Anda di halaman 1dari 10

SASARAN KESELAMATAN PASIEN (SKP)

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah manajemen keperawatan

Disusun oleh :

1. Aditya Restu P (A11601230)


2. Agung Wicaksono (A11601233)
3. Aminatun Chasanah (A11601239)
4. Anggit Risma H (A11601241)
5. Annurul Azza (A11601246)
6. Ashar Fauzi (A11601251)
7. Desi Yulianah (A11601258)
8. Dian Ayu K (A11601266)

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

GOMBONG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis


obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit
yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis
(medical errors). Menurut Institute of Medicine, medical error didefinisikan
sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of
execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning).
Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis
yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu.,
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan
(yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan
medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien,
bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD)
(RST, 2018).

Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius
tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum
obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan,
diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya) (RST, 2018).

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu


kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien
(RST, 2018).
BAB II

PEMBAHASAN

Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk


mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak
terhadap pelayananan kesehatan. Sejak malpraktik menggema di seluruh belahan
bumi melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik hingga ke jurnal-
jurnal ilmiah ternama, dunia kesehatan mulai menaruh kepedulian yang tinggi
terhadap isu keselamatan pasien. Program keselamatan pasien adalah suatu usaha
untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sering terjadi
pada pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien
itu sendiri maupun pihak rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain beban kerja perawat yang tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat,
penggunaan sarana kurang tepat dan lain sebagainya (Nursalam, 2014).

Indikator keselamatan pasien (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi


areaarea pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut,
misalnya untuk menunjukkan:

1. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu;


2. Bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau
terapi sebagaimana yang diharapkan;
3. Tingginya variasi antar rumah sakit dan antarpemberi pelayanan;
4. Ketidaksepadanan antarunit pelayanan kesehatan (misalnya, pemerintah
dengan swasta atau urban dengan rural).

Angka Kejadian Dekubitus

Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan masalah serius yang
sering tejadi pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien
stroke, cedera tulang belakang atau penyakit degeneratif. Adanya dekubitus yang
tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan masa perawatan pasien menjadi
panjang dan peningkatan biaya rumah sakit. Oleh karena itu perawat perlu
memahami secara komprehensif tentang dekubitus agar dapat memberikan
pencegahan dan intervensi keperawatan yang tepat untuk pasien yang berisiko.
Kesalahan Pemberian Obat oleh Perawat

Indikator kesalahan pemberian obat:

1. Salah pasien;
2. Salah nama, tidak sesuai dengan medical record;
3. Salah waktu : terlambat pemberian obat (30 menit setelah
jadwal); terlalu cepat (30 menit sebelum jadwal); obat stop tetap
dilanjutkan;
4. Salah cara (rute): oral, iv, im, sc, supp, drip;
5. Salah dosis: dosis yang diberikan menjadi berlebih atau kurang dari yang
di resepkan dokter;
6. Salah obat: obat yang diberikan tidak sesuai dengan resep dokter;
7. Salah dokumentasi: dokumentasi tidak sesuai dengan yang dilaksanakan.

Pasien Jatuh (Patient Fall)

Pasien dikatagorikan berisiko jatuh pasien apabila mempunyai satu atau lebih
faktor berisiko jatuh pada saat pengkajian:

1. Faktor risiko intrinsik, antara lain:


a. karakteristik pasien dan fungsi fisik umum;
b. diagnosis /perubahan fisik;
c. medisasi dan interaksi obat .
2. Faktor ekstrinsik (lingkungan), antara lain:
a. tingkat pencahayaan;
b. permukaan lantai;
c. furnitur;
d. ketinggian tempat tidur, kunci tempat tidur;
e. call bell;
f. penggunaan alat bantu;
g. lama dirawat.

Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial (inos) adalah Infeksi yang didapat atau timbul pada
waktu pasien dirawat di rumah sakit. Rumah sakit merupakan suatu tempat orang
sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien
mendapatkan terapi dan perawatan untuk agar mendapat kesembuhan. Akan
tetapi, rumah sakit dapat juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit
yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus pembawa
(carier). Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah
sakit, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun
nonmedis. Mulai tahun 2001, Depkes RI telah memasukkan pengendalian infeksi
nosokomial sebagai salah satu tolak ukur akreditasi rumah sakit. Infeksi rumah
sakit (nosokomial) merupakan masalah penting di seluruh dunia dan terus
meningkat setiap tahunnya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak tenaga
kesehatan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Salah satu upayanya
adalah penerapan universal precaution (perlindungan diri). Akan tetapi
peningkatan kejadian infeksi nosokomial tetap terjadi.

Berbagai tindakan pelayanan medis dapat berisiko kepada terjadinya


infeksi nosokomial, misalnya suntikan/pengambilan darah, tindakan bedah dan
kedokteran gigi, persalinan, pembersihan cairan tubuh, dan lain-lain. Salah satu
upaya pengendalian infeksi di rumah sakit dilakukan universal precaution yang
telah dikembangkan sejak tahun 1980. Universal precaution merupakan upaya
pencegahan infeksi yang mengalami perjalanan panjang, dimulai sejak dikenalnya
infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi petugas kesehatan dan
pasien (Depkes, 2011). Unsur universal precation meliputi cuci tangan, alat
pelindung yang sesuai, pengelolaan alat tajam (disediakan tempat khusus untuk
membuang jarum suntik, bekas botol ampul, dan sebagainya), dekontaminasi,
sterilisasi, disinfeksi dan pengelolaan limbah.

Penerapan universal precaution merupakan bagian pengendalian infeksi


yang tidak terlepas dari peran masing–masing pihak yang terlibat di dalamnya
yaitu pimpinan rumah sakit beserta staf administrasi, staf medis dan nonmedis,
serta para pengguna jasa rumah sakit, misalnya pasien dan pengunjung pasien.
Pimpinan rumah sakit berkewajiban menyusun kebijakan mengenai kewaspadaan
umum dengan membuat standar operasional prosedur pada setiap tindakan,
memantau dan mengontrol pengendalian infeksi nosokomial melalui pembentukan
tim pengendalian infeksi rumah sakit, dan lain-lain. Pimpinan juga bertanggung
jawab atas perencanaan anggaran dan ketersediaan sarana untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan universal precaution. Tenaga kesehatan wajib menjaga
kesehatan atau keselamatan dirinya dan orang lain serta bertanggung jawab
sebagai pelaksana kebijakan yang ditetapkan rumah sakit.
Flebitis

Flebitis (flebitis) didefinisikan sebagai peradangan akut lapisan internal


vena yang ditandai oleh rasa sakit dan nyeri di sepanjang vena, kemerahan,
bengkak dan hangat, serta dapat dirasakan di sekitar daerah penusukan. Flebitis
adalah komplikasi yang sering dikaitkan dengan terapi IV. Ada sejumlah faktor
yang dapat berkontribusi dan meningkatkan risiko flebitis antara lain:

1. Trauma pada vena selama penusukan;


2. Cairan infus bersifat asam atau alkali atau memiliki osmolaritas tinggi;
3. Penusukan ke pembuluh darah yang terlalu kecil;
4. Menggunakan jarum yang terlalu besar untuk vena;
5. Jarum infus lama tidak diganti;
6. Jenis bahan (kateter infus) yang digunakan;
7. Riwayat pasien dan kondisi sekarang;
8. Kondisi pembuluh darah;
9. Stabilitas kanul;
10. Pengendalian infeksi.

Keselamatan Pasien (Patient Safety)

Berdasarkan Sasaran keselamatan pasien (SKP) yang dikeluarkan oleh Standar


Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 (Kemenkes, 2011) dan JCI Acredition, maka
sasaran tersebut meliputi 6 elemen berikut

1. Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien


2. Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif.
3. Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (highalert
medications).
4. Sasaran IV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi.
5. Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
6. Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh.
Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien, meliputi standar berikut.

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh


menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis (lihat juga).
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mendukung praktik identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi.

Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif (SBAR)

1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan


dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan
tersebut.
2. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktik yang konsisten dalam
melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui
telepon.

Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert


medications)

1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengatur identifikasi,


lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu
diwaspadai.
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label
yang jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict
access).

Sasaran lV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi

1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk


identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses
penandaan/pemberian tanda.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
melakukan verifikasi praoperasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-
pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,
tepat/benar, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumentasikan
prosedur sign in (sebelum induksi);“sebelum insisi/time-out” tepat
sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan dan sign out
(sebelum meninggalkan kamar operasi).
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman
proses guna memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang
dilaksanakan di luar kamar operasi.

Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene


terbaru yang baru-baru ini diterbitkan dan sudah diterima secara umum
(antara lain dari WHO Patient Safety).
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mendukung
pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan.
Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh

1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan
melakukan pengkajian ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil asesmen dianggap berisiko.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan
pengurangan cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara
tidak disengaja.
4. Kebijakan dan/atau prosedur mendukung pengurangan berkelanjutan dari
risiko cedera pasien akibat jatuh di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta : Salemba Medika.

RST. (2018). Kualitas dan Keselamatan Pasien. Didapat dari


https://www.rumahsehatterpadu.or.id/pages/kualitas-dan-keselamatan-
pasien diakses pada tanggal 28 September 2019 jam 18.30.

RSUD Prambanan. (2015). 6 Sasaran Keselamatan Pasien. Didapat dari


https://rsudprambanan.slemankab.go.id/2015/08/11/6-sasaran-
keselamatan-pasien/ diakses pada tanggal 28 september 2019 jam 18.30.

Anda mungkin juga menyukai