Beliau lahir di Jakarta, 21 februari 1939, dan ia beragama protestan. Lulus dari
SMA B dilanjutkan ke Akmil Jurtek AD. Pierre adalah anak kedua dari tiga
bersaudara. Kakak dan adiknya semuanya wanita, sehingga sebagai satu-satunya anak
lelaki dialah menjadi tumpuan harapan orang tuanya.
Dalam jabtan sebagai Ajudan Jenderal TNI A.H. Nasution inilah Pierre
Tendean gugur, ketika G30S/PKI berusaha menculik Jenderal TNI A.H. Nasution.
Disaat gerombolan G30S/PKI ingin menculik pak Nas pada dini hari tanggal 1 Oktober
1965, Pierre yang saat itu sedang tidur dipavillion rumah pak Nas, segera bangun
karena mendengar kegaduhan dirumah pak Nas. Ketika ia keluar ia sudah menjinjing
senjata, namun ia ditangkap oleh gerombolan penculik yaitu oleh Pratu Idris dan
Jahurup. Pierre yang saat keluar itu disangka sebagai pak Nas, kemudian ia diikat
kedua tangannya dan dibawa dengan truk ke Lubang Buaya. Waktu itu gerombolan
menyangka bahwa pak Nas berhasil ditangkap hidup-hidup.
Sebelumnya para perwira telah terlebih dahulu dieksekusi. Salah satu sumber
fakta ini adalah posisi mayat PA. pierre yang terletak paling atas didalam sumur
Lubang Buaya. Ketika proses evakuasi jenazah para pahlawan Revolusi. Yang pertama
dimasukkan adalah jenazah Brigjen Pandjaitan, kemudia Lettdjen A.yanni, Mayjend
M. T. Haryono, Brigjend Sutoyo, Mayjen Suprapto yang diikat bersama-sama sengan
Mayjend Siswondo Parman.
Esoknya, dia bersama enam perwira lainnya ditemukan telah menjadi mayat di
satu sumur tua didaerah Lubang Buaya. Ketujuh perwira angkatan darat itu kemudian
dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Atas jasa-jasanya kepada negara kapten CZI
TNI Anumerta Pierre Andreas Tendean dianugrahi gelar Pahlawan Revolusi
berdasarkan SK Presiden RI No. 111/KOTI/Tahun 1965, tanggal 5 Oktober 1965.
Struktur Teks Kalimat