BAB 1
PENDAHULUAN
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada usia berapa pun. Ketakutan yang
tidak diketahui selalu mengancam psikologis setiap individu yang menjalani rawat
inap tidak terkecuali anak yang menghadapi rawat inap, anak-anak sering terlalu
muda untuk mengerti apa yang terjadi atau takut untuk mengajukan pertanyaan.
Rawat inap jangka pendek tetap terjadi lebih sering dari pada rawat inap yang
lama, bahkan selama tinggal sebentar anak sering khawatir. Selain itu, anak dapat
Serikat baik anak usia toddler, prasekolah ataupun anak usia sekolah, sedangkan
di Jerman sekitar 3 sampai dengan 7% dari anak toddler dan 5 sampai 10% anak
Di Indonesia sendiri jumlah anak yang dirawat pada tahun 2014 sebanyak
15,26% (Susenas, 2014). Anak usia prasekolah dan anak usia sekolah merupakan
usia yang rentan terhadap terkena penyakit, sehingga banyak anak usia tersebut
yang harus dirawat di rumah sakit dan menyebabkan populasi anak yang dirawat
2
di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-5 tahun sebesar 25,8%, usia 6-12
tahun sebanyak 14,91%, usia 13-15 tahun sekitar 9,1%, usia 16-21 tahun sebesar
8,13%. Angka kesakitan anak usia 0-21 tahun apabila dihitung dari keseluruhan
jumlah penduduk adalah 14,44%. Anak yang dirawat di rumah sakit akan
berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologinya, hal ini disebut dengan
hospitalisasi adalah keadaan krisis pada anak saat anak sakit dan dirawat di rumah
pengamatan peneliti terhadap anak dan orang tua di RSUP Haji Adam Malik
Medan, bahwa jumlah penderita anak yang dirawat inap tahun 2011 yaitu
sebanyak 9.212 penderita, sedangkan jumlah penderita anak usia sekolah yaitu
sebanyak 2.833 penderita. Jumlah kasus anak yang dirawat inap setiap tahunnya
rata-rata di atas 40%, hal ini menunjukkan bahwa kasus rawat inap pada anak
masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya (Dinkes Provsu, 2010).
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang
melakukan upaya pelayanan kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan atau
fungsinya ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Mutu
3
rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang paling
Hal ini dapat terjadi pada semua tingkatan usia anak. Stessor yang dapat
menyebabkan kecemasan pada anak usia sekolah (6-12 tahun) karena dirawat di
rumah sakit diantaranya adalah perpisahan dengan sekolah, teman sebaya dan
orang tua, kehilangan kontrol pada keterampilan sebelumnya, cedera tubuh dan
nyeri. Reaksi yang mungkin terjadi adalah tingkah laku protes, bosan, kesepian,
frustasi, menarik diri, mencari informasi. Kelompok anak usia sekolah menerima
keadaan masuk rumah sakit dengan sedikit ketakutan. Beberapa diantaranya akan
menolak masuk rumah sakit dan secara terbuka meronta tidak mau dirawat
(Sacharin, 2008).
Pada awal seorang anak menjalani pengobatan atau rawat inap di rumah
Pada saat seperti itu, perasaan mereka penuh dengan beban emosional seperti rasa
cemas, ketakutan, perasaan rendah diri, perasaan marah, depresi, perasaan tidak
berdaya, ketergantungan yang berlebihan pada orang lain dan tidak mampu
berpikir dengan baik. Mayoritas anak usia sekolah ( 6-12 tahun) sangat cemas dan
kehidupan anak. Di rumah sakit, anak harus menghadapi lingkungan yang asing,
pemberi asuhan yang tidak dikenal dan gangguan terhadap gaya hidup mereka
(Wong, 2011).
bersifat menekan. Dengan alasan : (1) Anak mengalami stres akibat perubahan
percaya,marah atau merasa bersalah, takut, cemas dan frustasi (Wong, 2011).
mempunyai tugas yang harus dijalankan yaitu menerima kondisi anak ,mengelola
keluarga untuk mengelola perasaan yang ada, mendidik anggota keluarga yang
wilayah Tabagsel. Banyak pasien anak yang di rujuk dari RSUD Sibolga, RSUD
Tapteng, RSUD Tapsel, RSUD Gunungtua, RSUD Sibuhuan dan RSUD Madina
karena masih kurangnya sarana dan prasarana dari RS tersebut. Data dari rekam
5
RSUD Padangsidimpuan pada bulan April 2012, dari keseluruhan pasien yang di
di rawat inap di jumpai karena takut dilakukan pemasangan infus dan suntik. Hal
tahun 2018 sebanyak 325 pasien. Data dari bulan Januari - Maret 2018 sebanyak
63 pasien. Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti ruang anak RSUD
Dari latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul
“Hubungan Peran Orang Tua dengan Tingkat Kecemasan Pasien Anak Usia
Tahun 2018”.
6
ada Hubungan Peran Orang Tua dengan Tingkat Kecemasan Pasien Anak Usia
Tahun 2018.
Pasien Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun) yang Mengalami Hospitalisasi di RSUD
rumah sakit.
pengetahuan bagi responden terkait pentingnya peran orang tua dalam setiap
intervensi keperawatan yang dilakukan pada anak usia sekolah selama proses
kecemasan pada anak usia sekolah dengan memfasilitasi orang tua dalam
memberikan peran orang tua bagi anak selama menjalani proses hospitalisasi di
RSUD Padangsidimpuan.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang berguna bagi
masalah psikologis tingkat kecemasan anak usia sekolah yang mengalami proses
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan bahan masukan
peneliti selanjutnya dapat mengulas lebih dalam terkait variabel lain yang belum
dibahas dalam penelitian ini yang berhubungan dengan tingkat kecemasan anak
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
diperbuat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam ilmu sosial berarti suatu
fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu posisi dalam struktur
Menurut Horton dan Hunt [2009], peran (role) adalah perilaku yang
diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang
tergabung dan terkait pada satu status ini dinamakan perangkat peran (role set).
1. Bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan seseorang dalam manajemen.
4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada
pada dirinya.
9
Membahas mengenai orang tua tidak lepas dari apa yang disebut
lingkungan kecil yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak merupakan
kesatuan dari susunan keluarga yang utuh. Orang tua merupakan orang yang
Dari keluarga inilah anak dapat menyerap norma yang utama dan pertama.
M. Imron Pohan (2009) menyatakan “Orang tua adalah orang dewasa pertama
diungkapkan Tim Prima Pena ( 2009 ), “Orang tua adalah ayah dan ibu. Dalam
hal ini orang tua adalah ayah dan ibu yang melahirkan, memelihara, dan
membiayai anak untuk sekolah”. Jadi orang tua adalah orang dewasa pertama bagi
anak yang harus mau menerima terhadap segala tingkah laku anaknya, tempat
anak tanpa dorongan dan rangsangan dari orang tua maka perkembangan dan
Dari uraian di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa peran orang
tua adalah suatu tindakan orang tua untuk memberikan motivasi, bimbingan,
mencapai tahapan tertentu (Levis, 2010). Orang tua akan berperan aktif untuk
menunjang keberhasilan anak. Hal ini bisa dicapai dengan bagaimana peran orang
tua memberi motivasi, bimbingan, fasilitas belajar serta perhatian yang cukup
terhadap anak-anaknya. Kebiasaan belajar yang baik dan disiplin diri harus
dimiliki anak, selain itu kebutuhan untuk berprestasi tinggi dan berdaya saing
tinggi harus selalu ditanamkan pada diri anak sedini mungkin. Jika hal ini telah
dilakukan maka keberhasilan anak lebih mudah untuk dicapai (Hidayat, 2009).
2.2. Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi
tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupunorang tua
yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan
2.2.2. Kecemasan pada Anak Usia Sekolah (6-12 tahun) Akibat Hospitalisasi
sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang baru bagi anak yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut dapat menjadi faktor stressor baik terhadap anak maupun
Anak usia sekolah anak yang berusia 6-12 tahun. Pertumbuhan secara fisik
pada anak usia sekolah (6-12 tahun) diawali dari tinggi badan yang meningkat
5cm per tahun dan berat badan yang lebih bervariasi, meningkat 2-3 kg per tahun.
Karakteristik anak usia sekolah suka berkelompok dengan teman sebaya sesuai
yaitu anak sudah mulai memandang realistis dari duniannya dan mempunyai
anggapan yang sama dengan orang lain. Perkembangan psikososial anak sekolah
berada pada stadium industry vs inferiority, anak selalu berusaha untuk mencapai
sesuatu yang diinginkan tetapi apabila harapan anak ini tidak tercapai
Pada anak usia sekolah stressor yang dihadapi anak yang dirawat di rumah
sakit adalah lingkungan baru dan asing, pengalaman yang menyakitkan dengan
orang tua dalam arti semetara. Kondisi ini akan menyebabkan anak mengalami
terlambat. Mereka menjadi ingin tahu dan bingung, anak bertanya kenapa orang
12
dengan kelompok, mengalami luka pada tubuh dan nyeri dan kehilangan control
juga dapat menimbulkan kecemasan (Wong, 2009). Kecemasan yang terjadi pada
Anak usia sekolah memiliki koping yang lebih baik terhadap perpisahan,
namun keadaan sakit akan meningkatkan keinginan mereka untuk selalu ditemani
oleh orang tua. Anak usia sekolah lebih merasa cemas karena berpisah dengan
dengan orang tua. Reaksi yang umum terjadi pada anak usia sekolah karena
Bagi anak usia sekolah, aktivitas yang dibatasi seperti bed rest,
penggunaan kursi roda, kehilangan privasi serta rutin di rumah sakit akan
menghilangkan kekuatan diri dan identitas dari anak. Reaksi yang mungkin
muncul pada anak adalah perasaan depresi, menunjukkan rasa permusuhan dan
frustasi.
kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena
13
biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan
adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlakuan atau rasa nyeri akan
ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun non verbal karena anak
mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan atau
mereka alami dan menunjukkan lokasi nyeri tersebut. Respon terhadap nyeri yang
ditunjukkan diantaranya: melihat perilaku dari anak lain yang lebih kecil terutama
waktu dengan berkata “tunggu sebentar” atau “saya belum siap”, menggigit bibir
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit sehingga anak harus beradaptasi dengan lingkungan rumah
sakit (Wong, 2009. Reaksi hospitalisasi pada anak bersifat individual dan sangat
rumah sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang
a. Perkembangan usia
(Supartini, 2009). Pada anak usia sekolah reaksi perpisahan adalah kecemasan
karena berpisah dengan orang tua dan kelompok sosialnya. Pasien anak usia
Pola asuh keluarga yang terlalu protektif dan selalu memanjakan anak juga
dapat mempengaruhi reaksi takut dan cemas anak dirawat di rumah sakit. Beda
dengan keluarga yang suka memandirikan anak untuk aktivitas sehari-hari anak
c. Keluarga.
Keluarga yang terlalu khawatir atau stres anaknya yang dirawat di rumah
di rumah sakit sebelumnya akan menyebabkan anak takut dan trauma. Sebaliknya
apabila anak dirawat di rumah sakit mendapatkan perawatan yang baik dan
menyenangkan anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter (Supartini,
2009).
15
Anak mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan
tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta dukungan
kepada orang terdekat dengannya misalnya orang tua atau saudaranya. Perilaku ini
rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment padanya, minta dipeluk saat
Apabila mekanisme koping anak baik dalam menerima dia harus dirawat
di rumah sakit akan lebih kooperatif anak tersebut dalam menjalani perawatan di
rumah sakit.
2. Reaksi Anak Usia Sekolah Terhadap Stres akibat Sakit dan dirawat di
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak
pada anak. Jika anak dirawat di rumah sakit, anak akan mudah mengalami krisis
karena anak stres akibat perubahan baik pada status kesehatannya maupun
2010).
dan sangat tergantung pada tahapan perkembangan anak. Anak usia sekolah telah
dapat menerima keadaan masuk rumah sakit dengan sedikit ketakutan. Ada
16
beberapa diantaranya akan menolak masuk rumah sakit dan secara terbuka
menangis tidak mau dirawat. Reaksi yang timbul tergantung pada tingkat
untuk mengerti alasan masuk rumah sakit dan di sini kembali ketulusan dari orang
Akan tetapi dalam keadaan sakit, kondisi tersebut mengakibatkan anak harus
anak seperti: menolak makan, menangis kuat-kuat, sering bertanya kapan orang
terjadi pada anak karena adanya pembatasan aktivitas sehari-hari dan karena
(Wong, 2009). Anak akan berespon dengan fungsi tubuh misalnya: ketika mereka
melihat seseorang dengan gangguan penglihatan atau keadaan fisik cacat. Mereka
menjadi ingin tahu dan bingung, anak bertanya kenapa orang itu, mengapa berada
di rumah sakit, apa yang terjadi dengan orang itu, mengapa, berbagai macam
pertanyaan dilontarkan oleh karena anak tidak mengetahui apa yang sedang
terjadi. Pada usia ini anak merasa takut bila mengalami perlukaan, anak akan
Anak bereaksi dengan agresif ekspresif verbal dan dependensi (Wong, 2010).
Disamping itu anak juga akan menangis, bingung khususnya bila keluar
17
darah. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa disuntik, mengukur tekanan
darah, mengukur suhu melalui anus dan beberapa prosedur tindakan lainnya tidak
akan menimbulkan sakit dan mengalami luka pada tubuh. Anak usia sekolah
sebagian besar sudah mampu dan mengerti bahasa yang sedemikian komplek,
Hal ini dapat dikurangi dengan cara bermain. Bermain juga merupakan hal
penting sebagai media komunikasi anak dan rumah sakit anak khususnya di ruang
anak menyediakan tempat bermain, baik pada setiap bangsal atau ruang bermain
anak merasa takut dan khawatir serta mengalami kelemahan fisik. Reaksi terhadap
perlukaan tubuh dan nyeri dengan menggigit bibir dan memegang sesuatu yang
lingkungan rumah sakit, aturan- aturan dokter serta treatment yang diberikan.
menghadapi penyakit yang dideritanya. Perilaku ini menjadi salah satu cara yang
a. Penolakan (avoidence)
rasa tertekan. Anak berusaha menolak treatment yang diberikan, seperti tidak mau
suntik, tidak mau dipasang infus, menolak minum obat, bersikap tidak kooperatif
cerita saat dirumah sakit, menonton televisi saat dipasang infus, atau bermain
sakitnya kepada tenaga medis atau orang tuanya, bersikap kooperatif terhadap
petugas medis, minum obat secara teratur, beristirahat sesuai dengan peraturan
yang diberikan.
Anak mencari dukungan dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat
penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan meminta dukungan orang yang
dekat dengannya, misalnya orang tua atau saudaranya. Perilaku ini biasanya
ditandai dengan permintaan anak untuk ditemani selama dirawat di rumah sakit,
19
kesakitan.
penuh tekanan dengan melihat dan meniru orang tuanya. Orang tua sebagai orang
terdekat merupakan factor terpenting yang akan membantu anak memilih perilaku
yang berdampak negatif atau positif. Selama proses sakit orang tua harus menjadi
‘model’ bagi anaknya agar anak dapat mempelajari sikap positif terhadap
untuk menciptakan suasana menyenangkan bagi anak yang dirawat di rumah sakit
yaitu:
a. Memberikan dukungan.
Dukungan positif dapat berupa menjaga anak saat dirawat dirumah sakit,
treatment, yang tidak kalah penting memberi sentuhan lembut, seperti pelukan
ditanggungnya cukup berat, akan membuat anak bersikap tabah dan ceria dalam
kadang mereka membuat anak merasa sakit. Persepsi positif anak terhadap
Orang tua perlu membina hubungan yang baik kepada petugas medis.
diberikan kepada anaknya. Menanyakan berapa kali suatu treatment yang harus
diberikan, waktu yang dibutuhkan, perkiraan biaya yang harus dikeluarkan, serta
yang menarik. Jika anak mampu, dapat juga diberikan buku menggambar atau
mewarnai.
2.3. Kecemasan.
berbahaya, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart &
Sundeen, 2008). Pada anak usia sekolah (6-12 tahun) ketakutan dan kecemasan
dapat ditunjukkan secara langsung melalui tingkah laku, misal watak pemarah.
Sumber ketakutan dan kecemasan pada anak usia sekolah (6-12 tahun) pertama
dapat berupa bayangan atau ancaman yang tidak berbentuk, misalnya kegelapan.
Kecemasan usia sekolah (6-12 tahun) lebih terpusat pada hal yang nyata, misalnya
Gejala klinis cemas yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami
tersinggung.
fisologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau
Stuart & Sundeen (2008) pada anak akan muncul beberapa respon yang meliputi :
a. Kardiovaskuler
b. Pernafasan
Respon pada pernafasan berupa : nafas cepat dan pendek, nafas dangkal, dan
terengah-terengah.
c. Gastrointestinal
Respon pada gastrointestinal berupa : nafsu makan turun, tidak nyaman pada
d. Neuromuscular
pusing.
e. Traktus uranius
f. Kulit
2. Respon Perilaku
Respon perilaku yang muncul adalah gelisah, tremor, ketegangan fisik, reaksi
3. Respon Kognitif
control, takut pada gambaran visual, dan takut cidera atau kematian.
4. Respon Afektif
Adapun respon afektif yang sering muncul adalah tidak sabar, tegang,
ketakutan, waspada dan gugup. Kecemasan dapat ditimbulkan dari bahaya luar,
mungkin juga bahaya dari luar diri anak. Dan pada umumnya ancaman itu
samar-samar. Bahaya dari dalam, timbul bila ada sesuatu hal yang tidak dapat
menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating
Scale for Anxiety (HRS-A), yang terdiri dari 14 kelompok gejala, antara lain
1. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan mudah
tersinggung.
3. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang
besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang banyak.
4. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak
nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan mimpi yang
menakutkan.
ingat buruk.
hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubah-ubah sepanjang
hari.
7. Gejala somatik/ fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot, gigi
kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.
cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/ lemas
10. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sepit di dada, rasa tercekik,
pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa
penuh atau kembung, mual, muntah, BAB konsistensinya lembek, sukar BAB
12. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) : sering buang air kecil, tidak
dapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak dapat haid), darah haid
berlebihan, darah haid sangat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid
sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid,
13. Gejala autonom : mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala
pusing kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu berdiri.
14. Tingkah laku/ sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening/ dahi berkerut,
wajah tegang, otot tegang/ mengeras, nafas pendek dan cepar serta wajah
merah.
berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif. Rentang respon yang paling
adaptif adalah antisipasi dimana individu siap siaga untuk beradaptasi dengan
cemas yang mungkin muncul. Sedangkan rentang yang paling maladaptif adalah
panik dimana individu sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang
Skema kecemasan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan
pertumbuhan dan perkembangan dari usia bayi (0-1 tahun), usia bermain/todder
(1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11tahun), dan remaja (11-
18 tahun). Rentang ini berbeda antara anak yang satu dengan yang lain, mengingat
latar belakang anak yang berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan
perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri dan pola koping, dan
perilaku sosial.
Pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif berbeda pada setiap anak, hal
konsep diri anak sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara
anak. Demikian juga dengan pola koping dan perilaku sosial yang dimiliki anak,
hampir sama dengan perkembangan konsep diri pada anak, sudah terbentuk mulai
dari bayi. Pola koping yang dimiliki anak mulai dari bayi ditunjukkan menangis
saat lapar, menangis saat buang air kecil dan buang besar, menangis jika ada
sesuatu hal yang tidak sesuai dengan keinginannya dan lain sebagainya .Perilaku
sosial yang ditunjukan anak dengan menunujukan keceriaan saat melihat orang
yang dekat padanya atau menangis saat melihat orang yang tidak dikenal
(Hidayat, 2011).
anak, tetapi juga bagi orang tua. Banyak penelitian membuktikan bahwa
perawatan anak di Rumah Sakit menimbulkan stress pada orang tua, berbagai
macam perasaan timbul pada orang tua, yaitu takut, rasa bersalah, stress dan
cemas. Rasa takut pada orang tua selama perawatan anak di rumah sakit terutama
pada kondisi sakit anak yang terminal, karena takut akan kehilangan anak yang
Seperti yang diuraikan diatas, orang tua akan merasa begitu cemas dan
takut terhadap kondisi anaknya. Perasaan tersebut muncul pada saat orang tua
infus, dilakukan fungsi lumbal, dan prosedur invasive lainnya. Orang tua bahkan
menangis karena tidak tega melihat anaknya, dan pada kondisi ini perawat atau
petugas kesehatan harus bijaksana bersikap pada anak dan orang tuanya perilaku
yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas ini
adalah sering bertanya tentang hal sama secara berulang pada orang yang berbeda,
2. Perasaan sedih
Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan
orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh.
Bahkan, saat menghadapi anaknya yang menjelang ajal, rasa sedih dan berduka
akan dialami orang tua. Di satu sisi orang tua dituntut untuk berada di samping
anaknya dan memberi bimbingan spiritual pada anaknya, dan di sisi lain meraka
sangat. Pada kondisi ini, orang tua menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau
29
(Supartini, 2009).
3. Perasaan frustasi
Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dirasakan tidak
orang tua baik dari keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa
putus asa, bahkan frustasi. Oleh karena itu seringkali orang tua menunjukkan
keluarga, karena apabila salah satu anggota keluarga memiliki masalah kesehatan
timbul dari kesadaran bahwa ia diinginkan dan disayang oleh orang dewasa
Pada anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan muncul
orang yang mengurusinya, dan kerapkali harus berhubungan dan bergaul dengan
Dalam hal ini orang tua harus memberikan dukungan dan peran orang tua
pada anak. Memberikan semangat, empati, rasa percaya dan perhatian adalah hal
yang dibutuhkan pada saat anak menjalani proses hospitalisasi sehingga anak
hubungan peran orang tua dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12
kecemasan anak usia sekolah saat dirawat di rumah sakit seperti perpisahan
dengan kelompok, mengalami luka pada tubuh dan nyeri dan kehilangan kontrol
orang tua dalam arti semetara. Kondisi ini akan menyebabkan anak mengalami
menjalani proses hospitalisasi pada anak usia sekolah diharapkan anak bisa
Dapat dilihat Variabel Dependen dan Independen dalam penelitian ini seperti
Ha : Ada Hubungan Peran Orang Tua dengan Tingkat Kecemasan Pasien Anak
H0 : Tidak ada Hubungan Peran Orang Tua dengan Tingkat Kecemasan Pasien
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
pertimbangan Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit rujukan dari daerah yang
ada di Tabagsel, sehingga jumlah sampel memadai dan Rumah Sakit ini terletak di
pusat kota sehingga mudah dijangkau oleh peneliti. Pengumpulan data dilakukan
Waktu proses pembuatan proposal dilakukan pada bulan Juli 2018 sampai
dengan selesai.
Bulan
No Proses Penelitian
Juli Agust Sept Okt
1 Pengajuan Judul
2 Pembuatan Proposal
3 Seminar Proposal
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang menjaga anak usia
Berdasarkan data dari Ruang Anak RSUD Padangsidimpuan, mulai dari 1 Juli –
31 Agustus 2018 jumlah pasien anak yang dirawat di ruang III adalah 146 orang
diteliti dan dianggap dapat mewakili dari seluruh populasi (Arikunto, 2012).
Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah orang tua yang
mengambil 25% dari populasi, (Arikunto, 2012), sehingga jumlah sampel dalam
dimasukkan dalam penelitian ini dalam waktu yang telah ditentukan (Nursalam,
2011).
1. Orang tua yang menjaga pasien anak usia sekolah (6-12 tahun) yang
dahulu. Kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian serta
menanyakan kesediaan responden untuk menjadi sampel dalam penelitian ini. Jika
35
penelitian maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak responden.
identitas responden maka peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada
lembar pengumpulan data atau kuesioner. Lembar tersebut hanya akan diberi kode
yang hanya diketahui oleh peneliti. Begitu juga dengan kerahasiaan informasi
kerahasiaannya.
instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti dengan
dari 3 bagian yang berisi data demografi, kuesioner untuk peran keluarga dan
dari hubungan dengan pasien, umur, jenis kelamin, lama rawat inap, pendidikan
hospitalisasi anak. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari delapan subvariabel,
dimana terdiri dari 24 pernyataan, kuesioner dalam penelitian ini dibuat oleh
peneliti sendiri. Peran keluarga dalam proses hospitalisasi anak yang terdiri dari
kuesioner 13 s/d 15, membantu anggota keluarga untuk mengelola perasaan yang
ada pernyataan kuesioner 16 s/d 18, mendidik anggota keluarga yang lain tentang
kondisi anak yang sedang sakit pernyataan kuesioner 19 s/d 21, menggembangkan
sistem dukungan sosial penyataan kuesioner 22 s/d 24. Cara pengisian lembar
kuesioner adalah dengan menggunakan cek list pada tempat yang tersedia.
yaitu Selalu (SL) dengan nilai 4, Sering (SR) nilai 3, Kadang - Kadang (KK)
dengan nilai 2 dan Tidak Pernah (TP) dengan nilai 1. Maka untuk peran keluarga
Total skor adalah 24 - 96. Semakin tinggi jumlah skor maka peran
rentang
Berdasarkan rumus statistik p = menurut Sudjana (2012).
Banyak kelas
37
dikurang nilai terendah) sebesar 72 dan banyak kelas dibagi atas 3 kategori kelas
untuk peran keluarga (kurang, cukup, dan baik), maka akan diperoleh panjang
berikut:
Bagian yang ketiga berupa kuesioner untuk tingkat kecemasan anak yang
mengalami hospitalisasi di Ruang III Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
yang terdiri dari 16 pernyataan. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang
Rating Scale for Anxiety (HRS – A) dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Cara penilaian adalah dengan menggunakan skala Likert dengan skor
pilihan yang diberikan untuk setiap peryataan, dimana jawaban Selalu (SL)
nilai terendah yang mungkin dicapai oleh responden adalah 16 dan nilai tertinggi
yang mungkin dicapai adalah 64. Semakin tinggi total skor kuesioner maka
38
semakin tinggi tingkat kecemasan yang dialami anak. Cara pengisian lembar
kuesioner adalah dengan menggunakan cek list pada tempat yang tersedia. Maka
untuk kuesioner tingkat kecemasan anak di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
pada Kuesioner Peran Keluarga, dengan rentang sebesar 48 dan banyak kelas
dibagi atas 4 kategori kelas untuk tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat, dan
Tabel 3.2
sebagai berikut :
nilai sesungguhnya dari hasil dan merupakan karakteristik yang penting dari
penelitian yang baik (Slevin dkk, 2007). Uji validitas penelitian sudah valid
hubungan peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12
tahun) yang mengalami hospitalisasi di ruang tiga rumah sakit umum dr. Pirngadi
Medan.
40
kemampuan alat ukur tersebut untuk mengukur secara konsisten sasaran yang
akan diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang
sama yang digunakan pada kelompok subjek (Ritonga, 2007). Uji realibilitas
dilakukan kepada 10 subjek yang sesuai dengan kriteria subjek studi kemudian
peneliti menilai responnya. Uji tes ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi
komputerisasi dengan analisis Cronbach Alpha pada item berskala. Hasil uji
reliabel apabila nilai r alpha > r tabel (Hastono, 2007). Nilai r tabel adalah 0,632
dan r alpha adalah 0,881 dan 0,862. Maka dapat disimpulkan bahwa ke 19
Universitas Sumatera Utara dan surat izin dari lokasi penelitian yaitu Ruang Anak
RSUD Padangsidimpuan.
penelitian dan yang bersedia diberi lembar kuesioner dan diberi kesempatan untuk
bertanya apabila ada pernyataan yang tidak dipahami. Selesai pengisian peneliti
kelengkapan data. Jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi.
kelengkapan data responden dan memastikan bahwa semua jawaban terisi. Kedua,
Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1) Statistik univariat
Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari suatu
variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit &
Hungler, 2009). Pada penelitian ini analisa data dengan metode statistik univarat
orang tua) dan variabel dependen (tingkat kecemasan anak selama menjalani
tingkat kecemasan anak akan dianalisis dengan menggunakan skala interval dan
2) Statistik bivariat
Untuk melihat hubungan antara variabel independen (peran orang tua) dan
penelitian ini karena variabel peran orang tua dan tingkat kecemasan anak