Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia.

Sebanyak 2/3 kasus tuberkulosis terdapat di 8 negara termasuk Indonesia yang

berada di urutan ketiga (8%) setelah India (27%) dan China (9%). Banyak faktor

yang dapat mempengaruhi terjadinya kejadian penyakit TB, baik dihubungkan

dengan faktor penderita seperti usia, jenis kelamin, penyakit komorbid, konsumsi

rokok dan alkohol, kondisi sosioekonomi, dan status gizi maupun faktor

lingkungan diluar penderita seperti riwayat kontak dengan penderita TB

sebelumnya.

Pada 2017, estimasi terbaik proporsi penderita TB yang meninggal karena

penyakit (case fatality rate/CFR) adalah 16%, turun dari 23% di tahun 2000. CFR

harus turun hingga 10% pada tahun 2020 untuk mencapai tahap pertama End TB

Strategy. Ada cukup banyak variasi capaian CFR, mulai dari kurang dari 5% di

beberapa negara hingga lebih dari 20% di sebagian besar negara di regional WHO

Afrika. Hal ini menunjukkan ketidaksetaraan di antara negara-negara dalam

mengakses diagnosis dan pengobatan TB.

Di Indonesia TB merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab

utama agen infeksius. Di tahun 2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian

(rentang, 1,2-1,4 juta) di antara orang dengan HIV negatif dan terdapat sekitar

1
300.000 kematian karena TB (rentang, 266.000-335.000) di antara orang dengan

HIV positif. Diperkirakan terdapat 10 juta kasus TB baru (rentang, 9-11 juta)

setara dengan 133 kasus (rentang, 120-148) per 100.000 penduduk.

Berdasarkan seluruh Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan, Kota Makassar

menduduki peringkat pertama dengan jumlah kasus TB Paru BTA Positif, diikuti

Kabupaten Wajo dan Kabupaten Bone.

Besar dan luasnya permasalahan akibat TB mengharuskan kepada semua

pihak untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan

penanggulangan TB. Kerugian yang diakibatkannya sangat besar, bukan hanya

dari aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi.

Dengan demikian TB merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan

meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Karenanya perang

terhadap TB berarti pula perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan, dan

kelemahan akibat TB.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menganalisis faktor resiko TB di wilayah kerja Puskesmas Toddopuli.

2. Tujuan Khusus

Menganalisis besar masalah, kegawatan masalah, cara penanggulangan

dan faktor yang penting pada kasus TB di wilayah kerja Puskesmas

Toddopuli.

2
C. Manfaat

1. Bagi Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Toddupuli

Memberikan informasi dan menambah wawasan kepada

masyarakat khususnya bagi masyarakat wilayah kerja Puskesmas

Toddupuli tentang pentingnya perilaku hidup sehat, makan makanan

bergizi. Selain itu, pentingnya edukasi kepada masyarakat bahwa TB

adalah penyakit yang perlu mendapatkan penanganan yang cepat dan

tepat serta pentingnya mencegah penularan TB dalam keluarga dan

lingkungan sekitar.

2. Bagi Puskesmas Toddopuli

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, bahan

masukan yang bermanfaat dan sebagai salah satu pertimbangan dalam

pengambilan keputusan pencegahan terhadap TB.

3. Bagi Dokter Muda

Dokter muda dapat menambah pelajaran praktis klinis lapangan

dan membandingkan ilmu yang diperoleh dengan dunia kerja yang

sesungguhnya sehingga dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi

kompetisi pasca pendidikan.

3
BAB II

GAMBARAN UMUM PUSKESMAS TODDOPULI

A. Gambaran Demografi Puskesmas

Puskesmas Toddupuli merupakan puskesmas baru yang merupakan

pengembangan dari Puskesmas Batua yang terletak di Jl. Toddopuli Raya

nomor 96 dan dipimpin oleh drg. Hj. Yayi Manggarsari, M.Kes. Dahulu

Puskesmas Toddupuli merupakan PUSTU (Puskesmas Pembantu) dari

Puskesmas Batua, dan akhirnya pada tanggal 06 November 2013, Pustu dari

Puskesmas Batua ini dijadikan puskesmas yang dinamakan Puskesmas

Toddopuli. Puskesmas Toddopuli termasuk dalam wilayah Kecamatan

Panakukkang tepatnya di Kelurahan Paropo dengan luas wilayah ± 1,94 km.

Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kelurahan Panaikang

b. Sebelah Barat : Kecamatan Pandang/Karampuang

c. Sebelah Timur : Kelurahan Tello Baru Batua

d. Sebelah Selatan : Kelurahan Pandang/ Borong

Puskesmas Toddopuli memberikan pelayanan kepada pasien rawat

jalan dengan pegawai berjumlah 25 pegawai yang terdiri dari 23 orang PNS

dan 3 orang pegawai magang dengan luas wilayah kerja Kelurahan Paropo

1,94 Km, dengan 10 RW dan 52 RT serta jumlah penduduk 16.780 orang.

Adapun visi, misi, dan motto dari Puskesmas Toddopuli, adalah sebagai

berikut:

4
1. VISI

“Menjadi Sentra Pelayanan Kesehatan Prima Terdepan”

2. MISI

1. Mengembangkan sarana dan prasarana PKM.

2. Meningkatkan kualitas SDM.

3. Meningkatkan mutu pelayanan PKM, baik UKP, UKM dan manajerial.

4. Menggalang kemitraan dengan masyarakat dan lintas sektoral di

bidang kesehatan.

5. Mengembangkan program inovasi.

3. MOTTO

“ Melayani dengan Tulus, Profesional dan Peduli”

4. BUDAYA KERJA

Ramah dan Sopan Santun: Bersikap ramah terhadap pimpinan, staf,

dan pengunjung.

5. Tata Nilai: TODDOPULI

T: Tanggung Jawab : Menjalankan tugas dengan penuh rasa tanggung

jawab

O: Optimis : Optimis dalam menjalankan tugas

D: Disiplin : Disiplin dalam menalankan tugas

D: Dedikasi : Merupakan pengorbanan, tenaga, pikiran, dan

waktu demi keberhasilan suatu usaha untuk mencapati tujuan

O: Obyektif : Bersikap obyektif dalam memandang suatu

masalah

5
P: Profesional : Profesional dalam menjalankan tugas

U: Ulet : Tidak mudah menyerah dalam melakukan sesuatu

L: Loyal : Setia, taat dan teguh serta konstan dalam

memberikan dukungan kepada institusi

I: Inisiatif dan inovatif: Mengambil keputusan yang tepat dan kreatif

dalam menyelesaikan masalah

B. Keadaan Demografi

1. Luas wilayah : ± 1,94 km

2. Jumlah KK : 3.673 KK

3. Jumlah penduduk : 16.647 orang (BPS, 2017)

a. Laki-laki : 8.124 jiwa (51,19 %)

b. Perempuan : 8.523 jiwa (28,82 %)

Gambar 2.1.Demografi Puskesmas Toddopuli

6
C. Keadaan Sarana Wilayah Toddopuli

1. Jumlah sarana ibadah : 20, terdiri dari:

a. Mesjid : 12 unit

b. Gereja : 8 unit

2. Jumlah sarana pendidikan : 26, terdiri dari:

a. TK : 10 unit

b. SD/sederajat : 8 buah

c. SMP/Sederajat : 3 buah

d. SMA/SMK/Sederajat : 5 buah

e. Perguruan Tinggi : 1 buah

3. Jumlah Posyandu : 9, terdiri dari 8 Posyandu Bayi dan Balita serta 1

Posyandu Lansia.

Adapun uraian lokasi posyandu yang menjadi wilayah kerja PKM

Toddopuli sebagai berikut:

a. Posyandu Teratai I di Jl. Dirgantara

b. Posyandu Teratai II di Jl. BTN Paropo

c. Posyandu Teratai III di Jl.Paropo II

d. Posyandu Teratai IV di Jl. Paropo III

e. Posyandu Teratai V di Jl.Babussalam

f. Posyandu Teratai VI di Kompleks Paropo Indah

g. Posyandu Teratai VII A di Jl. Batua Raya VIII

h. Posyandu Teratai VII B di Jl. Batua Raya XII

i. Posyandu Teratai IX di Jl. Meranti

7
Termasuk di dalam Posyandu Bayi dan Balita adalah Posyandu I, II,

III, IV, V, VII A, VII B, dan Posyandu IX.Sedangkan Posyandu Lansia

berada di Posyandu VI Paropo.

4. Jumlah Posbindu :

Sesuai dengan jadwal posbindu di PKM Toddopuli yang dilakukan 4

kali dalam sebulan. Dengan uraian sebagai berikut :

a. Posbindu Teratai Putih I di Jl. Dirgantara

b. Posbindu Teratai Putih II di Jl. BTN Paropo

c. Posbindu Teratai Putih III di Jl.Paropo II

d. Posbindu Teratai Putih IV di Jl. Paropo III

e. Posbindu Teratai Putih V di Jl.Babussalam

f. Posbindu Teratai Putih VI di Kompleks Paropo Indah

g. Posbindu Teratai Putih VII A di Jl. Batua Raya VIII

h. Posbindu Teratai Putih VII B di Jl. Batua Raya XII

i. Posbindu Teratai Putih IX di Jl. Meranti

5. Jumlah Sarana Olahraga

a. Lapangan Bulutangkis lokasi BLKI

b. Lapangan Bulutangkis lokasi Dirgantara

c. Lapangan Bola Basket lokasi Filadelfia

8
D. Jenis-Jenis Pelayanan Pasien Rawat Jalan Puskesmas Toddopuli

Jenis pelayanan yang diberikan Puskesmas Toddopuli adalah sebagai

berikut:

1. Program Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)

a. Poli Umum

b. Poli Gigi

c. Poli KIA dan KB

d. Poli TB, Kusta, dan Konseling HIV

e. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

f. Ruang Bersalin

g. Ruang Rawat Jalan Pasca Salin (One Day Care)

h. Imunisasi

i. Laboratorium

j. Apotek / Kamar Obat

k. Telemedicine EKG dan USG

l. UGD / Ruang Tindakan

m. Homecare 24 Jam

2. Program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

a. Program UKM Esensial

1) Upaya Promosi Kesehatan

2) Upaya Kesehatan Lingkungan

3) Upaya Kesehatan Ibu, Anak, dan Keluarga Berencana

4) Upaya Kesehatan Gizi

9
5) Upaya Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

b. Program Upaya Kesehatan Pengembangan

1) Pelaksana Program UKS / UKGM

2) Pelaksana Program Kesehatan Indera

3) Pelaksana Program Kesehatan Jiwa

4) Pelaksana Program Kesehatan Tradisional

5) Pelaksana Program Kesehatan Lansia

6) Pelaksana Program UKK

7) Pelaksana Program PKPR

8) Pelaksana Program Perkesmas (Pelayanan Keperawatan

Kesehatan Masyarakat)

c. Upaya kesehatan masyarakat perorangan dan laboratorium

1) Pelayanan pemeriksaan umum

2) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut

3) Pelayanan KIA-KB

4) Pelayanan kamar tindak

5) Pelayanan Gizi

6) Pelayanan kefarmasian

7) Pelayanan laboratorium

8) Pelayanan kesehatan perorangan

10
d. Jaringan Pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan

kesehatan

Jaringan Pelayanan Puskesmas:

1) Puskesmas Keliling : 1 Unit

Jejaring Puskesmas:

1) Klinik (Klinik Pratama) : 2 unit

2) Dokter Praktek : 11 unit

3) Bidan Praktek Swasta (BPS) : 1 unit

4) Apotek : 10 unit

5) Batra : 2 unit

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tuberkulosis

Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang menular

dan disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan

pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit tuberculosis

ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian

tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya

terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami

penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun. Dalam

jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup

terutama di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.

Kuman Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan

terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil

Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung,

tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.

TB paru primer merupakan TB paru yang muncul segera saat infeksi

pertama kali. Pada daerah dengan tingkat transmisi M. Tuberculosis, jenis

penyakit ini lebih sering muncul pada anak-anak. Daerah yang sering terlibat

12
dalam TB paru primer adalah lobus medial dan lobus bawah paru. Lesi yang

terbentuk biasanya terletak di perifer dan disertai dengan limfadenopati hilar

atau paratracheal yang biasanya sulit dideteksi secara radiologis Tuberculosis

Post Primer Biasanya disebut juga sebagai tuberculosis sekunder.

Tuberculosis ini terjadi sebagai proses reaktivasi infeksi laten dan biasanya

terjadi pada segmen atas paru dimana tekanan oxigen lebih tinggi

dibandingkan bagian paru lainnya yang sangat menunjang pertumbuhan

bakteri.

B. Cara Penularan

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk

atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet

(percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara

pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet

tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk

kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat

menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,

sistem saluran linfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian

tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman

yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan

dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak

negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak

13
menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi

droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan

sekitar 3000 percikan dahak.

3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan

dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan

lembab.

4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

C. Resiko Penularan

1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

14
Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)

orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.

3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi

positif

D. Klasifikasi

1. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,

tidak termasuk pleura

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas :

1) Tuberkulosis paru BTA (+) adalah :

Sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menujukkan hasil

BTA (+). Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menujukkan

BTA positif dan kelainan radiologi menujukkan gambaran

tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak

menujukkan BTA (+) dan biakkan (+)

2) Tuberkulosis paru BTA (-) adalah :

a) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menujukkan BTA (-),

gambaran klinik dan kelainan radiologis menujukkan

tuberkulosis aktif.

b) Hasil pemerikasaan dahak 3 kali menujukkan BTA (-) dan

biakan M.tuberculosis (+).

15
b. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien di tentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

ada beberapa tipe pasien yaitu :

1) Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan

OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

2) Kasus kambuh atau (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah pernah

mendapat pengobatan tuberkulosis dan dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

Bila BTA (-) atau biakan (-) tetapi gambaran radiologi ducurigai

lesi aktif perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus

dipikirkan beberapa kemungkinan :

a) Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll). Dalam hal

ini berikan dulu antibiotik selama 2 minggu kemudian di

evaluasi.

b) Infeksi jamur

c) TB paru kambuh

3) Kasus default atau drop out

Adalah psien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut turut

atau sebelum masa pengotannya selesai.

16
4) Kasus gagal

1) Adalah pasien BTA (+) yang msih tetap (+) atau kembali

menjadi (+) pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum

akhir pengobatan)

2) Adalah pasien dengan hasil BTA (-) gambaran radiologi

(+) menjadi BTA (+) pada akhir bulan kedua pengobatan.

5) Kasus kronik/persisten

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih (+) setelah

selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

2. Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang

organ tubuh lain selain paru misalnya pleura, kelenjar getah bening,

selaput otak, perikard, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran

kencing, alat kelamin dan lain-lain.

Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur (+) atau patologi

anatomi. Utuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan

spesimen maka di perlukan bukti klnis yang kuat dan konsisten dengan

TB ekstra paru aktif.

E. Etiologi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis.

17
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit

melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bekteri berukuran lebar 0,3-

0,6 mm dan panjang 1-4 mm. Dinding Mycobacterium tuberculosis ialah

asan mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat disebut

cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalan virulensi.

Asam mikolat merupakan asan lemak berantai panjang (C60-C90) yang di

hubungakan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid denagn

peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester.

Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah

polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabimanan. Struktur dinding yang

kompleks tersebut menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis bersifat

tahan asam yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya

penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol.

F. Faktor Resiko

1. Umur

Kejadian TB paru paling banyak pada lansia mungkin disebakan karena

pada usia ini sudah mulai terjadi penurunan daya tahan tubuh, dan kondisi ini lebih

rentan untuk terkena penyakit, terutama penyakit infeksi, salah satunya tuberkulosis

Di negara berkembang, mayoritas yang terinfeksi TB adalah golongan usia <50

tahun, namun di negara maju prevalensi TB justru tinggi pada yang lebih tua.Pada

usia tua,TB mempunyai gejala dan tanda yang tidak spesifik sehingga sulit

terdiagnosis, sering terjadi reaktivasi fokus dormant. Selain itu, juga berkaitan

18
dengan perkembangan faktor komorbid yang dihubungkan dengan penurunan

respons imun seluler akibat keganasan, pengunaan obat imunosupresif dan usia

2. Jenis Kelamin

Alasan tingginya prevalensi TB pada laki-laki sebenarnya belum ada teori

yang jelas, tetapi mungkin disebabkan karena aktivitas laki-laki yang lebih banyak

di luar sehingga lebih berisiko untuk terpapar kuman TB. Hal ini juga diperkuat

dengan adanya kebiasaan merokok yang lebih banyak pada laki – laki.

3. Riwayat Penyakit

Terjadinya penyakit TB dipengaruhi oleh adanya penyakit komorbid

yang melemahkan system kekebalan tubuh manusia. Pada kondisi

immunocompromized seperti penderita Human Immunocompromized Virus

(HIV),pasien yang terinfeksi penyakit HIV memiliki kadar sel CD4+ T yang

rendah dan memiliki viral load yang tinggi disertai defek fungsi makrofag

dan monosit. CD4 dan makrofag diketahui memiliki peran penting dalam

pertahanan tubuh terhadap mycobacterium tuberculosis. . Pada penyakit

Diabetes Melitus (DM) terjadi defek imun yang akan menurunkan fungsi

netrofil. Netrofil pada penderita DM memiliki daya chemotaxis dan daya

oxidative killing yang rendah. Daya bakterisidal leukosit ditemukan

berkurang pada penderita DM kemampuan mobilisasi, kemotaksis dan

fagositosisdarisel PMN menurun akibat kondisi hiperglikemia demikian

juga kemampuan deteksinya terhadap mikroorganisme juga menurun,

diduga akibat penurunan sensitivitas dan jumlah reseptor pada monositnya.

4. Tingkat Sosial Ekonomi

19
Tingkat sosial ekonomi rendah mempunyai hubungan dengan pekerjaan

serta kondisi malnutrisi yang disebabkan oleh pendapatan yang rendah.

Lingkungan lembab, ventilasi yang buruk dan kurangnya sinar matahari berperan

dalam rantai penularan TB paru. M.tuberculosis merupakan bakteri yang tidak

tahan terhadap sinar ultraviolet, sehingga lingkungan yang lembab dan sinar

ultraviolet kurang menjadi risiko seseorang untuk menderita TB.

5. Pendidikan

Kepatuhan berobat yang rendah pada penderita TB paru berhubungan

dengan pendidikan dan pendapatan rendah. Veleza FS dkk, membuktikan tingkat

pendidikan merupakan prediktor untuk mengetahui pemahaman penderita tentang

TB paru danakibatnya. Faktor pendidikan mempengaruhi kejadian tuberkulosis.

Pendidikan yang tinggi membuat seseorang lebih mudah untuk mengerti pesan

mengenai TB, baik etiologi maupun cara penularannya. Penderita berpendidikan

tinggi memiliki pemah aman tentang TB paru lebih baik dibanding penderita

berpendidikan menengah dan rendah.

6. Merokok

Merokok menjadi salah satu factor meningkatnya resiko terjadinya tb

paru karena terjadinya gangguan pembersihan sekresi mukosa. Kandungan

nikotin pada rokok akan menurunkan produksi TNF-α yang berfungsi untuk

mengaktivasi makrofag serta limfosit CD4+ dan akan menurunkan

responimun. Pembersihan oleh sekresi mukosa yang dilemahkan,

pengurangan kemampuan fagositik dari makrofag alveolus dan penurunan

responimun dan CD4 + menyebabkan kolonialisasi kuman Tb menjadi lebih

mudah.

20
7. Riwayat kontak BTA Positif

Sumber penularan yang paling berbahaya adalah penderita TB

dewasa dan orang dewasa yang menderita TB paru dengan kavitas

(lubang pada paru-paru). Kasus sepertiini sangat infeksius dan dapat

menularkan penyakit melalui batuk, bersin dan percakapan. Semakin

sering dan lama kontak, makin besar pula kemungkinan terjadi

penularan. Sumber penularan bagi bayi dan anak yang disebut kontak erat

adalah orangtuanya, orang serumah atau orang yang sering berkunjung

dan sering berinteraksi langsung.

Dari data karakteristik factor resiko yang kami dapatkan, kami

menentukan 3 faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu: Tingkat social

ekonomi, Merokok, dan Riwayat BTA positif.

G. Gejala Klinis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,

pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan

pemeriksaan penunjang lainnya.

Anamanesis Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2

golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena

adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai

organ yang terlibat).

1. Gejala respiratorik

a. batuk-batuk lebih dari 2 minggu

21
b. batuk darah

c. sesak napas

d. nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala

sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien

terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam

proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang

pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan

untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik

a. Demam

b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan

menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstra paru

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,

misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang

lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis

tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis

tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang

rongga pleuranya terdapat cairan.

22
H. Pengobatan

Obat Anti Tuberkulosis (OAT), tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase

yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat

yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

Prinsip pengobatan, Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip

- prinsip sebagai berikut:

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian

OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan

sangat dianjurkan.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh

seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

a.Tahap awal (intensif)

1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan

perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

resistensi obat.

2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu.

23
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

b. Tahap Lanjutan

1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama

2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

I. Panduan OAT di Indonesia

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

1. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas Paduan

obat yang dianjurkan :

a. 2 RHZE / 4 RH atau

b. 2 RHZE / 4R3H3 atau 3

c. 2 RHZE/ 6HE.

Paduan ini dianjurkan untuk

a. TB paru BTA (+), kasus baru

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk

luluh paru)

Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk

memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang

ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan

dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi.

24
2. TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada

fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan

obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan

atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5

RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung

dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji

resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5

R3H3E3 (P2 TB).

3. TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan

menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif),

seandainya H resisten tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama

1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2

RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi

a. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif

diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)

b. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan

hasil yang optimal

c. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

4. TB Paru kasus putus berobat

Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali

sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

25
a. Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan

OAT dilanjutkan sesuai jadwal.

b. Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:

1) Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak

aktif / perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran

radiologik aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan

diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan

penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari

awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu

pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II

maka pengobatan kategori II diulang dari awal.

2) Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari

awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu

pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II

maka pengobatan kategori II diulang dari awal.

3) Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik

dan radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan

paduan obat yang sama Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa

uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap OAT.

26
J. Pencegahan

Adapun cara untuk membantu pencegahan TB paru agar infeksi bakteri

tidak menular kepada orang-orang disekitar antara lain :

1. Sebaiknya penderita tidak tidur sekamar dengan orang lain atau keluarga

sendiri

2. Selalu menggunakan masker untuk menutup mulut baik didalam maupun

diluar rumah, serta membuang maker yang telah dipakai

3. Selalu menutup mulut ketika batuk atau bersin menggunakan sapu

tangan

4. Jangan meludah di sembarang tempat

5. Hindari udara dingin dan selalu mengusahakan ventilasi yang cukup agar

pancaran sinar matahari dan udara segar dapat masuk ke tempat tidur

6. Usahakan selalu menjemur kasur, bantal, dan pakaian sesering mungkin.

Usahakan terkena matahari langsung

7. Semua barang atau alat (handuk, piring, gelas, dll) yang digunakan

penderita TB paru harus terpisah dan tidak boleh digunakan oleh orang

lain termasuk keluarganya sendiri.

8. Mengonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan

protein tinggi.

27
BAB IV

ANALISIS KASUS / MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan sebelumnya pada BAB

I, kami menganalisis masalah yang sedang terjadi yaitu infeksi Micobacterium

Tuberculosis, Sehingga kami menganalisis masalah tersebut pada wilayah kerja

Puskesmas Toddopuli.

Diketahui bahwasanya pada tahun 2021 Puskesmas Toddopuli

menargetkan penanganan kasus TB sebanyak 76 kasus. Dimana data pasien yang

mengikuti program pengobatan TB di Puskesmas Toddopuli setiap triwulan

adalah sebagai berikut :

Triwulan 1 = 9 Orang

Triwulan 2 = 15 Orang

Triwulan 3 = 8 Orang

Triwulan 4 (sampai Oktober) = 2 Orang

Kemudian dari pasien tersebut dipilih 10 orang secaraacak yang datanya

kami susununtukmenentukankarakteristikfaktorresikopenyebabterjadinyakasus

TB pada pasien yang mengikuti program pengobatan TB di PuskesmasToddopuli.

Dari hasilpengamatan yang telahdilakukan oleh kelompok kami melalui

data yang dimiliki oleh puskesmas dan anamnesis langsungdengan 10 pasien yang

mengikuti program pengobatan TB yang telah selesai maupun sementara berjalan,

didapatkan karakteristik pasien berdasarkan factor resiko terjadinya TB.

28
A. Data Berdasarkan Faktor Resiko

1. Umur

Kejadian TB paru paling banyak pada lansia mungkin disebakan

karena pada usia ini sudah mulai terjadi penurunan daya tahan tubuh, dan

kondisi ini lebih rentan untuk terkena penyakit, terutama penyakit infeksi,

salah satunya tuberkulosis Di negara berkembang, mayoritas yang terinfeksi

TB adalah golongan usia <50 tahun, namun di negara maju prevalensi TB

justru tinggi pada yang lebih tua.Pada usia tua,TB mempunyai gejala dan

tanda yang tidak spesifik sehingga sulit terdiagnosis, sering terjadi reaktivasi

fokus dormant. Selain itu, juga berkaitan dengan perkembangan faktor

komorbid yang dihubungkan dengan penurunan respons imun seluler akibat

keganasan, pengunaan obat imunosupresif dan usia

Usia

2 Orang
3 Orang 1-17 Tahun
18-59 Tahun
60 ke Atas

5 Orang

Berdasarkan umur ditemukan bahwa penderita terbanyak pada

kisaran 18 – 59 Tahun, berdasarkan teori penderita banyak ditemukan

pada usia produktif.

29
2. Jenis Kelamin

Alasan tingginya prevalensi TB pada laki-laki sebenarnya belum ada

teori yang jelas, tetapi mungkin disebabkan karena aktivitas laki-laki yang lebih

banyak di luar sehingga lebih berisiko untuk terpapar kuman TB. Hal ini juga

diperkuat dengan adanya kebiasaan merokok yang lebih banyak pada laki – laki.

Jenis Kelamin

Laki-Laki
5 Orang Perempuan

6 Orang

Berdasarkan teori yang ada dan hasil yang didapatkan kebanyakan

penderita adalah laki-laki.

3. Riwayat Penyakit

Terjadinya penyakit TB dipengaruhi oleh adanya penyakit

komorbid yang melemahkan system kekebalan tubuh manusia. Pada

kondisi immunocompromized seperti penderita Human

Immunocompromized Virus (HIV),pasien yang terinfeksi penyakit HIV

memiliki kadar sel CD4+ T yang rendah dan memiliki viral load yang

tinggi disertai defek fungsi makrofag dan monosit. CD4 dan makrofag

diketahui memiliki peran penting dalam pertahanan tubuh terhadap

mycobacterium tuberculosis. .

30
Pada penyakit Diabetes Melitus (DM) terjadi defek imun yang

akan menurunkan fungsi netrofil. Netrofil pada penderita DM memiliki

daya chemotaxis dan daya oxidative killing yang rendah. Daya bakterisidal

leukosit ditemukan berkurang pada penderita DM kemampuan mobilisasi,

kemotaksis dan fagositosisdarisel PMN menurun akibat kondisi

hiperglikemia demikian juga kemampuan deteksinya terhadap

mikroorganisme juga menurun, diduga akibat penurunan sensitivitas dan

jumlah reseptor pada monositnya.

Riwayat Penyakit

1 Orang
DM
Riwayat TB
2 Orang Asma
5 orang Tidak Ada

2 Orang

Hasil menunjukkan bahwa kebanyakan dari pasien tidak memiliki

riwayat penyakit.

4. Tingkat Sosial Ekonomi

Tingkat sosial ekonomi rendah mempunyai hubungan dengan pekerjaan

serta kondisi malnutrisi yang disebabkan oleh pendapatan yang rendah.

Lingkungan lembab, ventilasi yang buruk dan kurangnya sinar matahari berperan

dalam rantai penularan TB paru. M.tuberculosis merupakan bakteri yang tidak

31
tahan terhadap sinar ultraviolet, sehingga lingkungan yang lembab dan sinar

ultraviolet kurang menjadi risiko seseorang untuk menderita TB.

Tingkat Sosial Ekonomi

2 Orang
Rendah
4 Orang Menengah
Atas

4 Orang

Pembagian tingkat social ekonomi yang digunakan adalah berdasarkan

pekerjaan dari pasien yang berbanding lurus dengan kondisi tempat tinggal

pasien. Pada umumnya pasien yang tinggal di lingkungan padat penduduk namun

telah memperbaiki keadaan temopat tinggal dan ventilasi yang layak untuk aliran

udara keluar masuk setelah melakukan pengobatan atau didiagnosis menderita

TB.

5. Pendidikan

Kepatuhan berobat yang rendah pada penderita TB paru berhubungan

dengan pendidikan dan pendapatan rendah. Veleza FS dkk, membuktikan tingkat

pendidikan merupakan prediktor untuk mengetahui pemahaman penderita tentang

TB paru danakibatnya. Faktor pendidikan mempengaruhi kejadian tuberkulosis.

Pendidikan yang tinggi membuat seseorang lebih mudah untuk mengerti pesan

mengenai TB, baik etiologi maupun cara penularannya. Penderita berpendidikan

32
tinggi memiliki pemah aman tentang TB paru lebih baik dibanding penderita

berpendidikan menengah dan rendah.

Pendidikan

2 Orang 2 Orang
Belum Sekolah
SMP
SMA
Pendidikan Sarjan
1 Orang

4 Orang

Rata-rata dari pasien yang kami kunjungi merupakan pasien yang

taat berobat. Pasien tersebut memiliki jenjang Pendidikan yang cukup

untuk menerima edukasi yang baik atau tinggal serumah dengan orang

yang bisa membantu untuk tetatp taat berobat.

6. Merokok

Merokok menjadi salah satu faktor meningkatnya resiko terjadinya

tb paru karena terjadinya gangguan pembersihan sekresi mukosa.

Kandungan nikotin pada rokok akan menurunkan produksi TNF-α yang

berfungsi untuk mengaktivasi makrofag serta limfosit CD4+ dan akan

menurunkan responimun. Pembersihan oleh sekresi mukosa yang

dilemahkan, pengurangan kemampuan fagositik dari makrofag alveolus

33
dan penurunan responimun dan CD4 + menyebabkan kolonialisasi kuman

Tb
Merokok

3 Orang
Tinggal Dengan Perokok
3 Orang Merokok
Tidak Merokok

4 Orang

menjadi lebih mudah.

Hasil menunjukkan bahwa kebanyakn dari pasien adalah orang

yang dahulunya merupakan perokok aktif.

7. Riwayat kontak BTA Positif

Sumber penularan yang paling berbahaya adalah penderita TB

dewasa dan orang dewasa yang menderita TB paru dengan kavitas

(lubang pada paru-paru). Kasus sepertiini sangat infeksius dan dapat

menularkan penyakit melalui batuk, bersin dan percakapan. Semakin

sering dan lama kontak, makin besar pula kemungkinan terjadi

penularan. Sumber penularan bagi bayi dan anak yang disebut kontak

Riwayat kontak bta positif

Pernah Kontak
Tidak Pernah
5 Orang 5 Orang
34
erat adalah orangtuanya, orang serumah atau orang yang sering

berkunjung dan sering berinteraksi langsung.

Hasil didapatkan seimbang anatar pasien dengan Riwayat

kontak dengan penderita BTA Positif sebelumnya maupun yang tidak ada

Riwayat kontak.

B. Analisis Masalah

Dari data karakteristik factor resiko yang kami dapatkan, kami

menentukan 3 faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu: Tingkat social

ekonomi, Merokok, dan Riwayat BTA positif.

Untuk tahapan alisis kasus/masalah, terdapat beberapa tahapan untuk

mengetahui adanya masalah atau hambatan program pengobatan TB di

Puskesmas Toddopuli. Untuk penyelesaiannya yaitu :

Kriteria A : Besar masalah (nilai 0-10)

Kriteria B : Kegawatanmasalah (nilai 1-5)

Kriteria C : Kemudahanpenanggulangan (nilai 1-5)

Kriteria D : PEARL faktor (nilai 0 atau 1)

1. Besar Masalah

a. Identifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah dilakukan berdasarkan data yang

dimiliki oleh Puskesmas Toddopuli, wawancara dengan kepala

35
Puskesmas dan penanggung jawab dibidang surveilans Puskesmas

Toddopuli serta anamnesis langsung dengan peserta program. Dari data

karakteristik factor resiko yang kami dapatkan, kami menentukan 3

faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu: Tingkat sosialekonomi,

Merokok, dan Riwayat BTA positif.

No. Masalah Sasaran Cakupan Selisih


10 4
1. Tingkat SosialEkonomi 40%
(100%) (40%)
10 4
2. Merokok 40%
(100%) (40%)
Riwayat Kontak BTA 10 5
3. 50%
positif (100%) (50%)

1) Besar Masalah

Penilaian besar masalah dengan mengunakan interval rumus sebagai

berikut :

a) Kelas N = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 3

= 1 + 3,3 (0,47)

= 1 + 1,55

= 2,55

= 3

NilaiTertinggi−Nilaiterendah
b) Interval =
JumlahKelas

= 50 – 40

36
3

= 20 / 3

= 3,33

Besar MasalahTerhadap Angka

KejadianPenyakit

Interval
No Faktor Resiko TB 43,34- Nilai
40-43,33 46,67-50
46,67

Nilai

1,11 2,22 3,33

1 Tingkat SosialEkonomi X 1,11

2 Merokok X 1,11

3 Riwayat Kontak BTA positif X 3.33

b. Kegawatan Masalah

Merupakan hasil rata-rata pengambilan suara dari 4 anggota kelompok

mengenai 3 faktor tingkat kegawatan dengan bobot nilai :

Keganasan Skor Urgensi Skor Biaya Skor

Sangat ganas 5 Sangat mendesak 5 Sangat murah 5

Ganas 4 Mendesak 4 Murah 4

Cukupberpengaruh 3 Cukupmendesak 3 Cukupmurah 3

Kurang ganas 2 Kurang 2 Mahal 2

37
mendesak

Tidakganas 1 Tidak mendesak 1 Sangat mahal 1

1) Keganasan

No. Masalah Keganasan Total


1. 3+4+3+4
Tingkat SosialEkonomi 3,5
4
2. 2+3+4+4
Merokok 3,25
4
3. 4+4+4+4
Riwayat Kontak BTA positif 4
4
2) Urgensi

No. Masalah Urgensi Total


4+4+4+4
1. Tingkat SosialEkonomi 4
4
4+4+3+4
2. Merokok 3,75
4
5+5+5+5
3. Riwayat Kontak BTA positif 5
4
3) Biaya Yang Dikeluarkan

No Biaya yang
Masalah Total
. dikeluarkan
3+4+3+4
1. Tingkat SosialEkonomi 3,5
4
4+4+4+4
2. Merokok 4
4
4+4+4+4
3. Riwayat Kontak BTA positif 4
4
Dari hasil diatas, didapatkan:

Biaya yang
No Masalah Keganasan Urgensi Nilai
dikeluarkan

38
1 Tingkat SosialEkonomi 3,5 4 3,5 11

2 Merokok 3,25 3,75 4 11

Riwayat Kontak BTA


3 4 5 5 14
positif

c. Kemudahan Penanggulangan

Kemudahan
No Masalah Jumlah
Penanggulangan
3+3+2+2
1 Tingkat SosialEkonomi 2,5
4
3+3+3+3
2 Merokok 3
4
4+4+3+3
3 Riwayat Kontak BTA positif 3,5
4

d. PEARL Factor

Terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan yaitu :

1) Properti : Kesesuaian dengan program daerah/nasional/dunia

2) Economy : Memenuh isyarat ekonomi untuk melaksanakannya

3) Acceptability : Dapat diterima oleh petugas, masyarakat, dan

lembaga terkait.

4) Resources : Tersedianya sumber daya

5) Legality : Tidak melanggar hukum dan etika

Skor yang digunakan diambil melalui 4 voting anggota kelompok

1 = Setuju

39
0 = Tidak Setuju

No Masalah P E A R L
1 Tingkat SosialEkonomi 1 0 1 1 1
2 Merokok 0 1 1 1 1
Riwayat Kontak BTA
3 1 1 1 1 1
positif

Penilaian Prioritas masalah, setelah KriteriaA,B,C dan D ditetapkan.

Nilai tersebut dimasukkan kedalam rumus :

1. Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A+B) X C

2. Nilai Prioritas Total (NPT) = (A+B) X C X D

Jadi, adapun Besar Prioritas Masalah:

NPD = NPT =
No Masalah A B C D
(A+B) X C (A+B) X C X D

Tingkat (1,11+11)x2,5= (1,11+11)x2,5x0=


1 1,11 11 2,5 0
SosialEkonomi 30,275 0

(1,11+11)x3= (1,11+11)x3x0=
2 Merokok 1,11 11 3 0
36,33 0

Riwayat Kontak (3,33+14)x3,5= (7,78+8,5)x3,5x1=


3 3,33 14 3,5 1
BTA positif 60,66 60,66

40
Dari hasil tabel sebelumnya, didapatkan urutan dari prioritas masalah

adalah sebagai berikut :

1. Riwayat Kontak BTA positif

2. Tingkat SosialEkonomi

3. Merokok

C. Analisis Penyebab Masalah

IDENTIFIKASI PENYEBAB MASALAH RIWAYAT KONTAK BTA

POSITIF

Identifikasi Karakteristik Faktor ResikoPasien TB dengan Analisis

Pendekatan Sistem

KEMUNGKINAN PENYEBAB
KOMPONEN
MASALAH

Keaktifan petugas kesehatan dalam

mengedukasi langsung penderita TB dan

INPUT MAN keluarganya tentang bahaya kontak

langsung dengan pasien terkonfirmasi BTA

positif.

MONEY Tidak ada masalah.

MATERIAL Tidak ada masalah.

METODE 1. Tidak disiapkan ruangan khusus bagi

pasien terkonfirmasi BTA positif.

41
2. Evaluasi kebermanfaatan edukasi

/penyuluhan tentang bahaya kontak

langsung dengan pasien terkonfiramsi BTA

positif dalam keluarga belum optimal.

MARKETING Tidak ada masalah.

1. Kondisi rumah pasien dikawasan padat

penduduk

2. Dalam 1 rumah terdapat lebih dari 1

kepala keluarga

LINGKUNGAN 3. Ventilasi yang tidak memadai dan

penggunaan AC pada ruangan pasien tanpa

ventilasi.

4. keadaan rumah yang lembab karena

kurangnya sinar matahari langsung.

P1 Tidak ada masalah

PROSES P2 Tidak ada masalah

P3 Tidak ada masalah

Analisis penyebab masalah dapat disimpulkan berdasarkan hasil

identifikasi masalah, sebagai berikut :

1. Besarnya pengaruh kontak dengan BTA positif sebagai factor resiko

pasien peserta program pengobatan TB di Puskesmas Toddopuli.

42
2. Kurangnya kesadaran masyarakat suspek TB maupun Riwayat kontak

BTA positif untuk memeriksakan diri ke puskesmas.

3. Jumlah Lorong Sehat masih minim. Lorong BETI merupakan

kepanjangan dari Lorong Bebas Tuberculosis.

4. Evaluasi kebermanfaatan edukasi/penyuluhan tentang bahaya kontak

langsung dengan pasien terkonfirmasi BTA positif dalam keluarga

belum optimal.

5. Ketidaktahuan anggota keluarga akan bahaya kontak BTA Positif .

6. Keadaan sosial ekonomi yang sulitdiubah, terutama masalah kelayakan

hunian.

D. Rencana Kegiatan

Berdasarkan criteria mutlak dan criteria keinginan, maka ada

beberapa rencana kegiatan yang dapat dijadikansebagai Plan of Acion (PoA),

yaitu:

1. Edukasi/penyuluhan tentang factor resiko dan penularan TB.

2. Edukasi/penyuluhan tentang kepatuhan minum obat OAT.

3. Edukasi langsung kepada penderita TB dan keluarganya terkait

penggunaan masker, ruangan khusus pasien TB, dan kelayakan

hunian.

4. Optimalisasi Lorong Sehat masih minim, terutama Lorong BETI

(Lorong Bebas Tuberculosis) terutama pada daerah dengan

penderita TB terbanyak.

43
5. Mengoptimalkan evaluasi kebermanfaatan edukasi/penyuluhan

tentang bahaya kontak BTA positif dalam keluarga.

6. Mengedukasi pasien tuntas berobat untuk tetap menghindari

factor resiko agar tidak terjadi kasus infeksi TB berulang.

7. Menginisiasi Gerakan keluarga sadar TB, tujuannya adalah

memantau keluarga yang anggota keluarganya pernah

terkonfirmasi BTA positif untuk mendapatkan akses dan

kemudahan jika suatu saat terdapat anggota keluarga lain yang

mengalami gejala infeksi TB. Kegiatan yang dilakukan adalah

mendata factor resiko yang menjadi pemicu terjadinya kasus TB

pada pasien untuk dieliminasi dengan kerjasama antara petugas

puskesmas dan keluarga pasien, selanjutnya menyiapkan admin

telpon/whatsapp yang dapat menjadi sumber informasi terpercaya

bagi pasien ataupun keluarga pasien guna mencegah terjadinya

kasus infeksi berulang dalam lingkup keluarga.

44
BAB V

KESIMPULAN

Selama kami menjalani kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan

Masyarakat di Puskesmas Toddopuli Makassar kami diberikan arahan dan

bimbingan oleh kepala puskesmas drg. Hj. Yayi Manggarsari, M.Kes tentang

penyusunan Tutorial Klinik terkait dengan Infeksi Tuberculosis di wilayah kerja

Puskesmas Toddopuli.

Dari hasil analisa masalah yang telah dilakukan didapatkan masalah yaitu

Rinwayat kontak dengan pasien BTA positif merupakan faktor resiko terbanyak

di wilayah kerja Puskesmas Toddopuli. Hal ini dapat disebabkan oleh :

A. Analisis penyebab masalah

Dapat disimpulkan berdasarkan hasil identifikasi masalah, sebagai berikut :

1. Besarnya pengaruh kontak dengan BTA positif sebagai factor resiko

pasien peserta program pengobatan TB di Puskesmas Toddopuli.

2. Kurangnya kesadaran masyarakat suspek TB maupun Riwayat kontak

BTA positif untuk memeriksakan diri ke puskesmas.

3. Jumlah Lorong Sehat masih minim. Lorong BETI merupakan kepanjangan

dari Lorong Bebas Tuberculosis.

45
4. Evaluasi kebermanfaatan edukasi/penyuluhan tentang bahaya kontak

langsung dengan pasien terkonfirmasi BTA positif dalam keluarga belum

optimal.

5. Ketidaktahuan anggota keluarga akan bahaya kontak BTA Positif .

6. Keadaan sosial ekonomi yang sulitdiubah, terutama masalah kelayakan

hunian.

B. Planning of Action-nya

Berdasarkan criteria mutlak dan criteria keinginan, maka ada beberapa

rencana kegiatan yang dapat dijadikansebagai Plan of Acion (PoA), yaitu:

1. Edukasi/penyuluhan tentang factor resiko dan penularan TB.

2. Edukasi/penyuluhan tentang kepatuhan minum obat OAT.

3. Edukasi langsung kepada penderita TB dan keluarganya terkait

penggunaan masker, ruangan khusus pasien TB, dan kelayakan

hunian.

4. Optimalisasi Lorong Sehat masih minim, terutama Lorong BETI

(Lorong Bebas Tuberculosis) terutama pada daerah dengan

penderita TB terbanyak.

5. Mengoptimalkan evaluasi kebermanfaatan edukasi/penyuluhan

tentang bahaya kontak BTA positif dalam keluarga.

6. Mengedukasi pasien tuntas berobat untuk tetap menghindari

factor resiko agar tidak terjadi kasus infeksi TB berulang.

7. Menginisiasi Gerakan keluarga sadar TB, tujuannya adalah

memantau keluarga yang anggota keluarganya pernah

46
terkonfirmasi BTA positif untuk mendapatkan akses dan

kemudahan jika suatu saat terdapat anggota keluarga lain yang

mengalami gejala infeksi TB. Kegiatan yang dilakukan adalah

mendata factor resiko yang menjadi pemicu terjadinya kasus TB

pada pasien untuk dieliminasi dengan kerjasama antara petugas

puskesmas dan keluarga pasien, selanjutnya menyiapkan admin

telpon/whatsapp yang dapat menjadi sumber informasi terpercaya

bagi pasien ataupun keluarga pasien guna mencegah terjadinya

kasus infeksi berulang dalam lingkup keluarga.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Duarte, R., Lönnroth, K., Carvalho, C., Lima, F., Carvalho, A. C. C.,

MuñozTorrico, M., & Centis, R. (2018). Tuberculosis, social determinants and

co-morbidities (including HIV). Pulmonology, 24(2), 115–119.

https://doi.org/10.1016/j.rppnen.2017.1 1.003

2. Muchtar, N. H., Herman, D., &Yulistini. (2018). Gambaran Faktor

RisikoTimbulnyaTuberkulosis Paru pada Pasien yang Berkunjungke Unit

DOTS RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2015. Jurnal Kesehatan Andalas,

7(1),80-87.

3. Dotulong J.F.J, Sapulete M.R, Kandou G.D. 2015. Hubungan Faktor

RisikoUmur, Jenis Kelamin Dan KepadatanHunianDenganKejadianPenyakit

Tb Paru Di Desa WoriKecamatanWori. JurnalKedokteranKomunitasTropis.

3(2):57-65

4. Silva, D et al. 2018. Risk factors for tuberculosis: Diabetes, smoking, alcohol

use, and the use of other drugs. Jornal Brasileiro de Pneumologia. 44. 145-

152.

48
5. Rahmani, Muhammad Zaki (2020). KARAKTERISTIK PASIEN

TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS BARA-BARAYYA

MAKASSAR. Universitas Hasanuddin.

LAMPIRAN

1. Tanggal 9 November 2021

Kegiatan : Pengarahan oleh Kepala Puskesmas Toddopuli, Pengambilan data

Puskesmas, dan kunjungan kerumah pasien.

49
2. Tanggal 10 November 2021

Kegiatan : Kunjungan Kerumah pasien

50
3. Tanggal 11 November 2021

Kegiatan : Pengarahan oleh KepalaPuskesmas Toddopuli kunjungan ke rumah

pasien

51
52

Anda mungkin juga menyukai