Anda di halaman 1dari 8

A.

Definisi

Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus yang
berkaitan dengan kekhususanya.(Fadhli, 2010). Anak yang memiliki gangguan kognitif juga
termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Gangguan kognitif adalah sebuah istilah umum yang
mencakup setiap jenis kesulitan atau defisiensi mental (Wong, 2008).

Anak yang berkebutuhan khusus antara lain autisme, hiperaktif, down sindrom dan
retardasi mental. Penatalaksanaan terapi pada anak yang berkebutuhan khusus paling efektif
dilakukan pada usia sebelum lima tahun. Setelah lima tahun hasilnya berjalan lebih lambat. Pada
usia 5-7 tahun perkembangan otak melambat menjadi 25% dari usia sebelum 5 tahun. Meski
tidak secepat anak normal, kita harus member kesempatan pada anak berkebutuhan khusus ini
untuk berkembang, dia masih dapat menguasai beberapa kemampuan seperti halnya anak
normal yang lain. (Monika & Waruwu, 2006)

1. Konsep Dasar Autisme

Autisme berasal dari istilah dalam bahasa Yunani; „aut‟ = diri sendiri, isme‟
orientation/state= orientasi/keadaan. Maka autisme dapat diartikan sebagai kondisi
seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri; kondisi seseorang yang
senantiasa berada di dalam dunianya sendiri.

Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943,
selanjutnya ia juga memakai istilah “Early Infantile Autism”, atau dalam bahasa Indonesianya
diterjemahkan sebagai “Autisme masa kanak-kanak” . Hal ini untuk membedakan dari orang
dewasa yang menunjukkan gejala autism seperti ini. Autisme merupakan suatu gangguan
perkembangan pada anak yang sifatnya komplek dan berat, biasanya telah terlihat sebelum
berumur 3 tahun, tidak mampu untuk berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan
maupun keinginannya. Akibatnya perilaku dan hubungannya dengan orang lain
menjadimterganggu, sehingga keadaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak
selanjutnya.

Autisme dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik, tingkat pendidikan,
sosial dan ekonomi. Autisme bukanlah masalah baru, dari berbgai bukti yang ada, diketahui
kelainan ini sudah ada sejak berabad - abad yang lampau. Hanya saja istilahnya relatif masih
baru. Diperkirakan kira-kira sampai 15 tahun yang lalu, autisme merupakan suatu gangguan
yang masih jarang ditemukan, diperkirakan hanya 2-4 penyandang autisme. Tetapi sekarang
terjdi peningkatan jumlah penyandang autisme sampai lebih kurang 15-20 per 10.000 anak.
Jika angka kelahiran pertahun di Indonesia 4,6 juta anak, maka jumlah penyandang autisme
pertahun akan bertambah dengan 0,15% yaitu 6900 anak.

a. Penyebab Autisme
Autisme dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal meliputi genetik,
psikologis, neorobiologis, prenatal, natal, infeksi virus, dan trauma kelahiran. Sementara
faktor eksternalnya antara lain lingkungan bahan kimia beracun, merkuri, timbal,
kadmium, arsenik, dan aluminium (Handojo, 2008).
1) Faktor internal
 Faktor psikologis Orang tua yang emosional, kaku, dan obsesif, yang mengasuh
anak mereka yang secara emosional atau akibat sikap ibu yang dingin (kurang
hangat).
 Neurobiologis Kelainan perkembangan sel-sel otak selama dalam kandungan
atau sudah anak lahir dan menyebabkan berbagai kondisi yang memengaruhi
sistem saraf pusat. Hal ini diduga karena adanya disfungsi dari batang otak dan
neurolimbik.
 Faktor genetik Adanya kelainan kromosom pada anak autisme, tetapi kelainan
itu tidak berada pada kromosom yang selalu sama. Ditemukan 20 gen yang
terkait dengan munculnya gangguan autisme, tetapi gejala autisme baru bisa
muncul jika kombinasi dari banyak gen.
 Faktor perinatal Adanya komplikasi prenatal, perinatal, dan neonatal. Komplikasi
yang paling sering adalah perdarahan setelah trimester pertama, fetal distress,
dan penggunaan obat tertentu pada ibu yang sedang hamil. Komplikasi waktu
bersalin, terlambat menangis, gangguan pernapasan, dan anemia pada janin.
2) Faktor Eksternal Faktor eksternal berasal dari lingkungan yaitu kontaminasi bahan
kimia beracun dan logamlogam berat berikut ini (Yatim, 2003).
 Merkuri (Hg) Logam berat merkuri merupakan cairan yang berwarna putih
keperakan. Paparan logam berat Hg dapat berupa metyl mercury dan etyl
mercury (thimerosal) dalam vaksin. Merkuri dapat memengaruhi otak, sistem
saraf, dan saluran cerna. Racun merkuri menyebabkan defisit kognitif dan sosial
termasuk kehilangan kemampuan berbicara atau kegagalan untuk
mengembangkan gangguan memori, konsentrasi yang buruk, kesulitan dalam
mengartikan kata-kata dari berbagai macam tingkah laku autisme.
 Timbal Timbal dikenal sebagai neurotoksin yang diartikan sebagai pembunuh
sel-sel otak. Kadar timbal yang berlebihan pada darah anak-anak akan
memengaruhi kemampuan belajar anak, defisit perhatian, dan sindroma
hiperaktivitas.
 Kadmium (Cd) Kadmium merupakan bahan alami yang terdapat pada kerak
bumi. Logam berat ini murni berupa logam. Logam berwarna putih perak lunak
dapat menyebabkan kerusakan sel membran sehingga logam berat lain
dipercepat atau dipermudah masuk ke dalam sel.
 Arsenik (As) Arsenik banyak digunakan pengusaha atau kontraktor untuk
membangun ruang bermain, geladak kapal, atau pagar rumah. Arsenik dapat
diisap, ditelan, dan diabsorbsi lewat kontak kulit. Arsenik dapat disimpan di otak,
tulang, dan jaringan tubuh, serta akan merusaknya secara serius. Gejalanya
yang berlangsung lambat dapat menyebabkan diabetes dan kanker, juga dapat
menyebabkan stroke dan sakit jantung. Dalam jangka lama dapat merusak liver,
ginjal, dan susunan saraf pusat.
 Aluminium (Al) Keracunan aluminium adalah keadaan serius yang terjadi bila
mengabsorbsi sejumlah besar aluminium yang sering disimpan di dalam otak.
Pemaparan aluminium didapatkan dari konsumsi aluminium dari produk antasid
dan air minum (panic aluminium). Aluminium masuk ke tubuh lewat sistem
digestif, paru-paru, dan kulit sebelum masuk ke jaringan tubuh.
b. Karakteristik autisme

Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai muncul


sejak bayi. Kciri yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi yang
sangat minim terhadap ibunya atau pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas dengan
bertambahnya umur. Pada sebagian kecil lainnya dari individu penyandang autisme,
perkembangannya sudah terjadi secara “.relatif normal”. Pada saat bayi sudah menatap,
mengoceh, dan cukup menunjukkan reaksi pada orang lain, tetap kemudian pada suatu
saat sebelum usia 3 tahun ia berhenti berkembang dan terjadi kemunduran. Ia mulai
menolak tatap mata, berhenti mengoceh, dan tidak bereaksi terhdap orang lain.

Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru dikatakan mengalami
gangguan autisme , jika ia memiliki gangguan perkembangan dalam tiga aspek yaitu
kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam
kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas disertai gerakan - gerakan
berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat sebelum anak berumur 3
tahun. Mengingat bahwa tiga aspek gangguan perkembangan di atas terwujud dalam
berbagai bentuk yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa autism sesungguhnya adalah
sekumpulan gejala/ciri yang melatar-belakangi berbagai factor yang sangat bervariasi,
berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing anak.
Dengan demikian, maka sering ditemukan ciri-ciri yang tumpang tindih dengan beberapa
gangguan perkembangan lain. Gradasi manifestasi gangguan juga sangat lebar antara
yang berat hingga yang ringan. Di satu sisi ada individu yang memiliki semua gejala, dan
di sisi lain ada individu yang memiliki sedikit gejala.

Adapun tanda-tanda awal autism anak usia 0-5 tahun menurut Harris (1989)
sebagai berikut:

1) Bayi lahir – usia 6 bulan


 Anak “ terlalu tenang atau baik”
 Mudah terangsang (irritable) banyak menangis terutama malam, susah
ditenangkan
 Jarang menyodorkan kedua tangan untuk minta diangkat
 Jarang mengoceh
 Jarang menunjukkan senyuman social
 Jarang menunjukkan kontak mata
 Perkembangan gerakan kasar tampak normal
2) Usia 6 bulan-2 tahun
 Tidak mau dipeluk, atau menjadi tegang bila diangkat
 Cuek menghadapi kedua orang tuanya
 Tidak mau ikut permainan sederhana seperti “ciluk ba, bye-bye”
 Tidak berupaya menggunakan kata-kata
 Seperti tidak tertarik pada boneka atau binatang mainan untuk bayi
 Bisa sangat tertarik pada kedua tangannya sendiri
 Mungkin menolak makanan keras atau tidak mengunyah
3) Usia 2-3 tahun
 Tidak tertarik (terbatas) atau menunjukkan perhatian khusus, (perlu dikoreksi
untuk usia muda)
 Menganggap orang lain sebagai alat atau benda
 Menunjukkan kontak mata yang terbatas
 Mungkin mencium atau menjilat benda-benda
 Menolak untuk dipeluk dan menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas
 Relative cuek menghadapi kedua orag tuanya
4) Usia 4-5 tahun
 Bila anak akhirnya berbicara, tidak jarang echolalic (megulang-ngulang apa yang
diucapkan orang lain segera atau setelah beberapa lama)
 Meunjukkan nada suara yang aneh (biasanya bernada tinggi da monoton)
 Merasa sangat terganggu bila terjadi perubahan rutin pada kegiatan sehari-hari
 Kontak mata masih sangat terbatas, walaupun bisa terjadi perbaikan
 Tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berangsur-angsur berkurang
 Melukai diri sediri
 Merangsang diri sendiri

2. Konsep Dasar Sindroma Hiperaktivitas


Sindroma hiperaktivitas merupakan istilah gangguan kekurangan perhatian
menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-anak, yang
sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperaktivitas, hiperkinesis, kerusakan otak
minimal atau disfungsi serebral minimal.
a. Etiologi
Pandangan-pandangan serta pendapat-pendapat mengenai asal usul,
gambaran-gambaran, bahkan mengenai realitas daraipada gangguan ini masih
berbeda-beda serta dipertentangkan satu sama lainnya. Beberapa orang
berkeyakinan bahwa gangguan tersebut mungkin sekali timbul sebagai akibat dari
gangguan-gangguan di dalam neurokimia atau neurofisiologi susunan syaraf
pusat. Istilah gangguan kekurangan perhatian merujuk kepada apa yang oleh
banyak orang diyakini sebagai ganggua yag utamanya. Sindroma tersebut diduga
disebabkan oleh factor genetic, pembuahan ataupun racun, bahaya-bahaya yang
diakibatkan terjadinya prematuritas atau immaturitas, maupun rudapaksa, anoksia
atau penyulit kelahiran lainnya.
Telah dilakukan pula pemeriksaan tentag temperamen sebagai
kemungkinan merupakan factor yang mempermudah timbulnya gangguan
tersebut, sebagaimana halnya dengan praktek pendidikan serta perawatan anak
dan kesulitan emosional di dalam interaksi oranng tua anak yang bersangkutan.
Sampai sekarang tidak ada satu atau beberapa factor peyebab pasti yang dapat
diperlihatkan.
b. Patofisiologi
Kurang konsentrasi/ gangguan hiperaktivitas ditadai dengan gangguan
konsentrasi, sifat impulsive, dan hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang
meyakinkan tentang suatu mekanisme patofisiologi ataupun gangguan biokimiawi.
Anak pria yang hiperativ, yang berusia antara 6-9 tahun serta yang mempunyai IQ
yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan-
pengobatan stimulant, memperlihatkan derajat perangsangan yang rendah di
dalam susunan saraf pusat mereka, sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan,
sebagaimana yang berhasil diukur dengan mempergunakan elektroensefalografi,
potensial-potensial yang diakibatkan secara auditorik serta sifat penghantaran
kulit. Anak pria ini mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan, mudahnya perhatian
mereka dialihkan, lingkup perhatian mereka yang buruk serta impulsivitas. Dengan
3 minggu pengobata serta perawatan, maka angka-angka laboratorik menjadi
lebih mendekati normal serta penilaian yang diberikan oleh para guru mereka
memp[perlihatkan tingkah laku yang lebih baik.

c. Manifestasi Klinis
Ukuran objektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena gangguan
ini memperlihatkan aktivitas fisik yang lebih banyak, juka dibandingkan dengna
anak-anak kotrol yang normal, tetapi gerakan-gerakan yang mereka lakukan
kelihatan lebih kurang bertujuan serta mereka selalu gelisah dan resah. Mereka
mempunyai rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan serta bersifat
impulsive dan mereka cenderung untuk bertindak tanpa mempertimbangkan atau
merenungkan akibat tindakan tersebut. Mereka mempunyai toleransi yang rendah
terhadap perasaan frustasi dan secara emosional mereka adalah orang-orang
yang labil serta mudah terangsang. Suasana perasaan hati mereka cenderung
untuk bersifat netral atau pertenangan, mereka kerap kali berkelompok, tetapi
secara social mereka bersikap kaku. Beberapa orang di antara mereka bersikap
bermusuhan dan negative, tetepi ciri ini sering terjadi secara sekunder terhadap
permasalahan-permasalahan psikososial yang mereka alami. Beberapa orang
lainnya sangat bergantung secara berlebih-lebihan, namun yang lain lagi bersikap
begitu bebas dan merdeka, sehingga kelihatan sembrono.
Kesulitan-kesulitan emosional dan tingkah laku lazim ditemukan dan
biasanya sekunder terhadap pengaruh social yang negative dari tingkah laku
mereka. Anak-anak ini akan menerima celaan dan hukuman dari orang tua serta
guru dan pengasingan social oleh orang-orang yang sebaya dengan mereka.
Secara kronik mereka mengalami kegagalan di dalam tugas-tugas akademik
mereka dan banyak diantara mereka tidak cukup terkoordinasi serta cukup mampu
mengendalikan diri sediri untuk dapat berhasil di dalam bidang olahraga. Mereka
mempunyai gambaran mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta mempunyai
rasa harga diri yang rendah dan kerap kali mengalami depresi. Terdapat angka
kejadian tinggi mengenai ketidakmampuan belajar membaca matematika,
mengeja serta tulis tangan. Prestasi akademik mereka dapat tertinggal 1-2 tahun
dan lebih sedikit daripada yang sesungguhnya diharapkan dari kecerdasan
mereka yang diukur.

d. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis
gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan
memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang bertambah banyak
pada elektroensefalogram mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang
penyakit neurologic ata epilepsy yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai
makna yang tidak pasti. Suatu EEG yang dianalisis oleh computer akan dapat
membantu di dalam melakukan penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada
anak itu.
e. Komplikasi
1. Diagnosis sekuder, gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas.
2. Pencapaian akademik kurag, gagal di sekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi)
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kaliakibat perilaku agresif dan
kata-kata yang diungkapkan)
f. Penatalaksanaan Medis
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas
penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan orang tua, dan
konseling keluarga. Orang tua mungkin mengutarakan kekhawatirannya tentang
penggunaan obat. Resiko dan keuntungan dari obat harus dijelaskan pada orang
tua, termasuk pencegahan skolastik dan gangguan social yang terus menurus
karena penggunaan obat-obat psikostimulan. Ratting scale conners dapat
digunakan sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektifitas dari
pengobatan.
Psikostimulan-metilfenidat (ritalin), amfetamin sulfat (benzedrine), dan
dekstroamfetamin sulfat (dexedrine)- dapat memperbaiki rentang perhatian dan
konsentrasi anak dengan meningkatkan efek paradoksikal pada kebanyakan anak
dan sebagian orang dewasa yang menderita gangguan ini.

Anda mungkin juga menyukai