Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha sadar untuk

mengembangkan kepribadian yang berlangsung seumur hidup baik di

sekolah maupun di luar sekolah. Pendidikan juga bermakna proses

membantu individu baik jasmani dan rohani ke arah terbentuknya

kepribadian utama (pribadi yang berkualitas). Dalam konteks Islam,

pendidikan bermakna bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani

menurut ajaran Islam dan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih,

mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. Dari makna ini,

pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya untuk membentuk manusia

yang lebih bermutu dan berkualitas (Tohirin, 2007: 5).

Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu membutuhkan upaya

terus menerus agar kualitas pendidikan selalu meningkat (Haryono dkk, 2012).

Peningkatan yang dilakukan berupa perubahan-perubahan dalam berbagai

komponen sistem pendidikan misalnya kurikulum, strategi pembelajaran,

alat bantu belajar, sumber-sumber belajar dan sebagainya. Upaya pemerintah

dalam meningkatkan pendidikan salah satunya adalah dengan memperbaiki dan

mengembangkan kurikulum dari KTSP menjadi Kurikulum 2013. Kurikulum

tersebut memfokuskan pada pembentukan sikap dan keterampilan hidup

(USAID, 2013).
Kurikulum 2013 akhirnya resmi diterapkan meskipun belum dilakukan di

semua sekolah. Salah satu alasan penyusunan kurikulum 2013 adalah

memberi kesempatan kepada peserta didik belajar untuk membangun dan

menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan

menyenangkan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 Pasal 3

menyebutkan, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. Keberhasil pencapaian tujuan pendidikan bergantung

pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah

maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Penerapan Kurikulum 2013 di SMA Negeri 5 Bandar Lampung menuntut

peran guru secara aktif dalam mengelola sebuah kelas dan siswa menjadi

aktif, kreatif sehingga kompetensi dasar yang telah ditetapkan dapat

tercapai secara maksimal. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil

belajar biologi siswa kelas XI SMA Negeri 5 Bandar Lampung rendah, masih

di bawah kriteria ketuntasan minimal atau kurang dari 70. Data hasil ulangan

harian siswa kelas XI SMA Negeri 5 Bandar Lampung untuk kompetensi

dasar (KD)1 nilai rata-rata = 59,35 dan KD2 nilai rata-rata = 51,25. Prestasi

belajar ini dipengaruhi oleh dua hal yaitu, faktor internal berasal dari dalam
diri siswa dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri siswa. Hal ini sesuai

dengan pendapat Sukmadinata (2011 : 162),” Usaha dan keberhasilan belajar

dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat bersumber pada

dirinya atau di luar dirinya atau lingkungannya.”

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar

atau prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa termasuk

diantaranya konsep diri siswa. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi

pencapaian prestasi belajar dapat berasal dari guru dalam melaksanakan proses

pembelajaran. Strategi pembelajaran biologi yang digunakan oleh guru

memiliki peran penting dalam rangka memudahkan siswa untuk menyerap

materi pelajaran sesuai dengan tuntutan indikator di dalam Kurikulum 2013.

Berdasarkan pengamatan langsung yang dilakukan, beberapa guru masih

melakukan pembelajaran dengan metode konvensional. Metode yang

diterapkan guru di kelas kurang bervariatif sehingga tidak mampu

mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi dan konsep diri siswa.

Unjuk kerja siswa dalam mengikuti pembelajaran biologi masih kurang yang

ditandai dengan masih kurang aktifnya siswa dalam menjawab pertanyaan yang

dikemukakan oleh guru, siswa kurang aktif dalam mengajukan pertanyaan, dan

kurangnya inisiatif selama mengikuti pembelajaran (Rapi, 2008).

Pengemasan pembelajaran akan mempengaruhi proses belajar siswa dalam

memahami materi yang diberikan oleh guru. Menurut kaum konstrukstivis

mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid,

melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri


pengetahuannya (Rapi,2008). Menurut pendapat Joyce, B (2009) dalam Jurnal

Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Program Studi

Pendidikan Sains (Volume 1 Tahun 2012), untuk membantu para siswa

dalam meningkatkan kekuatannya sebagai pembelajar (to help student increase

their power as leaner) dan dirancang untuk mencapai ruang lingkup tujuan

kurikulum, diperlukan metode dan model pembelajaran yang tepat dan sesuai

dengan karakteristik siswa serta materi yang akan dipelajari, serta sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Permendiknas No.22 tahun 2006 menyebutkan bahwa pembelajaran sains

sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan

berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai

aspek penting kecakapan hidup. Penyelidikan atau percobaan dapat melatih

siswa untuk memperoleh keterampilan proses sains (Reiss, 2000:399-

402). Dengan kata lain mata pelajaran biologi yang disampaikan melalui

proses penyelidikan ilmiah dapat melatih kemampuan berfikir tingkat tinggi

dan konsep diri siswa dalam menemukan pengetahuan yang baru (Yulianto,

2009).

Salah satu metode pembelajaran inkuiri yang menekankan pada konstruksi

pemikiran dengan mengajukan jawaban atau pertanyaan adalah POGIL

(Process Oriented Guided Inquiry Learning). Metode pembelajaran ini

diadaptasi dari kelas kimia di Franklin and Marshall College oleh Rick

Moog, Jim Spencer, and John Farrell pada pertengahan tahun 1990

(Rahmawati, 2014). Metode pembelajaran POGIL (Process Oriented Guided


Inquiry Learning) merupakan pembelajaran inquiry yang berorientasi proses

yang berpusat pada siswa (Haryono dkk, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Robert Soltis dkk dari Drake

University dalam American Journal of Pharmaceutical Education 2015,

penggunaan POGIL dapat meningkatkan keseluruhan prestasi siswa saat

ujian, meningkatkan level kemampua berpikir siswa, dan menyediakan sebuah

keadaan kelas yang interaktif. Michelle J.B dan Scott B. Watson dalam

penelitiannya di kelas kimia Etowah High School tahun 2011 juga

mengungkapkan bahwa metode POGIL merupakan pilihan yang menjanjikan

untuk guru yang mencari metode belajar efektif untuk meningkatkan prestasi

belajar siswa. Opara, J.A. (2011) menyampaikan bahwa metode pembelajaran

POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning) mengupayakan adanya

peningkatan dalam strategi penyelidikan dan nilai serta sikap dan keterampilan

proses, misalnya mengamati, mengumpulkan dan mengorganisasi data,

mengidentifikasi dan mengontrol variabel, merumuskan dan menguji hipotesis,

penjelasan, dan menyusun kesimpulan (Haryono dkk, 2012). Maka dalam

metode ini kemampuan keterampilan proses siswa akan dikembangkan agar

siswa mendapatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari.

Metode POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning) adalah

metode yang memberikan kesempatan bagi guru untuk mengajarkan konten

pembelajaran dan keterampilan proses secara bersamaan. Tujuan dari

implementasi POGIL di kelas adalah membuat siswa bertanggung jawab

untuk membangun pengertiannya sendiri dalam belajar (Douglas, 2013).


POGIL menekankan bahwa belajar adalah proses interaktif dalam berpikir

dengan seksama, mendiskusikan ide-ide, menyempurnakan pemahaman,

melatih keterampilan, dan merefleksikan peningkatan pembelajaran. Metode

POGIL didasarkan pada prinsip konstruktivisme yang dapat memicu siswa

belajar secara aktif melalui interaktif dalam kelompok untuk memecahkan

masalah (Widiawati, 2013:14).

Hampir seluruh waktu pembelajaran dikelas dilakukan siswa bekerja dalam

kelompok. Pemberian peran bagi tiap siswa dalam kelompok dapat

meningkatkan keterlibatan siswa karena adanya pemberian tanggung jawab

pada siswa (Widiawati, 2013:16). Adapun peran- peran tersebut seperti yang

dinyatakan oleh Dena Halen (2009:75) dan Widiawati (2013:17) adalah (1)

Manager, mengatur kelompok, termasuk menjamin anggota kelompok lainnya

melaksanakan peran masing-masing dan seluruhnya ikut berkontribusi dalam

kelompok. (2) Reflector/Technician, mengawasi dan mengomentari dinamika

kelompok, sikap anggota kelompok dalam menghargai proses pembelajaran

dan strategi yang dilakukan kelompok untuk memecahkan masalah dan

menjawab pertanyaan. (3) Recorder, mencatat nama dan peran dari anggota

kelompok tiap sesi, serta mencatat jawaban dan penjelasan kelompok. (4)

Presenter, mempresentasikan laporan secara verbal atas nama kelompok

kepada seluruh siswa di kelas.

Pembelajaran dengan metode POGIL melibatkan siswa dalam

mengembangkan informasi, pengetahuan, dan membantu siswa

mengembangkan pemahaman dengan menerapkan learning cycle


dalam kegiatan inkuiri terbimbing (Nur dan Bambang, 2014). Menurut

Lawson dalam Widiawati (2013) learning cycle memiliki tiga tahapan, yaitu

tahap eksplorasi, tahap penemuan konsep, dan tahap aplikasi konsep.

Berdasarkan uraian di atas, agar keterampilan berfikir tingkat tinggi dan

konsep diri siswa lebih berkembang guru perlu mempertimbangkan metode

pembelajaran yang efektif. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang

“Pengaruh Metode Process Oriented Guided Inquiry (POGIL) Terhadap High

Order Thingking Skills (HOTS) dan Self Concept Pada Materi Sistem Imun

Kelas XI SMA Negeri 5 Bandar Lampung.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka ada beberapa

masalah yang peneliti identifikasi, yaitu :

1. Tingkat pencapaian konsep biologi tergolong rendah pada materi sistem

imun

2. Beberapa guru masih melakukan pembelajaran dengan metode

konvensional

3. kurang aktifnya siswa dalam menjawab pertanyaan yang dikemukakan

oleh guru

4. siswa kurang aktif dalam mengajukan pertanyaan dan kurangnya inisiatif

selama mengikuti pembelajaran

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dengan menyesuaikan tingkat

kesulitan penelitian maka peneliti membatasi permasalahan sebagai fokus


penelitian yaitu :

1. Tingkat pencapaian konsep biologi tergolong rendah pada materi sistem

imun

2. Beberapa guru masih melakukan pembelajaran dengan metode

konvensional

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan maka rumusan

masalah pada penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana Pengaruh Metode Process Oriented Guided Inquiry (POGIL)

Terhadap High Order Thingking Skills (HOTS) dan Self Concept Pada

Materi Sistem Imun Kelas XI SMA Negeri 5 Bandar Lampung?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Metode Process

Oriented Guided Inquiry (POGIL) Terhadap High Order Thingking Skills

(HOTS) dan Self Concept Pada Materi Sistem Imun Kelas XI SMA Negeri 5

Bandar Lampung

F. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian dapat mendukung teori sebelumnya bahwa dengan

menggunakan metode maka peserta didik akan lebih mudah untuk

menerima pengetahuan atau informasi yang didapat untuk mencapai tujuan

pembelajaran.

2. Praktis
a. Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman langsung terkait pengaruh metode pembelajaran

Process Oriented Guided Inquiry (POGIL) Terhadap High Order Thingking

Skills (HOTS) dan Self Concept Pada Materi Sistem Imun Kelas XI SMA

Negeri 5 Bandar Lampung.

b. Bagi Peserta Didik

Dapat mengetahui metode apa yang sesuai dengan kemampuan nya

serta dapat mengasah kemampuan High Order Thingking Skills (HOTS)

dan Self Concept dalam memahami materi sistem imun kelas XI SMA

c. Bagi Guru

Menjadi bahan pertimbangan untuk menggunakan metode

pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry (POGIL)

G. Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan maka peneliti

membatasi ruang lingkup penelitian, yaitu sebagai berikut :

1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah Pengaruh Metode Process Oriented Guided Inquiry

(POGIL) Terhadap High Order Thingking Skills (HOTS) dan Self Concept Pada

Materi Sistem Imun Kelas XI SMA Negeri 5 Bandar Lampung

2. Subjek Penelitian

Peserta didik kelas XI di SMA Negeri 5 Bandar Lampung

3. Wilayah Penelitian

SMA Negeri 5 Bandar Lampung


4. Waktu Penelitian

Pada Bulan Oktober sampai November 2017


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode berasal dari bahasa Inggris “method” yang artinya

cara.1Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia metode ialah “cara yang

telah teratur dan terpikir baik untuk mencapai suatu maksud (dalam

ilmu pengetahuan dan sebagainya)”.2

Metode menurut Zakiyah Daradjat adalah “suatu cara kerja yang

sistematis dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan”.3 Sementara itu

Suryosubroto mengemukakan bahwa “metode adalah cara yang dalam

fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan”.4

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan

1
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Indonesia-Inggris, Edisi ketiga, (Jakarta: PT.

GramediaPustaka, 1992), hal: 105.

2
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Balai Pustaka,

1984),hal: 849

3
Zakiyah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: BumiAksara,

1995), hal: 1.

4
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal: 149
bahwa metode adalah suatu cara yang sistematis dalam menyampaikan

pengetahuan dan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa:

Pembelajaran artinya proses atau cara menjadikan orang atau makhluk

hidup belajar.5Menurut Dimyati dan Modjiono, pembelajaran adalah

“kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat

siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”.6

Oemar Hamalik mengemukakan bahwa: Pembelajaran adalah upaya

mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta

didik. Kegiatan ini meliputi unsure-unsur manusiawi, material fasilitas,

perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan

pembelajaran. Unsur manusiawi ini meliputi siswa, guru dan tenaga lainnya.7

Dari beberapa pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan

pembelajaran adalah suatu kegiatan yang melibatkan guru, siswa dan

komponen lainnya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan

kata lain, pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung serangkaian

perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung

dalam situasi edukatif dan ditunjang oleh berbagai unsur lainnya untuk

5
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2001), hal: 17.

6
Dimyati dan Modjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal: 297
7
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),h al: 57.
mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

Dengan demikian, metode pembelajaran adalah cara yang digunakan dalam

proses belajar mengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran dari

seorang guru kepada siswa dalam rangka pencapaian tujuan yang

diharapkan. Dalam definisi tersebut terkandung makna bahwa dalam

penerapannya ada kegiatan memilih, menetapkan, menggunakan dan

mengembangkan metode yang optimal untuk mencapai hasil yang

diinginkan.

B. POGIL

POGIL adalah proses berorientasi dengan menggunakan pendekatan inkuiri

terbimbing.8 Metode POGIL terdiri dari 3 komponen, yaitu tim belajar,

aktivitas inkuiri terbimbing dan metakognisi. Ketiga komponen tersebut

dikemas melalui siklus belajar yang terdiri dari 3 fase yaitu eksplorasi,

penemuan konsep dan aplikasi.9

8
Arizal Firmansyah, “Implementasi Process Oriented Guided Inquiry (POGIL) dalam

perkuliahan dan Science Writing Heuristic (SWH) dalam Praktikum: Telaah Peranan

Pendidikan Kimia dalam Mensukseskan Green Chemistry”

http://www.labpendidikan.net/?p=1343, diakses 11 Februari

2014.

9
Sulastriningsih dan Suranata, “Pengaruh Model Process Oriented Guided Inquiry

Learning terhadap kemampuan pemahaman konsep IPA siswa kelas V SD

Gugus IX Kecamatan Buleleng”,

http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/viewFile/820/693, diakses 21 Januari


Pada tahap eksplorasi peserta didik akan menjawab berbagai macam

pertanyaan untuk mengembangkan pemahaman terhadap suatu konsep. Pada

tahap penemuan konsep, guru sebagai fasilitator pembelajaran memberikan

bantuan kepada siswa untuk menemukan konsep. Konsep tidak diberikan

secara eksplisit, namun guru mendorong dan memacu peserta didik untuk

dapat membuat kesimpulan dan membuat prediksi. Dalam tahap aplikasi,

peserta didik dipandu menggunakan pengetahuan baru yang telah

diperolehnya untuk memecahkan

masalah-masalah yang kompleks. Dalam tahap aplikasi peserta didik

dihadapkan dengan soal-soal yang memiliki tingkatan tinggi yang

membutuhkan analisis mendalam untuk dapat menjawabnya. Tahap akhir

pembelajaran adalah evaluasi diri, peserta didik mengevaluasi performa

belajarnya, apa yang telah diperoleh dan apa yang belum diperoleh untuk dapat

meningkatkan kemampuannya pada kesempatan berikutnya. Evaluasi diri

merupakan salah satu indikator berkembangnya kemampuan metakognisi

peserta didik.10 Sifat metode pembelajaran di atas mengacu pada

paradigma

konstruktivisme.11

2014.

10
Panji, “Pengembangan Suplemen Pembelajaran Berbasis POGIL pada materi

Sistem Peredaran Darah Tingkat SMP”, Skripsi (Semarang: Universitas Negeri Semarang,

2013), hlm. 9.

11
Paradigma konstruktivisme adalah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial
dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif.
Tahap Eksplorasi Peserta didik dibimbing untuk
memperoleh konsep isi
melalui berdiskusi dalam
kelompok

Tahap Penemuan Guru membantu peserta didik


Konsep/Formasi menemukan konsep isi

Tahap Aplikasi • Peserta didik yang telah


memahami konsep
ditantang untuk menjawab
pertanyaan tingkat tinggi
secara berkelompok

Evaluasi Diri

Peserta didik mengevaluasi


belajarnya, hasil yang didapat,
kelebihan serta kekurangan

Gambar 2.1 Tahap-tahap dalam pembelajaran berbasis POGIL

Menurut Straumanis12 dijelaskan bahwa kelebihan metode pembelajaran

POGIL ini adalah peserta didik dapat mengolah informasi, berpikir kritis,

memecahkan masalah, komunikasi, kerja sama tim, manajemen dan self-

12
Andrei Straumanis, “Classroom Implementation of process Oriented Guided Inquiry Learning:
A Practical Guide for Instructors POGIL”, http://guidedinquiry.org/misc/IG_2e.pdf, di akses 09
Februari 2014.
assessment, sedangkan guru itu sebagai fasilitator yaitu mengamati kerja

kelompok siswa, menjawab pertanyaan, dan melakukan intervensi jika

diperlukan. Intervensi umum meliputi menjawab pertanyaan, meminta peserta

didik menyajikan jawaban mereka di depan kelas, memimpin diskusi kelas

secara keseluruhan. Kelebihan lainnya juga disampaikan oleh Ningsih dkk

bahwa POGIL adalah pembelajaran aktif yang menggunakan aktivitas guided

inquiry untuk mengembangkan pengetahuan dan analitis, melaporkan, dan

tanggung jawab individu.13 Selain Andrei dan Ningsih kelebihan POGIL

lainnya adalah peserta didik dapat memahami konsep-konsep sains serta

memperpanjang ingatan.14

C. HOTS

Higher order Thinking (HOT) telah sejak lama diwacanakan dan

diteliti oleh para ahli. Diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh

Bloom tahun 1956, Resnick tahun 1987, dan Marzano tahun 1988 dan

1992.15 Menurt Bloom, Higher Order Thinking (HOT) merupakan

kemampuan abstrak yang berada pada ranah kognitip dari taksonomi

sasaran pendidikan yakni mencakup analisiss, sintesis, dan evaluasi.

Sedangkan menurut Resnick , Higher Order Thinking (HOT) adalah suatu

proses yang melibatkan mental, seperti klasifikasi, induksi, deduksi, dan reasoning. Adi

13
Ningsih, dkk., “Implementasi Model Pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning
(POGIL) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa”, Unnes Physics Education Journal,
(Vol. 1, No. 2, 2012), hlm.
45.

14
Sitiatava Rizema Putra, Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis
Sains, (Jogjakarta: Diva Press, 2013), hlm. 105-106.

15
Peter dan Fook, Teaching and Learning via IT : Higher Order Thinking Skills inEnglish Language
English Literatur, and Mathematics (http://www.moe.edu.sg/iteducation/papers/f3-1. pdf).
W. Gunawan dalam bukunya Genius Learning Strategi mendefinisikan Higher Order

Thinking (HOT) sebagai strategi dengan proses berpikir tingkat tinggi, dimana siswa

didorong untuk memanipulasi informasi dan ide-ide dalam cara tertentu yang dapat

memberikan mereka pengertian dan implikasi baru.16

Dari beberapa teori tentang strategi Higher Order Thinking (HOT)

diatas dapat disimpulkan bahwa strategi Higher Order Thinking (HOT)

merupakan strategi yang menggunakan proses berpikir tinggi yang

mendorong siswa untuk mencari dan mengeksplorasi informasi sendiri

untuk mencari struktur serta hubungan yang mendasarinya, menggunakan

fakta-fakta yang tersedia secara efektif dan tepat untuk memecahkan

masalah. Strategi ini dapat merangsang siswa untuk mengintrepretasikan,

menganalisa informasi sebelumnya sehingga tidak monoton. Dalam

pembelajaran konvensional biasanya guru membanjiri muridnya dengan

banyak informasi yang harus dihafal dan diingat oleh siswa, namun dalam

pembelajaran Higher Order Thinking (HOT) guru mengajarkan kepada

anak bagaimana mencari sumber informasi, bagaimana mengevaluasi

informasi yang didapat dan bagaimana mereka dapat menggunakan

informasi tersebut untuk diri mereka dan untuk orang lain.

Pada dasarnya strategi Higher Order Thinking (HOT) bergantung kepada

kemampuan guru dalam menyusun pertanyaan yang akan menuntut

peserta didik berpikir pada tingkat yang lebih tinggi sehingga siswa

dapat memecahkan masalah. Keahlian Higher Order Thinking (HOT)

meliputi aspek berpikir kritis, berpikir kreatif dan kemampuan

16
Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm 171
memecahkan masalah.17 jadi dengan Higher Order Thinking (HOT) dapat

mendorong siswa lebih kritis, kreatif dan memiliki kemampuan

pemecahan masalah. Proses pembelajaran di kelas sudah seharusnya

dimulai dengan merangsang siswa untuk berpikir lebih aktif dari masalah

nyata yang pernah dialami atau dapat dipikirkan para siswa. Dengan cara

seperti itu, para siswa tidak hanya disuguhi dengan teori-teori dan rumus-

rumus matematika yang sudah jadi, akan tetapi para siswa dilatih dan

dibiasakan untuk belajar memecahkan masalah selama proses

pembelajaran di kelas sedang berlangsung.

Ada tiga alasan mengapa harus menggunakan Higher Order

Thinking (HOT) dalam pembelajaran yaitu

:18

a. Mengerti informasi

Mengerti informasi disini diartikan sebagai proses yang tidak hanya

mengetahui dan mengerti suatu informasi tetapi juga melibatkan

kemampuan untuk menganalisis suatu informasi, menemukan pokok

pikiran yang terkandung dalam informasi, membuat hipotesis, menarik

kesimpulan dan menghasilkan suatu solusi yang bermutu.

b. Proses berpikir yang berkualitas

17 4
Ibid. h.177
18
Adi W.Gunawan, Loc.Cit.
Kemampuan Higher Order Thinking (HOT) dibutuhkan untuk

menjalani suatu proses berpikir yang berkualitas.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 5 Bandar Lampung, Jalan Soekarno (By

Pass) Way Dadi Sukarame Bandar Lampung Kode Pos 35131. Adapun waktu pelaksanaan

penelitian ini adalah pada semester 1 bulan November sampai dengan bulan Desember pada

pokok bahasan sistem imun.

B. Metode dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan metode Quasi

Experimental Design. Desain yang digunakan pretest-posttest control grup design.

Design ini melibatkan 4 kelompok subjek, dua sebagai kelas control dan dua yang lain

sebagai kelas experimen. Design penelitian yang dilakukan adalah 19

Table 3.1

Pretest-postest Control Grup Design

19
Sugiyono, metode penelitian pendidikan, (Bandung: Alfabeta,2013) h.112
Kelompok Tes Awal Tindakan Tes Akhir

A O1 XI O2

B O1 XI O2

Keterangan :

A : Kelas Eksperimen

B : Kelas Kontrol

O1 : Pretest

O2 : Posttest

X1 : Perlakuan pada kelas eksperimen dengan metode POGIL

X0 : Perlakuan pada kelas control dengan metode konvensional

C. Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel yaitu variabel yang mempengaruhi (variabel bebas) dan

variabel yang dipengaruhi (variabel terikat). Adapun variabel dalam penelitian ini

adalah 20 :

1. Variabel bebas (variabel X ) metode Process Oriented Guided Inquiry Learning

20
Sugiyono,Ibid,h.70
(POGIL)

2. Variabel terikat (Variabel Y) yaitu High Order Thingking Skills (HOTS) dan Self

Concept.

Pengaruh hubungan antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) dpat

digambarkan sebagai berikut :

Y1

Y2

Bagan 3.1 Pengaruh Variabel X dengan Y

Keterangan :

X : Pengaruh metode Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL)

Y1 : High Order Thingking Skills (HOTS)

Y2 : Self Concept
D. Populasi,Sampel dan Tekhnik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai

kualitas dan berkarakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulan.21

Populasi penelitian ini adalah seluruh anak kelas XI SMA Negeri 5 Bandar Lampung tahun

pelajaran 2016/2017 yang terdiri dari :

a. Kelas XI IPA 1 = 40 orang (20 laki-laki dan 20 perempuan)

b. Kelas XI IPA 2 = 40 orang (18 laki-laki dan 22 perempuan)

c. Kelas XI IPA 3 = 42 orang (14 laki-laki dan 28 perempuan)

d. Kelas XI IPA 4 = 42 orang (18 laki-laki dan 24 perempuan)

e. Kelas XI IPA 5 = 40 orang (20 laki-laki dan 20 perempuan)

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

21
Sugiyono,Ibid,H.117
tersebut.22 Sampel yang diambil dari populasi siswa yaitu kelas XI IPA 1 dan XI IPA

2 sebagai kelas eksperimen dan XI IPA 3 dan XI IPA 4 sebagai kelas control.

22
Sugiyono,Ibid,h.118
3. Tekhnik Pengambilan Sampel

Sample dalam penelitian ini akan diambil dari populasi yang ada maka peneliti

menggunakan tekhnik Cluster Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah

peserta didik pada dua kelas dari 5 kelas yang ada, yaitu kelas XI IPA 2 ditetapkan sebagai

kelas eksperimen dan XI IPA 4 ditetapkan sebagai kelas kontrol.

4. Tekhnik Pengumpulan Data

Adapun tekhnik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini dilakukan

dengan tes dan nontes.

a. Tes

Tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau

serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa sehingga

menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut.23 Tes digunakan untuk

mengukur penguasaan materi siswa pada materi sistem imun. Tes yang akan diberikan

kepada peserta didik berupa tes tertulis dengan memberikan pretest dan posttest dalam

bentuk soal essay. Data penguasaan materi berupa nilai posttest diperoleh diakhir

pembelajaran baik kelas eksperimen maupun kelas control. Tes akhir (posttest) mengetahui

23
Yatim Riyanto, Metodelogi Penelitian Pendidikan, (Surabaya:SIC,2010)h. 103
keterampilan high orther thingking skills dan ada tidanya perubahan setelah melaksanakan

pembelajaran dengan menggunakan metode process oriented guided inquiry learning

(POGIL).

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah cara mencari data mengenai hal atau variabel yang berkaitan

dengan penelitian dapat berupa gambar atau foto, jumlah guru, dan lain sebagainya.24

Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan bukti-bukti penelitian berupa RPP, foto dan

video pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan metode process oriented guided

inquiry learning (POGIL).

c. Wawancara

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mewawancarai guru mata

pelajaran biologi dan peserta didik sebanyak 9 pertanyaan mengenai proses pembelajaran

biologi yang selama ini dilakukan.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun

social yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian.25

Sebelum instrument digunakan terlebih dahulu diadakan uji coba instrument untuk mengkur

validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Uraian dari setiap jenis

instrument yang digunakan pada penelitian adalah sebagai berikut :

Tes

24
Suharsimi Arikunto,Op.Cit. h.274
25
Sugiyono,Op.Cit h.148
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar tes objektif,

berbentuk essay sebanyak 10 butir soal. Tes dibuat menggunakan Framework Taksonomi

Bloom Revisi pada ranah mengetahu ( C1 ) sampai ranah membuat (C6), ranah ini dipilih

setelah menganalisis Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam tuntutan

kurikulum mata pelajaran biologi SMA.

F. Analisis Uji Coba Instrumen

1. Uji Validitas

Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahihan suatu instrument. Insrumen dikatakan valid apabila insrumen yang

digunakan dapat mengukur yang hendak diukur.26 Mengukur valid atau

kesahihan butir soal, peneliti menggunakan rumus korelasi product moment

sehingga aka terlihat banyak koefisien korelasi antara setiap skor.

Rumus korelasi product moment yaitu :

rxy = N ∑ XY − (∑ X) (∑Y)

√{N ∑X2− (∑X2)}{N ∑Y2 – (∑Y2)}

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y,dua variabel yang

dikorelasikan.

N : Number of cases

∑ XY : Jumlah perkalian X dan Y

26
Suharsimi Arikunto,Op.Cit,h. 211
X2 : Kuadrat dari X

Y2 : Kuadrat dari Y

Tabel 3.2

Koefisien dan Interprestasi

Koefisien Validitas Interprestasi

0,800 ≤ R≤1,000 Validitas sangat tinggi

0,600 ≤ R ≤0,799 Validitas tinggi

0,400 ≤ R ≤ 0,599 Validitas cukup

0,200 ≤ R ≤ 0,399 Validitas rendah

R˂0,199 Validitas sangat rendah

Sumber : Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h.89

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas berhubungan dengan kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf

kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.27 Setelah

dilakukan uji validitas, butir soal yang valid diuji reliabilitasnya. Rumus alpa digunakan

untuk mencari reliabilitas instrument yang sorya bukan 1 dan 0, rumus ini digunakan untuk

angket dan soal bentuk uraian. Reliabilitas tes essay dapat diketahui dengan menggunakan

rumus Alpha Cronbach yaitu :

r11 = ( k ) (1 − ∑

Keterangan :

R11 : Reiabilitas instrument

27
Ibid,h.109
K : Banyaknya butir soal pertanyaan atau banyaknya soal

: Jumlah varians butir

: varians total

Suatu unstrumen dikatakan reliabel apabila :

1) Apabila r11 sama dengan atau lebih besar dari pada 0,7 berarti tes hasil belajar yang

diuji reliabilitasnya dinyatakan telah memiliki reliabilitas yang tinggi (reliabel)

2) Apabila r11 lebih kecil daripada 0,7 berarti tes hasil belajar yang sedang diuji

reliabilitasnya dinyatakan belum memiliki reliabilitas yang tinggi (unrealibel)28

3. Uji Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks

kesukaran (dificully indeks).

Untuk menguji taraf kesukaran digunakan rumus sebagai berikut :

P= B

JS

Keterangan :

P : Indeks kesukaran

B : Jumlah peserta didik ang menjawab soal tes dengan benar

JS : Jumlah seluruh peserta didik peserta tes 29

Menurut ketentuan yang sering diikuti, interprestasi tingkat kesukaran butir tes seperti table

berikut :

28
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta. PT Grafindo Persada, 2009) h. 210
29
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2012) h.223
Tabel 3.3

Besar P Interprestasi

Kurang dari 0,30 Sukar

0,30 – 0,70 Sedang

Lebih dari 0,70 Mudah

Sumber : Anas Sudijono, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta. Rajawali Pers,2011) h. 372

Anas Sudijono menyatakan butir soal dikategorikan baik jika derajat kesukaran butir cukup

(sedang). Maka dari itu, untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini digunakan

butir-butir soal dengan criteria cukup (sedang) yaitu dengan membuang butir-butir soal

dengan kategori terlalu mudah dan terlalu sukar.30

4. Uji Daya Beda

Daya beda adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk dapat

membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang

berkemampuan rendah.31 Daya pembeda intrumen adalah tingkat kemampuan

instrument untuk membedakan antara peserta didik yakni peserta didik yang

berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah. Uji

daya pembeda tes dapat diukur engan menggunakan rumus seperti di bawah ini :

D = PA − P B

Keterangan :

D : indeks daya pembeda

BA : Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas

BB : Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok benar

JA : Jumlah peserta tes kelompok atas


30
Anas Sudijono, Op.Cit, h. 372
31
Daryanto,Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta cet.6,2010) h.183
JB : Jumlah peserta tes kelompok bawah

PA = BA : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan

JA benar

PB = BB : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan

JB benar32

Klasifikasi daya pembeda soal adalah sebagai berikut :

Kriteria Besar P Interprestasi

P ˂ 0,20 Jelek

0,20≤ DP≤0,40 Cukup

0,40≤ DP≤0,70 Baik

0,70≤DP≤1,00 Sangat Baik

Sumber : Anas Sudijono,Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:Rajawali Pers,2011)h.

389

G. Tekhnik Analisis Data

1. Uji Prasyarat

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan

merupakan data yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang

digunakan adalah Uji Lilliefors.33 Dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Membuat table kerja dengan 7 kolom

32
Ibid,h.186
33
Nana Sudjana,Metode Statistika, (Bandung:Tarsito,2005) h.466
2) Memasukkan nilai atau skor pada table kerja secara berurutan

3) Mencari nilai Z skor, dengan rumus : Z= (Xi – mean )/ SD (Standar

Deviasi)

4) Memasukkan Z tabel {F(Z)} dengan menggunakan Tabel Normal Buku

dari O ke Z berdasarkan Z skor

5) Menentukan S (Z) dengan rumus S(Z) = f kum : N

6) Menghitung harga Liliefors hitung dengan rumus Lh = | F (Z) – S (Z)|

7) Mencari nilai liliefors terbesar sebagai Lhitung

8) Menentukan harga liliefors tabel (Lt)

9) Membuat kesimpulan :

a. Jika harga Lh ˂ harga Lt maka data berdistribusi normal

b. Jika harga Lh ˃ harga Lt maka data tidak berdistribusi normal

Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian memiliki

kondisi yang sama atau homogeny. Untuk menguji homogenitas variansiini digunakan

metode uji varians terkecil menggunakan tabel F. Uji homogenitas yang digunakan

menggunakan uji Fisher. Langkah-langkah dari uji varians sebagai berikut 34

1) Menghitung varians terbesar dari varians terkecil

Fhitung = varians terbesar

varians terkecil

2) Bandingkan nilai Fhitung dengan nilai Ftabel

Dengan rumus dbpembilang= n-1 (untuk varians terbesar)

Dbpenyebut = n-1 (untuk varians terkecil)

3) Tarif signifikan (a) = 0,05

34
Sugiyono, Op.Cit, h.79
4) Kriteria pengujian

Adapun criteria pengujian adalah sebagai berikut :

H0 ditolak, jika Fhitung ˃ Ftabel

H0 diterima, jika Fhitung ˂ Ftabel dengan a = 0,05 (5%)

5) Kesimpulan

1) Jika H0 ditolak maka sampel tidak mempunyai variansi yang sama atau tidak

homogeny

2) Jika HI diterima maka sampel mempunyai variansi yang sama atau homogeny.35

2. Uji Hipotesis

Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas diketahui bahwa data

berdistribusi normal dan homogen. Maka pada penelitian ini menggunaka uji

parametik. Uji parametik dalam penelitian ini dihitung menggunakan uji “t”

independent.36 Uji hipotesis dipergunakan untuk melihat perbedaan hasil tes

siswa dari kelompok eksperimen dan kontrol. Langkah-langkah untuk menguji

hipotesis adalah sebagai berikut :

Thitung =

Keterangan

M1 : mean variabel X1

M2 : mean variabel X2

X1 : Deviasi skor variabel XI

X2 : Deviasi skor variabel X2

N1 : banyak sampel eksperimen

35
Ibid, h.160-161
36
Sugiono,Op.Cit, h.210
N2 : Banyak sampel kontrol37

Apabila datanya tidak berdistribusi normal (nonparametrik), maka menggunakan uji Mann-

Whitney. Terdapat dua rumus yang digunakan untuk menguji yaitu rumus 1 dan rumus 2,

kedua rumus tersebutdigunakan dalam perhitungan, karena akan digunakan untuk

mengetahui harga U mana yang lebih kecil. Harga U yang lebih kecil tersebut yang

digunakan untuk pengujian dan membandingkan dengan U tabel.

Rumus 1 : U1 = n1n2 + n1(n2+1)- R1

Rumus 2 : U2 = n1n2 + n2(n2+1)- R2

Keterangan :

n1 : jumlah sampel 1

n2 : jumlah sampel 2

U1 : jumlah peringkat 1

U2 : jumlah peringkat 2

R1 : jumlah rangking pada sampel n1

R2 : jumlah rangking pada sampel n238

37
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Cet.15, (Jakarta :Rineka
Cipta,2013),h.354
38
Moh.Nasir,Metode Penelitian, Jakarta(Ghalia Indonesia,2002),h.404

Anda mungkin juga menyukai