PENDAHULUAN
1
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostik seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnosis, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak
atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada
prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan
keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventif seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up
yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau sistem yang lain.
Pada November 1999, The American Hospital Asosiation (AHA) Board of
Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient
safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-
capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target
utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR
IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa dalam
pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004,
WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan
berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang
tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit
yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien.
Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder
rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.
2
1.2. Rumusan Masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
(suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau peringanan (suatu obat
dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotenya).
5
2.1.3 Urgensi Patient Safety
Bisnis utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan
tujuan agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali,
sehingga tidak dapat ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien
menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya risiko yang sebenarnya
dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus dijaga keselamatannya dari
akibat yang timbul karena error. Bila program keselamatan pasien tidak
dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan sehingga
meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan efisisiensi, dll.
2.1.4 Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam
Patient Safety
1) 5 isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a) keselamatan pasien;
b) keselamatan pekerja (nakes);
c) keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
d) keselamatan lingkungan;
e) keselamatan bisnis.
2) Elemen Patient Safety:
a) Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan
obat/kesalahan pengobatan)
b) Restraint use (kendali penggunaan)
c) Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d) Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e) Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f) Blood product safety/administration (keamanan produk
darah/administrasi)
g) Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h) Immunization program (program imunisasi)
6
i) Falls (terjatuh)
j) Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter
pembuluh darah)
k) Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident
reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan
pasien/pengunjung laporan kejadian)
\ 2003]
7
keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS
harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
a) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
8
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai
berikut:
Standarnya adalah:
9
(4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
(5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden,
(6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
(7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan
(8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
(9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien
Standarnya adalah:
10
(3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
b) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria
sebagai berikut:
11
dasar-dasar faktor manusia diibaratkan seperti petugas pengendalian infeksi
tapi tidak mengetahui tentang mikrobiologi.
b. Definisi yang lain dari human factor adalah studi dari hubungan saling terkait
antara manusia, instrumen, dan alat yang mereka gunakan di tempat
kerjanya, maupun di lingkungan dimana mereka bekerja.
d. Aplikasi human factor sangatlah relefan dengan patient safety yang tertanam
dalam disiplin human factor, yang merupakan ilmu dasar dari keselamatan.
Human factor bisa menunjukkan kepada kita bagaimana meyakinkan orang
lain jika kita melakukan praktik berdasarkan keselamatan, berkomunikasi
baik dengan tim, dan menyerah terimakan tanggungjawab kepada profesi
tenaga kesehatan lain.
e. Banyak pelayanan kesehatan yang tergantung pada manusia yaitu dokter dan
perawat yang menyediakan pelayanan. Orang yang ahli pada human factor
meyakini bahwa kesalahan bisa dikurangi dengan memfokuskan pada
12
pemberi pelayanan kesehatan dan mempelajari bagaimana mereka saling
berinteraksi dan bagaimana hubungan mereka dengan lingkungannya.
f. Prinsip human factor bisa diadaptasi pada berbagai lingkungan, Pada tatanan
pelayanan kesehatan misalnya mengobservasi penyebab yang mendasari dari
efek samping yang berhubungan dengan miskomunikasi dan tindakan tenaga
kesehatan ataupun pasien didalam sistem. Banyak yang berpikir jika
kesulitan komunikasi antara tim tenaga kesehatan terjadinya berdasarkan
fakta dari masing-masing tenaga memiliki sejumlah tugas yang harus
dilakukan pada satu waktu.
g. Ilmu human factor menunjukkan bahwa yang paling penting bukan jumlah
tugasnya namun sifat tugasnya yang sedang dilakukan. Dokter mungkin
menceritakan kepada mahasiswanya langkah sederhana dari operasi saat
dokter tersebut melakukan operasi namun jika kasusnya tergolong sulit,
dokter bedah tersebut tidak dapat melakukannya karena membutuhkan
konsentrasi yang lebih. Pemahaman dari human factor dan ketaatan terhadap
prinsip human factor saat ini menjadi dasar penting untuk mendisiplinkan
patient safety.
Jika tugas-tugas ini dibuat lebih mudah untuk praktisi pelayanan kesehatan,
maka dapat menyediakan asuhan pelayanan yang lebih aman. Hal ini
13
membutuhkan solusi desain yang terdiri dari software (sistem pengorderan
lewat komputer), hardware (infus pump), alat (skalpel, siringe), dan tata letak
termasuk pencahayaan dan lingkungan kerja.
i. Sebagai catatan human factor tidak secara langsung terkait manusia seperti
namanya “human factor”. Namun lebih kepada pemahaman akan
keterbatasan manusia dan mendesain tempat kerja maupun peralatan yang
kita gunakan sehingga bisa digunakan oleh berbagai sifat manusia dan juga
performance. Mengetahui bagaimana lelah, stres, komunikasi yang jarang,
pengetahuan dan skill yang inadekuat berdampak pada keprofesionalan
kesehatan, dan hal ini penting karena akan membantu kita memahami
karakteristik predisposisi yang mungkin berhubungan dnegan kejadian yang
tidak diharapkan maupun error.
14
yang bertanya disampingnya, perawat mungkin akan salah mendengar, atau
gagal mengecheck medikasi atau dosis sebagai dampak dari adanya distraksi.
WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi
menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (“Sembilan Solusi Life-
Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”).
Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien
dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah
keselamatan pasien.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien,
tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau
pun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu
mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan
kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat
membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun
kematian yang dapat dicegah.
15
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan
kondisi RS masing-masing.
a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering
dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan
di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka
sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama
merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada
penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya
resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun
pembuatan resep secara elektronik.
b. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi
pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi
maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan
bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode
untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam
proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit
dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam
konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi
pasien dengan nama yang sama.
c. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak
tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
16
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk
penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat
kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan
menyampaikan pertanyaanpertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan
para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
d. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah.
Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi
tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak
adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak
kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau
kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah
untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan
proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan
dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang
terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
17
disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar
saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan
perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang
berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau
cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan
perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan
pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan
bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan
sambungan & slang yang benar).
h. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV,
HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas
layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga
layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian
infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan
infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi
Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di
seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit.
Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk
menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan “alcoholbased hand-rubs” tersedia pada
titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf
18
mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan
tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan
kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang
lain.
19
Pasien perempuan: Merah Muda
Gelang pasien risiko jatuh : Kuning
Gelang alergi : Merah
Tips :
1. Petugas meminta pasien untuk menyebutkan nama dan tanggal
lahir sebelum melakukan prosedur dengan pertanyaan terbuka,
contoh :” Nama bapak siapa?” “Tolong sebutkan tanggal lahir
Bapak”.
2. Jika pasien telah memakai gelang identitas, tetap dikonfirmasi
secara verbal.
3. Bila pasien tidak dapat menyebutkan nama, identitas pasien
dapat ditanyakan kepada penunggu/ pengantar pasien.
4. Bila pasien tidak dapat menyebutkan nama, gelang identitas
harus diperiksa kecocokannya dengan rekam medik oleh dua
orang staf.
20
intruksi/ laporan hasil tes secara verbal dan telepon
dibacakan kembali oleh penerima instruksi/ laporan.
Instruksi/ laporan yang dibacakan tersebut,
dikonfirmasikan oleh individu pemberi instruksi/ laporan.
Untuk istilah yang sulit atau obat – obatan kategori LASA (look
Alike Sound Alike) diminta penerima pesan mengeja kata tersebut
perhurup misalnya : UBRETID S SituasiSaya menelepon tentang
(nama pasien, umur, dan lokasi)…………. Masalh yang ingin
disampaikan….. Tanda- tanda vital : B Background/ latar belakang
Status mental pasien : Kulit:… Alat Bantu… A Assesment/
Penilaian Sampaikan masalah yang sedang terjadi dan katakana
penilaian anda. R Rekomendasi Apakah ( katakana apa yang ingin
disarankan) Apakah diperlukan pemeriksaan tambahan? Jika ada
perubahan tatalaksana, tanyakan
21
akses terbatas bagi petugas yang diberi wewenang. Obat diberi
penandaan yang jelas berupa stiker berwarna merah bertuliskan
“High Alert” dan khusus untuk elektrolit pekat, harus ditempelkan
stiker yang dituliskan “Elektrolit pekat, harus diencerkan sebelum
diberikan”
Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori
LASA.
Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi di meja dekat
pasien tanpa pengawasan.
Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA saat
menerima / member instruksi Obat-obatan yang memerlukan
kewaspadaan tinggi:
d. Trombolitik - Streptokinase
22
j. Kemoterapi
k. Obat Kontras
m. Larutan Kardioplegia
4. Menjamin Sisi Yang Tepat, Prosedur Yang Tepat,Serta Pasien Yang Tepat
Dengan Penerapan Cheklist Keselamatan Operasi/ Tindakan Beresiko Tinggi
Orang yang bertanggung jawab untuk membuat tanda pada pasien adalah
Operator/orang yang akan melakukan tindakan.
Operator yang membuat tanda itu harus hadir pada operasi tersebut.
23
Penandaan titik yang akan dioperasi adalah sebelum pasien dipindahkan
ke ruang di mana operasi akan dilakukan. Pasien ikut dilibatkan, terjaga
dan sadar; sebaiknya dilakukan sebelum pemberian obat pre-medikasi.
Tanda berupa “X” dititik yang akan dioperasi.
Tanda itu harus dibuat dengan pena atau spidol permanen berwarna hitam
dan jika memungkinkan, harus terlihat sampai pasien disiapkan dan
diselimuti.
Lokasi untuk semua prosedur yang melibatkan sayatan, tusukan perkutan,
atau penyisipan instrumen harus ditandai.
Semua penandaan harus dilakukan bersamaan saat pengecekkan hasil
pencitraan pasien diagnosis misalnya sinar-X, scan, pencitraan elektronik
atau hasil test lainnya dan pastikan dengan catatan medis pasien dan
gelang identitas pasien.
Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality),
struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multiple level (tulang
belakang). Beberapa prosedur yang tidak memerlukan penandaan: kasus
organ tunggal (misalnya operasi jantung, operasi caesar) ,kasus intervensi
seperti kateter jantung ,kasus yang melibatkan gigi
prosedur yang melibatkan bayi prematur di mana penandaan akan
menyebabkan tato permanen Dalam kasus-kasus di mana tidak dilakukan
penandaan, alasan harus dapat dijelaskan dan dipertanggungjawabkan.
Untuk pasien dengan warna kulit gelap, boleh digunakan warna selain
hitam atau biru gelap (biru tua) agar penandaan jelas terlihat, misalnya
warna merah.
Check list keselamatan pasien operasi Proses check list ini merupakan
standa roperasi yang meliputi pembacaan dan pengisian formulir signin
yang dilakukan sebelum pasien dianestesi di holding area,time out yang
dilakukan di ruang operasi sesaat sebelum incise pasien operasi dan sign
out setelah operasi selesai (dapat dilakukan di recovery room). Proses sign
24
in, time out dan signout ini dipandu oleh perawat sirkuler dan diikuti oleh
operator, dokter anestesi, perawat.
1. orientasi ruangan
25
3. ada pengaman samping tempat tidur dengan 2 atau 4 sisi pengaman
mempunyai luas tempat tidur yang cukup untuk mencegah tangan dan
kaki atau bagian lain terjepit
4. menggunakan alas kaki yang tidak licin untuk pasien yang dapat berjalan
10. dokumen pencegahan pasien jatuh ini harus berada pada tempatnya
26
8. Perbandingan pasien dengan perawat 1:3, libatkan keluarga pasien
sementara perbandingan belum memadai
11. Biarkan pintu terbuka setiap saat kecuali pada pasien yang
membutuhkan ruang isolasi
12. Tempatkan pasien pada posisi tempat tidur yang rendah kecuali pada
pasien yang ditunggu keluarga
4. Edukasi perilaku yang lebih aman saat jatuh risiko cedera karena jatuh
27
Tips :
28
b. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit 1) Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.” 2) Pasal 46 UU No.44/2009 “Rumah sakit
bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.” 3)
Pasal 45 (2) UU No.44/2009 “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam
melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.” c.
Bukan tanggung jawab Rumah Sakit 1) Pasal 45 (1) UU No.44/2009
Tentang Rumah sakit “Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara
hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan
pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya
penjelasan medis yang kompresehensif. “ d. Hak Pasien 1) Pasal 32d UU
No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional” 2) Pasal 32e UU No.44/2009 “Setiap pasien
mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi” 3) Pasal 32j UU
No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan” 4) Pasal 32q UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak
menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara
perdata ataupun pidana” e. Kebijakan yang mendukung keselamatan
pasien
29
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan. c) RS melaporkan
kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri d) Pelaporan insiden
keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi
sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
30
perubahan proses. Proses memerlukan standarisasi dan meminimalisir variasi
guna meningkatkan kualitas pelayanan dan menurunkan terjadinya KTD.
Ketiga, mengukur proses. Proses harus dapat diukur apakah sudah baik atau
belum. Dalam buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang
diterbitkan Departemen Kesehatan pada tahun 2006 sudah terdapat hal-hal yang
harus diukur yaitu berupa 7 standar dan 9 parameter.
a. Di Rumah Sakit
4) Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
31
2) Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan
anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
c. Di Pusat
1) Di Rumah Sakit
32
Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir yang
sudah disediakan oleh rumah sakit.
3) Di Pusat
33
d) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan
sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas
Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait
dan rumah sakit lainnya.
3. Di Pusat
Menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan budaya Patient safety ini:
34
safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit
pelayanan kesehatan lainnya.
Empat CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris
mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa
didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan
mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
b. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan
memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih
mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
c. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah
pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS
harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-
tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat
tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai
insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf. d.
Make data capture a priority Dibutuhkan sistem pencatatan data yang
lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari
waktu ke waktu.
Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari
tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari
penerapan patient safety.
d. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang
adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan
peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi
jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam
35
sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan
bersifat sementara.
e. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk
mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program.
Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan
kunci.
Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan
pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan
keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah
menjadi bagian dalam budaya kerja.
f. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih
kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan
masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu
bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien).
g. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk
pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling
menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan
kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan
kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen
yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety.
Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk
mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf.
Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan
berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim
lainnya melalui kolaborasi yang erat
36
BAB III
3.1 KASUS
Ners alias baru mendapatka promosi sebagai kepala ruangan penyakit dalam
di RSUD Wiro Sableng. Kualifikasi pendidikan perawat di ruangan yang ners alias
pimpin adalah 20% Spk, 80% D3 keperawatan. Lama kerja perawat adalah< 6 tahun
(25%), 6-10 tahun (30%), dan >10 tahun (45%). Insiden dekubitus (4%), flebitis
(5%), inos (6%), dan pasien jatuh (3%). Angket kepuasan dari pasien yan pulang
menunjukkan 70% puas dan angket kepuasan kerja perawat 75% puas. Metode
penugasan saat ini adalah fungsional. Setiap perawat mendapat insentif yang sama
tiap bulan di luar gaji pokok, ners alias mendapatkan tugas dari kepala bidang
keperawatan untuk membenahi manajemen asuhan keperawatan dan program patient
safety dan ruangannya.
1. Mengenali gejala
a. Angka kepuasan 30% tidak puas, dan angka kepuasan kerja perawat 25%
tidak puas
b. Insiden dekubitus (4%), flebitis (5%), inos (6%), dan psien jatuh (3%).
2. Mendiagnosis masalah
37
b. Pendidikan perawat rata D3 dan SPK
b. Pengurangan risiko salah Nama Obat Rupa atau Ucapan Mirip (NORUM);
kesalahan pemberian obat yang banyak terjadi di dunia.
38
e. Akurasi pemberian obat pada saat transisi atau pengalihan pasien.
39
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil.
40