Anda di halaman 1dari 2

Jumat, 18 Juni 2010 21:30 WIB

INOVASI ANAK NEGERI

Benarkah bangsa Indonesia itu malas?


Apa benar bangsa Indonesia itu tidak kreatif? Dua pertanyaan itu sering kali terlontar jika kita
ngobrol dengan teman atau kolega terutama dari manca negara. Dua pertanyaan itu memang
layak terlontar apalagi mengingat kondisi negeri kita yang hingga saat ini belum bangkit dari
krisis dan makin carut marut.

Ternyata di tengah situasi dan kondisi seperti itu, sejumlah pemuda Indonesia bertarung dan
mengadu kreatifitas dalam ajang Black Innovation Awards 2009 yang digelar perusahaan rokok
Djarum. Dan, kali ini Kick Andy akan mengenal lebih dekat para pemenang lomba kreatifitas itu.

Salah satu pemenang lomba BIA 2009 adalah Muhamad Rois Abidin. Pemuda kelahiran kota
Blitar, Jawa Timur 23 tahun lalu itu tidak tanggung-tanggung. Dua karyanya yang dikirim
sekaligus yaitu Cangkingz dan Bagcamp berhasil menang. Menurut Rois ide membuat cangkingz
atau tempat membawa duren itu berdasarkan pengamatan sehari-hari di dekat rumahnya. Ia
sering melihat betapa susahnya orang yang membeli duren itu ketika membawa pulang karena
takut terluka karena durinya yang tajam. Dengan Cangkingz, buah duren bisa dimasukan dan
ditutup kembali. Dengan demikian kita bisa membawa duren dengan nyaman. Sedangkan
penemuan keduanya adalah Bagcamp. “Bagcamp adalah sebuah tas yang ketika dibuka bisa
diubah menjadi sebuah tenda,” ujarnya menerangkan. Jadi tas ini menurut rois, kalau mau
camping tidak perlu repot membawa tenda.
Inovasi lainnya yang berhasil menang adalah “blind gaple”. Menurut penciptanya yaitu Arif
Kurnianto, ia ingin agar saudara kita yang tunanetra bisa bermain gaple atau domino dengan
orang normal. Kartu gaple nya dibuat khusus yaitu dengan lobang-lobang sesuai dengan jumlah
lambang domino. “Penderita tunanetra memainkannya dengan meraba kartu itu,” kata pemuda
berusia 33 tahun itu.

Sementara penemuan yang terlihat simpel namun menarik perhatian dewan juri adalah
“templast”, yaitu tempat sampah plastik. Menurut penemunya, Bharoto Yekti, tempat sampah ini
di dalamnya terdapat beberapa lingkaran berbagai ukuran. Masing-masing lingkaran itu diberi
kantong plastik atau tas “kresek” untuk menampung sampah. “Melalui alat ini kita bisa dengan
mudah memilah-milah sampah sesuai ukuran dan jenisnya. Sangat sederhana bukan?,” kata
Bharoto meyakinkan. Memang menurut pengamatan dewan juri, Yoris Sebastian, “templast”
memang sangat simpel dan sederhana. Walau kelihatan sederhana, manfaatnya ternyata sangat
besar sekali. Karena sangat simpel dan sangat bermanfaat itulah yang membawa Bharoto Yekti,
pria 28 tahun lulusan ITB itu mendapat tiket berangkat ke Australia untuk menjadi pengamat
dalam lomba kreatifitas tingkat internasional.

Ide dan kreatifitas para pemuda Indonesia dalam ajang Black Innovation Awards itu memang
patut dihargai. Dengan ajang semacam ini akan selalu muncul ide dan kreatifitas yang sangat
aplikatif sehingga bisa bermanfaat buat masyarakat. Hanya saja peran serta pemerintah dan dunia
usaha sangat diperlukan disini. Para innovator itu ternyata masih kesulitan mempatenkan dan
memasarkan hasil karyanya. ( end ).

Anda mungkin juga menyukai