Anda di halaman 1dari 23

1.1.

Pendahuluan

Malaria masih merupakan penyakit infeksi yang menjadi perhatian World


Health Organization (WHO) untuk dapat dilakukan eradikasi. Sebagian besar
daerah di Indonesia masih merupakan wilayah endemik malaria, antara lain
Indonesia kawasan Timur seperti Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi,
Kalimantan dan bahkan beberapa daerah di Sumatera seperti Lampung, Bengkulu,
Riau. Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak
balita, ibu hamil. Selain itu malaria secara langsung dapat menyebabkan anemia
dan menurunkan produktivitas kerja. Berdasarkan stratifikasi wilayah endemis
malaria, Indonesia kawasan Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi,
beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera masuk stratifikasi sedang,
namun Jawa, Bali masuk dalam stratifikasi rendah namun masih terdapat beberapa
desa/fokus malaria.
Annual Parasite Incidence (API) di Indonesia dari tahun 2008-2009
menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk. Bila
dilihat per provinsi dari tahun 2008-2009, provinsi dengan API tertinggi adalah
Papua Barat, NTT dan Papua. Menurut laporan WHO, secara epidemiologi
populasi penderita malaria di Indonesia pada tahun 2012 dengan stratifikasi High
transmission (>1 kasus per 1000 penduduk) sebesar 17%, Low transmission (0-1
kasus per seribu penduduk) sebesar 44% dan bebas malaria sebanyak 39%.
Menurut Hendrik L. Blum, status kes-ehatan dipengaruhi oleh empat faktor
yang sal-ing berhubungan dan saling mempengaruhi. Empat faktor tersebut adalah
faktor lingkun-gan, perilaku, pelayanan kesehatan dan ketu-runan. Pembangunan
kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat yaitu hak
untuk memperoleh akses ter-hadap pelayanan kesehatan. Kinerja pelayanan
kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya peningkatkan kualitas
kesehatan penduduk. Pelayanan kesehatan merupakan fak-tor langsung yang
berhubungan dengan kejadi-an penyakit infeksi (morbiditas).4 Faktor risiko
individual yang diduga berperan untuk terjadinya infeksi malaria adalah usia, jenis
kelamin, genetik, aktivitas keluar rumah pada malam hari dan faktor risiko

1
kontekstual adalah lingkungan perumahan, keadaan musim, sosial ekonomi, dan
lain-lain.
Penyediaan fasilitas pelayanan kesehat-an yang bermutu secara merata dan
terjangkau merupakan salah satu upaya dalam meningkat-kan akses masyarakat ke
fasilitas pelayanan ke-sehatan. Ketersediaan fasilitas tentunya harus ditopang
dengan tersedianya tenaga kesehatan yang merata dengan jumlah yang cukup serta
memiliki kompetensi yang tinggi. Derajat kes-ehatan masyarakat yang masih
rendah diakibat-kan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan, hal ini
dipengaruhi oleh berbagai fak-tor antara lain kemampuan ekonomi yang lemah
dibandingkan dengan yang tinggi, daya jangkau pelayanan operasi yang masih
rendah, kurangnya pengetahuan masyarakat, tingginya biaya oper-asi, ketersediaan
tenaga dan fasilitas kesehatan yang masih terbatas
1.2. Pengertian Malaria
Malaria adalah kata yang berasal dari bahasa Italia, yang artinya mal : buruk
dan area : udara, jadi secara harfiah berarti penyakit yang sering timbul di daerah
dengan udara buruk akibat dari lingkungan yang buruk. Selain itu, juga bisa
diartikan sebagai suatu penyakit infeksi dengan gejala demam berkala yang
disebabkan oleh parasit Plasmodium (Protozoa) dan ditularkan oleh nyamuk
Anopheles betina. Terdapat banyak istilah untuk malaria yaitu paludisme, demam
intermitens, demam Roma, demam Chagres, demam rawa, demam tropik, demam
pantai dan ague. Dalam sejarah tahun 1938 pada Countess d’El Chincon, istri
Viceroy dari Peru, telah disembuhkan dari malaria dengan kulit pohon kina,
sehingga nama quinine digantikan dengan cinchona.
1.3. Penyebab Penyakit Malaria
1.3.1. Jenis Parasit
Penyakit malaria disebabkan oleh Protozoa genus Plasmodium. Terdapat
empat spesies yang menyerang manusia yaitu :
a. Plasmodium falciparum (Welch, 1897) menyebabkan malaria
falciparum atau malaria tertiana maligna/malaria tropika/malaria
pernisiosa.

2
b. Plasmodium vivax (Labbe, 1899) menyebabkan malaria vivax
atau malaria tertiana benigna.
c. Plasmodium ovale (Stephens, 1922) menyebabkan malaria ovale
atau malaria tertiana benigna ovale.
d. Plasmodium malariae (Grassi dan Feletti, 1890) menyebabkan
malaria malariae atau malaria kuartana.
Selain empat spesies Plasmodium diatas, manusia juga
bisa terinfeksi oleh Plasmodium knowlesi, yang merupakan
plasmodium zoonosis yang sumber infeksinya adalah kera.
Penyebab terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum
dan Plasmodium vivax. Untuk Plasmodium falciparum
menyebabkan suatu komplikasi yang berbahaya, sehingga disebut
juga dengan malaria berat
1.4. Siklus Hidup
Gambar.1.4.1. Siklus hidup

3
Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus
seksual) yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual)
yang terdapat pada manusia. Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu
ketika nyamuk mengisap darah manusia yang terinfeksi malaria yang
mengandung plasmodium pada stadium gametosit (8). Setelah itu gametosit
akan membelah menjadi mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit
(betina) (9). Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet (10).
Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista (11). Ookista ini
akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah (12) dan sprozoit
keluar dari ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk,
salah satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah
selesai.

Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan


siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat.
Sporozoit akan masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk
(1). Sporozoit akan mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga
menginfeksi sel hati (2) dan akan matang menjadi skizon (3). Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium
malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik, sedangkan
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk hipnozoit (fase
dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon
akan pecah (4) mengeluarkan merozoit (5) yang akan masuk ke aliran darah
sehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit
tersebut akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang
dan membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi (6).
Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit (7) dan
gametosit inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu
seterusnya akan berulang-ulang terus. Gametosit tidak menjadi penyebab
terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga penderita dapat
menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui (karier malaria).

4
1.5. Patogenesis
Gambar.1.2.1 Patogenesis

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena skizogoni
menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak
sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang
mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan
gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit
keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya
antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi

5
fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria
kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke
dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami
perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.
Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel,
sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.
falciparumpada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit
juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset.
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non
parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah
A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga
terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia
dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi
hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal.
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag
yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin
mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan
faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam
peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan
sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom penyakit
pernapasan pada orang dewasa

6
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-
tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen
dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit
yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga
skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi
menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung
kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan.
1.6.Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl
phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa
penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang
dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam
periodic, anemia dan splenomegaly
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
a. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari
spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P.
malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada
derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin
disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah
yang mengandung stadium aseksual).
b. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya
demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri
pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan
kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering
terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P.
malariae keluhan prodromal tidak jelas.

7
c. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria
proxym) secara berurutan:
1) Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering,
penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung
pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai
sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15
menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
2) Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi
cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih,
penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala,
nyeri retroorbital, muntah-muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini
berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau
lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3) Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh
tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita
bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria,
dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada
limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa
akan membengkak, nyeri dan hiperemis.
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P.
falciparum. pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat
dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang
menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual
dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:
(a). Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.

8
(b). Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan
hitung parasit >10.000/µl.
(c). Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa
atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi,
diserta kelainan kreatinin >3mg%.
(d). Edema paru.
(e). Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
(f). Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat
dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
(g). Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
(h). Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada
hipertermis.
(i). Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
(j). Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan
karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat
Dehidrogenase.
(k). Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat
pada pembuluh kapiler jaringan otak
1.7. Epidemiologi
Wordl Malaria Report 2015 menyebutkan bahwa malaria telah menyerang
106 negara di dunia. Komitmen global pada Melleneium Development Goals
(MDGs) menempatkan uapaya pemberantasan malaria ke dala salah satu tujuan
bersama yang harus dicapai sampai dengan tahun 2015 melalui tujuan ketujuh yaitu
memberantas penyakit HIV/AIDS, Malaria dan Tuberkulosis. Dari Sustainable
Development Goals (SDGs). Upaya pemberantasan malaria tertuang dalam tujuan
ketiga yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mengupayakan kesajateraan bagi
semua orang dengan sampai tahun 2030.
Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan dengan Annual Parasite
Incidence (API) per tahun. API merupakan jumlah kasus positif malaria per 1.000
penduduk dalam satu tahun. Tren API secara nasional pada tahun 2011 hingga 2015

9
terus mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan keberhasilan program
pengendalian malaria yang dilakukan baik oleh pemerintah pusat, daerah,
masyarakat dan mitra terkait
Gambar.1.7.1. Tren API Malaaria di Indonesia Tahun 2011-2015

Jika dilihat secara provinsi pada tahun 2015, tampak bahwa wilayah timur
Indonesia masih memiliki angka API tertinggi, sedangkan DKI Jakarta dan Bali
memiliki angka API nol dan sudah masuk dalam kategori provinsi bebas malaria

10
Gambar. 1.7.2. Annual Parasitee Incidence (AP) Tahun 2015 menurut
Provinsi

Sebaran kasus malaria di indonesia dari jumlah dan persentase kabupaten/kota endemis.
Berikut ini peta endemis malaria kabupaten/kota di Indonesia tahun 2012-2015 di
Indoneisa

Gambar. 1.7.3. Endemisitas Malaria di Indonesia Tahun 2012-2015

Pada gambar tersebut kasus malaria lebih banyak terkonsentrasi di wilayah


timur. Kabupaten/kota endemis di wilayah Kalimantan dan Sulawesi menunjukkan

11
adanya penurunan dalam empat tahun terkahir . Berikut kencenderungan jumlah
dan persentase kabupaten/kota endemis di Indoneisa tahun 2012-2015

Gambar. 1.7.4. Presentase Kabupaten/Kota Endemis Malaria di


Indonesa Tahun 2011-2015

Gambar diatas menunjukan bahwa kab/kota endemis tinggi mengalami sedikit


penruan. Sedangkan presentase kabupateen/kota endemis sedang dan rendah
mengalami peningkatan dari tahun 2011-2015.
Hasil Riset Kesehatan tahun 2013 menunjukkan bahwa penduduk dengan deskripsi
karakteristik tertentu memiliki malaria yang lebih tinggi dibandingkan penduduk
pada kelompok lainnya

12
Gambar. 1.7.5. Prevaalensi Malaria Menurut Karakteristik Peekerjaan, Tempat
Tinggal, dan Kelompok umur, Berdasarkan Riskesdas Tahun 2013

Prevalensi malaria pada gambar diatas merupakan prevalensi dengan kreteria


diagnosis maupun gejala. Dengan demikian, prevalensi yang dimaksud adalah
kasus yang memenuhi gejala maupun kasus yang telah didiagnosa malaria. Bahwa
karakteristik tempat tinggal di perdesaan memiliki prrevalensi yang lebih tinggi
7,1% terdapat prevalensi penduduk perkotaan yang tinggal di perdesaan memiliki
prevalensi yang lebih tinggi yaitu 7,1% terdapat prevalensi penduduk perkotaan
yang sebesar 5%. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa habitat vektor malaria adalah
wilayah perdesaan. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin
sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat
dibanding laki-laki..Laki-laki lebih memungkinkan berisiko terkena malaria sebab
aktivitasnya berhubungan dengan lingkungan, bertani, beternak, mengelola
tambak yang merupakan habitat dari nyamuk vektor
Berdasarkan karakteristik pekerjaan, menunjukkan bahwa populasi
pekerjaan petani/nelayan/buruh memiliki prevalensi tertinggi yaitu 7,8%. Jenis
pekerjaan tersebut memang memiliki probabilitas untuk terpapar dengan vektor
malaria lebih besar dengan jenis pekerjaan yang lain. Berdasarkan kelompok

13
umur dapat diketahui bahwa kelompok umur 25-34 tahun memiliki prevalensi
tertinggi. Hal ini dapat diasumsikan umur tersebut merupakan usia produktif
sehingga memiliki probabilitas lebih tinggi untuk tertular malaria melalui gigitan
nyamuk di luar rumah.
1.8. Tata laksana Kasus Malaria
Tatalaksana kasus malaria harus mengikuti kaidah yang telah ditentukan oleh
pemerintah melalui Kementerian Kesehatan. Penemuan kasus malaria dilakukan
berdasarkan gelaja klinis, melalui pemeriksaan darah dan pemeriksaan lainnya
teerhadap orang yang menunjukkan gejala klinis malaria tersebut. Pemeriksaan
sediaan darah dilakukan dengan konfirmasi laboratorium menggunakan mikroskop
maupuun Rapid Diagnostik Test (RDT) dari semua suspek yang ditemukan
Gambar. 1.8.1. Tren Pemeriksaan Sediaan Darah Tahun 20111-2015

Dari gambar diatas terjadi peningkatan persentase pemeriksaan sedian darah


secara bertahap . pada tahun 2015 sudah mencapai 99% dan telah melampaui target
yaitu 95%. Hal ini menunjukkan bahwa hampir setiap kasus malaria dilakukan
pemeriksaan darah di laboratorium.
Kasus yang dinyatakan positif malaria berdasarkan hasil laboratorium harus
mendapatkan pengobatan Artemisnin-Based Combination Therapy (ACT).
Penderita malaria yang dinyatakan positif tanpa komplikasi juga harus menjalani
pengobatan dengan ACT dan dditambah dengan primakuin sesuai dengan jenis
plasmodiumnya. ACT merupakan obat efektif untuk pengobatan malaria

14
dibandingkan dengan klorokuin, karena plasmodium terbukti telah memiliki
resistensi terhadap klorokuin Dalam mengukur keberhasilan pengobatan ACT,
digunakan indikator presentase penderita positif mendapatkan pengobatan ACT .

Gambar. 1.8.2. Presentase Penderita Positif Malariaa Mendapat Pengobatan


ACT di Inddonesia Rahun 20110-2015

Presentase penderita positif malaria mendapatkan pengobatan ACT menunukkan


kualitas pengobatan malaria . pada tahun 2011 terdapat peningkatan signifikan
pengobatan ACT dari 4,7% menjadi 82%. Angka ini kemudian terus meningkat
hingga mencapai 90% ada tahun 2015. Pencapaian pada tahun 2015 telah
memenuhi target sebesar 85%.

Insiden Malaria pada penduduk Indonesia tahun 2013 adalah 1,9 persen menurun
dibanding tahun 2007 (2,9%), tetapi di Papua Barat mengalami peningkatan tajam
jumlah penderita malaria (gambar 3.4.7). Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0
persen. Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua (9,8%
dan 28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%), Papua Barat (6,7% dan
19,4%), Sulawesi Tengah (5,1% dan 12,5%), dan Maluku (3,8% dan 10,7%) (tabel
3.4.9). Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria di
atas angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia Timur. Provinsi di Jawa-
Bali merupakan daerah dengan prevalensi malaria lebih rendah dibanding provinsi

15
lain, tetapi sebagian kasus malaria di Jawa-Bali terdeteksi bukan berdasarkan
diagnosis oleh tenaga kesehatan.

Gambar. 1.8.3. Insiden Malaria menurut Provinsi Tahun 2007-2013

Gambar . 1.8.4. Proporsi malaria dengan pemeriksaan RDT sesuai spesies parasit
menurut Tempat tinggal karakteristik, Indonesia 2013

0.8
0.6
0.4
Perkotaan
0.2
0 Perdesaan
Indonesia

16
Gambar . 1.8.5. Proporsi malaria dengan pemeriksaan RDT sesuai spesies
parasit menurut umur karakteristik, Indonesia 2013

1.5
1 1-9 Tahun
0.5 10-14 Tahun
0 ≥ 15 Tahun
Indonesia

menunjukkan proporsi malaria berdasarkan spesies parasit malaria yang


menginfeksi, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax atau infeksi
campuran (P. falciparum dan P. vivax). Walaupun secara keseluruhan besarnya
infeksi P. falciparum sama dengan P. vivax, berdasarkan pengelompokan umur
didapatkan bahwa infeksi P. falciparum terlihat lebih dominan dengan angka
kesakitan pada anak berumur 1-9 tahun sebesar 1,2 persen. Berdasarkan lokasi
tempat tinggal didapatkan bahwa di daerah perkotaan infeksi dengan P. vivax
(0,5%) lebih tinggi dibandingkan infeksi P. falciparum (0,3%), sebaliknya di
daerah perdesaan didapatkan infeksi P. falciparum lebih tinggi.

1.9. Program Eliminasi Malaria


Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor 293 Tahun 2009 tentang
Eliminasi Malaria di Indonesia adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan
malaria setempat dalam satu wilayah tersebut dan bukan berarti tidak ada kasus
malaria impor serta tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut, sehingga tetap
dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untu menceegah penularan kembali
Upaya eliminasi malaria dilakukan secara bertahap dari Kab/Kota, Provinsi
dari satu pulau ke beberapa pulau hingga pada akhirnya mencakup seluruh

17
Indonesia. Tahap-tahap eliminasi malarria terdiri dari akselerasi, intensifikasi, pre
eliminasi dan pemeeliharaann (yang dinyatakan eliminasi)
Sebagai upaya untuk mewujudkan eliminasi malaria, Kementerian Kesehatan
menyusun Strategi Spesifik Program Malaria untu Percepatan Eliminasi Malaria,
yaitu terdiri dari :
a. Akselerasi
Strategi akselerasi dilakukan secara menyeluruh di wilayah Endemis
Tinggi Malaria, yaitu Papua, Papua Barat, Maluku Utara dan NTT.
Kegiatan yang dilakukkan adalah kampanye kelambu anti nyamuk
massal, penyemprotan dinding rumah di seluruh desa dengan API>40%
dan penemuan dini-pengobatan tepat
b. Intensifikasi
Strategi intensifikasi merupakan upaya pengendalian di luar kawasan
timur Indonesia seperti di daerah tambang, pertanian, kehutan,
trasnmigrasi, dan pengungsian. Kegiatan yang dilakukan adalah
pemebrian kelambu anti nyamuk di daerah berisiko tinggi, penemuan
dini-pengobatan tepat, penyemprotan dinding rumah pada lokasi KLB
Malaria, dan penemuan kasus aktif
c. Eliminasi
Strategi eliminasi dilakukan pada daerah renddah. Kegiatan yang
dilakkan adalag penemuan dini-pengobatan tepat, pengguatan surveilans
migrasi, surveilans daerah yang rawan perindukan vektor (reseptif),
peneluan kasus aktif (Mass Blood Survey) dan penguatan rumah sakit
rujukan
Salah satu upaya percepatan eliminasi malaria adalah pemberian kelambu
anti nyamuk terutama bagi daerah endemis tinggi denga target 80%
penduduk di daerah tersebut mendapatkannya. Sedangkan untuk daerah
endemis sedang, kembu dibagikan hanya kepada kelompok berisiko
tinggi yaitu ibu hamil dan bayi .

18
Gambar. 1.9.1. Caakupan Distribusi Kelambu di Daerah Endemis di
Indonesia Tahun 2010-2014

Distribusi kelambu setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hingga


tahun 2015, distribusi kelambu pada daerah endemis tinggi mencapai
85% dan daerah kawasan timur Indonesia telah mencapai 100%. Masa
penggunaan kelambu adalah 3 tahun sehingga harus ada penggantian
kelambu unttuk meningkatkan dan mempertahankan cakupan distrribusi

19
POKOK KEGIATAN DALAM ELIMINASI MALARIA

1. Penemuan dan tatalaksana penderita

20
2. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko.

21
3. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah.

22
4. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).

5. Peningkatan sumber daya manusia

23

Anda mungkin juga menyukai