Anda di halaman 1dari 11

Masalah gizi pada remaja dan PraKonsepsi dan faktor yang mempengaruhinya

Remaja

1. Obesitas.
Obesitas adalah kegemukan atau kelebihan berat badan. Di kalangan
remaja, obesitas merupakan permasalahan yang merisaukan, karena dapat
menurunkan rasa percaya diri seseorang dan menyebabkan gangguan psikologis
yang serius. Belum lagi kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Dapat
di bayangkan jika obesitas terjadi pada remaja, maka remaja tersebut akan tumbuh
menjadi remaja yang kurang percaya diri. Berdasarkan data dari Riskesdas 2007,
prevalensi obesitas sentral pada usia 15-24 tahun adalah 8,09%.
Tubuh yang terlihat berlemak dan banyak memiliki lipatan lemak
merupakan salah satu ciri-ciri obesitas.
Faktor terjadinya obesitas pada remaja adalah biasanya karena asupan
energi berlebih yang dimakan lebih banyak. Makanan yang mengandung banyak
sumber energi adalah karbohidrat seperti nasi yang dimakan 3 kali sehari, roti putih
2 lembar untuk 1 kali makan, kentang, mie, bihun, dan beberapa jenis umbi-umbian.
Selain itu remaja sering memakan-makanan cepat saji (fast food), bahkan remaja
pergi ke restoran fast food bisa 2 kali dalam seminggu. Obesitas harus diatasi sejak
dini karena banyaknya dampak buruk yang disebabkan obesitas.
Dampak buruk obesitas terhadap kesehatan, sangat berhubungan erat
dengan penyakit serius, seperti tekanan darah tinggi, jantung, diabetes mellitus dan
penyakit pernafasan. Dampak lain yang sering diabaikan adalah obesitas dapat
mengganggu kejiwaan pada anak, yakni sering merasa kurang percaya diri. Apalagi
jika anak sedang dalam masa remaja dan mengalami obesitas, biasanya akan
menjadi pasif dan depresi karena sering tidak dilibatkan pada kegiatan yang
dilakukan oleh teman sebayanya (Manuaba,2004). Banyak sekali resiko gangguan
kesehatan yang dapat terjadi pada anak atau remaja yang mengalami obesitas.
Remaja dengan obesitas dapat mengalami masalah dengan sistem jantung dan
pembuluh darah 3 (kardiovaskuler) yaitu hipertensi dan dislipidmedia (kelainan
pada kolesterol). Penderita obesitas juga bisa mengalami gangguan fungsi hati dan
penyakit kencing manis (diabetes mellitus). Pada sistem pernafasan dapat terjadi
gangguan fungsi paru, mengorok saat tidur, dan sering mengalami tersumbatnya
jalan nafas (obstructive sleep apnea). Hal tersebut akan membuat remaja kurang
konsentrasi dalam menangkap pelajarannya karena mengantuk dan nantinya
dikhawatirkan bisa mempengaruhi prestasinya disekolah. Obesitas juga bisa
mempengaruhi kesehatan kulit dimana dapat terjadi striae atau garis-garis putih
terutama didaerah perut (white/purple stripes). Selain itu gangguan psikologis juga
dapat terjadi pada anak dengan obesitas. Badan yang terlalu gemuk sering membuat
si anak sering diejek oleh teman-temanya. Sehingga memiliki dampak yang kurang
baik pada perkembangan psikologis anak (Palilingan,2010).
Penanganan obesitas pada anak dan remaja ditujukan untuk mencapai berat
badan yang ideal dan pengurangan BMI secara aman dan efektif serta mampu
mencegah komplikasi jangka panjang akibat obesitas seperti hipertensi, diabetes
mellitus, dan penyakit kardiovaskuler. Karena demikian kompleksnya
permasalahan obesitas ini maka perlu ditangani bersama antara dokter anak,
psikolog, ahli gizi dan tentu saja orang tua. Oleh karena anak sedang dalam masa
pertumbuhan maka menurunkan berat badan anak harus dilakukan dengan
perhitungan yang tepat agar tidak mengganggu pertumbuhanya. Terdapat beberapa
cara untuk menangani obesitas adalah, antara lain, olahraga, diet/pengurangan
porsi, terapi psikologis, & operasi (Rahmatika, 2008). Latihan olahraga,
sebagaimana kita ketahui bersama, mempunyai pengaruh yang jelas pada
penurunan kadar lemak didalam darah kita. Tanpa melakukan latihan olahraga,
kemungkinan untuk mendapatkan serangan penyakit jantung akan lebih banyak
(Sadoso Sumosardjuno,1990:234).
Dari hasil penelitian, dengan melakukan olahraga jauh lebih baik untuk
menurunkan berat badan dibandingkan dengan dua intervensi lain. Keuntungan lain
dari latihan fisik terlihat pada senam aerobik selama 60 menit kali 3 seminggu yang
dapat mengendalikan tekanan darah dan lemak darah (Faisal Yatim,2005:17).
Untuk mengurangi hipertensi dan penyakit jantung koroner serta untuk
meningkatkan kapasitas kerja fisik, Akademi kedokteran olahraga Amerika ( The
American Colloge of Sport Medicine) merekomendasikan agar seseorang ikut serta
dalam kegiatan olahraga aerobik minimum 3 kali seminggu selama 20 sampai 60
menit. Intensitas olahraga harus didasarkan pada suatu persentase dari kapasitas
maksimum individu yang bersangkutan untuk bekerja (Cotton, 1993:34).
Untuk mengetahui berat badan yang termasuk obesitas atau tidak, terdapat
cara penghitungannya yaitu dengan cara menghitung IMT (indeks massa tubuh)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛(𝑘𝑔)
atau Body Mass Index (BMI). Caranya adalah 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛(𝑚)2 Hasil penghitungan

tersebut kemudian dicocokkan dengan kurva BMI. Interpretasinya dapat dilihat


pada tabel dibawah ini: (Faisal Yatim 2005:7).

2. Kurang Energi Kronis (KEK).


Kurang Energi Kronis (KEK) adalah keadaan seseorang menderita kekurangan
makanan yang berlangsung menahun (kronik) yang mengakibatkan gangguan
kesehatan pada seseorang tersebut (Helena, 2013).
Kurang gizi Kronis ini disebabkan karena seseorang tidak memakan makanan
yang baik dan tidak dalam jumlah yang cukup baik dalam kurun waktu yang lama.
KEK terjadi karena tubuh kekurangan 1 atau beberapa jenis zat gizi yang
dibutuhkan, mutu makanan yang rendah, dan zat gizi yang dikonsumsi juga
kemungkinan gagal diserap dan digunakan tubuh (Helena, 2013).
Pada remaja badan kurus atau disebut Kurang Energi Kronis (KEK) pada
umumnya disebabkan karena makan terlalu sedikit. Penurunan berat badan secara
drastis pada remaja perempuan memiliki hubungan erat dengan faktor emosional
seperti takut gemuk seperti ibunya atau dipandang kurang seksi oleh lawan jenis.
Makan makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein
termasuk makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan
yang mengandung protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu
perlu dikonsumsi oleh para remaja tersebut sekurang-kurangnya sehari sekali.
(Nurhaedar, 2012).

3. Anemia

Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita


anemia (Sayogo, Savitri. Gizi Remaja Putri. Jakarta : Universitas Indonesia. 2004).
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan eritrosit lebih rendah
dari normal. Pada laki-laki hemoglobin normal adalah 14 – 18 gr % dan eritrosit
4,5 -5,5 jt/mm3. Sedangkan pada perempuan hemoglobin normal adalah 12 – 16 gr
% dengan eritrosit 3,5 – 4,5 jt/mm3.Remaja putri lebih mudah terserang anemia
karena:

a. Pada umumnya lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat
besinya sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh
akan zat besi tidak terpenuhi.
b. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan makanan.
c. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi, khususnya melalui
feses.
d. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, di mana kehilangan zat besi ± 1,3 mg
perhari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada pria (Nurhaedar, 2012).

4. Kurang Vitamin A
Defisiensi vitamin A adalah keadaan tubuh seseorang mengalami kekurangan
vitamin A. defisiensi vitamin A dapat terjadi karena kurangnya mengonsumsi
makanan yang mengandung vitamin A (Proverawati, dkk, 2010). Kurang Vitamin
A ini sering terjadi pada remaja maupun orang dewasa. Vitamin A juga berperan
dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit) kemungkinan melalui intteraksi
dengan

Akibat yang terjadi karena kurang mengonsumsi vitamin A:

a) Daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terserang infeksi seperti batuk,
diare, dan campak.
b) Rabun senja. Rabun senja adalah suatu kondisi seseorang tidak dapat
melihat suatu benda, jika ia berjalan dari tempat yang terang ke tempt yang
gelap). Rabun senja ini dapat mengakibatkan kebutaan.
c) Pertumbuhan tulang terlambat dan bentuk tulang tidak normal.
d) Nafsu makan berkurang.

PraKonsepsi

Masalah gizi kurang pada kelompok wanita mempengaruhi status gizi pada periode siklus
kehidupan berikutnya (intergenation impact). Salah satu periode status gizi yang paling
menentukan adalah status gizi pada masa pranikah atau yang biasa disebut masa prakonsepsi.
Berdasarkan data Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2014, rata rata usia menikah wanita
di Indonesia yaitu berkisar usia 19-24 tahun dengan presentase 43,95%. Untuk Provinsi Jawa
Barat sebanyak 46,19% wanita di pedesaan menikah di usia 16-18 tahun (Departemen Gizi
dan Kesehatan, 2011).

Tidak memenuhi gizi sebelum kehamilan akan berisiko menyebabkan janin membawa atau
menderita penyakit yang tidak menular seperti perkembangan dan pertumbuhan organnya
terhambat yang berisiko membawa atau menderita stunting, diabetes, hipertensi, stroke, gagal
ginjal, gagal jantung, otak, paru-paru, dan reproduksinya (Putri, 2017).
Menurut Cetin dkk. (2009), status gizi prakonsepsi merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kondisi kehamilan dan kesejahteraan bayi. Keadaan kesehatan dan status gizi
ibu hamil ditentukan jauh sebelumnya, yaitu pada masa remaja dan dewasa sebelum hamil
atau selama menjadi Wanita Usia Subur (WUS). Status gizi dan kesehatan WUS golongan
remaja belum banyak diperhatikan, contohnya yaitu Kurang Energi Kronis (KEK). KEK
dapat diketahui dengan cara pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dengan ambang batas
(cut off point) kurang dari 23,5 cm. (Sari, D. M. (2014)). KEK adalah

Gizi ibu yang buruk sebelum kehamilan maupun pada saat kehamilan, dapat menyebabkan
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR),
gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak bayi serta peningkatan risiko kesakitan dan
kematian. BBLR mempunyai dampak buruk terhadap perkembangan kognitif dan
psikomotorik bayi, disamping dampak buruk pada saat pertumbuhannya (Yongky, 2009).
Anemia gizi karena kekurangan zat besi masih merupakan masalah gizi utama yang banyak
menimpa kelompok rawan yaitu ibu hamil, anak balita, wanita usia subur (WUS) dan pekerja
berpenghasilan rendah (Supriyono, 2010). Survei Nasional tahun 2001 menunjukkan
prevalensi anemia pada WUS kawin, WUS tidak kawin, dan ibu hamil masing-masing sebesar
26,9 persen, 24,5 persen dan 40 persen Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi
dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum
kehamilan (Bappenas, 2010).

Menu seimbang untuk remaja dan PraKonsepsi

Remaja

1) Pembentukan Pola Konsumsi Pangan


Pola makan seseorang individu ditinjau dari frekuensi makan dirumah yaitu apabila
frekuensi makan individu dirumah itu baik mislnya 3 kali makan utama dengan 1-2 kali
makn selingan maka konsumsi makanan jajanannya akan berkurang karena sudah kenyang
terlebih dahulu sehingga nafsu memakan makanan jajanan berkurang. Sedang pola makan
ditinjau dari penggunaan bahan makanan yang beraneka ragam pada makanan yang
dihidangkan kesehariannya dapat mengurangi konsumsi makanan jajanannya karena
variasi bahan makanan sudah terpenuhi dan zat-zat gizi yang diperlukannya sudah tersedia
dalam makanan yang menjadi menunya. Pada usia remaja harus dibiasakan menyukai
makanan yang beraneka ragam. Remaja perlu diperkenalkan variasi, baik jenis maupun
rasa, makanan. Misalnya untuk karbohidrat tidak hanya pada sepiring nasi, tetapi juga
terdapat pada semangkuk mie, setangkup roti, sepiring irisan kentang goreng, dan lain-lain.
Biasakan juga remaja untuk menyukai berbagai macam sayur dan buah. Lebih baiknya
remaja membawa bekal makan dari rumah karena terjamin kebersihan, keamanan bahan,
dan hemat pengeluaran ((Dedeh dkk, 2010:55)).
Remaja sebaiknya tahu dan paham makanan yang baik untuk dikonsumsinya.
Banyak remaja senang memakan makanan yang mengandung kalori tinggi seperti
gorengan dan fast food yang makanan-makanan tersebut tidak banyak mengandung
vitamin dan mineral. Makanan yang mengandung banyak kalori ini membuat remaja
menjadi gemuk yang berisiko obesitas. Remaja sulit mengubah kebiasaan makannya,
kecuali melihat ada keuntungannya. Mereka harus mengetahui kandungan apa saja yang
terkandung dan efek dari kandungan itu pada makanan yang ingin mereka makan. Dalam
konteks ini, bukan diet yang mesti diambil, tetapi seharusnya remaja bersikap untuk
menyukai makanan yang bergizi ((Husaini, 2006 : 116)).
Remaja termasuk golongan masa pertumbuhan & perkembangan baik fisik maupun
mental serta peka terhadap rangsangan dari luar. Konsumsi makanan merupakan salah satu
faktor penting untuk menentukan potensi pertumbuhan dan perkembangan remaja.
2) Penyusunan Menu Seimbang untuk Remaja
Menu seimbang adalah rangkaian dari beberapa macam hidangan untuk tiap kali
makan dengan menggunakan semua golongan bahan makanan dan penggantinya dengan
memperhatikan keseimbangan zat-zat gizi yang terkandung didalamnya yang dapat
menyehatkan tubuh orang yang memakannya.
Tujuan penyusunan menu seimbang bagi remaja adalah:
a. Agar makanan yang akan dihidangkan dapat menjamin terpenuhinya kecukupan
gizi atau kebutuhan gizi seseorang.
b. Terciptanya keanekaragaman dan kombinasi bahan makanan sehingga rasa bosan
dapat dihindari.
c. Keuangan untuk pembelian bahan makanan dapat diatur sehingga tidak terjadi
pengeluaran uang yang berlebihan.
d. Waktu dan tenaga tidak terbuang sia-sia hanya untuk keperluan dapur saja.
e. Makanan yang disajikan dapat dipilih berdasarkan kesukaan keluarga.

Pilihan terbaik adalah membiasakan diri berperilaku makan sehat setiap hari. Menu
makan harus beraneka ragam agar semua macam zat gizi yang dibutuhkan terpenuhi dari
makanan. Dengan terpenuhi zat-zat gizi dari makanan tidak ada alasan untuk menggunakan
suplemen. Jika belum jelas betul manfaatnya, sebaiknya suplemen dimanfaatkan untuk
kebutuhan jangka pendek dan upayakan tida menjadi kebiasaan untuk jangka waktu yang
panjang. (Husaini, 2006 :59)

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan menu seimbang adalah:

1) Kecukupan gizi
Makanan yang dihidangkan harus memenuhi zat-zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh, baik kualitas maupun kuantitasnya. Ukuran kualitasnys
meliputi nilai sosial, ragam jenis bahan makanan, dan nilai cita rasa. Sedangkan
nilai kualitasnya yang umum dipergunakan yaitu kandungan zat gizi. Penentuan
kebutuhan bahan makanan berbeda-beda pada setiap orang tergantung dari :
umur, jenis kelamin, aktifitas, tinggi dan berat badan, iklim, keadaan fisiologis,
status kesehatan.
2) Pemilihan bahan pangan
Pemilihan bahan makanan merupakan salah satu faktor yang harus
diperhatikan dalam penyusunan menu, karena mutu bahan yang akan digunakan
mempengaruhi kualitas maupun kuantitas mutu yang dihasilkan dari
penyusunan menu. Pemilihan bahan pangan meliputi : pengetahuan bahan
pangan, daya beli, ketersediaan bahan pangan dan musim, kultur sosial budaya,
serta kombinasi dan variasi makanan.
3) Pengolahan pangan
Pengolahan pangan adalah hal-hal yang dapat menunjang keberhasilan
seseorang dalam penyusunan menu sehari-hari. Pengolahan pangan meliputi :
alat, fasilitas, tenaga dan waktu. Menu yang telah disusun dapat diterapkan
dengan baik dengan menggunakan alat-alat dan perlengkapan dapur yang
tersedia. Penyajian menu yang telah disusun dipengaruhi oleh alat dan fasilitas
yang tersedia. Jika alat dan fasilitas terbatas maka menu yang disusun juga
harus menu sebaliknya kalau alat dan fasilitas modern maka menu yang disusun
akan lebih luwes dan bervariasi. Dengan tersedinya alat-alat dan fasilitas yang
baik maka efisiensi dan efektifitas dapat tercapai. Ada berbagai macam teknik
memasak, yaitu menggoreng, menumis, mengukus, memanggang, merebus dan
lain-lain. Dalam pengolahan makanan bisa menggunakan salah satu teknik
tersebut.

3) Perilaku makan remaja


Perilaku makan pada remaja putri adalah suatu tingkah laku obsevable, yang dapat
dilihat dan diamati, yang dilakukan remaja putri dalam rangka memenuhi kebutuhan
makannya. Aktivitas ini tidak hanya terkait dengan aspek fisiolofis saja, tapi juga terkait
dengan aspek psikologis dan sosial remaja putri.
Menurut Levi dkk (dalam Witari,1997:12) aspek-aspek perilaku makan adalah:
a. Keteraturan makan, seperti memperlihatkan waktu makan (pagi, siang, dan
malam).
b. Kebiasaan makan. Kebiasaan makan dalam hal ini dapat dilihat dari beberapa hal,
diantaranya dari cara makan, tempat makan dan beberapa aktivitas yang dilakukan
ketika makan. Dilihat dari cara makan seperti duduk, berdiri atau sambil berbaring
ketika makan.
c. Alasan makan. Makan dilakukan karena menurut kebutuhan fisiologis (rasa lapar),
kebutuhan psikologis (mood, perasaan, suasana hati), dan kebutuhan sosial
(konformitas antara teman sebaya, gengsi).
d. Jenis makanan yang dimakan.
e. Perkiraan terhadap kalori-kalori yang ada dalam makanan.

Aspek-aspek perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan yang


meliputi sikap, kepercayaan, jenis makanan, frekuensi, cara pengolahan, dan pemilihan
makanan. Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek perilaku
makan adalah, antara lain, praktek terhadap makan, alasan makan, jenis makanan yang
dimakan, dan pengetahuan mengenai gizi. (Nurjanah, 2012)

Prakonsepsi

Masa prakonsepsi adalah masa sebelum kehamilan. Sebelum kehamilan harus dipersiapkan.
Persiapan kehamilan yang harus dilakukan adalah, antara lain, pemeriksaan kesehatan,
menjaga kebugaran & kesehtaan tubuh, menghentikan kebiasaan buruk, meningkatkan
asupan makanan yang bergizi, dan mempersiapkan mental sebelum kehamilan. Dalam
mempersiapkan kehamilan sangat penting untuk memenuhi asupan makanan yang bergizi
dan sesuai dengan usia serta kebutuhan.

Nurhaedar, J. (2012). B35 Perilaku Gizi Seimbang Pada Remaja. Retrieved from
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2692/B35 PERILAKU GIZI
SEIMBANG PADA REMAJA.docx?sequence=1
Nurjanah. (2012). Keadaan Pengetahuan Gizi Dan Pola Konsumsi Siswa Program Keahlian
Kompetensi Jasa Boga Di Smk N 2 Godean. FT Universitas Negeri Yogyakarta, 10.

Sari, D. M. (2014). Gambaran Praktek Pedoman Gizi Seimbang (PGS) pada Remaja di MTs.
Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.

Menu Seimbang untuk PraKonsepsi

(Sari, 2014)

(Putri, 2017) Berencana hamil jangan sampai kurang gizi. Tersedia: https://tirto.id/berencana-
hamil-jangan-sampai-anda-kurang-gizi-cBPn. Dipublis pada: 17 Desember 2017. Diakses pada:
28 sep 2018.

Anda mungkin juga menyukai