Oleh :
Rachmat Prijadi
( Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi /
Mahasiswa Prodi Magister Arsitektur Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi )
Sangkertadi
( Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik /
Prodi Magister Arsitektur Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi )
Raymond Ch. Tarore
( Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi )
Abstrak
Manado sebagai kota wisata dan kota jasa perdagangan, memerlukan fasilitas pedestrian yang
nyaman agar menyenangkan bagi wisatawan maupun warganya. Fakta menunjukkan bahwa di bagian pusat
kota Manado, pedestrian nampak belum nyaman dipakai oleh para pejalan kaki karena beberapa hal.
Diantaranya adalah penggunaan material pelapis pedestrian yang kurang tepat seperti kondisinya yang
terlalu licin, mudah rusak, tampilannya kurang menarik serta penyelesaian konstruksi yang beresiko
mengganggu kelancaran gerak pengguna, atau mengganggu kenyamanan bagi pejalan kaki.
Tulisan ini fokus pada hasil penelitian mengenai dua hal, pertama adalah pengungkapan kondisi
fisik jalur pedestrian ditinjau terhadap resiko gangguan kenyamanan gerak bagi pejalan kaki, pada “siang
hari”. Kedua untuk mendapatkan respon dari pengguna tentang “tingkat kepuasan” dari pejalan kaki
terhadap kualitas material pelapis pedestrian. Lokasi kajian meliputi bagian pusat kota dan juga merupakan
area wisata belanja. Metode yang di gunakan adalah campuran cara kualitatif dan kuantitatif. Temuan studi
ini meliputi dua hal, yakni pengungkapan adanya 4 skala tingkat kepuasan pejalan kaki, dan pengungkapan
bahwa di area studi, respon pengguna menunjukkan skala antara “kurang puas/kurang nyaman” dan “agak
puas/ agak nyaman”. Hanya sedikit yang merasa puas dan juga sangat sedikit yang menyatakan tidak puas.
Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pengembangan teori bagi
perancangan pedestrian dan masukan bagi pembangunan arsitektur kota Manado.
Kata kunci : pedestrian, trotoir, pusat kota, tekstur, warna, tingkat kepuasan gerak
komoditas utama pariwisata. Kini wisata fokus studi, yang memunculkan dua pokok
kota termasuk bentuk wisata yang sedang permasalahan studi. Pertama, untuk
menjadi trend dikembangkan. Hampir 50% mengungkapkan kondisi fisik dalam
bentuk pariwisata di dunia berkaitan dengan perspektif arsitektural, dan kedua untuk
obyek-obyek wisata di perkotaan (Harun, menilai tingkat kepuasan para pengguna
2008). terhadap kondisi tersebut. Lokasi studi
Adapun dalam kasus ini kota Manado secara lebih khusus meliputi suatu blok
sebagai Ibukota Propinsi yang paling utara kawasan wisata belanja yang dilalui jalur-
di Indonesia, juga memiliki visi sebagai kota jalur pedestrian di Jalan MT Harjono, Jalan
wisata. Selain itu, Manado juga berfungsi Dotulolong Lasut, Jalan Sam Ratulangi,
sebagai kota jasa dan perdagangan. Ditinjau Jalan WW. Maramis, Jalan S. Parman, Jalan
terhadap pola dan struktur kota, lokasi pusat DI Panjaitan dan Jalan Siswomiharjo.
kota Manado secara spasial, menunjukkan
juga berfungsi sebagai kawasan wisata II. TINJAUAN TEORI /
STANDARISASI
belanja, selain sebagai salah satu pusat
perdagangan bernilai ekonomi secara Teori yang ditinjau dalam tulisan ini
strategis. Karena itu semestinya di kawasan lebih difokuskan pada hal-ihwal secara
tersebut tersedia fasilitas pedestrian yang prinsip mengenai aspek kenyamanan
nyaman bagi pergerakan para pelancong pergerakan pejalan kaki di pedestrian.
yang berbelanja. Para wisatawan yang Indraswara (2007), mengungkapkan definisi
tertarik terhadap potensi pariwisata dari pedestrian yang mana istilah pedestrian
khususnya di kawasan pusat kota Manado, muncul pada masa pemerintahan yunani
atau yang berminat mengenali kawasan kuno, yakni berasal dari kata pedos yang
tersebut tentunya tidak segan melakukan berarti kaki,dan sering diartikan sebagai
kunjungan terutama dengan berjalan kaki, orang yang berjalan kaki atau orang yang
atau wisata jalan-jalan sambil melihat-lihat berjalan kaki. Istilah pedestrian juga berasal
keadaan kota (sight seeing), karena dengan dari bahasa latin yakni, pedester-pedestris
berjalan kaki akan lebih banyak yang dapat yang diartikan dari seorang sebagai orang
dilihat, dilakukan, lebih manusiawi dan yang berjalan kaki atau pejalan kaki.
sehat bagi wisatawan. Namun fakta juga Santoso (2013) menyatakan bahwa kawasan
menunjukkan bahwa secara kasat mata pada beberapa kota besar saat ini dihiasi dengan
beberapa titik dan jalur pedestrian di pemandangan kemacetan lalu lintas,dan
kawasan wisata pusat kota Manado ternyata ekosistem yang terganggu,sehingga menjadi
tidak berfungsi secara maksimal karena kota yang tidak nyaman tidak aman dan
penggunaan material pedestrian yang kurang ”melelahkan”. Konsep ergonomic
tepat seperti terlalu licin, mudah rusak, merupakan sebuah tawaran untuk
tampilannya kurang menarik dan menyelesaikan permasalahan kota, sehingga
sebagainya. Inilah yang menjadi daya tarik kota menjadi aman, nyaman, tidak
karena itu perlu diperhatikan kwalitas kebebasan waktu berpapasan dengan pejalan
konstruksi dan material permukaan pada kaki lainnya tanpa bersinggungan.
pedestrian agar memberikan kenyamanan Lebar efektif minimum jaringan
bagi berbagai golongan. pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang
Disisi lain studi dari Sangkertadi dkk adalah 60 centimeter ditambah 15 centimeter
(2009) focus pada pengaruh jenis material untuk bergoyang tanpa membawa barang,
permukaan pedestrian terhadap panas sehingga kebutuhan total minimal untuk 2
lingkungan sekitarnya. Disarankan agar (dua) orang pejalan kaki berpapasan menjadi
menerapkan jenis material yang tidak 150 centimeter. Untuk arcade dan
memantulkan panas secara berlebihan ,dan promenade yang berada di daerah pariwisata
agar jalur pedestrian dilindungi oleh dan komersial harus tersedia area untuk
naungan penghijauan. window shopping atau fungsi sekunder
minimal 2 meter. Adapun standar lebar
Tabel 1
trotoir menurut Keputusan Menteri
Standard Lebar Minimum Trotoar
Perhubungan no.KM.65 tahun 1993,
No Lokasi Trotoar Lebar Minimum sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1.
1 Jalan di daerah perkotaan 4 meter
atau kaki lima Pedestrian secara fisik adalah suatu
2. Wilayah perkantoran 3 meter wujud arsitektur yang memiliki bentuk
utama
3. Wilayah industry tertentu dan memberi manfaat sebagai
a. Jalan primer 3 meter ruang. Dari teori bentuk, ruang dan susunan
b. Jalan akses 2 meter arsitektur yang dikemukakan oleh Ching
4. Wilayah permukiman
a. Jalan primer 2,75 meter
(1979), bentuk (arsitektur bangunan)
b. Jalan akses 2 meter tersusun dari ciri-ciri visual bentuknya yang
dapat diuraikan sebagai berikut:
Sumber:
Keputusan Menteri Perhubungan No. 65,1993 a) Wujud, yakni hasil konfigurasi tertentu
Bina Marga, lebar trotoar harus dapat b) Dimensi, mengenai lebar, panjang dan
melayani volume pejalan kaki yang ada. tinggi, dimana dimensi ini juga
kapasitas (lebar), keadaan dan c) Warna, adalah corak intensitas dan nada
penggunaannya apabila terdapat pejalan kaki pada permukaan suatu bentuk. Warna
yang menggunakan jalur lalu lintas adalah atribut yang paling mencolok
kendaraan. Selain itu, dalam perencanaan yang membedakan suatu bentuk terhadap
Analisis Statistik
Kesimpulan
Gambar 2
Diagram proses studi
Tabel 3
Hubungan antara Karakteristik Permukaan dan Resiko Gangguan
Karakteristik
Permukaan Penjelasan Gangguan
Pedestrian
Wujud Konstruksi Kerusakan konstruksi (penyelesaian konstruksi yang tidak baik) menyebabkan resiko
kecelakaan gerak pejalan kaki dan menghambat kecepatan jalan
Tekstur Tekstur yang licin beresiko tergelincir, sedangkan yang terlalu kasar juga menyebabkan
kerusakan pada alas kaki
Warna Warna permukaan yang berubah drastis/ kontras, menimbulkan pertanyaan pada pejalan
kaki, apakah ada sesuatu larangan jalan atau ada fungsi tertentu, sehingga dapat sejenak
“terkejut”, dan menghambat laju perjalanan.
Warna yang tidak jelas juga bisa mengganggu arah perjalanan.
Dimensi Ukuran lebar trotoir yang terlalu sempit menimbulkan kesesakan ruang gerak.
Ukuran ketinggian undakan yang tidak ergonomis juga menyebabkan kelelahan atau
kecanggungan berjalan, mengganggu kontinyuitas perjalanan.
Ukuran kemiringan ramp yang terlalu curam juga bisa menyebabkan tergelincir apalagi
ditambah dengan faktor tekstur yang licin.
Foto Penjelasan
B. Klasifikasi Tingkat Kepuasan dan
Ukuran perbedaan Indikatornya
ketinggian antara
permukaan jalur pedestrian
yang cukup tinggi sehingga
Berdasarkan hasil penjaringan
mengganggu kelancaran pendapat melalui perbincangan langsung
sirkulasi dan
membahayakan pejalan kaki secara detail (deep interview) di lokasi studi
(Jl. Dotu Lolong Lasut)
dengan para pengguna (pekerja toko,
Ukuran lebar trotoir yang
dirasa kurang memuaskan, pemilik toko, pelancong, pedagang asongan)
sulit berjalan apabila
berpapasan, dan ditambah yang tersebar di tujuh jalur lokasi studi, dan
sesak oleh pengguna juga diskusi dengan pengamat (ahli
pedagang asongan (Jalan
Sam Ratulangi) lingkungan, arsitek), dapat disimpulkan
bahwa hanya terdapat 4 skala yang
Tabel 6
Contoh Warna yang mengganggu menunjukkan tingkatan kepuasan pejalan
kaki terhadap situasi pedestrian di lokasi
Foto Penjelasan
studi.
Beragam warna dan corak juga
beraneka warna yang bisa Tabel 8
menimbulkan tanda Tanya Jumlah Titik / Block-Space
mengenai apakah ada fungsi Pengganggu Kenyamanan Gerak
khusus atau member arah
tertentu, dll (Jl. Siswomiharjo)
Nama Karakteristik
Jalur Wujud Di- War- Teks-
Tabel 7 Jalan Kons- mensi na tur
Contoh Tekstur yang mengganggu
truksi
Dotu Lolong 5 1 - -
Foto Penjelasan Lasut
Beragam tekstur kasar dan MT. Haryono 2 1 2
licin, yang berubah secara
drastis, dapat menganggu laju DI. Panjaitan
pejalan kaki. Licin, beresiko Siswomiharjo 1 2 1 1
terpeleset, yang kasar, Sam Ratulangi 1 2
beresiko merusak alas kaki
W Maramis 2 1 1 2
dan tidak nyaman di telapak
kaki. (Jl. W. Maramis) S. Parman 3 1
Sama dengan diatas, hanya
beda lokasi (Jl. Sam
Ratulangi) Proses perbincangan kadangkala
dilakukan sambil duduk di restaurant,
3.5
4 Puas Setuju Nyaman 3
2.5
(kepuasan)
2
1.5
1
Setiap responden menjawab 16 0.5
0
pertanyaan, yang terbagi atas 4 pertanyaan
untuk setiap karakteristik fisik permukaan
pedestrian. Jadi terdapat 4 pertanyaan untuk
setiap karakter wujud, dimensi, warna dan
Gambar 3
tekstur. Jawaban setiap pertanyaan diberi Rata-rata Skala Kepuasan/kenyamanan
angka yang menggambarkan persepsi Terhadap Karakter “Wujud”
tingkat kepuasan. Kemudian dilakukan
perhitungan rata-rata terhadap setiap hasil
angka jawaban dari responden untuk setiap
3.5
3
2.5 tentang persepsi pengguna jalur pejalan kaki
2
(Kepuasan)
1.5
1 di lokasi obyek studi terhadap ke empat
0.5
0 karakteristik fisik pedestrian (wujud,
dimensi, warna dan tekstur), menunjukkan
bahwa rata-rata pada ke tujuh jalur tersebut,
persepsi pengguna jalan cenderung diantara
Gambar 5 rasa “agak puas” dan “kurang puas”.
Rata-rata Skala Kepuasan/kenyamanan Persepsi tersebut, merata pada ke empat
Terhadap Karakter “Warna”
karakteristik fisik permukaan pedestrian.
4
TEKSTUR Dengan demikian, dalam rangka perbaikan
Rata-rata Skala Kenyamanan
3.5
3
2.5 atau penyempurnaan kualitas rancangan
2
(Kepuasan)
1.5
1 arsitektur pedestrian atau trotoir di kawasan
0.5
0 studi, maka perlu dilakukan perhatian secara
merata pada aspek wujud, dimensi, warna
dan tekstur.