Anda di halaman 1dari 16

PATOFISIOLOGI KANKER DAN HIV/AIDS

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan paliatif

Disusun oleh:

1. Ariyani Istinovami (A11601248)


2. Ashar Fauzi (A11601251)
3. Bagus Noor Farid S (A11601253)
4. Bayu Nur Wachid (A11601254)
5. Dewi Aisyah (A11601262)
6. Dewi Fitriani (A11601264)
7. Dewi Musika Sari (A11601265)
8. Dian Nisa Pambudiningtyas (A11601268)
9. Dian Nita Sari (A11601269)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Acquired immunodefiency syndrome (AIDS) merupakan penyakit kronik


progresif yang disebabkan human immunodeficiency virus (HIV), menyebabkan
morbiditas secara signifikan dan masih belum dapat diobati, dan untuk sebagian
orang berakibat fatal. HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan, yang
secara alami dimiliki tubuh manusia, sehingga melemahkan kemampuan tubuh
untuk melawan infeksi dan penyakit. Angka estimasi penderita HIV dan AIDS di
seluruh dunia adalah 36.9 juta sampai saat ini, dengan perkiraan 2 juta kasus baru
dan 1.2 kematian per tahun (Putri Ariani, 2017).

Saat terjadi epidemi, infeksi HIV menyebabkan vonis kematian yang


cepat. Penanganan infeksi oportunistik dan perawatan pasien stadium terminal
merupakan fokus utama tatalaksana penyakit HIV. Tahun 1996, era highly active
antiretroviral therapy (HAART) dimulai dengan mengenalkan kekuatan obat
protease inhibitor (PI) yang aktif melawan HIV dan secara signifikan
memperlambat perjalanan penyakit. Sejak saat itu, secara cepat terjadi perubahan
dimana mulai dikembangkan regimen dengan pil bentuk kecil yang dapat diterima
oleh pasien; dan sampai saat ini terdapat lebih dari 35 obat-obatan dalam 5
kategori agen antiretroviral, umumnya dengan dosis satu kali per hari, dan
terdapat obat dengan formulasi kombinasi.

World Health Organization (WHO) 2013 menyatakan kanker menjadi


penyebab kematian nomor dua di dunia sebesar 13% setelah penyakit
kardiovaskuler. Diperkirakan tahun 2030 insidens kanker mencapai 26 juta orang
dan 17 juta diantaranya meninggal akibat kanker (Kemenkes, Mediakom, edisi 5),
2015). Di Indonesia berdasarkan data riskesdas tahun 2013 prevalensi tumor/
kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk atau sekitar 330.000 orang.
Kanker merupakan penyebab kematian no 7 di Indonesia. Penderita kanker
tertinggi di Indonesia adalah kanker payudara dan kanker leher rahim (Kemenkes,
Mediakom, edisi 5). Berdasarkan sistem informasi RS (SIRS). Jumlah penderita
rawat jalan maupun rawat inap pada kanker payudara terbanyak yaitu 12014 orang
(28,7%) dan kanker serviks 5,349 orang (12,8%).

Kanker memiliki berbagai macam jenis dengan berbagai akibat yang


timbul. Ancaman kematian dan penurunan kualitas hidup membayangi jutaan
penderita kanker. Menurut Persatuan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (2005) yang
dikutip oleh Lutfa (2008), penatalaksanaan/ pengobatan utama penyakit kanker
meliputi pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan hormonterapi. Pembedahan
dilakukan untuk mengambil massa kanker dan memperbaiki komplikasi yang
mungkin terjadi. Tindakan radioterapi dilakukan dengan sinar ionisasi untuk
menghancurkan kanker. Kemoterapi dilakukan untuk membunuh sel kanker
dengan obat antikanker (sitostatika). Sedangkan hormonterapi dilakukan untuk
mengubah lingkungan hidup kanker sehingga pertumbuhan sel-selnya terganggu
dan akhirnya mati sendiri. Keberhasilan pengobatan ini tergantung dari ketentuan
penderita dalam berobat dan tergantung pada stadiumnya.

Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan


meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan
lain, memberikan dukungan psikososial dan spiritual mulai saat diagnosis
ditengakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan
atau berduka.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kanker
1. Pengertian

Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel


jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya, sel-sel
kanker ini dapat menyebar ke bagian-bagian tubuh lainnya sehingga dapat
menyebabkan kematian. Umumnya sebelum kanker meluas atau merusak jaringan
di sekitarnya, penderita tidak merasakan keluhan ataupun gejala. Bila sudah ada
keluhan atau gejala, biasanya kanker sudah masuk tahap lanjut (Yayasan Kanker
Indonesia, 2016).

2. Etiologi
a. Zat-Zat Karsinogenik
1) Karsinogenik Kimia

Aromatik amine dikenal sebagai penyebab kanker traktus urinarius. Benzene


dianggap berhubungan dengan terjadinya leukemia akut. Jelaga batubara,
anthracene, creosota dihubungkan dengan kanker kulit, larynx dan bronkhus.
Asbestos sering menyebabkan mesothelioma pada pekerja tambang dan pekerja
kapal.

2) Karsinogenik Fisik

Karsinogenik fisik yang utama adalah radiasi ion. Pada pekerja yang melakukan
pengecatan radium pada lempeng arloji dijumpai adanya perkembangan ke arah
kanker tulang. Kanker tiroid banyak dihubungkan dengan adanya irradiasi leher
pada masa anak-anak. Selain itu, bagi korban yang berhasil hidup akibat
meledaknya bom atom memberi gejala ke arah leukemia. Sinar ultraviolet
dianggap sebagai penyebab meningginya insidensi kanker kulit pada pelaut atau
petani, yang biasanya berhubungan dengan sinar matahari secara berlebihan.
Pekerja di bagian radiologi yang sering terkena X-ray mempunyai kecenderungan
untuk mendapat kanker kulit. Contoh lain dari karsinogen fisik adalah iritasi
mekanik, misalnya iritasi kronis yang dihubungkan dengan perkembangan kanker
seperti degenerasi ganas dari scar luka bakar yang lama yang disebut Marjolin`s
ulcer.

3) Drug- Induced Cancer

Penggunaan alkilator seperti melphalandan cyclophosphamide diketahui


menyebabkan leukemia dan kanker kandung kemih. Estrogen dianggap sebagai
penyebab adenokarsinoma vagina, kanker endometrium. Imunosupresive seperti
azathioprine dihubungkan dengan limfoma, kanker kulit dan kanker ganas
jaringan lunak.

b. Virus-Virus Onkogenik

Dikenal dua jenis virus yang dapat menyebabkan keganasan yaitu: RNA virus
dan DNA virus. RNA virus menyebabkan leukemia, sarkoma dan urinari
papiloma serta kanker payudara. DNA virus dianggap sebagai penyebab kanker:
Eipstein Barr virus, papilloma virus, Hepatitis B virus. Eipstein Barr virus (EBV)
dianggap sebagai penyebab dari kanker nasofaring. Hepatitis B virus
berhubungan dengan hepatocelluler carcinoma primer.

c. Faktor Herediter

Pada penelitian hewan percobaan, faktor genetik juga dianggap penting sebagai
penyebab keganasan setelah faktor kimia dan faktor fisik. Misalnya,
perkembangan kanker pada manusia ditunjukkan ketika tipe kanker yang sama
terdapat pada kembar identik, juga ketika kanker colon berkembang pada
anggota keluarga dengan riwayat poliposis pada keluarga tersebut.

3. Jenis-jenis kanker

Jenis-jenis kanker yaitu: karsioma, limfoma, sarkoma, glioma, karsinoma in


situ.
Karsinoma merupakan jenis kanker berasal dari sel yang melapisi permukaan
tubuh atau permukaan saluran tubuh, misalnya jaringan seperti sel kulit, testis,
ovarium, kelenjar mucus, sel melanin, payudara, leher rahim, kolon, rektum,
lambung, pancreas.
Limfoma termasuk jenis kanker berasal dari jaringan yang membentuk darah,
misalnya sumsum tulang, lueukimia, limfoma merupakan jenis kanker yang tidak
membentuk masa tumor, tetapi memenuhi pembuluh darah dan mengganggu
fungsi sel darah normal.
Sarkoma adalah jenis kanker akibat kerusakan jaringan penujang di
permukaan tubuh seperti jaringan ikat, sel-sel otot dan tulang. Glioma adalah
kanker susunan saraf, misalnya sel-sel glia(jaringan panjang) di susunan saraf
pusat.
Karsinoma in situ adalah istilah untuk menjelaskan sel epitel abnormal yang
masih terbatas di daerah tertentu sehingga dianggap lesi prainvasif (kelainan/ luka
yang belum menyebar).
4. Pengobatan
a. Pembedahan
Pembedahan adalah cara lama yang hingga saat ini masih
digunakan dalam menangani penderita kanker. Namun demikian
cara pembedahan tidak senantiasa memberikan hasil sebagaimana
yang diharapkan dalam arti penyembuhan misalnya pada
penderita yang mengalami metastase, resiko operasi lebih besar
daripada kankernya dan penderita yang cacat pasca bedah. Pada
umumnya pembedahan dilakukan pada penderita-penderita
dengan tumor primer yang masih dini atau pengobatan paliatif
dekompresif. Akan tetapi diluar keganasan hematologi untuk
semua penderita kanker seyogyanya berkonsultasi terlebih dahulu
dengan ahli bedah sebelum melakukan tindakan lebih lanjut.
b. Radioterapi
Radioterapi umumnya dilakukan apabila secara lokal-regional
pembedahan tidak menjamin penyembuhan atau bilamana
pembedahan radikal akan mengganggu struktur serta fungsi dari
organ yang bersangkutan. Berhasil tidaknya radiasi yang akan
diberikan tergantung dari banyak faktor antara lain sensitivitas
tumor terhadap radiasi, efek samping yang timbul, pengalaman
dari radioterapist serta penderita yang kooperatif. Seperti halnya
pembedahan, radiasipun bisa bersifat kuratif ataupun paliatif
misalnya pada penderita-penderita metastase tulang atau sindroma
vena cava superior.
c. Kemoterapi
Pola berpikir dahulu penggunaan kemoterapi adalah untuk
penderita kanker yang sifatnya sistemik seperti leukemia atau
penderita yang mengalami metastase setelah pengobatan primer
baik pembedahan maupun radiasi. Namun demikian saat ini telah
banyak diketahui. Bahwa pada penderita kanker sering terjadi
mikrometastase yang timbul secara dini yaitu pada penderita-
penderita kanker payudara yang disertai pembesaran kelenjar
aksiler, pada kanker yang sangat besar serta sistologis mempunyai
derajat keganasan yang sangat tinggi. Disinilah peran tambahan
dari penggunaan kemoterapi. Pemberian kemoterapi dapat pula
bersifat kuratif maupun paliatif dan dapat pula berperan sistemik
maupun regional. Kemoterapi paliatif terutama diberikan pada
penderita kanker stadium lanjut yang tujuannya bukan
penyembuhan tapi peningkatan kualitas hidup. Oleh karenanya
dalam memberikan kemoterapi paliatif harus dipikirkan benar-
benar dengan mempertimbangkan respect for outonomy (segala
keputusan terletak pada penderita), beneficial (yang kita berikan
yakin bermanfaat), non malificent (yang kita berikan tidak
membahayakan) dan justice (bijaksana). Lama pemberian
kemoterapi paliatif berbeda dengan kemoterapi kuratif. Untuk
kemoterapi paliatif evaluasi dilakukan setelah siklus kedua.
Bilamana setelah siklus kedua memberi respon yang baik
kemoterapi dapat dilanjutkan hingga 1 tahun. Apabila tidak
memberi respon bahkan merugikan (efek samping yang terlalu
berat) perlu dipertimbangkan untuk dihentikan.
d. Pengobatan kombinasi
Hal yang paling sering dijumpai adalah cara pengobatan
kombinasi baik pembedahan, radiasi ataupun kemoterapi. Oleh
karena itu, penanganan kanker yang paling baik adalah bilamana
dilaksanakan secara terpadu antara “surgical oncologist –
radiation oncologist – medical oncologist.
B. HIV/AIDS
1. Pengertian
Acquired immunodefiency syndrome (AIDS) merupakan penyakit kronik
progresif yang disebabkan human immunodeficiency virus (HIV), menyebabkan
morbiditas secara signifikan dan masih belum dapat diobati, dan untuk sebagian
orang berakibat fatal. HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan, yang
secara alami dimiliki tubuh manusia, sehingga melemahkan kemampuan tubuh
untuk melawan infeksi dan penyakit (Putri Ariani, 2017).
2. Etiologi
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang
dapat berakibat fatal. Padahal, penyakit-penyakit tersebut misalnya berbagai virus,
cacing, jamur protozoa, dan basil tidak menyebabkan gangguan yang berarti pada
orang yang sistem kekebalannya normal. Selain penyakit infeksi, penderita AIDS
juga mudah terkena kanker. Dengan demikian, gejala AIDS amat bervariasi. Virus
yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV (Human Immuno-deficiency
Virus).
3. Perjalanan penyakit HIV/AIDS
a. Fase Pertama
Fase dimana tubuh sudah terinfeksi HIV, gejala dan tanda belum
terlihat jelas, kadang kala timbul dalam bentuk influenza, tetapi
sudah dapat menulari orang lain. Fase ini dikenal dengan periode
jendela (window period)
b. Fase Kedua
Berlangsung sampai 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Hasil tes
darah terhadap HIV sudah positif tetapi belum menunjukkan
gejala-gejala sakit. Orang ini dapat menularkan HIV kepada orang
lain.
c. Fase Ketiga
Mulai muncul gejala-gejala penyakit terkait dengan HIV seperti :
1) Keringat dingin berlebihan pada waktu malam
2) Diare terus menerus
3) Perkembangan kelenjar getah bening
4) Flu tidak sembuh-sembuh
5) Nafsu makan berkurang
6) Berat badan terus menurun , yaitu 100% dari berat badan awal
waktu 1 bulan
d. Fase Keempat
Pada fase ini kekebalan tubuh berkurang dan timbul penyakit
tertentu yang disebut infeksi oportunistik sepeti:
1) Kanker kulit yang disebut dengan sarcoma kaporsi
2) Infeksi paru-paru (TBC)
3) Infeksi usus yang menyebabkan diare terus-menerus
4) Infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental, sakit
kepala, dan sariawan.
5) Penurunan berat badan lebih dari 100%
PATHWAY KANKER

Psikologis KANKER Penekanan sel Nyeri


Ca. pada saraf

Kurang Pengobatan
pengetahuan
Mulut kering
Eksternal Radiasi Stomatitis
Cemas/takut

Kulit merah Nafsu makan ↓


atau kering

Nutrisi kurang
Muncul
stressor
Kelemahan

Mempengaruhi
kualitas hidup

Pengobatan Kualitas hidup


tidak maksimal meningkat

Paliatif Care : Pasien hiudp dengan


atau tanpa penyesalan
- Edukasi
- Konseling
- Sistem kesehatan Pasien termotivasi untuk
- Pemberian
memperbaiki kualitas hidup
pelayanan
kesehatan
PATHWAY HIV/AIDS

Replikasi dan pekembangan HIV


dalam tubuh

HIV menginfeksi sel-sel T- Aliran darah membawa HIV ke


helper dan CD4 pembuluh darah perifer di usus

Reaksi inflamasi Gangguan keseimbangan flora


normal di usus (E. Coli)
Hipertermi
Penyerapan air di usus terganggu

Imunitas tubuh ↓ Diare

Candidiasis
Fatigue Muncul distress

Intake ↓
Mempengaruhi
kualitas hidup
Metabolisme ↓

Pengobatan tidak
Produksi energi ↓ Kelemahan maksimal

Pasien termotivasi untuk Paliatif care :


memperbaiki kualitas hidup
- Edukasi
- Konseling
- Sistem kesehatan
Pasien dapat bertahan hidup - Pemberian
secara maksimal pelayanan
kesehatan
- Pedoman khusus
untuk populasi
rentan
C. Keperawatan Paliatif pada Pasien Kanker dan HIV/AIDS
Dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif hal yang harus dimiliki oleh
seorang perawat adalah kompetensi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill)
dan sikap (attitude).

Perawatan paliatif meliputi :


1. Mengurangi atau menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu
2. Membuat pasien mengerti bahwa proses hidup dan mati adalah sesuatu
yang wajar
3. Tidak bermaksud untuk mempercepat ataupun menunda kematian
4. Mengintergasikan aspek psikologi dan spiritual dari perawatan pasien
5. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu pasien hidup seaktif
mungkin sampai saat kematian
6. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga agar dapat
menerima kenyataan dan menyikapi penyakit pasien dengan baik
7. Menggunakan pendekatan kelompok untuk mengetahui kebutuhan pasien
dan keluarganya, termasuk konseling
8. Meningkatkan kualitasa hidup dan dapat juga mempengaruhi perjalanan
penyakit secara positif
9. Dapat diterapkan dini saat perjalanan penyakit, digabung dengan terapi
lainnya yang berusaha untuk memperpanjang hidup, seperti kemoterapi
dan radioterapi, termasuk usaha untuk mengetahui dan mengatasi
komplikasi klinin yang mengganggu.
10. Berikan informasi sebenar benarnya pada klien agar klien mengetahui
tentang penyakit yang dideritanya. Dan berikan informasi sejujur jujurnya
tanpa melukai perasaan klien.
11. Konseling pasien AIDS dan HIV bertujuan sebagai tindakan memelihara
kemampuan berkomunikasi pasien agar mampu untuk bersosialisasi
kembali dalam lingkungan bermasyarakat. Perasan minder, tidak percaya
diri, takut akan ditolak keberadaannya, meningkat resiko cara penularan
AIDS serta takut mendapatan komentar yang menyakiti hati merupakan
serangkaian kepanikan yang sering dialami oleh pasien HIV dan AIDS.
Faktor-faktor yang perlu dikaji pada pasien yang memerlukan perawatan
paliatif :
1. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada
berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain
perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit,
tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
2. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi
terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada
pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan
apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul
pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan
harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi
pada klien terminal.
3. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah
tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang
kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa
pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien
mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa
dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
4. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses
kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya.
Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak
akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini
apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani
disaat-saat terakhirnya.
Komponen-komponen perawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS adalah:
1. Penilaian kebutuhan fisik, emosional, sosial dan spiritual pasien maupun
keluarga, meliputi: skrining nyeri dan gejala fisik lain (termasuk efek
samping obat antiretroviral) dan skrining kesehatan mental serta
kebutuhan dukungan sosial.
2. Mengobati gejala berdasarkan temuan medis.
3. Memberikan kebutuhan kesehatan mental dan dukungan sosial
berdasarkan kapasitas pelayanan.
4. Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai kebutuhan dalam
keahlian perawatan diri dan jangka panjang.
5. Melakukan follow-up dan membantu membuat rujukan apabila
dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, K. Putri. (2017). Integrasi Perawatan Paliatif pada HIV/AIDS.


Dokter Sehat . (2015). Pengertian HIV dan AIDS. Dalam
https://doktersehat.com/pengertian-hiv-dan-aids/ diakses pada tanggal 15
Oktober 2018 jam 15.00.
Pasarib, E. Taris. (2008). Epidemiologi dan Etiologi Kanker. Majalah Kedokteran
Nusantara.
Yayasan Kanker Indonesia .(2016). Tentang Kanker. Dalam
http://yayasankankerindonesia.org/tentang-kanker diakses pada tanggal 15
Oktober 2018 jam 15.00.

Anda mungkin juga menyukai