Anda di halaman 1dari 4

a) Puisi

HAMPA
Karya: Chairil Anwar

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.


Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.

Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.

A. Unsur Intrinsik

 Tema
Puisi diatas mengangkat tema yang sudah sangat lazim di masyarakat sehingga
kita sebagai pembaca tidak kesulitan dalam mengartikan arti tema tersebut.
Karena biasanya bila tema puisi mudah diterima ( easy accepting) dimasyarakat
itu akan membawa minat pembaca itu sendiri untuk meneruskan membaca isi
puisi tersebut atau tidak.

 Pemilihan Kata ( Diksi )


Pada puisi diatas sang penyair menggunakan bahasa kesehariannya. Sehingga
kita mudah mengartikan maksud dari puisi tersebut. Dengan intonasi yang
tepat maka kita akan bisa mengerti makna dari isi puisi tersebut. Meskipun
pada puisi Chairil Anwar diatas tidak semuanya menggunakan kata yang tepat (
tepat sesuai KBBI ) cotontoh pada kata “pohonan” yang harus nya
“pepohonan”.

  Perasaan
Di dalam puisi diatas sangat tergambar bahwa penyair merasa kesepian dalam
penantian seseorang yang sangat berarti untuknya. Di suasana hati yang sangat
merasa kesepian dia hanya bias menanti dan menanti sampai datang nya sang
pujaan hati.
 Nada dan Suasana
a)  Nada
Didalam puisi diatas penyair menggunakan nada-nada yang lugas dan tepat
dan menggunakan penekanan-penekanan di beberapa kata yang ditunjukkan
untuk memperjelas maksud dari puisi tersebut.

b)    Suasana
Suasana yang tergambar dari puisi diatas adalah suasana yang tak menentu
gundah gulana menantikan seseorang yang sangat kita nantikan namun tak
kunjung memberikan kepastian.

 Bahasa Figuratif ( Majas )


Didalam puisi “ Hampa “ Chairil Anwar menggunakan banyak sekali majas
hiperbola ( berlebih-lebihan ). Contoh nya “Sepi.Tambah ini menanti jadi
mencekik. Memberat-mencekung punda,sampai binasa segala” yang artinya
dalam kesepian dia menunggu sampai membungkukkan pundaknya sampai tak
sanggup lagi menanti.

 Amanat
Amanat dalam puisi ini adalah tentang kesetiaan seseorang yang menunggu
orang yang dia sayangi , meskipun lelah dan merasa tak sanggup lagi namun
kita harus tetap percaya bahwa semua hal akan indah pada waktunya.

B. Unsur Ekstrinsik

 Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Puisi


Nilai Kasih sayang : kerinduan si penyair akan kehadiran seorang wanita yang di
idam-idamkan membuatnya merasakan hampa dalam hidupnya.

 Makna dari puisi di atas

“Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak


Lurus kaku pepohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak . Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut”

Bait pertama, larik pertama puisi HAMPA diawali dengan kata ‘sepi’, yang kemudian kata
‘sepi’ini ternyata menjadi kata kunci berikutnya. Menggambarkan bagaimana kekosongan
perasaan Chairil saat itu.
Larik-larik di atas menggambarkan suasana sepi yang teramat sangat. Sepi yang tadinya
hanya di luar sampai masuk hingga menekan, mendesak ke dalam, seakan teramat besar
dan berat sepi itu. Bahkan sepi yang teramat sangat itu digambarkan Chairil hingga
pepohonan saja tidak bergerak sedikit pun, sampai ke puncak pohon. Tidak ada angin semilir
yang bisa membuat suara gesekan daun. Keadaan teramat sepi. Hingga sepi itu memagut,
seakan menggigit atau memeluk dengan erat dan tak satu pun yang kuasa untuk terhindar
dari sepi itu atau bahkan menolong seseorang untuk terhindar dari sepi itu.

“Segala menanti. Menanti. Menanti


Sepi.”

Larik di atas bisa menggambarkan bentuk kekesalan Chairil atas penantian-penantian yang
dilakukannya terhadap wanita yang dimaksudnya dalam puisi ini. Dan juga bisa
menunjukkan keputus-asaan Chairil dengan perasaannya, yang akhirnya hanya akan
berujung pada sepi.

“Tambah ini menanti jadi mencekik


Memberat-mencengkung pundak”

Lewat larik di atas, Chairil merasakan sebuah penantian atas wanitanya yang semakin lama
semakin membuat perasaannya sulit. Memberatkan pikirannya, menjadi beban bagi dirinya
(seperti ada beban di pundak yang sangat berat, hingga pundak mencengkung menahan
beban itu).

“Sampai binasa segala. Belum apa-apa”

Larik di atas seolah mengungkapkan, akibat terlalu sulitnya perasaan yang Chairil rasakan,
dan hanya sepi yang menjadi jawaban, maka perasaan itu menjadi binasa, putus asa,
kosong, hampa. Belum ada hasil yang ia dapati dari rasanya pada sang wanita, entah itu rasa
ingin memiliki, atau sekadar kerinduan, namun kehampaan yang teramat yang ia rasakan,
membuat segala harapan seakan binasa.

“Udara bertuba. Setan bertempik


Ini sepi terus ada. Dan tiada
Udara bertuba. Setan bertempik”

Menggambarkan suasana yang sudah sangat tidak nyaman. Udara seakan menjadi penuh
racun, sesak, dan setan-setan bersorak riuh, berteriak, membuat suasana semakin kacau.
Seakan menjadi gelap. Keadaan hampa yang digambarkan Chairil begitu dalam, sunyi, dan
suram.

Dari keseluruhan analisis tubuh puisi HAMPA, jelas puisi ini menggambarkan
sebuah kedukaan perasaan seseorang yang tertimpa sepi dalam segala
penantiannya. Kekosongan hatinya yang ia rasakan begitu sangat, dan terlebih
ketika ia teringat pada wanita yang disukainya. Seakan kehampaan itu semakin
menjadi-jadi karena tidak bisa memiliki wanita itu. Bisa jadi, seperti
menggambarkan juga tentang cinta sepihak. Dan pada akhirnya ia hanya akan
menjadi biasa dengan sepi yang terus ada itu.

Sumber: http://composhare.blogspot.com/2015/05/analisis-puisi-hampa-karya-ChairilAnwar.html

Anda mungkin juga menyukai