Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia (lanjut usia), menyatakan bahwa
lansia adalah orang yang berusia 60 tahun ke atas. Usia 60 tahun merupakan usia yang rawan
terjadi pada manusia karena dapat menyebabkan penurunan kemampuan fisik dan kognitif.

Lansia adalah suatu tahap terakhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu, namun
kemunduran fungsi pada usia lanjut dapat dihambat. Memasuki usia tua banyak mengalami
kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang di tandai dengan kulit menjadi keriput, rambut
memutih, pendengaran berkurang, penglihatan berkurang, gigi mulai tanggal, aktivitas menjadi
lambat, nafsu makan berkurang dan kondisi tubuh lain mengalami kemunduran.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia yaitu perubahan fisik, perubahan
kognitif, perubahan spiritual, perubahan psikososial, perubahan aspek kepribadian. Perubahan
fisik yaitu pada sistem indra, sistem muskuloskeletal, sistem kardiovaskuler dan respirasi,
sistem perkemihan, sistem reproduksi, dan pada sistem susunan saraf mengalami perubahan
anatomi dan atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. Penuaan menyebabkan penurunan
persepsi, sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat (SSP) dan penurunan reseptor
proprioseptif, hal ini terjadi karena SSP pada lansia mengalami perubahan morfologis dan
biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan fungsi kognitif.
BAB II

ISI

A. PENGERTIAN FUNGSI KOGNITIF


Proses menua merupakan penyebab terjadinya gangguan fungsi kognitif. Fungsi
kognitif tersebut merupakan proses mental dalam memperoleh pengetahuan atau
kemampuan kecerdasan, yang meliputi cara berpikir, daya ingat, pengertian, perencanaan,
dan pelaksanaan (Santoso&Ismail, 2009). Gangguan fungsi kognitif berhubungan dengan
fungsi otak, karena kemampuan lansia untuk berpikir akan dipengerahui oleh keadaan otak
B. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI KOGNITIF
Faktor – faktor yang mempengaruhi penurunan fungsi kognitif pada lansia yaitu
proses penuaan pada otak dan pertambahan usia. Proses penuaan pada otak yaitu terdapat
perubahan pada otak yang berhubungan dengan usia. Faktor pertambahan usia yaitu
bertambahnya usia seseorang maka akan semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai
sistem dalam tubuh yang cenderung mengarah pada penurunan fungsi. Pada fungsi
kognitif terjadi penurunan kemampuan fungsi intelektual, berkurangnya kemampuan
transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi menjadi lambat, banyak
informasi hilang selama transmisi, berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi
baru dan mengambil informasi dari memori.
C. PERUBAHAN FUNGSI KOGNITIF
Perubahan fungsi kognitif pada lansia, antara lain :
1. Memory (daya ingat atau ingatan)
Pada lanjut usia daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang paling awal
mengalami penurunan.
2. IQ (Intellegent Quocient)
IQ merupakan suatu skor pada suatu tes yang bertujuan untuk mengukur
kemampuan verbal dan kuantitatif.
3. Kemampuan belajar (learning)
Para lansia tetap diberikan kesempatan untuk mengembangkan wawasan
berdasarkan pengalaman (learning by experience).
4. Kemampuan pemahaman
Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada lansia mengalami
penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan fungsi pendengaran lansia
mengalami penurunan. Dalam memberikan pelayanan terhadap lansia sebaiknya
berkomunikasi dilakukan kontak mata atau saling memandang.
5. Pemecahan masalah
Pada lansia masalah-masalah yang dihadapi semakin banyak. Banyak hal
dengan mudah dapat dipecahkan pada zaman dahulu, tetapi sekarang menjadi
terhambat karena terjadi penurunan fungsi indra pada lansia
6. Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau seolah-olah terjadi
penundaan. Oleh sebab itu, lansia membutuhkan petugas atau pembimbing yang
dengan sabar mengingatkan mereka. Keputusan yang diambil tanpa membicarakan
dengan mereka para lansia, akan menimbulkan kekecewaan dan mungkin dapat
memperburuk kondisinya.
7. Motivasi
Motivasi dapat bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi afektif. Motif
kognitif lebih menekankan pada kebutuhan manusia akan informasi dan untuk
mencapai tujuan tertentu. Motif afektif lebih menekankan pada aspek perasaan dan
kebutuhan individu untuk mencapai tingkat emosional tertentu.
D. ASPEK KOGNITIF
Aspek-aspek kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi yaitu orientasi, bahasa,
atensi (perhatian), memori, fungsi konstruksi, kalkulasi dan penalaran.
1. Orientasi
Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu. Orientasi
terhadap personal (kemampuan menyebutkan namanya sendiri ketika ditanya).
Kegagalan dalam menyebutkan namanya sendiri sering merefleksikan negatifism,
distraksi, gangguan pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa. Orientasi
tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota, gedung dan lokasi dalam
gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan tahun, musim, bulan,
hari dan tanggal. Karena perubahan waktu lebih sering daripada tempat, maka waktu
dijadikan indeks yang paling sensitif untuk disorientasi.
2. Bahasa: fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4 par
3. Atensi: atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus
spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar lingkungannya.
4. Memori
a. Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali
informasi yang diperolehnya.
b. Memori baru, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi
yang diperolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu.
c. Memori lama, yaitu kemampuan untuk mengingat informasi yang diperolehnya
pada beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu.
d. Memori visual, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi
berupa gambar.
5. Fungsi konstruksi: kemampuan seseorang untuk membangun dengan sempurna.
Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk menyalin gambar,
memanipulasi balok atau membangun kembali suatu bangunan balok yang telah
dirusak sebelumnya.
6. Kalkulasi: kemampuan seseorang untuk menghitung angka.
7. Penalaran: kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya
suatu hal, serta berpikir abstrak.

E. KLASIFIKASI
1. Demensia
Demensia adalah gangguan fungsi kognitif yang ditandai oleh penurunan fungsi
intelektual yang berat yang disertai kerusakan daya ingat ; pemikiran abstrak dan daya
nilai ; emosi dan kepribadian
Demensia adalah gangguan progresif kronik yang dicirilkan dengan kerusakan
berat pada proses kognitif dan disfunsi kepribadian serta perilaku (Isaacs Ann, 2005).
Demensia merupakan suatu sindron yang ditandai oleh berbagai gangguanm fungsi
kogniitf tanpa gangguan kesadaran. Ganggua fungsi kognitif anatara lain pada
intelegansi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi,
perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi.

2. Delirium

Delirium adalah fungsi kognitif yang kacau, ditandai dengan kekacauan


kesadaran yang meliputi salah persepsi dan perubahan proses pikir. Umumnya
gangguan ini terjadi dalam waktu singkat (biasanya satu minggu, jarang terjadi lebih
dari satu bulan). Delirium adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan
kesadaran yang biasanya tampak dalam bentuk hanbatan pada fungsi kognitif .
3. Amnestik

Gangguan amnestik adalah gangguan kognitif yang dicirikan dengan kerusakan


memori yang parah dan ketidakmampuan untuk mempelajari materi baru, dapat terjadi
konfabulasi dan apatisme. Yang akan dibahas selanjutnya adalah kedua gangguan
kognitif yang lasim terjadi yaitu demensia dan delirium.

F. ETIOLOGI
Demensia Delirium
 Penyakit vaskuler seperti hipertensi,  Penyakit akut atau kronis seperti jantung
arterosklerosis. congestive, pneumonia, penyakti ginjal
 Penyakit Parkinson dan hati, kanker dan stoke.
 Gangguan genetika ; korea  Faktor hormonal dan nutrisi seperti
Huntington atau penyakit pick diabetes, ketidakseimbangan adrenal atau
 Infeksi virus HIV yang menyerang tiroid, malnutrisi dan dehidrasi.
system saraf pusat  Kehilangan penglihatan dan pendengaran
 Gangguan struktur jaringan otak  Obat-obatan antipsikotik, antihistamin,
seperti tekanan normal hidrosefalus antidepresan, dan antiparkinson
dan trauma kepala

G. MANIFESTASI KLINIS
Demensia Delirium
 Afasia ; kehilangan kemampuan  Agitasi, gerakan yang tidak terarah,
berbahasa. tremor, ketakutan, kecemasan, depresi,
 Apraksia ; rusaknya kemampuan euphoria, apatis dan gangguan pola tidur.
melakukan aktivitas motorik  Terdapat pula kemungkinan gangguan
sekalipun fungsi sensorinya tidak bicara, inkoherensi, disorientasi,
mengalami kerusakan. gangguan memori, dan persepsi yang
 Agnosia ; kegagalan mengenali atau salah seperti ilusi dan haslusinasi.
mengidentifikasi obyek atau benda  Gangguan kesadaran dan pemahaman ;
umum walaupun fungsi sensorinya berkurangnya kemampuan untuk
tidak mengalami kerusakan mempertahankan perhatian terhadap
seautu hal.
 Konfabulasi ; mengisi celah-celah  Pikiran yang kacau dan percakapan yang
ingatannya dengan fantasi yang melantur
diyakini individu yang terkena  Gangguan siklus tidur-bangun
 Sundown syndrome ; membruknya  Perubahan psikomotor (misalnya
disorientasi di malam hari hiperaktif, hipoaktif, agitasi, mengantuk)
 Reaksi katastrofik ; respon takut atau
panic dengan potensi kuat menyakiti
diri sendiri atau orang lain.
 Perseveration phenomenon ; perilaku
mengulang, meliputi mengulangi
kata-kata orang lain.
 Hiperoralitas ; kebutuhan untuk
mecicipi dan mengunyah benda-
benda yang cukup kecil untuk
dimasukan ke mulut
 Kehilangan memori ; awalnya hanya
hal-hal yang baru terjadi, dan
akhirnya gangguan ingatan masa lalu
 Disorientasi waktu, tempat, dan orang
 Berkurangnya kemampuan
berkonsentrasi atau mempelajari
materi baru
 Sulit mengambil keputusan
 Penilaian buruk ; individu ini tidak
mempunyai kewaspadaan lingkungan
tentang keamanan dan keselamatan

H. PENATALAKSANAAN
1. Delirium
Pengobatan difokuskan pada identifikasi dan penyembuhan penyebab utama
sambil mendukung proses fisiologik klien dalam menjaga dan meningkatkan
keselamatan. Pengobatan akut berbasis rumah sakit biasanya diindikasikan untuk
gangguan ini.
2. Demensia
Pengobatan diarahkan pada tujuan jangka panjang, yaitu mempertahakan
kualitas hidup pasien gangguan degeneratif dan progresif ini.

Obat untuk gejala demensia


Klasifikasi Nama Dosis Rasional
Generik/Nama Harian Biasa Penggunaan
Dagang
Obat Takrin (cognex) 40 mg/hari (10 mg Mempengaruhi
antikolinesterase 4x/hari) enzim
asetilkilinesterase,
yang memecah
asetilkolin. Obat-
obatan ini
memungkinkan
asetilkolin tinggal
lebih lama di sinaps
Donepezil 5 mg/hari (sekali
(Aricept) sehari)
Antioksidan Vitamin E 400-800 IU/hari Diberikan
berdasarkan
aktivitas melawan
proses oksidasi,
yang mensintesis
radikal sitotoksik
sintesis.
Ansietas dan Lorazepam 0,25 mg/hari, dapat
agitasi (Ativan) ditingkatkan
Benzodiazepine menjadi 2x/hari
(BZA)
Antiansietas Buspiron 15-160 mg/hari
non-BZA (BuSpar)
Antikonvulsan Karbamazepin 200 mg/dua kali
(tegretol) sehari
Divalproleks 250 mg/dua kali
(Depakote) sehari
Halusinasi dan
perilaku
menyerang
Antipsikotik Haloperidol 0,25 mg/hari atau 2 x
Topikal (haldol) sehari
0,5 mg/hari atau 2 x
Atipikal Risperidon sehari
(risperdal)
Depresi
Antidepresan Nefazodon 50 mg/hari, dapat
(serzone) ditambah menjadi
400 mg/hari denga
jadwal 2 x sehari
BAB III

PEMBAHASAN

Proses Keperawatan

A. PENGKAJIAN
1. Faktor PredisposisI
Biasanya disebabkan oleh gangguan fungsi biologis, dan system saraf pusat.
Factor-faktor yang mempenagruhinya antara lain : Faktor usia, neurobiologis
(gangguan suplai oksigen, glukosa, dan zat-zat makanan yang penting untuk fungsi
otak, penumpukan racun pada jaringan otak, penyakit lever kronis, penyakit ginjal
kronis, kekurangan vitamin B1, malnutrisi, factor genetic dan gangguan genetic.
Gangguan jiwa seperti skizophrenia, gangguan bipolar, dan depresi juag dapat
mempenagruhi fungsi kognitif.
2. Faktor presipitasi
Hipoksia, gangguan metabolisme, racun pada otak, adanya perubahan struktur
otak karena tumor atau trauma, stimulus lingkungan yang kurang atau berlebihan,
respon perlawanan terhadap pengobatan.
3. Mekanisme koping
Meknsime pertahanan yang sering digunakan adalah regersi, denial dan
kopensasi.
4. Perilaku
Rasa curiga, bermusuhan, depresi, mencela/memaki dan menarik diri. Pada
klien delirium perilaku yang muncul adalah gelisah, hipersomnolen, insomnis,
hiperaktf, tremor, depresi dan perilaku merusak diri
a. DIAGNOSA

· Ansietas
· Koping individu tidak efektif
· Gangguan proses berpikir
· Ketakutan
· Isolasi social
· Risiko cedera
· Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh
· Konfusi akut/kronik
· Perubahan sensori/persepsi
· Kurang perawatan diri
· Gangguan pola tidur
· Risiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri/orang lain
· Kerusakan komunikasi
· Perubahan fungsi peran
· Risiko kerusakan integritas kulit
· Koping keluarga tidak efektif

3. Intervensi Keperawatan
1.

3. Evaluasi Hasil

B. INTERVENSI dan IMPLEMENTASI


Tujuan
Pada umumnya tujuan tindakan Keperawatan pada pasien dengan gangguan kognitif
adalah untuk memperbaiki fungsi kognitif. Perawat berusaha memfungsikan klien
seoptimal mungkin sesuai kemampuan klien.
Tujuan umum sering kali sukar ditetapkan karena kagak sulit mengetahui kedalaman
kerusakan yang terjadi, sehingga tindakan Keperawatan kemudian lebih diarahkan kepada
tujuan jangka pendek yaitu pemenuhan kebutuhan dasar klien antara lain ; kebutuhan tidur,
nutrisi, perawatan diri, peningkatan orientasi realitas, pemeliharaan pola eliminasi yang
optimal, dan pemenuhan kebutuhan spiritual.
Kriteria hasil yang diinginkan klien, pemberi asuhan dan keluarga adalah ;

Ø Klien tetap aman dan bebas dari cedera


Ø Kurang menunjukkan berkurangnya tingkat ansietas
Ø Klien tetap berorientasi sesuai kemampuan
Ø Klien tetap mempertahankan aktivitas ehari-hari
Ø Klien mempertahankan cairan dan nutrisi yang adekuat
Ø Klien tidak menyakiti diri sendiri atau orang lain
Ø Klien mengikuti aktivitas dan istirahat rutin yang telah dijadwalkan
Ø Klien mengalami reaksi katastropik minimum
Tindakan Keperawatan
1. Jaga Keselamatan
a. Lakukan tindakan kedaruratan sesuai kebutuhan, misalnya aspirasi, cedera,
kejang.
b. Antisipasi lingkungan dapat membahayakan pasien
c. Minimalkan risiko masalahkardiovaskuler (misalnya anemia, hipertensi, angina)
dengan diet yang tepat, medikasi, latihan fisik, dan istirahat.
d. Pantau obat-oabatan dan interaksi obat, pastikan dosis yang aman untuk klien
lansia. Beri perhatian khusus terhadap obat-obat antikolinergik.
2. Respon terhadap deficit neurology
a. Panggil klien dengan namanya dan perkenalkan diri anda
b. Bantu memori klien dengan kalender, papan orientasi, pengingat musiman,
tanda-tanda dan label sesuai kebutuhan
c. Hindari tuntutan yang menimbulkan stres, dan batasi tugas klien dalam
mengambil keputusan
d. Tawari aktivitas sesuai kemampuan klien
e. Hindari atau batasi situasi yang memalukan secara social ; dukung dan jaga
martabat klien
f. Jaga memnyetujui, memperkuat halusinasi, ilusi dan waham
g. Gunakan teknik mengingat untuk mendorong klien menggunakan ingatan yang
lebih utuh. Misalnya gunakan album foto keluarga untuk menstimulasi ingatan
3. Hindari dan minimalkan reaksi katastropik
a. Pertahankan konsistensi rutinitas
b. Kurangi stimulus lingkungan bila klien cemas
c. Jangan menyentuh klien atau mengadakan pendekatan terlalu cepat bila klien
mengalami iritabilitas, agitasi atau curiga
d. Pertahankan sikap tenang dan mendukung bila klien beragitasi
4. Pertahankan tingkat fungsional klien untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari
a. Tingkatkan keseimbangan antara isitirahat dan aktivitas
b. Bantu klien dalam beraktivitas
c. Bantu klien toileting sesuai jadwal
d. Pertahankan diet yang seimbang dan pastikan asupan cairan yang adekuat
E. EVALUASI
1. Klien menunjukkan berkurangnya ansietas dan bertambahnya rasa aman dalam
lingkungan yang terstruktur.
2. Klien mempertahankan tingkat orientasi yang maksimal sesuai kemampuannya.
3. Klien mempertahankan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
4. Klien menahan diri dari ekspresi perilaku yang tidak disadari
5. Anggota keluarga menggunakan semua pelayanan bantuan dan sumber daya
masyarakat yang tersedia

Anda mungkin juga menyukai