Anda di halaman 1dari 49

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI, 2023

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RESIKO PENYAKIT DIABETES


MELITUS DI PUSKESMAS TODDOPULI TAHUN 2023

Oleh :
1. Ryan Okta Wijaya A.Yani 1051011 065 20
2. Dhiyaratu Nabilah Mustajar 1051011 023 20
3. Zahra Rana Aqilah 1051011 058 20
4. Nurfajrirahmah Hanafi 1051011 042 20
5. Nurul Fatimah Hamzah 1051011 026 20

Pembimbing :
drg. Hj. Yayi Manggarsari, M. Kes

(Dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes adalah penyakit kronis berupa gangguan metabolik yang ditandai


dengan kadar gula darah yang melibih batas normal. Diabetes Melitus adalah salah
satu penyakit tidak menular akibat terjadinya gangguan metabolisme kronis ditandai
dengan tingginya kadar gula darah. Gangguan ini dapat diakibatkan oleh sekresi
hormon insulin tidak kuat atau fungsi insulin terganggu (resistensi insulin) atau justru
gabungan dari keduanya.
Diabetes Melitus dapat disebut juga dengan the silent killer karena penyakit
ini dapat menyebar ke semua organ tubuh dapat menimbulkan berbagai macam
keluhan. Penyakit yang ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan, katarak,
penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka yang tidak kunjung sembuh
dan membusuk, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya.
Diabetes Melitus menjadi masalah kesehatan masyarakat utama karena
komplikasinya bersifat jangka pendek dan jangka panjang.
International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa terdapat 537 juta
orang pada usia 20-79 tahun di dunia menderita diabetes melitus pada tahun 2021.
Ada 19,5 juta warga Indonesia mengidap diabetes. Angka ini diprediksikan akan terus
meningkat mencapai hingga 578 juta ditahun 2030 dan 700 juta ditahun 2045. IDF
menyatakan penderita DM pada pada umur 20-79 tahun, terdapat 10 negara dengan
jumlah penderita tertinggi dunia yaitu : Cina 140,9 juta jiwa, India 74,2 juta jiwa,
Pakistan 33 juta jiwa, ketiga negara ini menempati urutan 3 teratas pada tahun 2021.
Indonesia berada diperingkat ke 5 sebagai Negara dengan jumlah penderita diabetes
terbanyak di dunia. (IDF, 2021).
Prevalensi Diabetes Melitus di Sulawesi Selatan 1,6 persen. DM yang
didiagnosis dokter atau berdasarkan gejala sebesar 3,4 persen. Prevalensi diabetes

2
yang didiagnosis dokter tertinggi terdapat di Kabupaten Pinrang (2,8%), Kota
Makassar (2,5%), Kabupaten Toraja Utara (2,3%) dan Kota Palopo (2,1%).
Prevalensi diabetes yang didiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi di
Kabupaten Tana Toraja (6,1%), Kota Makassar (5,3%), Kabupaten Luwu (5,2%) dan
Kabupaten Luwu Utara (4,0%). Berdasarkan data Survailans Penyakit tidak menular
Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018 terdapat
Diabetes Melitus 27.470 kasus baru, 66.780 kasus lama dengan 747 kematian.
Di Indonesia, diabetes juga masih menjadi persoalan kesehatan yang cukup
serius bahkan terus mengalami peningkatan jumlah penderita di setiap tahunnya
seiring bertambahnya jumlah penduduk, pertambahan usia, meningkatnya gaya hidup
tidak sehat, pola makan tidak sehat, diet yang tidak sehat dan obesitas.
Menurut hasi studi Wijayanti et al., (2020) melaporkan bahwa pola makan dan
aktifitas fisik serta keterpaparan asap rokok memiliki pengaruh besar dalam kejadian
DM. Pola makan yang berisiko adalah pola makan yang sering mengkonsumsi
sumber makanan tinggi karbohidrat (nasi, roti dan mie), minuman dan makanan
manis, daging berlemak, sumber lemak, makanan cepat saji serta makanan yang
diawetkan. Begitu pula dengan aktivitas fisik yang rendah merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian diabetes melitus.
Pergeseran zaman menyebabkan pergeseran pola makan masyarakat, dimana
pola makan masyarakat yang alami berubah menjadi modern. Sebagian besar pola
makan modern banyak mengandung tinggi lemak, tinggi gula dan garam. Tidak
hanya itu saja makanan cepat saji baik dalam bentuk kaleng maupun yang ditawarkan
di berbagai outlet makanan juga semakin menjamur karena tingginya minat makan
masyarakat dengan makanan cepat saji yang dapat meningkatkan kadar gula darah.
Berdasarkan data Puskesmas Toddopuli jumlah penderita Diabetes Melitus di
wilayah kerja Puskesmas Toddopuli sebanyak 285 kasus di tahun 2022, dan
berdasarkan data 10 penyakit terbanyak diabetes melitus menempati urutan ketiga
yaitu sebanyak 146 kasus diabetes melitus pada bulan Januari 2023.

3
Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan upaya nyata untuk
mensosialisasikan serta mengedukasi masyarakat agar meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang diabetes melitus, faktor resiko, upaya pencegahannya serta
penggunaan obat antidiabetes melalui pengabdian kepada masyarakat.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Menganalisis faktor resiko penyakit Diabetes Melitus di wilayah kerja
Puskesmas Toddopuli.
2. Tujuan Khusus
Menganalisis besar masalah, kegawatan masalah, penyebab, upaya
pencegahan dan faktor yang penting pada kasus Diabetes Melitus di wilayah kerja
Puskesmas Toddopuli.

C. Manfaat

1. Bagi Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Toddopuli


Memberikan informasi dan menambah wawasan kepada masyarakat
khususnya bagi masyarakat wilayah kerja Puskesmas Toddupuli terkait
pentingnya hidup sehat, pola komsumsi serta mengetahui faktor resiko penyakit
Diabetes Melitus,
2. Bagi Puskesmas Toddopuli
Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan informasi, bahan masukan
yang bermanfaat dan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan
keputusan dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit diabetes mellitus.
3. Bagi Dokter Muda
Dokter muda dapat menambah, mengulang pelajaran praktis klinis lapangan
dan membandingkan ilmu yang diperoleh dengan dunia kerja yang sesungguhnya

4
sehingga dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi kompetisi pasca
pendidikan.

5
BAB II

GAMBARAN UMUM PUSKESMAS TODDOPULI

A. Gambaran Demografi Puskesmas

Puskesmas Toddopuli Kota Makassar berdiri pada Tahun 2013, tepatnya


dideklarasikan pada bulan November pada hari Kesehatan Nasional (HKN),
Puskesmas ini merupakan pengembangan dari Pustu Puskesmas Batua Kecamatan
Panakukang Makassar, yang beralamat di Jl Toddopuli Raya nomor 96
Makassar.Wilayah kerja Puskesmas Toddopuli terdiri dari 1 (satu) Kelurahan, 10
(sepuluh) ORW, 52 (Lima puluh dua) ORT. Secara geografis, Puskesmas Toddopuli
terletak sekitar 8 Km sebelah kanan Kota Makassar, tepatnya di Kecamatan
Panakukang Kelurahan Paropo dengan luas wilayah kerja 1,94 Km2.
Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
 Sebelah utara : Kelurahan Panaikang.

 Sebelah selatan : Kelurahan Pandang/ Borong.

 Sebelah barat : Kelurahan Pandang/Karampuang.

 Sebelah timur : Kelurahan Tello Baru Batua.

Adapun visi, misi, dan motto dari Puskesmas Toddopuli, adalah sebagai
berikut:
VISI
Dalam menetapkan visi Puskesmas Toddopuli berpedoman dan memperhatikan
VISI Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yaitu “Masyarakat sehat
mandiri, dan berkeadilan” serta VISI Dinas Kesehatan Kota Makassar yaitu
“Makassar sehat menuju kota Dunia” bahwa sebagai upaya penjabaran visi
Kementrian Kesehatan RI dan visi Dinas Kesehatan Kota Makassar, maka visi

6
Puskesmas Toddopuli adalah “Menjadi Sentra Pelayanan Kesehatan Prima
Terdepan”

MISI
1. Mengembangkan sarana dan prasarana PKM.
2. Meningkatkan kualitas SDM.
3. Meningkatkan mutu pelayanan PKM, baik UKP, UKM dan manajerial.
4. Menggalang kemitraan dengan masyarakat dan lintas sektoral di bidang
kesehatan.
5. Mengembangkan program inovasi.

MOTTO
“Melayani dengan Tulus, Profesional dan Peduli”

BUDAYA KERJA
Ramah dan Sopan Santun: Bersikap ramah terhadap pimpinan, staf, dan
pengunjung.

Tata Nilai: TODDOPULI


T: Tanggung Jawab : Menjalankan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab
O: Optimis : Optimis dalam menjalankan tugas
D: Disiplin : Disiplin dalam menalankan tugas
D: Dedikasi: Merupakan pengorbanan, tenaga, pikiran, dan waktu
demi keberhasilan suatu usaha untuk mencapati tujuan
O: Obyektif : Bersikap obyektif dalam memandang suatu masalah
P: Profesional : Profesional dalam menjalankan tugas
U: Ulet : Tidak mudah menyerah dalam melakukan sesuatu
L: Loyal : Setia, taat dan teguh serta konsisten dalam
memberikan dukungan kepada institusi

7
I: Inisiatif dan inovatif :Mengambil keputusan yang tepat dan kreatif dalam
menyelesaikan masalah

B. Keadaan Demografi

Gambar 2.1.Demografi Puskesmas Toddopuli

Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Toddopuli pada tahun 2021


adalah 16.588 jiwa dengan laki-laki 8.117 jiwa, perempuan 8471 jiwa. Dengan
jumlah rumah tangga sebanyak 3618 Rumah Tangga, dengan luas wilayah 1,94 km2.

C. Keadaan Sarana Wilayah Toddopuli

 Sarana Kesehatan

8
Sarana kesehatan milik pemerintah, swasta, dan partisipasi masyarakatyang
terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Toddopuli turut berperan dalam
peningkatan status derahat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas
Toddopuli.
1. Klinik (Klinik Pratama) : 2 unit
2. Puskesmas : 1 unit
3. Dokter Praktek : 11 unit
4. Bidan Praktek Swasta (BPS) : 1 unit
5. Apotek : 7 unit
6. Batra : 2 unit
7. Batra pijat refleksi : 2 unit
8. Jumlah Posyandu : 9 unit
9. Jumlah Posbindu : 7 unit

 Sarana Umum
1. Jumlah sarana olahraga : 3 yaitu tenis lapangan lokasi BLKI, Bulu tangkis
lokasi dirgantara, dan bola basket lokasi filadelfia.
2. Jumlah Sekolah :
a. Jumlah TK : 11
b. Jumlah SD :9
c. Jumlah SMP :3
d. Jumlah SMA : 2 dan SMK 3
Jumlah : 28 Sekolah
3. Jumlah Masjid :6
4. Jumlah Gereja :5
5. Panti Asuhan :3
6. Jumlah Rumah Makan dan Cafe : 47

9
D. Jenis-Jenis Pelayanan Pasien Rawat Jalan Puskesmas Toddopuli

Jenis pelayanan yang diberikan Puskesmas Toddopuli adalah sebagai berikut:


1. Upaya Kesehatan Masyarakat Perorangan (UKP) dan laboratorium
a. Pelayanan pemeriksaan umum
b. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
c. Pelayanan KIA - KB
d. Pelayanan kamar tindak
e. Pelayanan Gizi
f. Pelayanan kefarmasian
g. Pelayanan laboratorium
h. Pelayanan kesehatan perorangan

2. Program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)


a. Program UKM Esensial
1) Upaya Promosi Kesehatan
2) Upaya Kesehatan Lingkungan
3) Upaya Kesehatan Ibu, Anak, dan Keluarga Berencana
4) Upaya Kesehatan Gizi
5) Upaya Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
b. Program Upaya Kesehatan Pengembangan
1) Pelaksana Program UKS / UKGM
2) Pelaksana Program Kesehatan Indera
3) Pelaksana Program Kesehatan Jiwa
4) Pelaksana Program Kesehatan Tradisional
5) Pelaksana Program Kesehatan Lansia
6) Pelaksana Program UKK
7) Pelaksana Program PKPR

10
8) Pelaksana Program Perkesmas (Pelayanan Keperawatan Kesehatan
Masyarakat)
c. Upaya kesehatan masyarakat perorangan dan laboratorium
1) Pelayanan pemeriksaan umum
2) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
3) Pelayanan KIA-KB
4) Pelayanan kamar tindak
5) Pelayanan Gizi
6) Pelayanan kefarmasian
7) Pelayanan laboratorium
8) Pelayanan kesehatan perorangan
d. Jaringan Pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan
Jaringan Pelayanan Puskesmas:
1) Puskesmas Keliling : 1 Unit
Jejaring Puskesmas:
1) Klinik (Klinik Pratama) : 1 unit
2) Dokter Praktek : 11 unit
3) Bidan Praktek Swasta (BPS) : 1 unit
4) Apotek : 7 unit
5) Batra : 2 unit

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diabetes Melitus adalah penyakit kronik yang terjadi diakibatkan kegagalan
pankreas memproduksi insulin yang mencukupi atau tubuh tidak dapat menggunakan
secara efektif insulin yang diproduksi. Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah
adalah efek utama pada DM tidak terkontrol dan pada jangka waktu lama bisa
mengakibatkan kerusakan serius pada syaraf dan pembuluh darah.

B. Epidemiologi

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan


peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.
Organisasi WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah pasien DM tipe 2 yang
cukup besar pada tahun-tahun mendatang. Badan kesehatan dunia WHO memprediksi
kenaikan jumlah pasien DM tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.

International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa terdapat 537 juta


orang pada usia 20-79 tahun di dunia menderita diabetes melitus pada tahun 2021.
Ada 19,5 juta warga Indonesia mengidap diabetes. Angka ini diprediksikan akan terus
meningkat mencapai hingga 578 juta ditahun 2030 dan 700 juta ditahun 2045. IDF
menyatakan penderita DM pada pada umur 20-79 tahun, terdapat 10 negara dengan
jumlah penderita tertinggi dunia yaitu : Cina 140,9 juta jiwa, India 74,2 juta jiwa,
Pakistan 33 juta jiwa, ketiga negara ini menempati urutan 3 teratas pada tahun 2021.
Indonesia berada diperingkat ke 5 sebagai Negara dengan jumlah penderita diabetes
terbanyak di dunia. (IDF, 2021).

12
Prevalensi Diabetes Melitus di Sulawesi Selatan 1,6 persen. DM yang
didiagnosis dokter atau berdasarkan gejala sebesar 3,4 persen. Prevalensi diabetes
yang didiagnosis dokter tertinggi terdapat di Kabupaten Pinrang (2,8%), Kota
Makassar (2,5%), Kabupaten Toraja Utara (2,3%) dan Kota Palopo (2,1%).
Prevalensi diabetes yang didiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi di
Kabupaten Tana Toraja (6,1%), Kota Makassar (5,3%), Kabupaten Luwu (5,2%) dan
Kabupaten Luwu Utara (4,0%). Berdasarkan data Survailans Penyakit tidak menular
Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018 terdapat
Diabetes Melitus 27.470 kasus baru, 66.780 kasus lama dengan 747 kematian.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa, dengan
prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2% pada daerah rural,
sehingga diperkirakan pada tahun 2003 didapatkan 8,2 juta pasien DM di daerah
rural. Berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan bahwa pada tahun 2030
nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi
prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%), maka diperkirakan terdapat 28
juta pasien diabetes di daerah urban dan 13,9 juta di daerah rural. Laporan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 oleh Departemen Kesehatan
menunjukkan peningkatan prevalensi DM menjadi 8,5%.

C. Faktor Resiko

 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah


a. Riwayat Keluarga dengan DM
Peran genetik riwayat keluarga dapat meningkatkan risiko kejadian
DM. Apabila keluarga ada yang menderita DM maka akan lebih beresiko
mengalami DM. Hal ini dibuktikan dengan penentu genetik diabetes ada
kaitannya dengan tipe histokompatibilitas HLA yang spesifik.
b. Umur
Umur meningkatkan risiko mengalami diabetes. Tjekyan (2014)

13
mengatakan bahwa pada negara berkembang usia yang berisiko adalah
usia di atas 45 tahun dan pada negara maju penduduk yang berisiko adalah
usia 65 tahun ke atas.

 Faktor Risiko yang Dapat Diubah


a. Obesitas
Obesitas ialah penumpukan lemak dalam tubuh yang sangat tinggi.
Kalori yang masuk ke tubuh lebih tinggi dibandingkan aktivitas fisik yang
dilakukan untuk membakarnya sehingga lemak menumpuk dan
meningkatkan risiko DM tipe 2. Kriteria Obesitas yakni IMT ≥25 kg/m2
atau ukuran lingkar perut ≥80cm bagi wanita serta ≥90 cm bagi pria.
b. Kurang Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik yang dapat membakar kalori menaikkan
risiko DM Tipe 2. Lapisan masyarakat berpenghasilan tinggi umumnya
jarang melakukan aktivitas fisik. Strategi terbaik untuk mencegah DMT2
ialah dengan mengendalikan berat badan serta menjalankan aktivitas fisik
minimal 30 menit perhari.
c. Hipertensi
Sebuah penelitian menemukan bahwa riwayat hipertensi memiliki
ikatan erat dengan kasus DM Tipe II. Risikonya menjadi 2,629 kali lebih
tinggi dibanding bukan pengidap hipertensi.
Pasien dengan diabetes melitus mengalami peningkatan resistensi
arteri perifer yang disebabkan oleh remodeling vaskular dan peningkatan
tubuh Volume cairan yang berhubungan dengan hiperinsulinemia yang
diinduksi resistensi insulin dan hiperglikemia. Kedua mekanisme ini
meningkatkan tekanan darah sistemik.

Pada tahap awal diabetes, hiperglikemia dan Hiperinsulinemia


dapat mempromosikan remodeling vaskular, Perkembangan bertahap dari

14
remodeling vaskular menyebabkan hilangnya sel β pankreas
dannpelemahan sekresi insulin dengan yang sesuai pengurangan
reabsorpsi natrium oleh insulin, peningkatan resistensi arteri perifer dan
akhirnya berkontribusi terhadap hipertensi. Jadi orang dengan tekanan
darah tinggi biasanya memiliki resistensi insulin dan memiliki
peningkatan risiko terkena diabetes dibandingkan dengan mereka yang
memiliki tekanan darah biasa. Ini mungkin karena kondisi tubuh yang
menghubungkan kedua kondisi tersebut, seperti: peradangan stres
oksidatif, aktivasi sistem kekebalan tubuh, penyakit atau penebalan
pembuluh darah dan kegemukan. Jadi meskipun hipertensi mungkin tidak
menyebabkan diabetes secara langsung, hal itu dapat meningkatkan risiko
seseorang terkena diabetes jika memiliki tekanan darah tinggi.

d. Kebiasaan Merokok
Merokok adalah faktor risiko yang paling sering ditemui dalam
berbagai penyakit termasuk DM Tipe 2. Penelitian mengemukakan bahwa
sensitivitas insulin dapat turun oleh nikotin dan bahan kimia berbahaya
lain di dalam rokok. Nikotin dapat meningkatkan kadar hormon
katekolamin dalam tubuh, antara lain adrenalin dan
noradrenalin. Naiknya tekanan darah, denyut jantung, glukosa darah, dan
pernapasan merupakan efek yang ditimbulkan dari pelepasan adrenalin
tersebut.

D. Etiologi
Diabetes mellitus secara etiologis diklasifikasikan menjadi sebagai berikut

1. Diabetes melitus tipe 1

Terjadi destruksi sel β pankreas, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute


akibat proses imunologik maupun idiopatik.

15
2. Diabetes melitus tipe 2

Penyebab spesifik dari tipe diabetes ini masih belum diketahui, terjadi gangguan kerja
insulin dan sekresi insulin, bisa predominan gangguan sekresi insulin ataupun
predominan resistensi insulin.

3. Diabetes melitus tipe lain

Diabetes mellitus tipe lainnya disebabkan oleh berbagai macam penyebab lainnya
seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik pada kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab
imunologi yang jarang, dan sindrom genetiklain yang berkaitan dengan DM.

4. Diabetes melitus gestational

Diabetes mellitus gestational yaitu diabetes yang terjadi pada kehamilan, diduga
disebabkan oleh karena resistensi insulin akibat hormon-hormon seperti prolaktin,
progesteron, estradiol, dan hormon plasenta.

E. Patofisiologi
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Hasil penelitian
terbaru telah diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari
yang diperkirakan sebelumnya. Organ lain yang juga terlibat pada DM tipe 2 adalah
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel alfa
pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak
(resistensi insulin), yang ikut berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa.
Saat ini sudah ditemukan tiga jalur patogenesis baru dari ominous octetyang
memperantarai terjadinya hiperglikemia pada DM tipe 2. Sebelas organ penting
dalam gangguan toleransi glukosa ini (egregious eleven) perlu dipahami karena dasar
patofisiologi ini memberikan konsep:

16
1. Pengobatan harus ditujukan untuk memperbaiki gangguan patogenesis, bukan
hanya untuk menurunkan HbA1c saja

2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasarkan pada kinerja obat sesuai
dengan patofisiologi DM tipe 2.

3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat


progresivitas kerusakan sel beta yang sudah terjadi pada pasien gangguan toleransi
glukosa.

Schwartz pada tahun 2016 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, hepar, dan sel
beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis pasien DM tipe 2 tetapi
terdapat delapan organ lain yang berperan, disebut sebagai the egregious eleven
(Gambar 1).

17
Secara garis besar patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal (egregious
eleven) yaitu:

1. Kegagalan sel beta pankreas

Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, agonis glucagon-like peptide (GLP-1) dan penghambat dipeptidil
peptidase-4 (DPP-4).

2. Disfungsi sel alfa pankreas

Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia
dan sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada sintesis glukagon yang dalam
keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan produksi glukosa hati (hepatic glucose production) dalam keadaan
basal meningkat secara bermakna dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1
receptor agonist (GLP-1 RA), penghambat DPP-4 dan amilin.

3. Sel lemak

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty acid/FFA) dalam
plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan
mencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot, sehingga mengganggu sekresi
insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoksisitas. Obat
yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidinedion.

4. Otot

Pada pasien DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multipel di


intramioselular, yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi tirosin, sehingga terjadi

18
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin dan
tiazolidinedion.

5. Hepar

Pada pasien DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar (hepatic
glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah
metformin, yang menekan proses glukoneogenesis.

6. Otak

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obese
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan
justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang
bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 RA, amilin dan bromokriptin.

7. Kolon/Mikrobiota

Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam keadaan


hiperglikemia. Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan DM tipe 1, DM tipe2,
dan obesitas sehingga menjelaskan bahwa hanya sebagian individu beratbadan
berlebih akan berkembang menjadi DM. Probiotik dan prebiotik diperkirakan sebagai
mediator untuk menangani keadaan hiperglikemia.

8. Usus halus

Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar dibanding bilar
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin ini diperankan
oleh 2 hormon yaitu glucagon-like polypeptide-1 (GLP-1) dan glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide (GIP).

19
Pada pasien DM tipe 2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap
hormon GIP. Hormon inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
kinerja DPP-4 adalah penghambat DPP-4. Saluran pencernaan juga mempunyai peran
dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim alfa glukosidase yang akan
memecah polisakarida menjadi monosakarida, dan kemudian diserap oleh usus
sehingga berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja
untuk menghambat kinerja enzim alfa glukosidase adalah acarbosa.

9. Ginjal

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM tipe


2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari
glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran enzim sodium glucose co-
transporter -2 (SGLT-2) pada bagian convulated tubulus proksimal, dan 10% sisanya
akan diabsorbsi melalui peran sodium glucose co-transporter - 1 (SGLT-1) pada
tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urin. Pada
pasien DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2, sehingga terjadi peningkatan
reabsorbsi glukosa di dalam tubulus ginjal dan mengakibatkan peningkatan kadar
glukosa darah. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat
reabsorbsi kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan
lewat urin. Obat yang bekerja di jalur ini adalah penghambar SGLT- 2. Dapaglifozin,
empaglifozin dan canaglifozin adalah contoh obatnya.

10. Lambung

Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi kerusakan


sel beta pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan percepatan pengosongan
lambung dan peningkatan absorpsi glukosa di usus halus, yang berhubungan dengan
peningkatan kadar glukosa postprandial

11. Sistem Imun

20
Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respon fase akut (disebut sebagai
inflamasi derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi sistem imun bawaan/innate)
yang berhubungan erat dengan patogenesis DM tipe 2 dan berkaitan dengan
komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis. Inflamasi sistemik derajat rendah
berperan dalam induksi stres pada endoplasma akibat peningkatan kebutuhan
metabolisme untuk insulin. DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer dan
penurunan produksi insulin, disertai dengan inflamasi kronik derajat rendah pada
jaringan perifer seperti adiposa, hepar dan otot. Beberapa dekade terakhir, terbukti
bahwa adanya hubungan antara obesitas dan resistensi insulin terhadap inflamasi. Hal
tersebut menggambarkan peran penting inflamasi terhadap patogenesis DM tipe 2,
yang dianggap sebagai kelainan imun (immune disorder). Kelainan metabolik lain
yang berkaitan dengan inflamasi juga banyak terjadi pada DM tipe 2.

F. Manifestasi klinis

Gejala diabetes melitus dibedakan atas gejala akut dan kronik

a. Gejala akut diabetes melitus yaitu polyphagia (banyak makan), polydipsia (banyak
minum), poliuria (banyak kencing atau sering kencing di malam hari), nafsu makan
bertambah namun berat badan menurun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu), serta mudah mengalami kelelahan.

b. Gejala kronik diabetes mellitus seperti rasa kesemutan, kelainan kulit, mudah
mengantuk, gigi mudah goyah dan mudah lepas, gatal, bisul yang sulit sembuh,
penglihatan kabur gangguan refraksi mata, diplopia, mulut kering, impotensi pada
pria, dan pruritus vulva pada wanita Sedangkan menurut International Diabetes
Federation tahun 2017, juga disebutkan manifestasi klinis dari DM tipe 2 yaitu
penderita dapat mengalami proses penyembuhan luka yang lama.

G. Diagnosis

21
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah
utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh
WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukandengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan


adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

 Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan


berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu


>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang
dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Apa bila hasil
pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada
hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

22
Keterangan:

1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO


didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL
(7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan
glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9
mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140mg/dL.

Sumber: PERKENI, 2021

Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan


penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan
gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes
melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang
hasilpemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif.

23
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Diabetes
melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa
terganggu(GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan
TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan
sementaramenuju diabetes melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko
untukterjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa


darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan
testoleransi glukosa oral (TTGO) standar.

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis
diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2021.

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk


menentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa
darah puasa terganggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis
diabetes melitus, TGT, dan GDPT.

H. Diagmosis Banding

Diagnosis banding untuk diabetes mellitus tipe 2 adalah diabetes mellitus tipe
1 dan Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY).
 Diabetes Melitus tipe 1 

DM Tipe 1 diakibatkan oleh autoimun terhadap sel β pankreas, sehingga


terjadi kerusakan sel beta pankreas dan mengakibatkan defisiensi insulin absolut. Hal

24
ini menyebabkan pasien sangat bergantung dengan insulin eksogen untuk
menurunkan glukosa darah, mengurangi hiperglukagnonemia, mencegah ketosis.
Diabetes mellitus tipe 1 biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda,
dengan peak incidence usia 10-14 tahun. Diabetes mellitus tipe 1 dapat dibedakan
dengan tipe 2 berdasarkan pemeriksaan kadar insulin, C-peptida, dan uji antibodi.

 Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY)

Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) merupakan salah satu bentuk


dari defek sel ß pankreas akibat mutasi genetik pada faktor transkripsi nukleus dan
glucokinase yang mengakibatkan disfungsi sel ß pankreas. Hingga saat ini, terdapat
lebih dari 10 mutasi fenotip gen yang mendasari terjadinya MODY. Maturity Onset
Diabetes of the Young (MODY) diturunkan secara genetik autosomal dominan, onset
usia muda lebih dari 25 tahun. Pada MODY, jarang didapatkan obesitas.
Hiperglikemia diakibatkan resistensi insulin, sehingga awal penatalaksanaan dapat
dengan obat diabetes oral, seperti metformin.

I. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan
Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien DM.

Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :

Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah.

Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,


makroangiopati dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.


Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan

25
darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

a. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan


anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing- masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan
dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%
danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body
Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

b. Exercise (latihan fisik/olahraga)

26
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive,
Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh
adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan
hidup yang kurang gerak atau bermalas malasan.

c. Obat : oral hipoglikemik, insulin

Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak
berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat
hipoglikemik.

d. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan


kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat
resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien
DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada
pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun.

Obat – Obat Diabetes Melitus

1. Antidiabetik oral

Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah


dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan
gejala,optimalisasi parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi pasien
DM tipe 1 penggunaan insulin adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral
terutama ditujukan untuk penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang
gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olah raga.
Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet dan olah raga
dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat

27
ini bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya. Pemilihan obat
antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes.
Pemilihan terapi menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis
obat atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang
digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi
kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang
ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea,
biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin.

2. Insulin

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia.
Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang
dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai
tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik
oral, kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala
dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM
tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin
merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun
metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan
glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa
secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta

28
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari
glukosa.

J. Komplikasi

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi


akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu :

a. Komplikasi Akut

Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawahnilai normal (<


50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat
dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-
sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat
mengalami kerusakan.

Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat


secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya,
antara lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan
kemolakto asidosis.

b. Komplikasi Kronis

Komplikasi makrovaskuler berkembang pada penderita DM adalah trombosit


otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner
(PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.

Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada


penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan
amputasi.

29
K. Pencegahan

Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu:

a. Pencegahan Premordial

Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada


masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan,
gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan dengan
multimitra. Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah menciptakan
prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan kebarat-baratan
adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai atau kurang aktivitas,
dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.

b. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang- orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM, tetapi
berpotensi untuk menderita DM diantaranya :

1. Kelompok usia tua (> 45tahun)


2. Kegemukan (BB(kg) >120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2))
3. Tekanan darah tinggi (> 140/90mmHg)
4. Riwayat keiuarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr
6. Disiipidemia (HvL< 35mg/dl dan atau Trigliserida > 250mg/dl)
7. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)

Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh


terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Oleh
karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah ditanamkan

30
pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang
sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk:, dan risiko merokok bagi kesehatan.

c. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya


penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal
penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama
pengelolaan DM meliputi:

1. Penyuluhan
2. Perencanaan makanan
3. Latihan jasmani
4. Obat berkhasiat hipoglikemik

d. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut


dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat
diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama disiplin ilmu
seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-lain.

31
BAB IV

ANALISIS KASUS/MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan sebelumnya pada BAB I,


kami menganalisis masalah yang sedang terjadi yaitu Diabetes Melitus, Sehingga
kami menganalisis masalah tersebut pada wilayah kerja Puskesmas Toddopuli.
Diketahui bahwasanya pada bulan Januari tahun 2023 Puskesmas Toddopuli
kunjungan rawat jalan penderita Diabetes Melitus sebanyak 146 orang. Kemudian
pasien tersebut kami pilih 10% dari 146 orang tersebut, yakni terpilihi sebanyak 15
orang secara acak datanya kami susun untuk menentukan karakteristik faktor resiko
penyebab terjadinya kasus Diabetes Melitus di Puskesmas Toddopuli.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh kelompok kami melalui data
yang dimiliki oleh puskesmas dan rekam medis dengan pasien yang mengikuti
program pengobatan Diabetes Melitus yang telah selesai maupun sementara berjalan,
didapatkan karakteristik pasien berdasarkan faktor resiko terjadinya Diabetes Melitus
1. Umur
Kejadian Diabetes Melitus tipe 2 biasanya muncul pada usia 40 tahun ke
atas. Peningkatan umur akan meningkatkan risiko mengalami diabetes
melitus. Tjekyan (2014) mengatakan bahwa pada negara berkembang usia
yang berisiko adalah usia di atas 45 tahun dan pada negara maju penduduk

32
yang berisiko adalah usia 65 tahun ke atas. Adanay proses penuaan,
menyebabkan semakin berkurangnya kemampuan sel b pankreas
menghasilkan insulin dalam kadar yang terkontrol.

Usia
<45 tahun
2 orang
>45 tahun

13 orang

2. Riwayat Penyakit Keluarga


Peran genetik riwayat keluarga dapat meningkatkan risiko kejadian DM.
Apabila keluarga ada yang menderita DM maka akan lebih beresiko
mengalami DM. Hal ini dibuktikan dengan penentu genetik diabetes ada
kaitannya dengan tipe histokompatibilitas HLA yang spesifik

Riwayat Penyakit Keluarga


RPK DM (+)
RPK DM (-)
6 orang

9 orang

33
3. Obesitas
Obesitas ialah penumpukan lemak dalam tubuh yang sangat tinggi. Kalori
yang masuk ke tubuh lebih tinggi dibandingkan aktivitas fisik yang
dilakukan untuk membakarnya sehingga lemak menumpuk dan
meningkatkan risiko DM tipe 2. Kriteria Obesitas yakni IMT ≥25 kg/m2
atau ukuran lingkar perut ≥80cm bagi wanita serta ≥90 cm bagi pria. pria

Status Gizi
Obesitas
Overweight
3 orang
Normal

7 orang

5 orang

4. Kurang Aktivitas Fisik


Kurangnya aktivitas fisik yang dapat membakar kalori menaikkan risiko
DM Tipe 2. Lapisan masyarakat berpenghasilan tinggi umumnya jarang
melakukan aktivitas fisik. Strategi terbaik untuk mencegah DMT2 ialah
dengan mengendalikan berat badan serta menjalankan aktivitas fisik
minimal 30 menit perhari.

34
Aktivitas Fisik

5 orang
Aktivitas baik
Aktivitas kurang

10
orang

5. Hipertensi
Sebuah penelitian menemukan bahwa riwayat hipertensi memiliki
ikatan erat dengan kasus DM Tipe II. Risikonya menjadi 2,629 kali lebih
tinggi dibanding bukan pengidap hipertensi.
Orang dengan tekanan darah tinggi biasanya memiliki resistensi
insulin dan memiliki peningkatan risiko terkena diabetes dibandingkan
dengan mereka yang memiliki tekanan darah biasa. Ini mungkin karena
kondisi tubuh yang menghubungkan kedua kondisi tersebut, seperti:
peradangan stres oksidatif ,aktivasi sistem kekebalan tubuh, penyakit atau
penebalan pembuluh darah dan kegemukan Jadi meskipun hipertensi
mungkin tidak menyebabkan diabetes secara langsung, hal itu dapat
meningkatkan risiko seseorang terkena diabetes jika memiliki tekanan
darah tinggi.

35
Riwayat Hipertensi

Hipertensi
Tidak Hipertensi
6 orang

9 orang

6. Kebiasaan Merokok
Merokok adalah faktor risiko yang paling sering ditemui dalam berbagai
penyakit termasuk DM Tipe 2. Penelitian mengemukakan bahwa
sensitivitas insulin dapat turun oleh nikotin dan bahan kimia berbahaya lain
di dalam rokok. Nikotin dapat meningkatkan kadar hormon katekolamin
dalam tubuh, antara lain adrenalin dan noradrenalin. Naiknya tekanan
darah, denyut jantung, glukosa darah, dan pernapasan merupakan efek yang
ditimbulkan dari pelepasan adrenalin tersebut.

36
Merokok

Merokok
Tidak Merokok
7 orang
8 orang

Dari data karakteristik faktor resiko yang kami dapatkan, kami menentukan 3
faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu: Obesitas, Hipertensi dan Merokok.
Untuk tahapan alisis kasus/masalah, terdapat beberapa tahapan untuk mengetahui
adanya masalah atau hambatan program pengobatan Diabetes Melitus di Puskesmas
Toddopuli. Untuk penyelesaiannya yaitu :
 Kriteria A : Besar masalah (nilai 0-10)
 Kriteria B : Kegawatan masalah (nilai 1-5)
 Kriteria C : Kemudahan penanggulangan (nilai 1-5)
 Kriteria D : PEARL faktor (nilai 0 atau 1)

A. Besar Masalah

1. Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan berdasarkan data yang dimiliki oleh
Puskesmas Toddopuli, wawancara dengan kepala Puskesmas dan penanggung
jawab di bidang penyakit tidak menular bagian DM Puskesmas Toddopuli, serta
data dari bagian rekam medis. Dari data karakteristik faktor resiko yang kami

37
dapatkan, kami menentukan 3 faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu:
obesitas, hipertensi, dan merokok.
No. Masalah Sasaran Cakupan Selisih

15 7 8
1. Obesitas
(100%) (47%) (53%)

15 8 7
2. Merokok
(100%) (53%) 47%

15 9 6
3. Hipertensi
(100%) (60%) (40%)

2. Besar Masalah
Penilaian besar masalah dengan mengunakan interval rumus sebagai
berikut :
 Kelas N = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 3
= 1 + 3,3 (0,47)
= 1 + 1,55
= 2,55
= 3
NilaiTertinggi−Nilaiterendah
 Interval =
JumlahKelas
= 53 – 40
3
= 4,3

38
Besar MasalahTerhadap Angka
KejadianPenyakit

Interval
No Faktor Resiko DM Nilai
40-44,3 44,4-48,7 48,7-53

Nilai

3,33 6,66 9,99

1 Obesitas X 9,99

2 Merokok X 6,66

3 Hipertensi X 3,33

B. Kegawatan Masalah
Merupakan hasil rata-rata pengambilan suara dari 5 anggota kelompok
mengenai 3 faktor tingkat kegawatan dengan bobot nilai :
Keganasan Skor Urgensi Skor Biaya Skor

Sangat Sangat
Sangat ganas 5 5 5
mendesak murah

Ganas 4 Mendesak 4 Murah 4

Cukupberpengaruh 3 Cukupmendesak 3 Cukupmurah 3

Kurang
Kurang ganas 2 2 Mahal 2
mendesak

Sangat
Tidak ganas 1 Tidak mendesak 1 1
mahal

39
1. KEGANASAN
No. Masalah Keganasan Total

1. 4+4+3+3+3
Obesitas 3,4
5

2. 4+3+2+3+3
Merokok 3
5

3. 5+4+4+4+5
Hipertensi 4,4
5

2. URGENSI
No. Masalah Urgensi Total

3+4+3+3+4
1. Obesitas 3,4
5

3+3+3+3+4
2. Merokok 3,2
5

4+5+4+4+4
3. Hipertensi 4,2
5

3. BIAYA YANG DIKELUARKAN

40
No Biaya yang
Masalah Total
. dikeluarkan

5+5+5+5+3
1. Obesitas 4,6
5

5+5+4+4+2
2. Merokok 4
5

3+2+5+2+3
3. Hipertensi 3
5

Dari hasil diatas, didapatkan:


Biaya yang
No Masalah Keganasan Urgensi Nilai
dikeluarkan

1 Obesitas 3,4 3,4 4,6 11,4

2 Merokok 3 3,2 4 10,2

3 Hipertensi 4,4 4,2 3 11,6

C. Kemudahan Penanggulangan
Kemudahan
No Masalah Jumlah
Penanggulangan

5+5+4+4+4
1 Obesitas 4,4
5

2 Merokok 3+2+3+3+1 2,4

41
5

1+3+1+3+1
3 Hipertensi 1,8
5

D. PEARL Faktor

Terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan yaitu :


 Properti : Kesesuaian dengan program daerah/nasional/dunia
 Economy : Memenuh isyarat ekonomi untuk melaksanakannya
 Acceptability : Dapat diterima oleh petugas, masyarakat, dan lembaga
terkait.
 Resources : Tersedianya sumber daya
 Legality : Tidak melanggar hukum dan etika
Skor yang digunakan diambil melalui 5 voting anggota kelompok
1 = Setuju
0 = Tidak Setuju

No Masalah P E A R L Nilai

1 Obesitas 1 0 1 0 1 0

2 Merokok 1 1 1 0 1 0

3 Hipertensi 1 1 1 1 1 1

Penilaian Prioritas Masalah

42
Setelah KriteriaA,B,C dan D ditetapkan. Nilai tersebut dimasukkan kedalam
rumus :
 Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A+B) X C
 Nilai Prioritas Total (NPT) = (A+B) X C X D
Jadi, adapun Besar Prioritas Masalah:

NPD = NPT =
No Masalah A B C D
(A+B) X C (A+B) X C X D

(9,99+11,4)x4,4=94,12 (9,99+11,4)x4,4x0=0
1 Obesitas 9,99 11,4 4,4 0

(6,66+10,2)x2,4=40,46 (6,66+10,2)x2,4x0=0
2 Merokok 6,66 10,2 2,4 0

(3,33+11,6)x1,8=26,87 (3,33+11,6)x1,8x1=0
3 Hipertensi 3,33 11,6 1,8 1

Dari hasil tabel sebelumnya, didapatkan urutan dari prioritas masalah adalah sebagai
berikut :

1. Obesitas
2. Merokok
3. Hipertensi

IDENTIFIKASI PENYEBAB MASALAH DIABETES MELITUS

Identifikasi Karakteristik Faktor Resiko Pasien DM dengan Analisis


Pendekatan Sistem

KOMPONEN KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH

43
Kurangnya perhatian petugas kesehatan dalam
INPUT MAN
mengedukasi langsung penderita DM

MONEY Tidak ada masalah.

Kurangnya pemanfaatan media informasi


MATERIAL
mengenai DM

Evaluasi kebermanfaatan edukasi/penyuluhan


METODE tentang faktor risiko dan komplikasi pada
pasien DM

MARKETING Tidak ada masalah.

P1 Tidak ada masalah

PROSES P2 Tidak ada masalah

P3 Tidak ada masalah

ANALISIS PENYEBAB MASALAH


Analisis penyebab masalah dapat disimpulkan berdasarkan hasil identifikasi
masalah, sebagai berikut :
1. Besarnya pengaruh obesitas sebagai faktor resiko pasien peserta program
pengobatan DM di Puskesmas Toddopuli.
2. Kurangnya kesadaran masyarakat yang memiliki faktor resiko DM untuk
memeriksakan diri ke puskesmas.
3. Evaluasi kebermanfaatan edukasi/penyuluhan tentang faktor risiko dan
komplikasi pada pasien DM
4. Kurangnya pengetahuan pasien akan faktor risiko DM

44
RENCANA KEGIATAN
Berdasarkan kriteria mutlak dan kriteria keinginan, maka ada beberapa
rencana kegiatan yang dapat dijadikansebagai Plan of Action (PoA), yaitu:
1. ……….

TUJUAN KEGIATAN SASARAN WAKTU PIC KET


Meningkatka Edukasi/penyuluhan - Dokter Januari- Kepala
n tentang faktor pkm Desembe puskesmas
pengetahuan resiko DM. - Paramedik r dan kepala
tentang faktor pkm program
risiko DM - Masyarakat DM -
Meningkatka Edukasi/penyuluhan - Dokter Januari- Kepala
n kesadaran tentang kepatuhan pkm Desembe puskesmas
pasien DM minum obat DM. - Paramedik r dan kepala
terkait pkm program
pentingnya - masyarakat DM -
minum obat
DM
Meningkatka Edukasi langsung - Dokter Januari- Kepala
n kepada penderita pkm Desembe puskesmas
pengetahuan DM dan - Paramedik r dan kepala
tentang keluarganya terkait pkm program -
pencegahan pola makan yang - masyarakat DM
terjadinya baik dan gizi

45
obesitas seimbang
khususnya
yang beresiko
DM

Meningkatka Mengoptimalkan - Dokter Januari- Kepala


n kesadaran evaluasi pkm Desembe puskesmas
masyarakat kebermanfaatan - Paramedik r dan kepala
akan edukasi/penyuluhan pkm program
komplikasi tentang komplikasi - masyarakat DM -
yang dapat DM.
terjadi pada
pasien DM

46
BAB V

KESIMPULAN

47
DAFTAR PUSTAKA

Busatta F. 2011. Obesity, diabetes an the thrifty gene. Antrocom Online Journal of
Anthropology.2011; 7(1)
American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetesʹ 2019.
Diabetes Care. .2019.;38 (Sppl 1):S1-S87
International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas 8th ed. 2017. available from
http://www.diabetesatlas.org
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) .2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
DYSON, P. A., et al. Diabetes UK evidence‐based nutrition guidelines for the
prevention and management of diabetes. Diabetic medicine, 2018, 35.5: 541-547.
Perkeni. 2021. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitustipe 2 di
Indonesia.
Schwatrz SS, et al. The time is right for a new classification system for diabetes
rationale and implications of the E-cell-centric classification schema. Diabetes Care.
2016; 39: 179 ʹ86.
International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas 8th ed. 2017 available from
http://www.diabetesatlas.org
Fatimah, R. N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority, 4(5), 1–9.

Perkeni. 2021. Pedoman Pengolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


Dewasa di Indonesia.

48
LAMPIRAN

49

Anda mungkin juga menyukai