Anda di halaman 1dari 44

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA (HD)

A. Defenisi Hemodialisa

Hemodialisa berasal dari kata hemo=darah, dan dialisi=pemisahan atau filtrasi.

Hemodialisa adalah suatu metode terapi dialisis yang digunakan untuk

mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut

ataupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Terapi

ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi membran

penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisa dapat dilakukan pada saat

toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen

atau menyebabkan kematian. Tujuan dari hemodialisa adalah untuk memindahkan

produk-produk limbah yang terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan

kedalam mesin dialisis. (Muttaqin & Sari, 2011).

B. Tujuan

1. Membuang produk sisa metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam

urat

2. Membuang kelebihan air dengan mengetahuin tekanan banding antara darah

dan bagian cairan, biasanya terdiri atas terdiri atas tekanan positif dan negative

( pengisap dalam komponen dialisat )

3. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh

4. Mempertahankan atau mengembalikan buffer tubuh.


C. Indikasi

1. Gagal Ginjal Akut ( GGA )

2. Gagal ginjal kronik, laju filtrasi glomelurus kurang dari 5 ml/i

3. Kalium serum lebih dari 6m€q/i

4. Ureum lebih dari 200 mg/dl

5. Ph darah kurang dari 7,1

6. Anuria berkepanjangan lebih dari 5 hari

7. Intoksikasi obat zat kimia

D. Prinsip Hemodialisa

Prinsip mayor/proses hemodialisa:

1. Akses Vaskuler

Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik

biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut

memiliki akses temporer seperti vascoth.

2. Membran semi permeable

Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan

kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.

3. Difusi

Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan

pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang

konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi

tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut

yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.


4. Osmosis

Osmosis adalah perpindahan pelarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi

yang lebih rendah melalui membran semipermeable.

5. Konveksi

Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan

mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.

6. Ultrafiltrasi

Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai

ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk

tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membrane :

1. Tekanan positif merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan

dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser

dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan

positif “mendorong” cairan menyeberangi membrane.

2. Tekanan negativ merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane

oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik”

cairan keluar darah.

3. Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang

berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut.

Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari

larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane

permeable terhadap air.


E. Ultrafiltrasi

Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi

artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe

dari tekanan dapat terjadi pada membrane :

1. Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan

dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser

dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan

positip “mendorong” cairan menyeberangi membrane.

2. Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane

oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik”

cairan keluar darah.

3. Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang

berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut.

Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari

larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan

membrane permeable terhadap air.

F. Bentuk / Gambaran yang Dilakukan

1. Dialysis atau ginjal buatan

Terdiri dari membrane permiabel yang memisahkan kompartemen darah dan

dialisat

2. Dialisat atau cairan Dialisis

Cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama dari semua normal. Dialisat ini

dibuat dalam sistem bersih dengan air kran dan bahan kimia asering.

3. System pemberian dialisat


Alat yang mengatur proporsi otomatis dan alat mengukur serta pemantau,

menjamin tepat control vasio konsentrat air.

4. Aksesoris peralatan

1) Pompa darah, pompa infuse untuk mendeteksi heparin

2) Alat pemonitor suhu tubuh apabila terjadi ketidakamanan konsentrasi

dialisat, perubahan tekanan udara dan keluaran darah.

a. Perangkat disposable yang digunakan selain ginjal buatan

1) Selang dialist yang digunakan untuk mengalirkan dialiser dari pasien.

2) Transfer tekanan untuk melindungi alat monitor dari pemasangan

terhadap darah.

3) Kantong cairan garam untuk membersihkan system sebelum

digunakan.

5. Kemampuan Pelaksana

Tenaga pelaksana hemodialisa harus mempunyai kemampuan / keahlian dalam

menggunakan teknologi tinggi, tercapai melalui pelatihan teoritis dan praktek

dalam lingkungan klinis. Aspek yang lebihpenting adalah pemahaman dan

pengetahuan yang akan digunakan perawat dalam memberikan asuhanpada

pasien selama dialysis berlangsung.

G. Perangkat Hemodialisa

a. Perangkat khusus

1) Mesin hemodialisa

2) Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan

sisa metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat

2 ruangan atau kompartemen :

a) Kompartemen darah
b) Kompartemen dialisat.

3) Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan

kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :

a) Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa

metablolisme.

b) Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.

4) Fistula

5) Heparin

6) Infuse set

7) Cairan NaCl 0,9%

8) Bak instrument steril, yang berisi, spoit 1 cc, tampon, kasa steril, kom.

9) Alcohol 70%

10) Betadine

b. Alat-alat kesehatan :

1) Tempat tidur fungsional

2) Timbangan BB

3) Stetoskop

4) Termometer

5) Peralatan EKG

6) Set O2 lengkap

7) Suction set

8) Meja tindakan.

c. Obat-obatan dan cairan:

1) Obat-obatan hemodialisa : heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.

2) Cairan infuse : NaCl 0,9%, Acid, Bicarbonat


3) Dialisat.

4) Desinfektan : alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%

5) Obat-obatan emergency.

H. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa

1. Perawatan sebelum hemodialisa

a. Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.

b. Kran air dibuka.

c. Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar

atau saluran pembuangan.

d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.

e. Hidupkan mesin.

f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.

g. Matikan mesin hemodialisis.

h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.

i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin

hemodialisis.

j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).

2. Menyiapkan sirkulasi darah.

a. Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.

b. Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inset’ (tanda

merah) diatas dan posisi ‘outset’ (tanda biru) dibawah.

c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ‘inset’ dari dialiser.

d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outset’ adri dialiser dan

tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.

e. Set infuse ke botol NaCl 0,9% - 500 cc.


f. Hubungkan set infuse ke slang arteri.

g. Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.

h. Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inset’ dibawah dan ‘ouset’ diatas,

tujuannya agar dialiser bebas dari udara.

i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.

j. Buka klem dari infuse set ABL, UBL.

k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian

naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.

l. Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.

m. Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan

udara dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara

(tekanan tidak lebih dari 200 mmHg).

n. Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc

yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.

o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.

p. Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan

menggunakan konektor.

q. Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20

menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.

r. Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas dan

‘outset’ dibawah.

s. Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit

siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).

3. Persiapan pasien.

a. Menimbang BB
b. Mengatur posisi pasien.

c. Observasi KU dan TTV

d. Melakukan inisiasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya

mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:

Dengan interval A-V Shunt/fistula simino.

I. Komplikasi

1. Hipotensi

Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,

obat-obatan anti hipertensi.

2. Mual dan muntah

Penyebab : gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.

3. Sakit kepala

Penyebab : tekanan darah tinggi, ketakutan.

4. Demam disertai menggigil

Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi

darah.

5. Nyeri dada

Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.

6. Gatal-gatal

Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit

kering.

7. Perdarahan amino setelah dialisis

Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis

heparin berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.


8. Kram otot

Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu

cepat (UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1 kg,

Posisi tidur berubah terlalu cepat.


BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN CRONIK KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Defenisi

Berikut ini adalah pengertian tentang CKD menurut beberapa ahli dan

sumber diantaranya adalah :

a. Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir.

CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible.

Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea

dan sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2010).

b. CKD adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan

mempertahankan substansi tubuh dibawah kondisi normal ( Betz Sowden,

2009 )

c. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan

gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah). (Brunner & Suddarth, 20011)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit

ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti

sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap akhir yang dapat disebabakan oleh

berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia.


B. Anatomi Dan Fisiologi

1) Anatomi

Berikut ini adalah struktur dan anatomi ginjal menurut Pearce dan Wilson (2009)

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama didaerah

lumbal, disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak

yang tebal dibelakang pritonium. Kedudukan gijal dapat diperkirakan dari

belakang, mulai dari ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai vertebra

lumbalis ketiga. Dan ginjal kanan sedikitlebihrendah dari ginjal kiri karena

tertekan oleh hati.

Anatomi ginjal tampak dari depan


Setiap ginjal panjangnya antara 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan

tebalnya antara 1,5 sampai 2,5 cm, pada orang dewasa berat ginjal antara 140

sampai 150 gram. Bentuk ginjal seperti kacang dan sisi dalamnya atau hilus

menghadap ketulang belakang, serta sisi luarnya berbentuk cembung.

Pembuluh darah ginjal semuanya masuk dan keluar melalui hilus. Diatas

setiap ginjal menjulang kelenjar suprarenal.

Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dan jaringan fibrus yang

membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus serta didalamnya

terdapat setruktur-setruktur ginjal. Setruktur ginjal warnanya ungu tua dan

terdiri dari bagian kapiler disebelah luar, dan medulla disebelah dalam.

Bagian medulla tersusun atas 15 sampai 16 bagian yang berbentuk piramid,

yang disebut sebagai piramid ginjal. Puncaknya mengarah ke hilus dan

berakhir di kalies, kalies akan menghubungkandengan pelvis ginjal.

Gambar Potongan vertical ginjal


2) Fisiologi

Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses pembentukan

urin menurut Syaeifudin (2006).

a. Fungsi ginjal

Ginjal adalah organ tubuh yang mempunyai peranan penting dalam sistem

organ tubuh. Kerusakan ginjal akan mempengaruhi kerja organ lain dan

sistem lain dalam tubuh. Fungsi ginjal, yaitu:

1) Menyaring/membersihkan darah.

2) Mengatur volume darah.

3) Mendaur ulang air, mineral, glukosa, dan gizi.

4) Mengatur keseimbangan kandungan kimia darah/asam-basa.

5) Penghasil hormone.

b. Proses pembentukan urin.

Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk kedalam

ginjal. Darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian

plasma darah, kemudian akan disaring dalam tiga tahap yaitu filtrasi,

reabsorsi dan ekresi (Syaefudin, 2010) :

1) Proses filtrasi.

Pada proses ini terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena proses

aferen lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan

darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagiancairan darah

kecuali protein. Cairan yang disaring disimpan dalam simpay bowman

yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida sulfat, bikarbonat dll,

yang diteruskan ke tubulus ginjal.


2) Proses reabsorsi.

Pada peroses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari

glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi

secara pasif yang dikenal dengan proses obligator. Reabsorsi terjadi

pada tubulus proksimal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi

penyerapan kembali natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan.

Penyerapannya terjadi secara aktif, dikenal dengan reabsorsi fakultatif

dan sisanya dialirkan pada papila renalis.

3) Proses ekresi.

Sisa dari penyerapan urin kembali yang terjadi pada tubulus dan

diteruskan pada piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter dan masuk

ke fesika urinaria.

C. Etiologi

a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis

b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis

maligna, stenosis arteria renalis

c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,

poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif

d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis

tubulus ginjal

e. Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis

f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal

g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,

fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,

striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
D. Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus

dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).

Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang

meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya

saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari

nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada

yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.

Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul

disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien

menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira

fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian

nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara

C Long, 2010)

E. Klasifikasi

Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

 Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum

normal dan penderita asimptomatik.

 Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,

Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.

 Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.


Menurut Suwitra (2011) dan Kydney Organizazion (2009) tahapan CKD dapat

ditunjukan dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut :

1) Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat > 90

ml/menit/1,73 m2.

2) Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 60-89

ml/menit/1,73 m2.

3) Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu 30-59

ml/menit/1,73 m2.

4) Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 15-29

ml/menit/1,73 m2.

5) Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin

Test ) dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )

72 x creatini serum

Pada Wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

F. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik antara lain:

a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan

berkurang, mudah tersinggung, depresi

b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau

sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,

pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.


Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2009) antara lain : hipertensi, (akibat

retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron),

gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan

perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,

mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,

tidak mampu berkonsentrasi).

Manifestasi klinik menurut Suyono (2010) adalah sebagai berikut:

a. Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac

dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan

edema.

b. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein

dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan

mulut, nafas bau ammonia.

c. Gangguan musculoskeletal

Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning

feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor,

miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.

d. Gangguan Integumen

Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat

penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi

dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan

vitamin D.

g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa

Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan

dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.

h. System hematologi

Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga

rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat

berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga

terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

G. Pemeriksaan Penunjang

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu

pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi

antara lain :

d. Pemeriksaan lab.darah

1) Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit

2) RFT ( renal fungsi test ) : ureum dan kreatinin

3) LFT (liver fungsi test )

4) Elektrolit : Klorida, kalium, kalsium

5) Koagulasi studi : PTT, PTTK

e. Urine

1) urine rutin

2) urin khusus : benda keton, analisa kristal batu


f. Pemeriksaan kardiovaskuler

1) ECG

2) ECO

g. Radiagnostik

- USG abdominal

- CT scan abdominal

- BNO/IVP, FPA

- Renogram

- RPG ( retio pielografi )

G. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a) Konservatif

- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin

- Observasi balance cairan

- Observasi adanya odema

- Batasi cairan yang masuk

b) Dialysis

- peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.

Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut

adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )

- Hemodialisis

Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan

menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah

femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :

- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri


- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )

Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai

dengan derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Menurut

Suwitra (2006), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut

Table : Derajat CKD dan penatalaksanaan terapi

Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain

adalah sebagai berikut :

1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum

terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada

ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan

histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.

Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20–30 % dari normal terapi dari

penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.


2. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada

pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat

memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan

keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus urinarius,

obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radio kontras, atau

peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit pada

penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah

terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang

antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan

asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang

harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium. Pembatasan kalium

dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.

Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan yang mengandung kalium (sayuran

dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5- 5,5 mEg/lt. sedangkan pada natrium

dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah garam

disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.

3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal adalah

hiperventilasi glomerulus yaitu :

1) Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan

diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang

dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr diantaranya protein nilai

biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam

pemberian diit. Protein perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena

protein akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat.

Namun saat terjadi malnutrisi masukan protein dapat ditingkatkan sedikit,


selain itu makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor,

sulfur, dan ion anorganik lain yang diekresikan melalui ginjal. Selain itu

pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat

dan protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi hiperfosfatemia.

2) Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian

obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko

komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat

perburukan kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi

intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian obat

hipertensi seperti penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin

Converting Enzim / ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi

ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan

anti proteinuri.

4. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang penting,

karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit

komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk pencegahan dan terapi

penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia, anemia,

hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebihan cairan dan elektrolit. Semua ini terkait

dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan.

5. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan

derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi

eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun

dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi

fosfat.
6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5.

Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.


KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Menurut Susan Martin Tucker (2009) adalah sebagai berikut:

c. Neurologis

Sakit kepala, penglihatan kabur, perubahan kepribadian, malaise, neuropatik

perifer, penurunan tingkat kesadaran.

d. Pernapasan

Sesak napas, hiperventilasi, edema paru, pneumoni, napas cheyne stokes,

napas berbau amoniak.

e. Kardiovaskular

Hipertensi, takikardi, disritmia, miokardiopati, perikarditis.

f. Cairan dan elektrolit

Oliguria, anuria, edema/ berat badan meningkat, dehidrasi/ berat badan

menurun, hiperkalemia, hiperfostatemia, hipokalemia, hiperlipidemia, asidosis

metabolik.

g. Gastrointestinal

Rasa pahit pada mulut, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan

hemoragik.

h. Integumen

Mulut kering, kuku pucat, petekie, pruritus, memar dan lapisan uremik.

i. Hematologis

Anemia, koagulasi, defisiensi trombosit.

j. Endokrin

Disfungsi seksual, infertilitas, hiperparatiriodisme, tidak toleransi terhadap

glukosa.
k. Imunologis

Peningkatan suhu, leukosit tinggi, infeksi, toksisitas obat.

l. Psikososial

Ansietas, takut, tak berdaya, berduka, menyangkal, depresi dan gangguan

hubungan dengan orang lain.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

mual muntah.

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi

ke jaringan sekunder.

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan

retensi cairan dan natrium

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk

sampah dan prosedur dialisis.

6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus

sekunder terhadap adanya edema pulmoner.

7. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam

kulit dan gangguan turgor kulit atau uremia.

3. Intervensi Keperawatan

1) Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan pola

napas efektif.

Kriteria hasil :
a. Gas Darah Analisa (GDA) dalam rentang normal, tidak ada tanda

sianosis maupun dispnea, bunyi napas tidak mengalami penurunan,

b. Tanda-tanda vital dalam batas normal (RR 16-24 x/menit).

Intervensi :

a) Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak otot dada,

dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital.

R/ Distress pernapasan dan perubahan tada vital dapat terjadi sebagai akibat

dari patofisiologi dan nyeri.

b) Catat pengembangan dada dan posisi trakea

R/ Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurun apabila terjadi

ansietas atau edema pulmonal.

c) Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau napas dalam.

R/ Tekanan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif

dan dapat mengurangi trauma.

d) Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowler

R/ Meningkatkan ekspansi paru.

2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

inadekuat, mual, muntah, anoreksia.

Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.

Kriteria hasil : Pengukuran antropometri dalam batas normal, perlambatan atau

penurunan berat badan yang cepat tidak terjadi, pengukuran

albumin dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :

a) Kaji status nutrisi, perubahan berat badan, pengukuran antropometri, nilai

laboratorium
R/ Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi

intervensi.

b) Kaji pola diet dan nutrisi pasien, riwayat diet, makanan kesukaan, hitung

kalori.

R/ Pola diet sekarang dan dahulu dapat dipertimbangkan dalam menyusun

menu.

c) Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi misalnya adanya

anoreksia, mual dan muntah.

R/ Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau

dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.

d) Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batasan diet.

R/ Mendorong peningkatan masukan diet.

3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan

nutrisi ke jaringan sekunder.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan adekuat.

Kriteria hasil : Membran mukosa warna merah muda, kesadaran pasien compos

mentis

Intervensi :

a) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan dasar kuku.

R/ Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan

dan membantu menentukan kebutuhan tubuh.

b) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

R/ Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk

kebutuhan seluler, vasokonstrisi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.


c) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat

sesuai dengan indikasi.

R/ Kenyamanan klien atau kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan

kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi

(penurunan perfusi organ).

d) Kolaborasi untuk pemberian O2.

R/ Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan

4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine dan

retensi cairan dan natrium.

Tujuan : Kelebihan cairan / edema tidak terjadi.

Kriteria hasil : Tercipta kepatuhan pembatasan diet dan cairan, turgor kulit

normal tanpa edema, dan tanda-tanda vital normal.

Intervensi :

a) Monitor status cairan, timbang berat badan harian, keseimbangan input dan

output, turgor kulit dan adanya edema, tekanan darah, denyut dan irama nadi.

R/ Pengkajian merupakan dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan

mengevaluasi intervensi.

b) Batasi masukan cairan

R/ Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, keluaran urine dan

respons terhadap terapi.

c) Identifikasi sumber potensial cairan, medikasi dan cairan yang digunakan

untuk pengobatan, oral dan intravena.

R/ Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.

d) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.


R/ Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam

pembatasan cairan.

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk

sampah dan prosedur dialisis.

Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.

Kriteria hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas keluwarga sesuai kemampuan,

melaporkan peningkatan rasa segar dan bugar, melakukan

istirahat dan aktivitas secara bergantian, berpartisipasi dalam

aktivitas perawatan mandiri yang dipilih.

Intervensi :

a) Kaji faktor yang menyebabkan keletihan, anemia, ketidakseimbangan cairan

dan elektrolit, retensi produk sampah, dan depresi.

R/ Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.

b) Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat

ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.

R/ Meningkatkan aktivitas ringan / sedang dan memperbaiki harga diri.

c) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.

R/ Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi

dan istirahat yang adekuat.

d) Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.

R/ Dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan.

6) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi

paru sekunder terhadap adanya edema pulmonal.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan pertukaran

gas efektif.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan

pertukaran gas efektif, GDA dalam rentang normal, tidak ada tanda

sianosis maupun hipoksia

Intervensi :

a) Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak otot dada,

dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital.

R/ Distress pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai akibat

dari patofisiologi dan nyeri.

b) Auskultasi bunyi napas.

R/ Untuk mengetahui keadaan paru yang menunjukkan adanya edema paru.

c) Catat pengembangan dada dan posisi trakea.

R/ Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurun apabila terjadi

ansietas atau udema pulmoner.

d) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit).

R/ Untuk mengetahui elektrolit sebagai indicator keadaan status cairan.

7) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam

kulit dan gangguan turgor kulit (uremia).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan

integritas kulit.

Kriteria hasil : Klien menunjukkan perilaku atau tehnik untuk mencegah

kerusakan atau cidera kulit, tidak terjadi kerusakan integritas

kulit dan tidak terjadi edema.

Intervensi :

a) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor dan perhatikan adanya

kemerahan, ekimosis.
R/ Menandakan adanya sirkulasi atau kerusakan yang dapat menimbulkan

pembentukan dekubitus atau infeksi.

b) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit serta membran mukosa.

R/ Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi

sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.

c) Inspeksi area tubuh terhadap edema.

R/ Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek.

d) Ubah posisi dengan sering menggerakkan klien dengan perlahan, beri

bantalan pada tonjolan tulang.

R/ Menurunkan tekanan pada edema, meningkatkan peninggian aliran balik

statis vena sebagai pembentukan edema.

e) Pertahankan linen kering, dan selidiki keluhan gatal.

R/ Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.


DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, Lynda Juall. (2009). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.

Jakarta : EGC

2. Doenges E, Marilynn, dkk. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman

Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta

: EGC

3. Long, B C. (2012). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan

Keperawatan

4. Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2010). Patofisiologi Konsep Kllinis

Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

5. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2009). Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC


RESUME KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Biodata Klien

Nama : TN. “B”

Umur : 31Tahun

Jenis Kelamin : Laki;laki

Agama : Islam

Alamat : Shoppeng

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal masuk RS : 12 Desember 2017

Tanggal Pengkajian : 12 Desember 2017

DiagnosaMedis : CKD (Cronic Kidney Disease)

2. Keluhan Utama : Lemas

3. Riwayat kesehatan sekarang:

Pada tanggal 13 Februari 2017 Ny S 31 Tahun datang ke rumah sakit Pelamonia

bersama ibunya untuk melakukan HD seminggu 3x. Ny S datang dengan

keadaan pusing, mata berkunang-kunang, Ny. S juga mengatakan berat badannya

bertambah, setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD:

180/100 mmHg, Nadi : 108x/menit, RR: 20x/menit, Suhu : 37oC.

4. Riwayat kesehatan dahulu

Ny S pernah dirawat di Rumah Sakit ini dengan penyakit Gagal Ginjal.

5. Riwayat kesehatan keluarga : keluarga klien tidak mempunyai penyakit

hipertensi.
6. Data umum kesehatan

TB/BB : 155cm/44kg

Masalah kesehatan khusus : Tidak ada

Alergi ( makanan + obat-obatan) : Buah pisang dan kelapa

Diet khusus : Klien mengatakan dibatasi komsumsi serat dan air

sebanyak 500ml/24 jam

Kebiasaan tidur : Malam pukul 22.00-05.00

Siang : 13.00-15.00

7. Pemeriksaan fisik

1. Kepala : Rambut hitam dan halus, tidak terdapat lesi dan tidak nyeri tekan

2. Mata : Lapang pandang 1800 dan bola mata mengikuti objek

3. Hidung : Tidak ada secret, tidak ada polip, simetris kiri dan kanan, tidak tampak

pernapasan cuping hidung.

4. Mulut : tidak ada stomatitis, tidak ada gangguan menelan

5. Leher : tidak adanya pembesaran tyroid, tidak ada nyeri tekan

6. Dada : bentuk dada Barrel chest, gerakan dada mengikuti irama nafas, tidak ada

nyeri tekan, teraba ada focal primitus simetris kiri dan kanan

7. Sistem perkemihan: Inspeksi : tidak terpasang kateter, produksi urine + 300

cc/hari

8. System Musculoskeletal

 Kepala: Inspeksi : bentuk mesochepal, gerakan kiri-kanan

 Vetebra :Inspeksi : tidak ada skeleosis , lordosis, dan kiposis

 Pelvis :Inspeksi : gaya berjalan tidak dikaji

 Lutut : Inspeksi : gerakan fleksi, ekstensi

9. Terapi Yang Diberikan Saat Ini


1. Infus Nacl 0,9 % (untuk bilas)

2. Heparin dosis awal 1.000 unit.

3. Heparin dosis pemulihan 4.000 unit

PENYIMPANGAN KDM KASUS

Gangguan fungsi ginjal

Hemodialisis

Pemberian cairan berlebihihan

Ketidakmampuan ginjal mengeluarkan cairan dan elektrolit

KELEBIHAN VOLUME CAIRAN


DATA FOKUS

Nama : Ny “S”

Dx. Medis : CKD

Data Subjektif Data Objektif

 Klien mengatakan berat  KU : Lemah

badannya bertambah  Observasi TTV

 Klien mengatakan kepalanya TD : 180/100 mmHg

terasa pusing N : 108x/menit

 Klien mengatakan nyeri pada RR : 20x/menit

simino lengan kiri bawah S : 37oC.

 BB klien 44 kg

 Turgor kulit kering


ANALISA DATA

Nama : Ny “S”

Dx. Medis : CKD

DATA MASALAH

DS:

 Klien mengatakan berat badannya

bertambah

 Klien mengatakan kepalanya

terasa pusing

 Klien mengatakan nyeri pada

simino lengan kiri bawah KELEBIHAN VOLUME CAIRAN

DO:

 KU : Lemah

 BB: 44 kg

 Observasi TTV

TD : 180/100 mmHg

N : 108x/menit

RR : 20 x/menit

S : 37oC.

 Turgor kulit kering


DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama : Ny “S”

Dx. Medis : CKD

DIAGNOSA TANGGAL TANGGAL

KEPERAWATAN DITEMUKAN DIATASI

Kelebihan volume cairan

berhubungan dengan penurunan

haluaran urine, diet berlebih 13 Februari 2017 Teratasi

dan retensi cairan serta natrium


RENCANA KEPERAWATAN

Nama : Ny “S”

Dx. Medis : CKD

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi

Kriteria Hasil

1 Kelebihan volume cairan NOC : NIC:

berhubungan dengan 1. Elektrolit and acid base 1. Atur posisi klien nyaman

penurunan haluaran urine, diet balance sesuai kebutuhan.

berlebih dan retensi cairan 2. fluid balance 2. Target diliasis sesuai

serta natrium Setelah dilakukan tindakan dengan rencana (2 kg)

keperawatan pasien 3. Berikan edukasi sesuai

menunjukkan perawatan diri dengan program

adekuat: 4. Inisiasi, monitoring, QB,

Kriteria hasil: QD, TA, TV, TMP, UFR,

1. Terbebas dari edema, TTV

efusi, anaskara 5. Pantau cairan input dan

2. Bunyi nafas bersih, tidak output

ada dyspneu 6. Terminasi :

3. Terbebas dari kelelahan ,  Kaji respon klien

kecemasan atau  Observasi TTV

kebingungan  Timbang BB klien

setelah dilakukan HD

 Ingatkan klien untuk

jadwal HD berikutnya
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : Ny “S”

Dx. Medis : CKD

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet

berlebih dan retensi cairan serta natrium

Implementasi :

a. Mengatur posisi klien nyaman sesuai kebutuhan

Hasil : Posisi semifowler

b. Menarget diliasis sesuai dengan rencana (3 kg)

Hasil : BB sebelum HD : 44 Kg, setalah HD : 41 Kg

c. Memberikan edukasi sesuai dengan program

Hasil : Klien mengerti program HD

d. Menginisiasi, memonitoring, QB, QD, TA, TV, UFR, TTV

Hasil :

Pasien Mesin

TD N Q A VP UFGoa UF UF Masalah/tindak
Jam
B P l Rat Remove an

e d

13.3 180/10 10 18 - 67 3000 600 Inisiasi awal

7 0 8 0 59
14.3 190/11 10 18 - 93 3000 600 Observasi

7 0 0 0 61 TTV

15.3 180/10 88 23 - 10 3000 600 Observasi

7 0 0 99 4 TTV

16.3 190/10 10 18 - 73 3000 600 Observasi

7 0 8 0 52 TTV

17.3 180/11 10 18 - 69 3000 600 Observasi

7 0 0 0 70 TTV

18.3 190/13 92 10 - 39 3000 600 Terminasi

7 0 0 30

e. Memantau cairan input dan output

Hasil : jumlah input dan output cairan seimbang 2.000 cc

f. Terminasi :

1. Mengkaji respon klien

Hasil : klien mengatakan lemah

2. Mengobservasi TTV

Hasil : TD: 190/130 mmHg, N : 92x/mnt

3. Menimbang BB klien setelah dilakukan HD

Hasil : BB setelah HD 41 kg.

4. Mengingatkan klien untuk jadwal HD berikutnya

Hasil : klien mengerti dan mau melaksanakan


EVALUASI

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet

berlebih dan retensi cairan serta natrium

S : Klien mengatakan lelah setelah HD selama 5 jam

O : Observasi TTV

TD : 210/100 mmHg

N : 74

S : 360C

R : 20 x/i

BB setelah HD 40 kg.

A : Kelebihan volume cairan

P : Pertahankan intervensi

a. Mengatur posisi klien nyaman sesuai kebutuhan

b. Menarget diliasis sesuai dengan rencana (2 kg)

c. Memberikan edukasi sesuai dengan program

d. Menginisiasi, memonitoring, QB, QD, TA, TV, TEMP, UFR, TTV

e. Memantau cairan input dan output

f. Terminasi :

1. Mengkaji respon klien

2. Mengobservasi TTV

3. Menimbang BB klien setelah dilakukan HD

4. Mengingatkan klien untuk jadwal HD berikutnya

Anda mungkin juga menyukai