Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster (HZ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Varisela-

zoster yang bersifat terlokalisir, terutama menyerang orang dewasa dengan ciri

berupa nyeri radikuler, unilateral, dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai

dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion saraf sensoris.2

Infeksi pertama kali dari virus varicella zoster menyebabkan penyakit

chickenpox. Sebanyak 15-30% orang yang pernah terinfeksi oleh virus varicella

zoster akan mengalami reaktivasi dan mengalami penyakit herpes zoster yang

biasanya muncul berupa bintil-bintil kemerahan dengan rasa nyeri dan gatal pada

dermatoma yang terkena.3

Kejadian herpes zoster meningkat tergantung usia, terutama pada usia

lebih dari 50 tahun dan lebih sering terjadi pada orang-orang dengan penurunan

sistem imun dan pada anak-anak dengan riwayat infeksi varicella intrauterine

atau riwayat infeksi varicella yang terjadi pada tahun pertama kehidupannya

sehingga meningkatkan resiko untuk terkena herpes zoster pada usia yang lebih

muda.3

Di Amerika Serikat, terjadi peningkatan insidens dari 1,7/1000 orang pada

tahun 1993 menjadi 4,4/1000 orang pada tahun 2006. Peningkatan tertinggi pada

kelompok usia lebih dari 65 tahun, yakni hingga 3 kali lipat selama periode

tersebut. Peningkatan insidens herpes zoster juga dilaporkan di Australia dari rata-

rata 4,7/1000 orang pada periode April 2000 hingga September 2006 menjadi

1
5,6/1000 orang pada periode Oktober 2006-Maret 2013. Berdasarkan kelompok

usia, insidens tertinggi terdapat pada kelompok usia lebih dari 80 tahun, diikuti

kelompok usia 70-79 tahun, dan kemudian usia 60-69 tahun.4

Faktor risiko terjadinya herpes zoster adalah usia tua dan disfungsi

imunitas seluler. Pasien dengan supresi imun memiliki risiko 20-100 kali lebih

besar dibanding pasien imunokompeten. Keadaan imunosupresi yang

berhubungan dengan risiko terjadinya herpes zoster adalah infeksi HIV (Human

immunodeficiency virus), pasien yang menjalani transplantasi organ, leukemia,

limfoma, radioterapi, kemoterapi, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

Faktor lain yang dilaporkan sebagai salah satu faktor risiko terjadinya herpes

zoster adalah jenis kelamin perempuan, adanya trauma fisik pada dermatom yang

terkena pembedahan.2

Salah satu komplikasi tersering dan serius adalah neuralgia

pascaherpetika, yaitu nyeri yang menetap setelah 3 bulan lesi herpes

zoster sembuh, atau lebih dari 120 hari sejak pertama kali munculnya lesi herpes

zoster. Neuralgia pascaherpetika dapat menetap selama bertahun-tahun, dapat

mengganggu aktivitas sehari-hari, dan menurunkan kualitas hidup.4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan

manifestasi erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritematosa disertai

nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas tegas di satu dermatom.1

Herpes zoster merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan

reaktivasi virus varicella zoster yang masuk melalui saraf kutan selama

episode awal cacar air, kemudian menetap pada ganglion spinalis posterior.3

B. EPIDEMIOLOGI

Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia dan dapat

muncul sepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim. Tidak ada

perbedaan dalam morbiditas antara pria dan wanita. Berdasarkan studi, ada

lebih dari 1 juta kasus herpes zoster di Amerika Serikat setiap tahun, dengan

tingkat tahunan 3 hingga 4 kasus per 1000 orang. Penelitian menunjukkan

bahwa insidensi herpes zoster meningkat. Orang-orang yang tidak divaksinasi

namun masih hidup sampai usia 85 tahun memiliki risiko 50% terkena herpes

zoster. Sekitar 3% pasien dengan penyakit ini memerlukan rawat inap.6

Penyakit herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa

mengenal musim. Insidensnya 2-3 kasus per-1000 orang/tahun. Insiden dan

keparahan penyakitnya meningkat dengan bertambahnya usia, dari lima kasus

3
per 1.000 penduduk pada orang dewasa berusia 50-59 tahun hingga 11 kasus

per 1.000 penduduk pada orang berusia ≥80 tahun. Lebih dari setengah

jumlah keseluruhan kasus dilaporkan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan

komplikasi terjadi hampir 50% di usia tua. Jarang dijumpai pada usia dini

(anak dan dewasa muda); bila terjadi, kemungkinan dihubungkan dengan

varisela maternal saat kehamilan. Risiko penyakit meningkat dengan adanya

keganasan, atau dengan transplantasi sumsum tulang/ginjal atau infeksi HIV.

Tidak terdapat predileksi gender. Penyakit ini bersifat menular namun daya

tularnya kecil bila dibandingkan dengan varisela.1,8.

C. ETIOPATOGENESIS

Herpes zoster disebabkan oleh virus herpes yang sama dengan virus

penyebab varisela. Virus V-Z, kelompok virus herpes termasuk virus sedang

berukuran 140-200m berinti DNA.7

Virus Herpes Zoster merupakan anggota famili herpes virus. Virus

varicella adalah virus DNA, alphaherpesvirus dengan besar genom

125.000bp, berselubung/berenvelop, dan berdiameter 80-120 nm (Gambar

2.1). Virus mengkode kurang lebih 70-80 protein, salah satunya ensim

thymidine kinase yang rentan terhadap obat antivirus karena memfosforilasi

acyclovir sehingga dapat menghambat replikasi DNA virus. Virus

menginfeksi sel Human diploid, sel limfosit T teraktivasi, sel epitel dan sel

epidermal in vivo untuk replikasi produktif, serta sel neuron. Virus varicella

dapat membentuk sel sinsitia dan menyebar secara langsung dari sel ke sel.5

4
(Gambar 2.1 : Morfologi dan struktur VZV Varicella Zoster Virus 5)

Hope Simpson, 1965, mengajukan hipotesis bahwa imunitas terhadap

varisela zoster virus berperan dalam patogenesis herpes zoster terutama

imunitas selularnya. Mengikuti infeksi primer virus varisela-zoster (varisela),

partikel virus dapat tetap tinggal di dalam ganglion sensoris saraf spinalis,

kranialis atau otonom selama tahunan. Pada saat respons imunitas selular dan

titer antibodi spesifik terhadap virus varisela-zoster menurun (misalnya oleh

karena umur atau penyakit imunosuresif) sampai tidak lagi efektif mencegah

infeksi virus, maka partikel virus varisela-zoster yang laten tersebut

mengalami reaktivasi dan menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata di

dalam satu dermatom. Faktor lain seperti radiasi, trauma fisis, obat-obat

tertentu, infeksi lain, atau stres dapat dianggap sebagai pencetus walaupun

belum pasti.1

5
(Gambar 2.2 : varicella dan herpes Zoster. A. infeksi primer virus herpes
zoster, virus yang menginfeksi ganglion sensoris. B. VZV (Varicella zoster
virus) yang ada namun berada pada fase laten. C. dengan sistem imun yang
rendah, reaktivasi VZV di ganglion sensoris dan mengikuti saraf sensoris,
dan bereplikasi di kulit.)

Varicella ditransmisi melalui rute respirasi. Virus menginfeksi sel

epitel dan limfosit di orofaring dan saluran nafas atas atau pada konjungtiva,

kemudian limfosit terinfeksi akan menyebar ke seluruh tubuh. Virus

kemudian masuk ke kulit melalui sel endotel pembuluh darah dan menyebar

ke sel epitel menyebabkan ruam vesikel varicella. Penularan dapat terjadi

melalui kontak lesi di kulit. Lesi vesikular akan berubah menjadi pustular

setelah infiltrasi sel radang. Selanjutnya lesi akan terbuka dan kering

membentuk krusta, umumnya sembuh tanpa bekas. Waktu dari pertama kali

kontak dengan VZV sampai muncul gejala klinis adalah 10- 21 hari, rata-rata

14 hari. Setelah infeksi primer, virus akan menginfeksi secara laten neuron

ganglia cranial dan dorsal.5

Setelah infeksi varisela primer, virus akan bertahan pada ganglia

radiks dorsalis. Herpes zoster (shingles) biasanya menyerang pasien yang

6
berusia lanjut. Virus varisela yang dorman diaktifkan dan timbul vesikel-

vesikel meradang unilateral di sepanjang satu dermatom. Kulit di sekitarnya

mengalami edema dan perdarahan. Keadaan ini biasanya didahului atau

disertai nyeri hebat dan atau rasa terbakar. Meskipun setiap saraf dapat

terkena, tetapi saraf torakal, lumbal atau kranial paling sering terserang.

Herpes zoster dapat berlangsung selama kurang lebih tiga minggu. Nyeri

yang timbul sesudah serangan herpes disebut neuralgia pascaherpetika dan

biasanya berlangsung selama beberapa bulan, bahkan kadang-kadang sampai

beberapa tahun. Neuralgia pascaherpetika lebih sering dialami oleh pasien

yang sudah lanjut usia. Herpes zoster yang menyebar ke seluruh tubuh, paru-

paru dan otak dapat menjadi fatal. Penyebaran seperti ini biasanya tampak

pada pasien limfoma atau leukemia. Dengan demikian setiap pasien yang

mengalami herpes zoster diseminata harus dievaluasi ulang untuk mencari

kemungkinan adanya faktor keganasan.9

Selama terjadi varisela, VZV (Varicella Zoster Virus) berpindah

tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan

ditransportasikan secara sentripetal melalui serat saraf sensoris ke ganglion

sensoris. Pada ganglion dorsal terjadi infeksi laten. Virus tersebut tidak lagi

menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk

berubah menjadi infeksius. Herpes zoster umumnya terjadi pada dermatom

sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi VZV laten diduga

karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan

7
imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap

infeksi endogen.5

D. GAMBARAN KLINIS

Masa Inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak Imunokompeten (rata-

rata 14-17 hari) dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih

singkat yaitu kurang darl 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia

dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun

kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet Infection dapat terjadi 2 hari

sebelum hingga 5 hari setelah muncul lesi dikulit.5

1. Gejala Prodromal

Berlangsung 1-5 hari. Keluhan biasanya diawali dengan nyeri pada

daerah dermatom yang akan timbul lesi dan dapat berlangsung dalam

waktu yang bervariasi. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung

terus-menerus atau sebagai serangan yang hilang timbul. Keluhan

bervariasi dari rasa gatal, kesemutan, panas, pedih, nyeri tekan, hiperestesi

sampai rasa ditusuk-tusuk. Selain nyeri, dapat didahului dengan cegukan

atau sendawa. Gejala konstitusi berupa malaise, sefalgia, other flu like

symptoms yang biasanya terjadi 1-3 minggu sebelum erupsi kulit timbul.

Kadang-kadang terjadi limfadenopati regional.5,10.

2. Erupsi kulit

Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada

daerah yang dipersarafi oleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi

diseluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.5,10.

8
Lesi dimulai dengan makula eritroskuamosa, kemudian terbentuk

papul-papul dan dalam waktu 12-24 jam lesi berkembang menjadi vesikel.

Pada hari ketiga berubah menjadi pustul yang akan mengering menjadi

krusta dalam 7-10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2-3 minggu

kemudian mengelupas. Pada saat ini biasanya nyeri segmental juga

menghilang. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ketiga dan kadang-

kadang sampai hari ketujuh. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan

macula hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar). Erupsi umumnya

disertai nyeri (60-90% kasus).5

(Gambar 2.3 varicella zoster virus infection on thorax and arms)11

3. Variasi klinis5

1. Zoster sine herpete : Pada beberapa kasus nyeri segmental tidak diikuti

erupsi kulit.

2. Herpes zoster abortif : bila perjalanan penyakit berlangsung singkat

dan kelainan kulit hanya berupa vesikel dan eritema.

9
3. Sindrom Ramsay-Hunt : HZ di liang telinga luar atau membrana

timpani, disertai paresis fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi,

gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli.

Kelainan tersebut sebagai akibat virus menyerang nervus fasialis dan

nervus auditorius.

4. Herpes zoster aberans : HZ disertai vesikel minimal 10 buah yang

melewati garis tengah.

5. Herpes zoster pada imunokompromais : perjalanan penyakit dan

manifestasi klinisnya berubah, seringkali (lebih dari 6 minggu),

cenderung kronik persisten, menyebar ke alat-alat dalam terutama paru,

hati, dan otak. Gejala prodromal lebih hebat, erupsi kulit lebih berat

(bula hemoragik, hiperkeratotik, nekrotik), lebih luas (aberans

/multidermatom/diseminata), lebih nyeri, dan komplikasi lebih sering

terjadi.

6. Herpes zoster pada ibu hamil : ringan, kemungkinan terjadi komplikasi

sangat jarang. Risiko infeksi pada janin dan neonatus dari ibu hamil

dengan HZ juga sangat kecil. Karena alasan tersebut, HZ pada

kehamilan tidak diterapi dengan antiviral.

7. Herpes zoster pada neonatus : jarang ditemukan. Penyakit biasanya

ringan, sembuh tanpa gejala sisa. HZ pada neonatus tidak membutuhkan

terapi antiviral.

8. Herpes zoster pada anak : ringan, banyak menyerang di daerah servikal

bawah juga tidak membutuhkan pengobatan dengan antiviral.5

10
E. DIAGNOSIS

Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran

klinisnya memilik karakteristik tersendiri. Untuk kasus-kasus yang tidak

jelas, deteksi antigen atau nucleic acid varicella zoster virus, isolasi virus dari

sediaan hapus lesi atau pemeriksaan antibodi IgM spesifik diperlukan.

Pemeriksaan dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) merupakan tes

diagnostik yang paling sensitif dan spesifik (dapat mendeteksi DNA virus

varisela zoster dari cairan vesikel).1

Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran

klinisnya memiliki karakteristik tersendiri. Tes laboratorium biasanya tidak

diperlukan. Tzanck smear, dilakukan dengan mengikis dasar lesi, dan

diwarnai dengan toulidiene blue serta giemsa IMJS dapat menunjukkan giant

cells. Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan melihat antigen spesifik virus

pada kerokan kulit atau vesikel dengan menggunakan Fluorescent Direct

Assay (FDA).5

Pemeriksaan kultur virus mempunyai sensitifitas yang rendah karena

virus herpes labil dan sulit recover dari cairan vesikel. Pemeriksaan direct

immonofluorecent antigen-staining lebih cepat serta mempunyai sensitivitas

yang lebih tinggi daripada kultus dan dipakai sebagai tes diagnostik alternatif

bila pemeriksaan PCR tidak tersedia.5,10

F. DIAGNOSIS BANDING

Herpes zoster awal dapat didiagnosis banding dengan dermatitis

venenata atau dermatitis kontak. Herpes zoster yang timbul di daerah

11
genitalia mirip dengan herpes simpleks, sedangkan herpes zoster diseminata

dapat mirip dengan varisela.1

G. PENATALAKSANAAN

Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri

secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga

mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.1

1. Sistemik :

a. Obat antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster akut.

Efektivitasnya dalam mencegah NPH masih kontroversial.

Tiga antivirus oral yang disetujui oleh food and Drug

Administration (FDA) untuk terapi herpes zoster, famsiklovir

(Famvir®), valasiklovvir hidrokhlorida (Valtrex®), dan asiklovir

(Zovirax®). Bioavailabilitas asiklovir hanya 15-20%, lebih rendah

dibandingkan valasiklovir (65%) dan famsiklovir (77%). Antivirus

famsiklovir 3x 1000 mg atau asiklovir 5x 800 mg diberikan sebelum

72 jam awitan lesi selama 7 hari.1

b. Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid oral sering dilakukan, walaupun berbagai

penelitian menunjukan hasil beragam. Prednison yang di gunakan

bersama asiklovir dapat mengurangi nyeri akut. Hal ini disebabkan

penurunan derajat neuritis akibat infeksi virus dan kemungkinan juga

menurunkan derajat kerusakan pada saraf yang terlibat, akan tetapi

pada penelitian lain, penambahan kortikosteroid hanya memberikan

12
sedikit manfaat dalam memperbaiki nyeri dan tidak bermanfaat untuk

mencegah NPH, walaupun memberikan perbaikan kualitas hidup.

Mengingat risiko komplikasi terapi kortikosteroid lebih berat daripada

keuntungannya. Departemen Ilmu kesehatan kulit dan kelamin FKUI

tidak menganjurkan pemberian kortikosteroid pada herpes zoster.1

c. Analgetik

Pada pasien nyeri akut ringan menunjukkan respons baik terhadap

AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau analgetik non

opioid (paracetamol, tramadol, asam mefenamat). Kadang-kadang

dibutuhkan opioid (kodein, morfin, atau oksikodon) untuk pasien

dengan nyeri kronik berat. Pernah dicoba pemakaian kombinasi

paracetamol dengan kodein 30-60mg.1

d. Antidepresan dan antikonvulsan

Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi

terapi asiklovir dengan antidepresan trisiklik atau gabapentin sejak

awal mengurangi prevalensi NPH.1

2. Topikal

a. Analgetik Topikal

b. Kompres

Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio Calamin

(Caladryl) dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri

dan pruritus. Kompres dengan Solusio Burowi (aluminium asetat 5%)

13
dilakukan 4-6 kali/hari selama 30-60 menit. Kompres dingin atau cold

pack juga sering digunakan.1

c. Antiinflamasi nonsteroid (AINS)

Berbagai AINS topikal seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau

etil eter, krim indometasin dan diklofenak banyak dipakai.

Balakrishnan S dkk (2001), melaporkan asam salisilat topikal dalam

pelembab lebih efektif dibanding aspirin oral dalam memperbaiki

nyeri akut. Aspirin dalam etil eter atau kloroform dilaporkan aman

dan bermanfaat menghilangkan nyeri untuk beberapa jam. Krim

indometasin sama efektifnya dengan aspirin, dan aplikasinya lebuh

nyaman. Penggunaannya pada area luas dapat menyebabkan

gangguan gastrointestinal akibat absorpsi per kutan. Penelitian lain

melaporkan bahwa krim indometasin dan diklofenak tidak lebih baik

dari plasebo.1

d. Anastetik Lokal

Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras

saraf yang terlibat dalam herpes zoster telah banyak dilakukan untuk

menghilangkan nyeri. Pendekatan seperti infiltrasi lokal subkutan,

blok saraf perifer, ruang paravetebral atau epidural, dan blok simpatik

untuk nyeri yang berkepanjangan sering digunakan. Akan tetapi,

dalam studi prospektif dengan kontrol berskala besar, efikasi blok

saraf terhadap pencegahan NPH belum terbukti dan berpotensi

menimbulkan resiko.1

14
e. Kortikosteroid

Krim/losio yang mengandung kortikosteroid tidak digunakan pada

lesi akut herpes zoster dan juga tidak dapat mengurangi terjadinya

NPH.1

H. KOMPLIKASI

a. Postherpetic Neuralgia (NPH) : Postherpetic Neuralgia (didefinisikan

sebagai nyeri yang menetap lebih dari 30 hari setelah penyembuhan kutan)

adalah komplikasi yang paling ditakuti pada pasien imunokompeten.

b. Cutaneous complications : Penyebaran herpes zoster kutaneus

didefinisikan sebagai lebih dari 20 vesikel di luar area dermatom primer

atau yang berdekatan dan terjadi pada 10% orang immunokopremais.

c. Herpes Zoster Ophthalmicus (HZO) : Herpes zoster ophthalmicus terjadi

ketika reaktivasi virus laten di ganglia trigeminal melibatkan divisi saraf

oftalmik.

d. Ramsay Hunt syndrome and other neurological syndromes: Manifestasi

kurang umum termasuk sindrom ramsay hunt (keterlibatan ganglion

geniculate saraf wajah) yang bermanifestasi sebagai vesikula di kanal

auditori ekternal dan palatum yang berhubungan dengan hilangnya rasa

2/3 anterior dari lidah dan kelemahan wajah.

15
I. PROGNOSIS

Pada lesi yang menyerang organ viseral terutama pada kemoterapi,

mortalitas mencapai 30 %. Apalagi kalau jumlah limfosit menurun menjadi <

500/mikroliter. Varisela pneumoni dapat muncul 3-7 hari setelah serangan

infeksi kulit, berlangsung 2-4 minggu. Gejala CNS muncul 4-8 hari setelah

infeksi kulit dan akan memberikan prognosa jelek.5

J. PENCEGAHAN

Pemberian booster vaksin varisela strain Oka terhadap orangtua harus

dipikirkan untuk meningkatkan kekebalan spesifik terhadap VZH sehingga

dapat memodifikasi perjalanan penyakit herpes zoster.1

16
BAB III

LAPORAN KASUS

A. RESUME

Seorang pasien perempuan berumur 54 tahun datang ke poli kulit di

RSKD Dadi Makassar dengan keluhan bintik-bintik merah berair pada daerah

perut bagian kiri dan perut bagian depan. Keluhan dirasakan sejak 3 hari yang

lalu. Bintik-bintik merah berair mulai muncul pertama kali pada daerah perut

sebelah kiri kemudian mulai menyebar hingga ke bagian depan. Pasien

merasakan ada nyeri seperti tertusuk-tusuk pada bintik berair. Tidak terdapat

demam, mual dan muntah. Pasien mengeluhkan rasa mudah lelah. Bintik

berair tidak mengganggu aktivitas pasien (-). Riwayat cacar air waktu kecil

(+). Riwayat keluarga yang menderita cacar air (+). riwayat pengobatan

sebelumnya (-), riwayat alergi obat (-).

B. PEMERIKSAAN FISIK

Ditemukan lesi kulit berupa vesikel dan bulla dengan dasar eritema

tersusun herpetiformis.

C. STATUS PRESENS

Keadaan umum : sakit sedang, kesadaran compos mentis

D. STATUS DEMATOLOGI

1. Lokasi : Abdomen sinistra et anterior.

2. Ukuran : Miliar, nummular, plakat

3. Effloresensi : Vesikel, bulla, eritema.

17
E. DIAGNOSIS BANDING

1. Herpes simpleks
2. Dermatitis venenata
3. Varicella
F. PENATALAKSAAN

1. Acyclovir 400mg 5 x 2 tablet


2. Cefadroxil 500mg 2 x 1 kapsul
3. Vitamin C 3 dd 1 tab p.c
4. Asam mefenamat 500mg 3 x 1
G. PROGNOSIS

Bonam

18
BAB IV

PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis didapatkan pasien sudah berusia 54 tahun, hal ini

sesuai dengan kepustakaan bahwa epidemiologi kejadian herpes zoster meningkat

tergantung usia, terutama pada usia lebih dari 50 tahun. Pasien mengeluhkan

timbulnya kelainan kulit berupa kulit kemerahan disertai gelembung-gelembung

yang berisi cairan, terasa gatal dan perih terutama saat gelembung tersebut pecah,

disertai rasa nyeri dan rasa terbakar seperti tertusuk-tusuk pada perut bagian kanan

yang menjalar ke lengan atas dan dada sebelah kanan. Pasien mengatakan bahwa

pasien mengalami rasa mudah lelah saat beraktivitas, pasien tidak mengalami

demam. Pasien mengatakan ada riwayat menderita cacar air pada saat kecil.

Terdapat riwayat cacar air pada keluarga.

Kasus ini dapat didiagnosa sebagai penyakit herpes zoster. Diagnosa

tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada

anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri dan rasa terbakar serta rasa tertusuk-

tusuk pada daerah dimana terdapat gelembung-gelembung kemerahan yang berisi

cairan yang juga terasa gatal. Keluhan ini memberi tanda bahwa adanya proses

infeksi. Tempat predileksi herpes zoster di daerah abdomen sinistra.

Faktor-faktor yang mendukung diagnosa herpes zoster adalah :

19
a. Awalnya terjadi nyeri pada daerah predileksi. Nyeri lokal pada

dermatom saraf mendahului atau bersamaan dengan timbulnya lesi.

Nyeri bisa ringan sampai berat bersifat tajam dan membakar.

b. Timbul vesikel disertai rasa nyeri dan panas. Pada kasus ini pasien

mengalami keluhan gelembung-gelembung berisi cairan dengan bentuk

berkelompok yang nyeri dan panas.

c. Pasien mengalami gejala prodromal yaitu demam dan rasa mudah lelah.

Penatalaksanaan dari herpes zozter sendiri yaitu pemberian antiviral,

antidepresan, dan anti inflamasi (NSAID). Pemberian antiviral disini adalah

Asiklovir yang berguna untuk menekan sintesa DNA virus sehingga dapat

mencegah komplikasi. Selain itu, juga diresepkan Asam Mefenamat golongan

NSAID yang sesuai dengan teori yaitu dapat mengobati rasa nyeri pada pasien

serta diberikan Cefadroxyl untuk mengobati infeksi pada kulit. Pasien juga

diberikan resep tambahan berupa Vitamin C untuk mengurangi tingkat keparahan

herpes zoster.

20
BAB V

KESIMPULAN

Herpes zoster (HZ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Varisela-

zoster yang bersifat terlokalisir, terutama menyerang orang dewasa dengan ciri

berupa nyeri radikuler, unilateral, dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai

dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion saraf sensoris.

Kejadian herpes zoster meningkat tergantung usia, terutama pada usia

lebih dari 50 tahun dan lebih sering terjadi pada orang-orang dengan penurunan

sistem imun.

Imunitas terhadap varisela zoster virus berperan dalam patogenesis herpes

zoster terutama imunitas selularnya. Mengikuti infeksi primer virus varisela-

zoster (varisela), partikel virus dapat tetap tinggal di dalam ganglion sensoris saraf

spinalis, kranialis atau otonom selama tahunan. Virus tersebut tidak lagi menular

dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah

menjadi infeksius.

Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri

secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga mengurangi

kerusakan saraf lebih lanjut.

21
Edukasi untuk pasien herpes zoster sendiri adalah sebagai berikut:

1. Edukasi mengenai penyakit herpes zoster untuk mengurangi kecemasan serta

ketidakpahaman pasien tentang penyakit dan komplikasinya

2. Minum obat secara teratur

3. Istirahat yang cukup

4. Makan-makanan bergizi

5. Upayakan tidak menggaruk bagian kulit yang gatal

6. Memakai pakaian longgar

7. Tetap mandi seperti biasa

8. Menjaga lesi kulit agar kering dan bersih

9. Hindari stress yang berlebih

22
Daftar Pustaka

1. Pusponegoro EHD. Herpes Zoster. Dalam : Minaidi SLSW, Bromo K,

Indriatmi W (editors). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta :

Badan Penerbitan FKUI. 2016; hal 121-4.

2. Ayuningati LK, Indramaya DM. Studi Retrospektif : Karakteristik Pasien

Herpes Zoster. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga : Surabaya.

Desember 2015; hal 211-7. (Diakses 16 September 2018)

3. Shendy M. Terapi Pada Pasien Usia Lanjut dengan Herpes Zoster. Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung : Lampung. Januari 2016; hal 110-4.

(Diakses 16 September 2018)

4. Adiwinata R, Endy S. Peran Vaksinasi dalam Pencegahan Herpes Zoster.

Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya : Jakarta.

2016; hal 432-4. (Diakses 16 September 2018)

5. Pusponegoro EHD, Nilasari H, Lumintang H, Niode NJ, Daili SF, Djauzi S

(editor). Buku Panduan Herpes Zoster Indonesia 2014. Jakarta : Badan

Penerbit FKUI.

6. Cohen JI. Herpes Zoster. In : Solomon CG (editors). The New England

Journal Of Medicine. Massachusetts Medical Society : UK. 18 Juli 2013; p

255. (Accessed on September 16 2018)

7. Siregar RS. Herpes Zoster. Dalam: Saripati Penyakit Kulit, edisi ke 2.

Jakarta: EGC; 2004. Hal 84-5.

8. Dooling KL, at all. Recommendations of the Advisory Commitee on

Immunization Practices for use of herpes zoster vaccines. The American

23
Society of Transplantation and The American Society of Transplant Surgeons

: USA. 26 Januari 2018; pp 756-62. (Accessed on September 16 2018)

9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Vol. 2. Edisi 6 : Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006; hal. 1447.

10. Iwanvanca S. Herpes Zoster Pada Geriatri. Fakultas Kedokteran Uiversitas

Lampung : Lampung. Januari 2014; hal 14-20. (Diakses 16 September 2018)

11. Wolff K, Johnson RA. Herpes Zoster. In: Color Atlas & Synopsis of Clinical

Dermatology, sixth edition. New York: Mc Graw; 2009; pp 837-9.

24
LAMPIRAN

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. J

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 54 tahun

Tanggal pemeriksaan : 17 September 2018

Alamat : Jl. Cendrawasih

B. Anamnesis

Seorang pasien perempuan berumur 54 tahun datang ke poli kulit di

RSKD Dadi Makassar dengan keluhan bintik-bintik merah berair pada daerah

perut bagian kiri dan perut bagian depan. Keluhan dirasakan sejak 3 hari yang

lalu. Bintik-bintik merah berair mulai muncul pertama kali pada daerah perut

sebelah kiri kemudian mulai menyebar hingga ke bagian depan. Pasien

merasakan ada nyeri seperti tertusuk-tusuk pada bintik berair. Tidak terdapat

demam, mual dan muntah. Pasien mengeluhkan rasa mudah lelah. Bintik

berair tidak mengganggu aktivitas pasien (-). Riwayat cacar air waktu kecil

(+). Riwayat keluarga yang menderita cacar air (+). riwayat pengobatan

sebelumnya (-), riwayat alergi obat (-).

C. Pemeriksaan Fisis

1. Status presens

- Keadaan umum :

Sakit : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

25
Gizi : cukup

Hygiene : sedang

- Tanda vital :

Tensi : DBN

Pernafasan : DBN

Nadi : DBN

Suhu : DBN

- Kepala :

Sklera : Ikterus (-)

Konjungtiva : Anemia (-)

Bibir : sianosis (-)

- Jantung : DBN

- Abdomen : DBN

- Ekstremitas : DBN

- Kelenjar Limfe : DBN

2. Status dermatologi

- Lokasi : Abdominalis sinistra et anterior


- Ukuran : Miliar, nummular, plakat

- Effloresensi : Vesikel, bulla, eritema

26

Anda mungkin juga menyukai