Anda di halaman 1dari 9

Hukum Bisnis yang Berlaku di Indonesia

A. Pengertian Hukum Bisnis


Istilah “hukum bisnis” sebagai terjemahan dari istilah “Business Law” sangat banyak di
pakai dewasa ini, baik di kalangan akademis maupun di kalangan para artikel. Meskipun begitu,
banyak istilah lain yang sungguhpun tidak sama persis sama artinya, tetapi mempunyai ruang
lingkup yang mirip-mirip dengan istilah hukum bisnis. Istilah-istilah terhadap hukum bisnis
terebut sebagai berikut :
1. Hukum Dagang (sebagai terjemahan dari “Trade Law”)
2. Hukum Perniagaan (sebagai terjemahan dari commercial Law )
3. Hukum Ekonomi (sebagai terjemahan dari “economic law”)

I stilah “hukum dagang atau “hukum perniagaan” merupakan istilah dengan cakupan yang
sangat tradisional dan sangant sempit. Sebab, pada prinsipnya kedua istilah tersebut hanya
melingkupi topic-topik yang terdapat dalam kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) saja.
Padahal, begitu banyak topik hukum bisnis yang tidak diatur atau tidak lagi diatur dalam kitab
undang-undang hukum dagang (KUHD). Misalnya, mengenai perseroan terbatas, kontrak bisnis,
pasar modal, merger dan akuisisi, perkreditan, hak atas kekayaan intelektual, perpajakan, bisnis
internasional dan masih banyak lagi. Sementara dengan istilah “hukum ekonomi cakupannya
sangat luas, berhubungan dengan adanya pengertian ekonomi dalam arti mikro dan makro,
ekonomi pembangunan dan ekonomi sosial, ekonomi manajemen dan akuntansi, yang
kesemuanya tersebut mau tidak mau harus di cakup oleh istilah “hukum ekonomi”. Jadi, kita
dilihat dari segi batasan ruang lingkupnya, maka jika istilah hukum dagang atau hukum
perniagaan ruang lingkupnya sangat luas. Karena itu, memang istilah yang ideal adalah “hukum
bisnis” itu sendiri.
Selain itu, jika istilah “hukum dagang” atau istilah “hukum perniagaan”, kedua istilah
tersebut sudah sangat tradisional, bahkan sudah menjadiklasik”,maka dengan istilah “hukum
bisnis” penekanannya adalah kepada hal-hal yang modern yang sesuai dengan perkembangannya
yang mutakhir. Itulah sebabnya, dibandingkan dengan istilah-istilah lainnya tersebut, istilah
“hukum bisnis” saat ini lebih popular dan sangat banyak digunakan orang, baik di Indonesia
maupun di banyak Negara lain, bahkan oleh masyarakat internasional.
Sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan istilah “hukum bisnis” itu ? sebagaimana diketahui
bahwa istilah “hukum bisnis” terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu kata “hukum” dan kata “bisnis”.
Banyak definisi sudah diberikan kepada kata “hukum” meskipun tidak ada 1 (satu) definisi pun
yang dapat dikatakan lengkap dan menggambarkan arah arti hukum secara utuh.
Sedangkan terhadap istilah “bisnis” yang dimaksudkan adalah suatu urusan atau kegiatan
dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau
jasa (Abdurrachman, 1991:150), dengan menempatkan uang dari para entrepreneur dalam risiko
tertentu dengan usaha tertentu dengan motif untuk mendapatkan keuntungan (Friedman, jack P.,
1987:66).
Dengan demikian, yang dimaksud dengan hukum bisnis adalah suatu perangkat kaidah
hukum (termasuk enforcement-nya) yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan urusan atau
kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran
barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para entrepreneur dalam risiko tertentu dengan
usaha tertentu dengan motif (dari entrepreneur tersebut) adalah untuk mendapatkan keuntungan
tertentu.
Fungsi Hukum Bisnis adalah sebagai sumber informasi yang berguna bagi praktisi bisnis,
untuk memahami hak dan kewajibannya dalam praktek bisnis, agar terwujud watak dan perilaku
aktivitas di bidang bisnis yang berkeadilan, wajar, dan dinamis (yang dijamin oleh kepastian
hukum).

2 ASPEK POKOK ASAS HUKUM BISNIS :


a) Aspek kontrak (perjanjian) yang menjadi sumber hukum utama dimana masing-masing
pihak tunduk pada perjanjian yang telah disepakati bersama.
b) Aspek kebebasan membuat perjanjian dimana para pihak bebas membuat dan
menentukan isi dari perjanjian yang disepakati bersama.

Adapun yang merupakan ruang lingkup dari hukum bisnis ini, antara lain adalah sebagai berikut
:
1. Kontrak Bisnis
2. Jual beli
3. Bentuk-bentuk perusahaan
4. Perusahaan go public dan pasar modal
5. Penanaman modal asing
6. Kepailitan dan likuidasi
7. Merger dan akuisisi
8. Perkreditan dan pembiayaan
9. Jaminan hutang
10. Surat berharga
11. Perburuhan
12. Hak atas kekayaan intelektual
13. Anti monopoli
14. Perlindungan konsumen
15. Keagenan dan distribusi
16. Asuransi
17. Perpajakan
18. Penyelesaian sengketa bisnis
19. Bisnis internasional
20. hukum pengangkutan (darat, laut, udara, dan multimodal)

Sumber Hukum Bisnis Indonesia


Sumber hukum bisnis sesungguhnya sama dengan sumber hukum di Indonesia. Serupa
dengan bidang hukum lainnya, sumber hukum bisnis dapat disebutkan sebagai berikut:
 Peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan hukum yang berlaku, seperti: Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, dan lain sebagainya.
 Perjanjian atau kontrak, yaitu kesepakatan yang dibuat oleh para pihak dalam transaksi
bisnis. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa perjanjian atau kontrak berlaku sebagai
Undang-Undang terhadap para pihak yang membuatnya.
 Traktat, yaitu ketentuan dalam hubungan dan hukum internasional, baik berupa
kesepakatan antara para pemimpin negara di dunia, peraturan dalam hukum internasional,
pedoman yang dibuat oleh lembaga-lembaga dunia, dan lain sebagainya yang diberlakukan di
Indonesia.
 Yurisprudensi, yaitu keputusan hukum yang biasanya menjadi pedoman dalam
merumuskan atau menjadi pertimbangan dalam penyusunan peraturan atau keputusan hukum
berikutnya.
 Kebiasaan-kebiasaan dalam bisnis, yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh pelaku bisnis
pada umumnya.
 Doktrin, yaitu pendapat pakar atau ahli hukum yang berkaitan dengan hukum bisnis.
Doktrin biasa pula disebut dengan pendapat para sarjana hukum.

Dalam hukum bisnis Indonesia terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang


menjadi landasan bagi transaksi bisnis. Diantara peraturan perundang-undangan tersebut,
beberapa diantaranya memiliki saling keterkaitan satu sama lain. Berikut ini beberapa peraturan
perundang-undangan dalam hukum bisnis di Indonesia, antara lain:

 Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan


 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah dubah menjadi Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.

Namun demikian, dasar hukum dari hukum bisnis di Indonesia yang tertulis adalah sebagai
berikut:
1. KUH Dagang yang belum banyak di ubah.
2. KUH dagang yang sudah banyak berubah.
3. KUH Dagang yang sudah diganti dengan Perundang-undangan yang baru.
4. KUH Perdata yang belum banyak diubah.
5. KUH Perdata yang sudah banyak berubah.
6. KUH Perdata yang sudah diganti dengan Perundag-undangan yang baru.
7. Perundang-undangan yang tidak terikat dengan KUH Dagang maupun KUH Perdata.

Berikut ini penjelasan dari masing-masing kategori tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. KUH Dagang yang belum banyak di ubah
Masih banyak ketentuan dalam KUH Dagang yang pada prinsipnya belum berubah yang
mengatur tentang berbagai aspek dari hukum bisnis, meskipun sudah barang tentu sudah banyak
dari ketentuan tersebut yang sudah usang dimakan zaman. Ketentuan-ketentua dalam KUH
Dagang yang pada prinsipnya masih berlaku adalah pengaturan tentang hal-hal sebagai berikut:
a. Keagenan dan distributor (makelar dan komisioner)
b. Surat berharga (wesel, cek dan aksep)
c. Pengangkutan laut

2. KUH Dagang yang sudah banyak berubah


Disamping itu, masih ada ketentuan dalam KUH Dagang yang pada prinsipnya masih
berlaku, akan tetapi telah banyak berubah yang mengatur tentang berbagai aspek dari hukum
bisnis. Ketentuan-ketentuan dalam KUH Dagang yang pada prinsipnya masih berlaku, tetapi
telah banyak berubah adalah pengaturan tentang hal-hal berikut:
a. Pembukuan Dagang
b. Asuransi

3. KUH Dagang yang sudah diganti dengan Perundang-undangan yang baru


Selanjutnya, ada juga ketentuan dalam KUH Dagang yang telah dicabut dan diganti
dengan perundang-undangan yang baru sehingga secara yuridis formal tidak berlaku lagi. Yakni
ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang berbagai aspek dan hukum bisnis berupa:
a. Perseroan Terbatas
b. Pembukuan Perseroan
c. Reklame dan penuntutan kembali dalam kepailitan

4. KUH Perdata yang belum banyak diubah


Kemudian, masih ada ketentuan dalam KUH Perdata yang pada prinsipnya belum
berubah yang mengatur tentang berbagai aspek dari hukum bisnis. Ketentuan-ketentuan dalam
KUH Perdata yang pada prinsipnya masih berlaku adalah pengaturan tentang hal-hal sebagai
berikut:
a. Kontrak
b. Jual Beli
c. Hipotik (atas Kapal)

5. KUH Perdata yang sudah banyak berubah


Disamping itu, masih ada ketentuan dalam KUH Perdata yang pada prinsipnya masih
berlaku, tetapi telah banyak berubah yang mengatur tentang berbagai aspek dari hukum bisnis.
Ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata yang pada prinsipnya masih berlaku, tetapi telah
banyak berubah adalah pengaturan tentang hal sebagai berikut:
- Perkreditan (Perjanjian Pinjam_meminjam)

6. KUH Perdata yang sudah diganti dengan Perundang-undangan yang baru


Selanjutnya, ada juga ketentuan dalam KUH Perdata yang telah dicabut dan diganti
dengan perundang-undangan yang beru sehingga secara yuridis formal tidak berlaku lagi. Yakni
ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang berbagai aspek dari hukum bisnis berupa:
a. Hak tanggungan (dahulu hipotik atas tanah)
b. Perburuhan

7. Perundang-undangan yang tidak terkait dengan KUH Dagang maupun KUH Perdata
Banyak juga ketentuan perundang-undang an Indonesia yang mengatur berbagai facet
dari hukum bisnis yang tidak erikat, baik dengan KUH Dagang maupun dengan KUH Perdata.
Ketentuan yang tidak terikat dengan KUH Perdata atau KUH Dagang tersebut, antara
lain adalah ketentuan-ketentuan tentang hal-hal sebagai berikut:
a. Perusahaan Go Public dan pasar modal
b. Penanaman modal asing
c. Kepailitan dan likuidasi
d. Akusisi dan merger
e. Pembiayaan
f. Hak atas kekayaan intelektual (HAKI)
g. Anti monopoli
h. Perlindungan konsumen
i. Penyelesaian sengketa bisnis
j. Bisnis internasional

Ruang Lingkup Hukum Bisnis Indonesia


Mengingat hukum bisnis Indonesia lahir untuk mengatur, mengawasi, melindungi
kegiatan ekonomi, maka ruang lingkup hukum bisnis juga berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
tersebut. Hampir setiap sendi kegiatan bisnis di Indonesia sudah tersentuh oleh hukum bisnis.
Keberadaan hukum bisnis saat ini, telah berhasil mengisi ruang kosong pada kegiatan bisnis.
Adapun ruang lingkup hukum bisnis, antara lain: Perjajian dan Kontrak Bisnis, Badan Usaha dan
Badan Hukum (Perusahaan), Pembiayaan, Penanaman Modal/Investasi, Asuransi, Kepailitan dan
Likuidasi, Perlindungan Konsumen, Persaingan Usaha, Pengangkutan, Pajak, Ketenagakerjaan,
Surat Berharga, Hak atas Kekayaan Intelektual, Penyelesaian Sengketa Bisnis, dan Kegiatan
Bisnis lainnya.

Perjanjian

Pengertian perjanjian berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata ialah: “Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih lainnya.” Adapun asas-asas sebagai norma dasar dalam hukum perjanjian, terdiri
dari:

(a) Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata,
yaitu: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.”

Jadi asas ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian.

b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun.


c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.

d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Asas kebebasan berkontrak ini juga dibatasi bahwa perjanjian yang dibuat oleh para
pihak tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan (Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).

(b) Asas Konsensualisme

Asas ini dapat diketahui dari Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam
pasal ini ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua
belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada
umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah
pihak (lisan).

(c) Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini disebut juga sebagai asas kepastian hukum, asas ini berhubungan dengan akibat
perjanjian, Asas Pacta Sunt Servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi perjanjian yang
dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat diketahui dari Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang
Hukum Perdata bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.

(d) Asas Itikad Baik

Asas itikad baik dapat diketahui dari Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undangundang Hukum
Perdata, yaitu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad baik merupakan
asas bahwa para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur, harus melaksanakan substansi perjanjian
berdasarkan kepercayaan dan keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.

(e) Asas Kepribadian

Merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau
membuat perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat diketahui dalam
Pasal 1315 dan Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pasal 1315 Kitab
Undangundang Hukum Perdata menyebutkan pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan
perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.

Sesuai dengan KUH perdata pasal 1320 syarat-syarat sahnya suatu perjainjian ada 4
syarat yaitu sepakat untuk mengikatkan dirinya, cakap untuk membuat suatu perjanjian,
mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Sedangkan unsur dari perjanjian adalah
ada pihak-pihak sedikitnya dua orang, adanya persetujuan antara pihak-pihak tersebut, adanya
tujuan yang hendak dicapai, adanya prestasi yang akan dilaksanakan, adanya bentuk tertentu baik
lisan maupun tertulis, dan adanya syarat tertentu sebagai isi perjanjian.
2.2 Perjanjian jual beli

Berdasarkan Pasal 1457 KUH Perdata Jual Beli adalah “suatu perjanjian dengan mana
pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Lahirnya suatu perjanjian yang diatur dalam KUH
Perdata disebabkan adanya kesepakatan dari para pihak (Asas Konsensualisme). Sehingga
perjanjian jual beli dianggap telah terjadi pada saat dicapai kata sepakat antara penjual dan
pembeli, hal yang demikian ini telah diatur dalam Pasal 1458 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa “jual beli dianggap sudah terjadi antara para pihak seketika setelah mereka mencapai kata
sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya
belum dibayar” Dengan demikian jual beli itu sebenarnya sudah terjadi pada waktu terjadinya
kesepakatan tersebut.

2.3 Perjanjian sewa-menyewa

Didalam Pasal 1548 KUH Perdata pengertian sewa-menyewa adalah “suatu perjanjian
yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari
sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak
yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”. Dan saat terjadinya perjanjian sewa-
menyewa, sama halnya dengan perjanjian jual beli yang telah dijelaskan sebelumnya adalah
suatu perjanjian konsensual yaitu sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat
mengenai unsur-unsur pokok, yaitu barang dan harga.

Hak utama penyewa atas perjanjian sewa menyewa adalah memperoleh hak pemakaian
atas barang yang disewanya dalam keadaan baik dari orang yang menyewakan sesuai dengan apa
yang diperjanjikan. Sedangkan hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima pembayaran
harga atas benda yang disewakannya kepada penyewanya.

2.4 Wanprestasi dan berakhirnya perjanjian

Wanprestasi adalah suatu kesengajaan atau kelalaian si debitur yang mengakibatkan ia tidak
dapat memenuhi prestasi yang harus dipenuhinya dalam suatu perjanjian dengan seorang kreditur
atau si berhutang. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi, adalah sebagai berikut:

 Tidak memenuhi prestasi sama sekali;


 Memenuhi prestasi tetapi tidak dapat pada waktunya;
 Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru;
 Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
 Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
 Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
 Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Sedangkan suatu perjanjian akan hapus atau berkahir apabila terjadi minimal salah satu dari
kondisi-kondisi berikut dibawah ini:

 Karena pembayaran;
 Karena penawaran;
 Karena pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan;
 Karena perjumpaan utang atau kompensasi;
 Karena percampuran utang;
 Karena pembebasan utang;
 Karena musnahnya barang yang terutang;
 Karena kebatalan dan pembatalan;
 Karena berlakunya syarat batal;
 Karena lewat waktu.

Sumber :
http://www.slideshare.net/ZsazsaDhysha1/materi-hukumbisnis1

http://frymaruwah.blogspot.com/2010/10/hukum-bisnis.html

http://statushukum.com/hukum-bisnis-indonesia.html

http://www.slideshare.net/octierustami/pendahuluan-hukum-bisnis

http://iinnapisa.blogspot.com/2011/02/pengertian-haki.html

http://haniihikmawati.blogspot.com/2013/05/bab-11-hak-kekayaan-intelektual.html

http://www.rentcost.com/2012/01/pengertian-hukum-dan-definisi-hukum.html

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi-2/

http://raniaja.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-sumber-sumber-hukum-dalam.html

http://renytriutami.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-dan-sumber-sumber-hukum.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_sosial

http://id.shvoong.com/travel/2077890-subyek-hukum-dan-obyek-hukum/#ixzz1qtJgRqdr

https://day2hand.wordpress.com/2013/11/10/aspek-hukum-dalam-bisnis-tugas-1/

https://day2hand.wordpress.com/2013/11/10/aspek-hukum-dalam-bisnis-tugas-2/

https://day2hand.wordpress.com/2013/11/25/aspek-hukum-dalam-bisnis-tugas-3/

https://day2hand.wordpress.com/2014/01/20/aspek-hukum-dalam-bisnis-tugas-4/

http://id.wikipedia.org/wiki/Konsumen

http://tunardy.wordpress.com/2009/02/16/asas-dan-tujuan-hukum-perlindungan-konsumen-2/

http://www.ylki.or.id/hak-dan-kewajiban-konsumen

http://www.tunardy.com/perbuatan-yang-dilarang-bagi-pelaku-usaha-bagian-2/

http://www.tunardy.com/hak-dan-kewajiban-pelaku-usaha/

http://www.scribd.com/doc/59320017/makalah-perlindungan-konsumen

http://sultanblack.blogspot.com/2009/07/bab-i-hukum-ekonomi.html

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/kaidah-norma-hukum

http://po-box2000.blogspot.com/2010/08/kodifikasi-hukum.html

Anda mungkin juga menyukai