetes sampai pH tercapai.
6. Larutan ditambahkan a.p.i ad 10ml.
7. Larutan disaring dan filtrate pertama dibuang.
8. Larutan kemudian diisikan ke dalam 2 ampul @1,1ml.
9. Ampul dibungkus dengan kertas koran, kemudian disterilisasi dalam
autoklaf 1210 C selama 15 menit.

9
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu membuat injeksi Aneurin HCl (vitamin
B1). Pembuatan sediaan injeksi aneurin HCl dibuat dengan menggunakan
pelarut air. Aneurin HCl merupakan vitamin yang larut dalam air, sehingga
pembuatanya juga lebih stabil dengan pelarut air. Pembawa air yang
digunakan adalah a.p.i (aqua pro injeksi). Pada formulasinya ditambahakan zat
tambahan Natrium Cloridum (NaCl), karena jika tidak ditambahkan NaCl
larutan injeksi tidak memenuhi syarat yaitu hipotonis. Jika larutan injeksi
dalam keadaan hipotonis disuntikan ke tubuh manusia akan berbahaya karena
menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Syarat injeksi volume kecil adalah
isohidris atau isotonik. Arti isotonik adalah tekanan yang dihasilkan injeksi
tersebut sama dengan tekanan dalam cairan tubuh. Tekanan dalam cairan
tubuh setimbang dengan 0,9 % NaCl, sehingga perlu penambahan NaCl.
Pertama dilakukan pengenceran terhadap NaCl dengan cara
menimbang sebanyak 29,95 mg NaCl kemudian dilakukan pengenceran
menggunakan a.p.i sebanyak 1,5 ml. Dilakukan dalam wadah beaker glass
yang berbeda, Aneurin HCl dilarutkan dengan a.p.i sebanyak 1,5 ml. Larutan
Aneurin HCl kemudian ditambahkan hasil pengenceran larutan NaCl untuk
membantu kelarutan Aneurin HCl dalam air. Kemudian campuran larutan
ditambah a.p.i sebanyak 6ml lalu dicek pH dengan rentang pH 2,8-3,4 yang
merupakan rentang pH stabilitas dari Aneurin HCl. Untuk mendapakan pH
yang sesuai di lakukan penambahan HCL sebanyak 5tetes yang bertujuan
untuk mengasamkan sampai pH yang dihasilkan memasuki rentang yang
disyaratkan. Maka pH yang awalnya 6 menjadi 3. Sehingga campuran larutan
tersebut termasuk kedalam syarat stabilitas dari Aneurin HCl. Ditambahkan
a.p.i sampai jumlah sediaan larutan 10 ml. Kemudian larutan tersebut disaring
menggunakan kertas saring. Hal itu bertujuan untuk menghilangkan partikel
yang terdapat dalam larutan, karena dalam syarat injeksi bentuk larutan harus
jernih.
Larutan yang telah disaring kemudian dimasukkan kedalam ampul,
dengan masing-masing ampul sebanyak 1,1 ml. Dalam memasukkan larutan
kedalam ampul digunakan jarum suntik. Untuk pengisian ampul, jarum suntik
panjang penting karena lubangnya kecil dan dimasukkan ke dalam ampul
sampai bawah sehingga mencegah larutan menempel pada dinding ampul.
Jarum dikeluarkan secara perlahan dan hati-hati. Apabila ada yang menempel
pada dinding ampul, akan menyebabkan noda hitam pada ampul seperti
terbakar dan ledakan pada saat pengelasan.
Setelah sediaan jadi, dilakukan evaluasi kebocoran pada ampul.
Evaluasi yang dilakukan dengan cara membalikan ampul pada beaker glass
yang telah berisi kapas dan ditutup dengan kertas perkamen, kemudian
dimasukan ke dalam autoklaf selama kurang lebih 15 menit pada suhu 1210C.
Maka Dari hasil yang diperoleh, terdapat 1 ampul yang bocor. Jumlah sediaan
yang dihasilkan sebanyak 1 ampul.

10
BAB VI KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Zat Aktif : Aneurini HCl
Stabilizer : HCl
Penampilan Fisik : Larutan Jernih
pH :3
Dibuat : 30 September 2018
Jumlah sediaan : dibuat 2 ampul, berhasil 1 ampul, dikemas l ampul
Nama sediaan : Bneurin Inj

11
DAFTAR PUSTAKA

Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


Jakarta.
Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Martindale The Extra Pharmacopoeia 36th edition. London: The Pharmaceutical
Press.
Wade, Ainley and Weller, Paul J. 1994. Pharmaceutical Excipients. 6th edition.
The Pharmacuetical Press. London

12
LAMPIRAN

13

Anda mungkin juga menyukai