Oleh :
1. Ryan Okta Wijaya A.Yani 1051011 065 20
2. Dhiyaratu Nabilah Mustajar 1051011 023 20
3. Zahra Rana Aqilah 1051011 058 20
4. Nurfajrirahmah Hanafi 1051011 042 20
5. Nurul Fatimah Hamzah 1051011 026 20
Pembimbing :
drg. Hj. Yayi Manggarsari, M. Kes
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
yang didiagnosis dokter tertinggi terdapat di Kabupaten Pinrang (2,8%), Kota
Makassar (2,5%), Kabupaten Toraja Utara (2,3%) dan Kota Palopo (2,1%).
Prevalensi diabetes yang didiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi di
Kabupaten Tana Toraja (6,1%), Kota Makassar (5,3%), Kabupaten Luwu (5,2%) dan
Kabupaten Luwu Utara (4,0%). Berdasarkan data Survailans Penyakit tidak menular
Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018 terdapat
Diabetes Melitus 27.470 kasus baru, 66.780 kasus lama dengan 747 kematian.
Di Indonesia, diabetes juga masih menjadi persoalan kesehatan yang cukup
serius bahkan terus mengalami peningkatan jumlah penderita di setiap tahunnya
seiring bertambahnya jumlah penduduk, pertambahan usia, meningkatnya gaya hidup
tidak sehat, pola makan tidak sehat, diet yang tidak sehat dan obesitas.
Menurut hasi studi Wijayanti et al., (2020) melaporkan bahwa pola makan dan
aktifitas fisik serta keterpaparan asap rokok memiliki pengaruh besar dalam kejadian
DM. Pola makan yang berisiko adalah pola makan yang sering mengkonsumsi
sumber makanan tinggi karbohidrat (nasi, roti dan mie), minuman dan makanan
manis, daging berlemak, sumber lemak, makanan cepat saji serta makanan yang
diawetkan. Begitu pula dengan aktivitas fisik yang rendah merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian diabetes melitus.
Pergeseran zaman menyebabkan pergeseran pola makan masyarakat, dimana
pola makan masyarakat yang alami berubah menjadi modern. Sebagian besar pola
makan modern banyak mengandung tinggi lemak, tinggi gula dan garam. Tidak
hanya itu saja makanan cepat saji baik dalam bentuk kaleng maupun yang ditawarkan
di berbagai outlet makanan juga semakin menjamur karena tingginya minat makan
masyarakat dengan makanan cepat saji yang dapat meningkatkan kadar gula darah.
Berdasarkan data Puskesmas Toddopuli jumlah penderita Diabetes Melitus di
wilayah kerja Puskesmas Toddopuli sebanyak 285 kasus di tahun 2022, dan
berdasarkan data 10 penyakit terbanyak diabetes melitus menempati urutan ketiga
yaitu sebanyak 146 kasus diabetes melitus pada bulan Januari 2023.
3
Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan upaya nyata untuk
mensosialisasikan serta mengedukasi masyarakat agar meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang diabetes melitus, faktor resiko, upaya pencegahannya serta
penggunaan obat antidiabetes melalui pengabdian kepada masyarakat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis faktor resiko penyakit Diabetes Melitus di wilayah kerja
Puskesmas Toddopuli.
2. Tujuan Khusus
Menganalisis besar masalah, kegawatan masalah, penyebab, upaya
pencegahan dan faktor yang penting pada kasus Diabetes Melitus di wilayah kerja
Puskesmas Toddopuli.
C. Manfaat
4
sehingga dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi kompetisi pasca
pendidikan.
5
BAB II
Adapun visi, misi, dan motto dari Puskesmas Toddopuli, adalah sebagai
berikut:
VISI
Dalam menetapkan visi Puskesmas Toddopuli berpedoman dan memperhatikan
VISI Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yaitu “Masyarakat sehat
mandiri, dan berkeadilan” serta VISI Dinas Kesehatan Kota Makassar yaitu
“Makassar sehat menuju kota Dunia” bahwa sebagai upaya penjabaran visi
Kementrian Kesehatan RI dan visi Dinas Kesehatan Kota Makassar, maka visi
6
Puskesmas Toddopuli adalah “Menjadi Sentra Pelayanan Kesehatan Prima
Terdepan”
MISI
1. Mengembangkan sarana dan prasarana PKM.
2. Meningkatkan kualitas SDM.
3. Meningkatkan mutu pelayanan PKM, baik UKP, UKM dan manajerial.
4. Menggalang kemitraan dengan masyarakat dan lintas sektoral di bidang
kesehatan.
5. Mengembangkan program inovasi.
MOTTO
“Melayani dengan Tulus, Profesional dan Peduli”
BUDAYA KERJA
Ramah dan Sopan Santun: Bersikap ramah terhadap pimpinan, staf, dan
pengunjung.
7
I: Inisiatif dan inovatif :Mengambil keputusan yang tepat dan kreatif dalam
menyelesaikan masalah
B. Keadaan Demografi
Sarana Kesehatan
8
Sarana kesehatan milik pemerintah, swasta, dan partisipasi masyarakatyang
terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Toddopuli turut berperan dalam
peningkatan status derahat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas
Toddopuli.
1. Klinik (Klinik Pratama) : 2 unit
2. Puskesmas : 1 unit
3. Dokter Praktek : 11 unit
4. Bidan Praktek Swasta (BPS) : 1 unit
5. Apotek : 7 unit
6. Batra : 2 unit
7. Batra pijat refleksi : 2 unit
8. Jumlah Posyandu : 9 unit
9. Jumlah Posbindu : 7 unit
Sarana Umum
1. Jumlah sarana olahraga : 3 yaitu tenis lapangan lokasi BLKI, Bulu tangkis
lokasi dirgantara, dan bola basket lokasi filadelfia.
2. Jumlah Sekolah :
a. Jumlah TK : 11
b. Jumlah SD :9
c. Jumlah SMP :3
d. Jumlah SMA : 2 dan SMK 3
Jumlah : 28 Sekolah
3. Jumlah Masjid :6
4. Jumlah Gereja :5
5. Panti Asuhan :3
6. Jumlah Rumah Makan dan Cafe : 47
9
D. Jenis-Jenis Pelayanan Pasien Rawat Jalan Puskesmas Toddopuli
10
8) Pelaksana Program Perkesmas (Pelayanan Keperawatan Kesehatan
Masyarakat)
c. Upaya kesehatan masyarakat perorangan dan laboratorium
1) Pelayanan pemeriksaan umum
2) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
3) Pelayanan KIA-KB
4) Pelayanan kamar tindak
5) Pelayanan Gizi
6) Pelayanan kefarmasian
7) Pelayanan laboratorium
8) Pelayanan kesehatan perorangan
d. Jaringan Pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan
Jaringan Pelayanan Puskesmas:
1) Puskesmas Keliling : 1 Unit
Jejaring Puskesmas:
1) Klinik (Klinik Pratama) : 1 unit
2) Dokter Praktek : 11 unit
3) Bidan Praktek Swasta (BPS) : 1 unit
4) Apotek : 7 unit
5) Batra : 2 unit
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes Melitus adalah penyakit kronik yang terjadi diakibatkan kegagalan
pankreas memproduksi insulin yang mencukupi atau tubuh tidak dapat menggunakan
secara efektif insulin yang diproduksi. Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah
adalah efek utama pada DM tidak terkontrol dan pada jangka waktu lama bisa
mengakibatkan kerusakan serius pada syaraf dan pembuluh darah.
B. Epidemiologi
12
Prevalensi Diabetes Melitus di Sulawesi Selatan 1,6 persen. DM yang
didiagnosis dokter atau berdasarkan gejala sebesar 3,4 persen. Prevalensi diabetes
yang didiagnosis dokter tertinggi terdapat di Kabupaten Pinrang (2,8%), Kota
Makassar (2,5%), Kabupaten Toraja Utara (2,3%) dan Kota Palopo (2,1%).
Prevalensi diabetes yang didiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi di
Kabupaten Tana Toraja (6,1%), Kota Makassar (5,3%), Kabupaten Luwu (5,2%) dan
Kabupaten Luwu Utara (4,0%). Berdasarkan data Survailans Penyakit tidak menular
Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018 terdapat
Diabetes Melitus 27.470 kasus baru, 66.780 kasus lama dengan 747 kematian.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa, dengan
prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2% pada daerah rural,
sehingga diperkirakan pada tahun 2003 didapatkan 8,2 juta pasien DM di daerah
rural. Berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan bahwa pada tahun 2030
nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi
prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%), maka diperkirakan terdapat 28
juta pasien diabetes di daerah urban dan 13,9 juta di daerah rural. Laporan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 oleh Departemen Kesehatan
menunjukkan peningkatan prevalensi DM menjadi 8,5%.
C. Faktor Resiko
13
mengatakan bahwa pada negara berkembang usia yang berisiko adalah
usia di atas 45 tahun dan pada negara maju penduduk yang berisiko adalah
usia 65 tahun ke atas.
14
remodeling vaskular menyebabkan hilangnya sel β pankreas
dannpelemahan sekresi insulin dengan yang sesuai pengurangan
reabsorpsi natrium oleh insulin, peningkatan resistensi arteri perifer dan
akhirnya berkontribusi terhadap hipertensi. Jadi orang dengan tekanan
darah tinggi biasanya memiliki resistensi insulin dan memiliki
peningkatan risiko terkena diabetes dibandingkan dengan mereka yang
memiliki tekanan darah biasa. Ini mungkin karena kondisi tubuh yang
menghubungkan kedua kondisi tersebut, seperti: peradangan stres
oksidatif, aktivasi sistem kekebalan tubuh, penyakit atau penebalan
pembuluh darah dan kegemukan. Jadi meskipun hipertensi mungkin tidak
menyebabkan diabetes secara langsung, hal itu dapat meningkatkan risiko
seseorang terkena diabetes jika memiliki tekanan darah tinggi.
d. Kebiasaan Merokok
Merokok adalah faktor risiko yang paling sering ditemui dalam
berbagai penyakit termasuk DM Tipe 2. Penelitian mengemukakan bahwa
sensitivitas insulin dapat turun oleh nikotin dan bahan kimia berbahaya
lain di dalam rokok. Nikotin dapat meningkatkan kadar hormon
katekolamin dalam tubuh, antara lain adrenalin dan
noradrenalin. Naiknya tekanan darah, denyut jantung, glukosa darah, dan
pernapasan merupakan efek yang ditimbulkan dari pelepasan adrenalin
tersebut.
D. Etiologi
Diabetes mellitus secara etiologis diklasifikasikan menjadi sebagai berikut
15
2. Diabetes melitus tipe 2
Penyebab spesifik dari tipe diabetes ini masih belum diketahui, terjadi gangguan kerja
insulin dan sekresi insulin, bisa predominan gangguan sekresi insulin ataupun
predominan resistensi insulin.
Diabetes mellitus tipe lainnya disebabkan oleh berbagai macam penyebab lainnya
seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik pada kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab
imunologi yang jarang, dan sindrom genetiklain yang berkaitan dengan DM.
Diabetes mellitus gestational yaitu diabetes yang terjadi pada kehamilan, diduga
disebabkan oleh karena resistensi insulin akibat hormon-hormon seperti prolaktin,
progesteron, estradiol, dan hormon plasenta.
E. Patofisiologi
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Hasil penelitian
terbaru telah diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari
yang diperkirakan sebelumnya. Organ lain yang juga terlibat pada DM tipe 2 adalah
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel alfa
pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak
(resistensi insulin), yang ikut berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa.
Saat ini sudah ditemukan tiga jalur patogenesis baru dari ominous octetyang
memperantarai terjadinya hiperglikemia pada DM tipe 2. Sebelas organ penting
dalam gangguan toleransi glukosa ini (egregious eleven) perlu dipahami karena dasar
patofisiologi ini memberikan konsep:
16
1. Pengobatan harus ditujukan untuk memperbaiki gangguan patogenesis, bukan
hanya untuk menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasarkan pada kinerja obat sesuai
dengan patofisiologi DM tipe 2.
Schwartz pada tahun 2016 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, hepar, dan sel
beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis pasien DM tipe 2 tetapi
terdapat delapan organ lain yang berperan, disebut sebagai the egregious eleven
(Gambar 1).
17
Secara garis besar patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal (egregious
eleven) yaitu:
Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, agonis glucagon-like peptide (GLP-1) dan penghambat dipeptidil
peptidase-4 (DPP-4).
Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia
dan sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada sintesis glukagon yang dalam
keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan produksi glukosa hati (hepatic glucose production) dalam keadaan
basal meningkat secara bermakna dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1
receptor agonist (GLP-1 RA), penghambat DPP-4 dan amilin.
3. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty acid/FFA) dalam
plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan
mencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot, sehingga mengganggu sekresi
insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoksisitas. Obat
yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidinedion.
4. Otot
18
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin dan
tiazolidinedion.
5. Hepar
Pada pasien DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar (hepatic
glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah
metformin, yang menekan proses glukoneogenesis.
6. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obese
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan
justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang
bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 RA, amilin dan bromokriptin.
7. Kolon/Mikrobiota
8. Usus halus
Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar dibanding bilar
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin ini diperankan
oleh 2 hormon yaitu glucagon-like polypeptide-1 (GLP-1) dan glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide (GIP).
19
Pada pasien DM tipe 2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap
hormon GIP. Hormon inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
kinerja DPP-4 adalah penghambat DPP-4. Saluran pencernaan juga mempunyai peran
dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim alfa glukosidase yang akan
memecah polisakarida menjadi monosakarida, dan kemudian diserap oleh usus
sehingga berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja
untuk menghambat kinerja enzim alfa glukosidase adalah acarbosa.
9. Ginjal
10. Lambung
20
Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respon fase akut (disebut sebagai
inflamasi derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi sistem imun bawaan/innate)
yang berhubungan erat dengan patogenesis DM tipe 2 dan berkaitan dengan
komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis. Inflamasi sistemik derajat rendah
berperan dalam induksi stres pada endoplasma akibat peningkatan kebutuhan
metabolisme untuk insulin. DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer dan
penurunan produksi insulin, disertai dengan inflamasi kronik derajat rendah pada
jaringan perifer seperti adiposa, hepar dan otot. Beberapa dekade terakhir, terbukti
bahwa adanya hubungan antara obesitas dan resistensi insulin terhadap inflamasi. Hal
tersebut menggambarkan peran penting inflamasi terhadap patogenesis DM tipe 2,
yang dianggap sebagai kelainan imun (immune disorder). Kelainan metabolik lain
yang berkaitan dengan inflamasi juga banyak terjadi pada DM tipe 2.
F. Manifestasi klinis
a. Gejala akut diabetes melitus yaitu polyphagia (banyak makan), polydipsia (banyak
minum), poliuria (banyak kencing atau sering kencing di malam hari), nafsu makan
bertambah namun berat badan menurun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu), serta mudah mengalami kelelahan.
b. Gejala kronik diabetes mellitus seperti rasa kesemutan, kelainan kulit, mudah
mengantuk, gigi mudah goyah dan mudah lepas, gatal, bisul yang sulit sembuh,
penglihatan kabur gangguan refraksi mata, diplopia, mulut kering, impotensi pada
pria, dan pruritus vulva pada wanita Sedangkan menurut International Diabetes
Federation tahun 2017, juga disebutkan manifestasi klinis dari DM tipe 2 yaitu
penderita dapat mengalami proses penyembuhan luka yang lama.
G. Diagnosis
21
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah
utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh
WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukandengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
22
Keterangan:
23
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Diabetes
melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa
terganggu(GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan
TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan
sementaramenuju diabetes melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko
untukterjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis
diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2021.
H. Diagmosis Banding
Diagnosis banding untuk diabetes mellitus tipe 2 adalah diabetes mellitus tipe
1 dan Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY).
Diabetes Melitus tipe 1
24
ini menyebabkan pasien sangat bergantung dengan insulin eksogen untuk
menurunkan glukosa darah, mengurangi hiperglukagnonemia, mencegah ketosis.
Diabetes mellitus tipe 1 biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda,
dengan peak incidence usia 10-14 tahun. Diabetes mellitus tipe 1 dapat dibedakan
dengan tipe 2 berdasarkan pemeriksaan kadar insulin, C-peptida, dan uji antibodi.
I. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan
Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien DM.
Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah.
25
darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
a. Diet
26
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive,
Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh
adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan
hidup yang kurang gerak atau bermalas malasan.
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak
berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat
hipoglikemik.
d. Pendidikan Kesehatan
1. Antidiabetik oral
27
ini bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya. Pemilihan obat
antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes.
Pemilihan terapi menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis
obat atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang
digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi
kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang
ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea,
biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin.
2. Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia.
Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang
dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai
tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik
oral, kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala
dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM
tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin
merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun
metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan
glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa
secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta
28
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari
glukosa.
J. Komplikasi
a. Komplikasi Akut
b. Komplikasi Kronis
29
K. Pencegahan
a. Pencegahan Premordial
b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang- orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM, tetapi
berpotensi untuk menderita DM diantaranya :
30
pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang
sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk:, dan risiko merokok bagi kesehatan.
c. Pencegahan Sekunder
1. Penyuluhan
2. Perencanaan makanan
3. Latihan jasmani
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
d. Pencegahan Tersier
31
BAB IV
ANALISIS KASUS/MASALAH
32
yang berisiko adalah usia 65 tahun ke atas. Adanay proses penuaan,
menyebabkan semakin berkurangnya kemampuan sel b pankreas
menghasilkan insulin dalam kadar yang terkontrol.
Usia
<45 tahun
2 orang
>45 tahun
13 orang
9 orang
33
3. Obesitas
Obesitas ialah penumpukan lemak dalam tubuh yang sangat tinggi. Kalori
yang masuk ke tubuh lebih tinggi dibandingkan aktivitas fisik yang
dilakukan untuk membakarnya sehingga lemak menumpuk dan
meningkatkan risiko DM tipe 2. Kriteria Obesitas yakni IMT ≥25 kg/m2
atau ukuran lingkar perut ≥80cm bagi wanita serta ≥90 cm bagi pria. pria
Status Gizi
Obesitas
Overweight
3 orang
Normal
7 orang
5 orang
34
Aktivitas Fisik
5 orang
Aktivitas baik
Aktivitas kurang
10
orang
5. Hipertensi
Sebuah penelitian menemukan bahwa riwayat hipertensi memiliki
ikatan erat dengan kasus DM Tipe II. Risikonya menjadi 2,629 kali lebih
tinggi dibanding bukan pengidap hipertensi.
Orang dengan tekanan darah tinggi biasanya memiliki resistensi
insulin dan memiliki peningkatan risiko terkena diabetes dibandingkan
dengan mereka yang memiliki tekanan darah biasa. Ini mungkin karena
kondisi tubuh yang menghubungkan kedua kondisi tersebut, seperti:
peradangan stres oksidatif ,aktivasi sistem kekebalan tubuh, penyakit atau
penebalan pembuluh darah dan kegemukan Jadi meskipun hipertensi
mungkin tidak menyebabkan diabetes secara langsung, hal itu dapat
meningkatkan risiko seseorang terkena diabetes jika memiliki tekanan
darah tinggi.
35
Riwayat Hipertensi
Hipertensi
Tidak Hipertensi
6 orang
9 orang
6. Kebiasaan Merokok
Merokok adalah faktor risiko yang paling sering ditemui dalam berbagai
penyakit termasuk DM Tipe 2. Penelitian mengemukakan bahwa
sensitivitas insulin dapat turun oleh nikotin dan bahan kimia berbahaya lain
di dalam rokok. Nikotin dapat meningkatkan kadar hormon katekolamin
dalam tubuh, antara lain adrenalin dan noradrenalin. Naiknya tekanan
darah, denyut jantung, glukosa darah, dan pernapasan merupakan efek yang
ditimbulkan dari pelepasan adrenalin tersebut.
36
Merokok
Merokok
Tidak Merokok
7 orang
8 orang
Dari data karakteristik faktor resiko yang kami dapatkan, kami menentukan 3
faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu: Obesitas, Hipertensi dan Merokok.
Untuk tahapan alisis kasus/masalah, terdapat beberapa tahapan untuk mengetahui
adanya masalah atau hambatan program pengobatan Diabetes Melitus di Puskesmas
Toddopuli. Untuk penyelesaiannya yaitu :
Kriteria A : Besar masalah (nilai 0-10)
Kriteria B : Kegawatan masalah (nilai 1-5)
Kriteria C : Kemudahan penanggulangan (nilai 1-5)
Kriteria D : PEARL faktor (nilai 0 atau 1)
A. Besar Masalah
1. Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan berdasarkan data yang dimiliki oleh
Puskesmas Toddopuli, wawancara dengan kepala Puskesmas dan penanggung
jawab di bidang penyakit tidak menular bagian DM Puskesmas Toddopuli, serta
data dari bagian rekam medis. Dari data karakteristik faktor resiko yang kami
37
dapatkan, kami menentukan 3 faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu:
obesitas, hipertensi, dan merokok.
No. Masalah Sasaran Cakupan Selisih
15 7 8
1. Obesitas
(100%) (47%) (53%)
15 8 7
2. Merokok
(100%) (53%) 47%
15 9 6
3. Hipertensi
(100%) (60%) (40%)
2. Besar Masalah
Penilaian besar masalah dengan mengunakan interval rumus sebagai
berikut :
Kelas N = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 3
= 1 + 3,3 (0,47)
= 1 + 1,55
= 2,55
= 3
NilaiTertinggi−Nilaiterendah
Interval =
JumlahKelas
= 53 – 40
3
= 4,3
38
Besar MasalahTerhadap Angka
KejadianPenyakit
Interval
No Faktor Resiko DM Nilai
40-44,3 44,4-48,7 48,7-53
Nilai
1 Obesitas X 9,99
2 Merokok X 6,66
3 Hipertensi X 3,33
B. Kegawatan Masalah
Merupakan hasil rata-rata pengambilan suara dari 5 anggota kelompok
mengenai 3 faktor tingkat kegawatan dengan bobot nilai :
Keganasan Skor Urgensi Skor Biaya Skor
Sangat Sangat
Sangat ganas 5 5 5
mendesak murah
Kurang
Kurang ganas 2 2 Mahal 2
mendesak
Sangat
Tidak ganas 1 Tidak mendesak 1 1
mahal
39
1. KEGANASAN
No. Masalah Keganasan Total
1. 4+4+3+3+3
Obesitas 3,4
5
2. 4+3+2+3+3
Merokok 3
5
3. 5+4+4+4+5
Hipertensi 4,4
5
2. URGENSI
No. Masalah Urgensi Total
3+4+3+3+4
1. Obesitas 3,4
5
3+3+3+3+4
2. Merokok 3,2
5
4+5+4+4+4
3. Hipertensi 4,2
5
40
No Biaya yang
Masalah Total
. dikeluarkan
5+5+5+5+3
1. Obesitas 4,6
5
5+5+4+4+2
2. Merokok 4
5
3+2+5+2+3
3. Hipertensi 3
5
C. Kemudahan Penanggulangan
Kemudahan
No Masalah Jumlah
Penanggulangan
5+5+4+4+4
1 Obesitas 4,4
5
41
5
1+3+1+3+1
3 Hipertensi 1,8
5
D. PEARL Faktor
No Masalah P E A R L Nilai
1 Obesitas 1 0 1 0 1 0
2 Merokok 1 1 1 0 1 0
3 Hipertensi 1 1 1 1 1 1
42
Setelah KriteriaA,B,C dan D ditetapkan. Nilai tersebut dimasukkan kedalam
rumus :
Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A+B) X C
Nilai Prioritas Total (NPT) = (A+B) X C X D
Jadi, adapun Besar Prioritas Masalah:
NPD = NPT =
No Masalah A B C D
(A+B) X C (A+B) X C X D
(9,99+11,4)x4,4=94,12 (9,99+11,4)x4,4x0=0
1 Obesitas 9,99 11,4 4,4 0
(6,66+10,2)x2,4=40,46 (6,66+10,2)x2,4x0=0
2 Merokok 6,66 10,2 2,4 0
(3,33+11,6)x1,8=26,87 (3,33+11,6)x1,8x1=0
3 Hipertensi 3,33 11,6 1,8 1
Dari hasil tabel sebelumnya, didapatkan urutan dari prioritas masalah adalah sebagai
berikut :
1. Obesitas
2. Merokok
3. Hipertensi
43
Kurangnya perhatian petugas kesehatan dalam
INPUT MAN
mengedukasi langsung penderita DM
44
RENCANA KEGIATAN
Berdasarkan kriteria mutlak dan kriteria keinginan, maka ada beberapa
rencana kegiatan yang dapat dijadikansebagai Plan of Action (PoA), yaitu:
1. ……….
45
obesitas seimbang
khususnya
yang beresiko
DM
46
BAB V
KESIMPULAN
47
DAFTAR PUSTAKA
Busatta F. 2011. Obesity, diabetes an the thrifty gene. Antrocom Online Journal of
Anthropology.2011; 7(1)
American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetesʹ 2019.
Diabetes Care. .2019.;38 (Sppl 1):S1-S87
International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas 8th ed. 2017. available from
http://www.diabetesatlas.org
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) .2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
DYSON, P. A., et al. Diabetes UK evidence‐based nutrition guidelines for the
prevention and management of diabetes. Diabetic medicine, 2018, 35.5: 541-547.
Perkeni. 2021. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitustipe 2 di
Indonesia.
Schwatrz SS, et al. The time is right for a new classification system for diabetes
rationale and implications of the E-cell-centric classification schema. Diabetes Care.
2016; 39: 179 ʹ86.
International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas 8th ed. 2017 available from
http://www.diabetesatlas.org
Fatimah, R. N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority, 4(5), 1–9.
48
LAMPIRAN
49