Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT


KANDUNGAN

“ MYOMA UTERI “

Oleh :

Ririn Handayani

17710113

Pembimbing:

dr. Dadang Wibowo, Sp.OG

SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA


SURABAYA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KEDIRI


2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT karena atas berkat , rahmat

dan karunia Nya lah penulis mampu menyelesaikan tugas referat yang berjudul “

MYOMA UTERI “ dengan tepat waktu . Referat ini di ajukan untuk memenuhi tugas

dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik di bagian IlmuKebidanan dan Penyakit

Kandungan fakultas Universitas Wijaya Kusuma Surabaya di RSUD Kediri.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu

penulis mengharapkan kritik serta saran untuk membangun guna kemajuan karya

penulis dimasa depan yang akan datang . Semoga referat ini bermanfaat untuk dokter

muda yang melaksanakan kepaniteraan klinik di Ilmu Kebidanan dan Penakit

Kandungan RSUD Kediri serta pembaca umum. Akhir kata penulis mengucapkan

Terima Kasih.

Kediri, Januari 2018


Penulis

DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR
ISI………............................................................................................................i

BAB I.
Pendahuluan.............................................................................................................1

1.1. Latar
Belakang.....................................................................................................1

BAB II. Tinjauan


Pustaka...................................................................................................3

2.1
Anatomi..............................................................................................................3

2.2
Fisiologi...............................................................................................................4

2.3
Etiologi...............................................................................................................6

2.4
Patofisiologi.......................................................................................................6

2.5
Prognosis...........................................................................................................10
2.6 Gambaran
klinis...............................................................................................12

2.7 Pemeriksaan
Penunjang....................................................................................15

2.8
Penatalaksanaan...............................................................................................17

BAB III
Kesimpulan...........................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA
.........................................................................................................21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu hal penting untuk mencapai derajat kesehatan adalah dengan

memperhatikan kesehatan wanita, terutama kesehatan reproduksi karena hal tersebut

berdampak luas, menyangkut berbagai aspek kehidupan, serta merupakan parameter

kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap

masyarakat. Kesehatan reproduksi wanita berpengaruh besar dan berperan penting

terhadap kelanjutan generasai penerus suatu negara. Kesehatan reproduksi adalah

kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan tidak adanya penyakit

atau kelemahan dalam segalah hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan
fungsinya serta proses-prosesnya. Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah

kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit

atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi,

fungsi, serta prosesnya.

Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh

dan bukan tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam segalah hal yang

berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsinya serta proses-prosesnya.

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial

yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang

berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi, serta prosesnya. Kejadian mioma

uteri di Indonesia ditemukan 2.39% - 11.7% pada semua penderita ginekologi yang

dirawat di rumah sakit, penyakit mioma uteri sering ditemukan pada wanita nullipara

(belum pernah melahirkan) ataupun pada wanita kurang subur. Mioma uteri

diperkirakan antara 20% sampai 25% terjadi pada wanita berusia diatas 35 tahun

(Aspiani, 2017). Faktor-faktor terjadinya mioma uteri ada empat diantaranya usia

reproduksi sebanyak 65,0%, paritas multipara sebanyak 47,5%, dengan usia menarhe

normal sebanyak 95%, dan status haid tidak teratur sebanyak 52,5%. Mioma uteri

diduga merupakan penyakit multifaktorial. Mioma mulai dari benih-benih multipel

yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium.

Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif dibawah pengaruh hormon

estrogen terhadap sel-sel yang ada di otot rahim. Mioma menimbulkan gejala berupa

perdarahan abnormal, rasa nyeri dan rasa adanya tekanan didaerah sekitar panggul

yang dapat menciptakan rasa sakit hingga menjalar ke punggung (Manuaba, 2009).

Perdarahan abnormal merupakan gejala yang paling sering di alami oleh wanita

penderita mioma uteri. Perdarahan bisa diakibatkan karena pembesaran mioma


sehingga menekan organ disekitarnya seperti tertekannya kandung kemih, usus besar,

pelebaran pembuluh darah dan gangguan ginjal karena akibat pembesaran dan

penekanan mioma uteri terhadap saluran kemih. Mioma uteri dapat mengakibatkan

permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasanya.

Perdarahan mioma uteri dapat berdampak pada ibu hamil dan penderita mioma

uteri itu sendiri. Ibu hamil akan mengalami dampak berupa abortus spontan,

persalinan prematur, dan malpresentasi. Pada penderita mioma uteri akan mengalami

perdarahan yang banyak dan dapat mengakibatkan anemia. Pendarahan juga dapat

terjadi pada pencernaan karena perluasan dan pembesaran mioma uteri sehingga

pasien mioma uteri tidak hanya dilakukan operasi pada alat kelamin tetapi juga dapat

dilakukan operasi pencernaan (colostomy). Pada kasus ini pasien mioma uteri

mengalami komplikasih yang berat dan dapat memperburuk kesehatan dan tidak

jarang pasien tersebut mengalami penurunan kesehatan karena terjadi gangguan pada

nutrisi dan tubuh mengalami kelemahan hingga menjadi syok dan pada akhirnya

menimbulkan kematian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang

berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri,

leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak

yang sering ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah

produktif (menopouse). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif

tetapi kerusakan reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif

berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi.

2.2 Etiologi

Ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor predisposisi

terjadinya mioma uteri:

1) Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan

sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan

sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).

2) Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada

jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium normal.
3) Riwayat keluarga Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama

dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita

mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.

4) Makanan Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah

matang (red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun

sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.

5) Kehamilan Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya

kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini

mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma

mungkin berhubungan dengan respon dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti

peningkatan produksi reseptor progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.

6) Paritas Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan

dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2 (2) kali.

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma,

disamping faktor predisposisi genetik.

1) Estrogen Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan

tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen eksogen.

Mioma uteri akan mengecil pada saat menopouse dan oleh pengangkatan ovarium.

Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita

dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol (sebuah

estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang

pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih

banyak dari pada miometrium normal.


2) Progesteron Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen.

Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan

hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

3) Hormon pertumbuhan (growth hormone) Level hormon pertumbuhan

menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas

biologik serupa, yaitu HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa

pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil

dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.

2.3 Klasifikasi Mioma

Mioma umunya digolongkan berdasarkan lokasi dan kearah mana mioma

tumbuh.

1) Lapisan Uterus Mioma uteri terdapat pada daerah korpus. Sesuai dengan

lokasinya, mioma ini dibagi menjadi tiga jenis.

a. Mioma Uteri Intramural Mioma uteri merupakan yang paling banyak

ditemukan. Sebagian besar tumbuh diantara lapisan uterus yang paling tebal dan

paling tengah (miometrium). Pertumbuhan tumor dapat menekan otot disekitarnya

dan terbentuk sampai mengelilingi tumor sehingga akan membentuk tonjolan dengan

konsistensi padat. Mioma yaang terletak pada dinding depan uterus dalam

pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga

dapat menimbulkan keluhan miksi.

b. Mioma Uteri Subserosa Mioma uteri ini tumbuh keluar dari lapisan uterus

yang paling luar yaitu serosa dan tumbuh ke arah peritonium. Jenis mioma ini

bertangkai atau memiliki dasar lebar. Apa bila mioma tumbuh keluar dinding uterus
sehingga menonjol kepermukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma serosa dapat

tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.

Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke

ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut

wandering parasitis fibroid.

c. Mioma Uteri Submukosa Mioma ini terletak di dinding uterus yang paling

dalam sehingga menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau

berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian di keluarkan

melalui saluran seviks yang disebut mioma geburt. Mioma jenis lain meskipun besar

mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa

walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Tumor jenis ini

sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma

submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai.

Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma

geburt atau mioma yang dilahirkan.

Gambar 5. Mioma menurut arah pertumbuhannya


2.4 Patofisiologi

Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan

lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun

semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus

mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu

mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar

dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol

kedepan sehingga menekan dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering

menimbulkan keluhan miksi.

Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat,

berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran kumparan

yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam

uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh

lebih besar dari pada ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium,

sementara yang lain terletak tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat

dibawah serosa (subserosa). Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat

ke organ disekitarnya, dari mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan

kemudian membebaskan diri dari uterus untuk menjadi leimioma “parasitik”.

Neoplasma yang berukuran besar memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai

daerah perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi

padat kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi.

2.5 Patogenesis

Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Mioma

uteri banyak ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah pada
usia menopause, dan belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Diduga

penyebab timbulnya mioma uteri paling banyak oleh stimulasi hormon

estrogen.Pukka menemukan bahwa reseptor estrogen pada mioma uteri lebih banyak

didapatkan dibandingkan dengan miometrium normal. Meyer dan De Snoo

mengemukakan patogenesis mioma uteri dengan teori cell nest dan genitoblast.

Estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri, atau memakai

mediator masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan banyak

sekali mediator didalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth

factor–1 (IGF–1), connexsin – 43 – Gap junction protein dan marker

proliferasi.Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari

sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakupi rentetan perubahan pada kromosom, baik

secara parsial maupun secara keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-

50% dari mioma uteri yang diperiksa, dan yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada

kromosom 7. Keberhasilan pengobatan medikamentosa mioma uteri sangat

tergantung apakah telah terjadi perubahan pada kromosom atau tidak.

2.6 Tanda dan Gejala Klinik

Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada

pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang

dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks,

intramural, submukus, subserous) besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang

terjadi.

Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :

 Perdarahan abdominal. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah

hipermenore, menoragia, dan dapat juga terjadi metrorargia.

Faktor–faktor penyebab perdarahan :


o Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai

adenokarsinoma endometrium

o Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya

o Atrofi endometrium diatas mioma submukosa

o Endometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang–

sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat

menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.

 Rasa nyeri. Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena

gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat

dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan

dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat

menyebabkan juga dismenore.

 Gejala dan tanda penekanan. Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat

mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih menyebabkan poliuri, pada

uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan

hidronefrosis, pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada

pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema

tungkai dan nyeri panggul.

 Infertilitas dan abortus, dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau

menekan pars interstitial tuba, sedangkan mioma submukosum juga

memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus

Mioma uteri dan kehamilan

Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan

infertilitas; resiko terjadinya abortus bertambah karena distorsi ronga uterus;

khususnya pada mioma submukosum; letak janin; menghalangi kemajuan persalinan


karena letaknya pada serviks uteri; menyebabkan inersia maupun atonia uteri,

sehingga menyebabkan perdarahan pasca persalinan karena adanya gangguan

mekanik dalam fungsi miometrium; menyebabkan plasenta sukar lepas dari

dasarnya; dan mengganggu proses involusi dalam nifas.

Kehamilan sendiri dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri, antara lain :

 Tumor membesar terutama pada bulan–bulan pertama karena pengaruh

estrogen yang kadarnya meningkat

 Dapat terjadi degenerasi merah waku hamil maupun masa nifas

 Meskipun jarang, mioma uteri bertangkai dapat juga mengalami torsi dengan
gejala dan tanda abdomen akut.
2.7 Diagnosis Mioma Uteri

2.7.1 Pemeriksaan fisik

Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin

uterus.Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur

uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk

memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.

2.7.2 Temuan laboratorium

Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan

perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-

kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus

menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan

penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang

menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi

pembentukan eritropoetin ginjal.


 2.7.3 Pemeriksaan penunjang

a. Ultrasonografi

Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam

menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama

bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik

diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas

menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas

kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-

fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya

daerah yang hipoekoik.13

b. Hiteroskopi

Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika

tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma

tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap

berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat

mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk

mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-

kasus yang tidak dapat disimpulkan.

2.8 Komplikasi Mioma Uteri


 Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemuken hanya 0,32–0.6

% dari seluruh mioma serta merupakan 50–75% dari semua sarkoma uterus.

Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang

telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat

membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam

menopause.2,5Novak dan Woodruff melaporkan insiden leiomiosarkoma

adalah dibawah 0.5%.

 Torsi (putaran tangkai)

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul

gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat

terjadi pada semua bentuk mioma tetapi yang paling sering adalah jenis

mioma submukosa pendinkulata.

2.9 Diagnosis Banding Mioma Uteri

Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah tumor abdomen dibagian

bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan. Mioma submukosum

harus dibedakan denganinversion uteri. Mioma intramural harus dibedakan dengan

adenomiosis, koriokarsinoma, karsinoma korporis uteri, atau suatu sarcoma uteri.

2.10 Penatalaksanaan Mioma Uteri

a. Konservatif

Penderita dengan mioma yang kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan

pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar

dari kehamilan 10 – 12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada

tangkai, perlu diambil tindakan operasi.

Anda mungkin juga menyukai