Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis
obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit
yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis
(medical errors).
Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai:
The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of
execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning).
Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu kegagalan tindakan medis
yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan
(yaitu kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis
ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa
berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius
tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya, pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum
obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan,
diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu
kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.

1
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostik seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnosis, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak
atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada
prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan
keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventif seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up
yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau sistem yang lain.
Pada November 1999, The American Hospital Asosiation (AHA) Board of
Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient
safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-
capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target
utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR
IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa dalam
pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004,
WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan
berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang
tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit
yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien.
Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder
rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.

2
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Dari Pasien Safety ?

2. Apa saja Prinsip dan Konsep Pasien Safety

3. Bagaimana Pengaruh Faktor Lingkungan Dan Manusia Paa Pasien Safety ?

4. Bagaimana cara untuk meningkatkan pasien safety ?

5. Apa saja 6 sasaran Keselamatan pasien ?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Definisi dari pasien safety

2. Untuk mengetahui prinsip dan konsep pasien safety

3. Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan dan manusia pada pasien


safety

4. Untuk mengetahui cara meningkatkan pasien safety

5. Untuk mengetahui 6 sasaran keselamatan pasien

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Patient Safety

2.1.1 Definisi Patient Safety


Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan (Kohn,
Corrigan & Donaldson, 2000). Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut
meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko,
meliputi:
1) Assessment risiko
2) Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien
3) Pelaporan dan analisis insiden
4) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
5) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai
freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang
meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam
mencapai tujuan.
Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan
(KTD = missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan
(near miss). Near miss ini dapat disebabkan karena: keberuntungan (misal: pasien
terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan

4
(suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau peringanan (suatu obat
dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotenya).

2.1.2 Tujuan Sistem Patient Safety


Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2) Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3) Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara
internasional adalah:
1) Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2) Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang
efektif)
3) Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan
keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
4) Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan
pasien, kesalahan prosedur operasi)
5) Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi
risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6) Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko
pasien terluka karena jatuh)

5
2.1.3 Urgensi Patient Safety

Bisnis utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan
tujuan agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali,
sehingga tidak dapat ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien
menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya risiko yang sebenarnya
dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus dijaga keselamatannya dari
akibat yang timbul karena error. Bila program keselamatan pasien tidak
dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan sehingga
meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan efisisiensi, dll.

2.1.4 Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam
Patient Safety
1) 5 isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a) keselamatan pasien;
b) keselamatan pekerja (nakes);
c) keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
d) keselamatan lingkungan;
e) keselamatan bisnis.
2) Elemen Patient Safety:
a) Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan
obat/kesalahan pengobatan)
b) Restraint use (kendali penggunaan)
c) Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d) Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e) Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f) Blood product safety/administration (keamanan produk
darah/administrasi)
g) Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h) Immunization program (program imunisasi)

6
i) Falls (terjatuh)
j) Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter
pembuluh darah)
k) Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident
reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan
pasien/pengunjung laporan kejadian)
\ 2003]

2.1.5 Standar Keselamatan Pasien

Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient


Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:
1) Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya
adalah sebagai berikut:

a) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.

b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana


pelayanan

c) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan


yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan
hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya KTD

2) Mendidik pasien dan keluarga

Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang


kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah

7
keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS
harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
a) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan


menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri
sebagai berikut:

a) Koordinasi pelayanan secara menyeluruh


b) Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
c) Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d) Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi


dan program peningkatan keselamatan pasien.

Standarnya adalah : RS harus mendesain proses baru atau


memperbaiki proses yang ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan

8
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai
berikut:

a) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang


baik, sesuai dengan”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”.
b) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis

5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standarnya adalah:

a) Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan


“7 Langkah Menuju KP RS”.
b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi
risiko KP & program mengurangi KTD.
c) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
(2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden,
(3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi

9
(4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
(5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden,
(6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
(7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan
(8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
(9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien

6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standarnya adalah:

a) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan


mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai
berikut:
(1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan pasien
(2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.

10
(3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.


Standarnya adalah:

a) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk


memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.

b) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria
sebagai berikut:

(1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses


manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien.

(2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi


untuk merevisi manajemen informasi yang ada insiden yang
dilaporkan

2.2 Pengaruh Faktor Lingkungan dan Manusia pada Pasien Safety

2.2.1 Faktor Manusia

1. Pentingnya Faktor Manusia pada Keselamatan Pasien

Human factor memeriksa hubungan antara manusia dan sistem dan


bagaimana mereka berinteraksi dengan berfokus pada peningkatan efisiensi,
kreativitas, produktivitas dan kepuasan pekerjaan, dengan tujuan
meminimalkan kesalahan. Kegagalan menerapkan prinsip Human factor
merupakan aspek kunci kejadian paling buruk dalam perawatan kesehatan.

Karena itu, semua petugas kesehatan harus memiliki pemahaman dasar


tentang prinsip-prinsip faktor manusia. Petugas kesehatan yang tidak mengerti

11
dasar-dasar faktor manusia diibaratkan seperti petugas pengendalian infeksi
tapi tidak mengetahui tentang mikrobiologi.

2. Pengetahuan yang Diperlukan

a. Istilah human factor atau ergonomik umumnya digunakan mendeskripsikan


interaksi antara tiga aspek saling berhubungan: individu di tempat kerja,
tugas yang dibebankan untuk individu tersebut, dan tempat kerjanya. Human
factor merupakan ilmu yang menggunakan banyak disiplin misalnya
anatomi, fisiologi, fisika, dan biomekanik untuk mengetahui bagaimana
orang bertindak di bawah kondisi-kondisi yang berbeda. Human factor
didefinisikan sebagai studi yang mencakup semua faktor yang membuatnya
lebih mudah untuk melakukan pekerjaan dengan cara yang benar.

b. Definisi yang lain dari human factor adalah studi dari hubungan saling terkait
antara manusia, instrumen, dan alat yang mereka gunakan di tempat
kerjanya, maupun di lingkungan dimana mereka bekerja.

c. Semua orang bisa mengaplikasikan pengetahuan human factor dimanapun


mereka bekerja. Pada tatanan pelayanan kesehatan, pengetahuan human
factor bisa membantu proses desain yang membuat menjadi lebih mudah
bagi perawat maupun dokter untuk melakukan pekerjaannya dengan benar.

d. Aplikasi human factor sangatlah relefan dengan patient safety yang tertanam
dalam disiplin human factor, yang merupakan ilmu dasar dari keselamatan.
Human factor bisa menunjukkan kepada kita bagaimana meyakinkan orang
lain jika kita melakukan praktik berdasarkan keselamatan, berkomunikasi
baik dengan tim, dan menyerah terimakan tanggungjawab kepada profesi
tenaga kesehatan lain.

e. Banyak pelayanan kesehatan yang tergantung pada manusia yaitu dokter dan
perawat yang menyediakan pelayanan. Orang yang ahli pada human factor
meyakini bahwa kesalahan bisa dikurangi dengan memfokuskan pada

12
pemberi pelayanan kesehatan dan mempelajari bagaimana mereka saling
berinteraksi dan bagaimana hubungan mereka dengan lingkungannya.

f. Prinsip human factor bisa diadaptasi pada berbagai lingkungan, Pada tatanan
pelayanan kesehatan misalnya mengobservasi penyebab yang mendasari dari
efek samping yang berhubungan dengan miskomunikasi dan tindakan tenaga
kesehatan ataupun pasien didalam sistem. Banyak yang berpikir jika
kesulitan komunikasi antara tim tenaga kesehatan terjadinya berdasarkan
fakta dari masing-masing tenaga memiliki sejumlah tugas yang harus
dilakukan pada satu waktu.

g. Ilmu human factor menunjukkan bahwa yang paling penting bukan jumlah
tugasnya namun sifat tugasnya yang sedang dilakukan. Dokter mungkin
menceritakan kepada mahasiswanya langkah sederhana dari operasi saat
dokter tersebut melakukan operasi namun jika kasusnya tergolong sulit,
dokter bedah tersebut tidak dapat melakukannya karena membutuhkan
konsentrasi yang lebih. Pemahaman dari human factor dan ketaatan terhadap
prinsip human factor saat ini menjadi dasar penting untuk mendisiplinkan
patient safety.

h. Ahli human factor menggunakan pandangan berbasis praktik dan prinsip


dalam mendesain cara untuk membuatnya lebih mudah dalam melakukan
tindakan seperti:

(1) mengorder medikasi,

(2) serah terima informasi,

(3) memindahkan pasien, dan

(4) skema terkait pengobatan dan pesanan lainnya secara elektronik.

Jika tugas-tugas ini dibuat lebih mudah untuk praktisi pelayanan kesehatan,
maka dapat menyediakan asuhan pelayanan yang lebih aman. Hal ini

13
membutuhkan solusi desain yang terdiri dari software (sistem pengorderan
lewat komputer), hardware (infus pump), alat (skalpel, siringe), dan tata letak
termasuk pencahayaan dan lingkungan kerja.

i. Sebagai catatan human factor tidak secara langsung terkait manusia seperti
namanya “human factor”. Namun lebih kepada pemahaman akan
keterbatasan manusia dan mendesain tempat kerja maupun peralatan yang
kita gunakan sehingga bisa digunakan oleh berbagai sifat manusia dan juga
performance. Mengetahui bagaimana lelah, stres, komunikasi yang jarang,
pengetahuan dan skill yang inadekuat berdampak pada keprofesionalan
kesehatan, dan hal ini penting karena akan membantu kita memahami
karakteristik predisposisi yang mungkin berhubungan dnegan kejadian yang
tidak diharapkan maupun error.

j. Manusia juga mudah mengalami distraksi yang mana merupakan kekuatan


maupun kelemahan.

Distraksi membantu kita memperhatikan saat sesuatu yang tidak biasa


sedang terjadi. Kita juga sangat baik menyadari dan merespon situasi secara
cepat dan beradaptasi terhadap situasi maupun informasi baru. Namun,
distraksi ini memungkinkan kita kepada error, karena distraksi membuat kita
kekurangan perhatian pada aspek yang paling penting terkait tugas atau
situasi.

Sebagai contoh adalah mahasiswa keperawatan mengambil darah dari


pasien. Saat mahasiswa sedang proses membersihkan setelah pengambilan
darah, pasien disebelah meminta bantuan.

Mahasiswa tersebut berhenti terhadap tindakan yang dilakukan dan


melakukan bantuan dan melupakan melabel tabung darah. Atau perawat yang
melakukan medikasi dari order telepon dan mengalami interupsi dari kolega

14
yang bertanya disampingnya, perawat mungkin akan salah mendengar, atau
gagal mengecheck medikasi atau dosis sebagai dampak dari adanya distraksi.

2.2.2 Faktor Lingkungan

Tidak mungkin untuk mempertimbangkan konsep perawatan yang aman


dan efektif yang diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam isolasi
dari lingkungan fisik dan pengaturan di mana perawatan diberikan. Hughes
(2008) berpendapat bahwa lingkungan kerja adalah tempat dimana perawat
menyediakan perawatan pada pasien yang bisa menentukan kualitas dan
keselamatan pelayanan.

2.3 Cara Meningkatkan Pasien Safety

WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi
menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (“Sembilan Solusi Life-
Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”).

Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien
dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah
keselamatan pasien.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien,
tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau
pun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu
mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan
kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat
membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun
kematian yang dapat dicegah.

15
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan
kondisi RS masing-masing.
a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering
dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan
di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka
sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama
merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada
penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya
resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun
pembuatan resep secara elektronik.
b. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi
pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi
maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan
bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode
untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam
proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit
dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam
konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi
pasien dengan nama yang sama.
c. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak
tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.

16
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk
penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat
kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan
menyampaikan pertanyaanpertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan
para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
d. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah.
Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi
tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak
adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak
kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau
kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah
untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan
proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan
dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang
terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.

e. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).


Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi
dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung
tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
f. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik
transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling
lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga

17
disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar
saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan
perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang
berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau
cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan
perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan
pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan
bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan
sambungan & slang yang benar).
h. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV,
HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas
layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga
layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian
infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan
infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi
Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di
seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit.
Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk
menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan “alcoholbased hand-rubs” tersedia pada
titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf

18
mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan
tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan
kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang
lain.

2.4 Enam Sasaran Keselamatan Pasien

1. Identifikasi Pasien Secara Benar


Indikator melakukan identifikasi secara benar :
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, seperti
nama pasien dan tanggal lahir pasien, tidak termasuk nomor dan
lokasi kamar.
2. Pasien diidentifikasi sebelum melakukan pemberian obat,
tranfusi darah atau produk lainnya.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah, dan specimen
lain untuk keperluan pemeriksaan.
4. Pasien diidentifikasi sebelum memberikan perawatan atau
prosedur lainnya.

Prosedur dalam Identifikasi Pasien

1. Setiap pasien yang masuk rawat inap dipasangkan gelang


identitas pasien.
2. Ada 2 identitas yaitu menggunakan Nama dan Tanggal lahir yang
disesuaikan dengan tanda pengenal resmi. Pengecualian prosedur
identifikasi dapat dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan
pasien di IGD, ICU dan kamar operasi dengan tetap
memperhatikan data pada gelang identitas pasien. Gelang
identifikasi apa saja yang digunakan di rumah sakit?
Gelang identitas
Pasien laki-laki : Biru Muda

19
Pasien perempuan: Merah Muda
Gelang pasien risiko jatuh : Kuning
Gelang alergi : Merah
Tips :
1. Petugas meminta pasien untuk menyebutkan nama dan tanggal
lahir sebelum melakukan prosedur dengan pertanyaan terbuka,
contoh :” Nama bapak siapa?” “Tolong sebutkan tanggal lahir
Bapak”.
2. Jika pasien telah memakai gelang identitas, tetap dikonfirmasi
secara verbal.
3. Bila pasien tidak dapat menyebutkan nama, identitas pasien
dapat ditanyakan kepada penunggu/ pengantar pasien.
4. Bila pasien tidak dapat menyebutkan nama, gelang identitas
harus diperiksa kecocokannya dengan rekam medik oleh dua
orang staf.

2. Meningkatkan Komunikasi Efektif


Cara komunikasi yang efektif di rumah sakit:
a. Perawat menggunakan tehnik SBAR (Situation – Background –
Assessment – Recomendation) dalam melaporkan kondisi pasien
untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar pemberi layanan.
Situation : Kondisi terkini yang terjadi pada pasien.
Background : Informasi penting apa yang berhubungan dengan
kondisi pasien terkini.
Assessment : Hasil pengkajian kondisi pasien terkini
Recommendation : Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi
masalah pasien saat ini.
b. Komunikasi Verbal(Write down/ Tulis, Read Back/ Baca kembali
Intruksi/ laporan hasil tes secara verbal dan telepon ditulis oleh
penerima instruksi/ laporan.

20
 intruksi/ laporan hasil tes secara verbal dan telepon
dibacakan kembali oleh penerima instruksi/ laporan.
 Instruksi/ laporan yang dibacakan tersebut,
dikonfirmasikan oleh individu pemberi instruksi/ laporan.

Untuk istilah yang sulit atau obat – obatan kategori LASA (look
Alike Sound Alike) diminta penerima pesan mengeja kata tersebut
perhurup misalnya : UBRETID S SituasiSaya menelepon tentang
(nama pasien, umur, dan lokasi)…………. Masalh yang ingin
disampaikan….. Tanda- tanda vital : B Background/ latar belakang
Status mental pasien : Kulit:… Alat Bantu… A Assesment/
Penilaian Sampaikan masalah yang sedang terjadi dan katakana
penilaian anda. R Rekomendasi Apakah ( katakana apa yang ingin
disarankan) Apakah diperlukan pemeriksaan tambahan? Jika ada
perubahan tatalaksana, tanyakan

3. Meningkatkan keselamatan penggunaan obat-obatan high alert


Obat- obatan yang termasuk dalam high alert medication adalah :
1. Elektrolit pekat : KCl, MgSO4, Natrium Bikarbonat, NaCl 0,3%
2. NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) / LASA (Look Alike
Sound Alike) yaitu obat-obat yang terlihat mirip dan
kedengarannya mirip.

Pengelolaan high alert medication:

 Penyimpanan di lokasi khusus dengan akses terbatas dan diberi


penandaan yang jelas berupa stiker berwarna merah bertuliskan
“High Alert”
 NaCl 0,3% dan KCl tidak boleh disimpan di ruang perawatan
kecuali diUnit Perawatan Intensif (ICU).
 Ruang perawatan yang boleh menyimpan elektrolit pekat harus
memastikan bahwa elektrolit pekat disimpan di lokasi dengan

21
akses terbatas bagi petugas yang diberi wewenang. Obat diberi
penandaan yang jelas berupa stiker berwarna merah bertuliskan
“High Alert” dan khusus untuk elektrolit pekat, harus ditempelkan
stiker yang dituliskan “Elektrolit pekat, harus diencerkan sebelum
diberikan”
 Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori
LASA.
 Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi di meja dekat
pasien tanpa pengawasan.
 Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA saat
menerima / member instruksi Obat-obatan yang memerlukan
kewaspadaan tinggi:

a. Elektrolit Pekat - KCL 7,46% - Meylon 8,4%


- MgSO4 20% - NaCl 3 %

b. Golongan Opioid - Fentanil - Kodein HCL -


Morfin HCl - Morfin Sulfat - Petidin HCl -
Sufentanil

c. Antikoagulan - Heparin Natrium -


Enoksaparin Natrium

d. Trombolitik - Streptokinase

e. Antiaritmia - Lidokain - Amiodaron f.


Insulin

g. Obat Hipoglikemia Oral

h. Obat Agonis Adrenergik - Efinefrin -


Norefineprin

i. Anestetik Umum - Propofol - Ketamin

22
j. Kemoterapi

k. Obat Kontras

l. Pelemas Otot - Suksinilkolin - Rokuronium


- Vekuronium

m. Larutan Kardioplegia

n. Sound Alike Look Alike Drugs

4. Menjamin Sisi Yang Tepat, Prosedur Yang Tepat,Serta Pasien Yang Tepat
Dengan Penerapan Cheklist Keselamatan Operasi/ Tindakan Beresiko Tinggi

Indikator Keselamatan Operasi

1. Menggunakan tanda yang mudah di kenali untuk identifikasi lokasi


operasi dan mengikutsertakan pasien dalam proses penandaan.

2. Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yg tepat,


dan pasien yang tepat sebelum operasi, serta seluruh peralatan yang
dibutuhkan tersedia benar dan berfungsi.

3. Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time


out sesaat sebelum prosedur tim out sesaat sebelum prosedur operasi
dimulai.

Prosedur penandaan lokasi yang akan dioperasI :

 Orang yang bertanggung jawab untuk membuat tanda pada pasien adalah
Operator/orang yang akan melakukan tindakan.
 Operator yang membuat tanda itu harus hadir pada operasi tersebut.

23
 Penandaan titik yang akan dioperasi adalah sebelum pasien dipindahkan
ke ruang di mana operasi akan dilakukan. Pasien ikut dilibatkan, terjaga
dan sadar; sebaiknya dilakukan sebelum pemberian obat pre-medikasi.
 Tanda berupa “X” dititik yang akan dioperasi.
 Tanda itu harus dibuat dengan pena atau spidol permanen berwarna hitam
dan jika memungkinkan, harus terlihat sampai pasien disiapkan dan
diselimuti.
 Lokasi untuk semua prosedur yang melibatkan sayatan, tusukan perkutan,
atau penyisipan instrumen harus ditandai.
 Semua penandaan harus dilakukan bersamaan saat pengecekkan hasil
pencitraan pasien diagnosis misalnya sinar-X, scan, pencitraan elektronik
atau hasil test lainnya dan pastikan dengan catatan medis pasien dan
gelang identitas pasien.
 Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality),
struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multiple level (tulang
belakang). Beberapa prosedur yang tidak memerlukan penandaan: kasus
organ tunggal (misalnya operasi jantung, operasi caesar) ,kasus intervensi
seperti kateter jantung ,kasus yang melibatkan gigi
 prosedur yang melibatkan bayi prematur di mana penandaan akan
menyebabkan tato permanen Dalam kasus-kasus di mana tidak dilakukan
penandaan, alasan harus dapat dijelaskan dan dipertanggungjawabkan.
Untuk pasien dengan warna kulit gelap, boleh digunakan warna selain
hitam atau biru gelap (biru tua) agar penandaan jelas terlihat, misalnya
warna merah.
 Check list keselamatan pasien operasi Proses check list ini merupakan
standa roperasi yang meliputi pembacaan dan pengisian formulir signin
yang dilakukan sebelum pasien dianestesi di holding area,time out yang
dilakukan di ruang operasi sesaat sebelum incise pasien operasi dan sign
out setelah operasi selesai (dapat dilakukan di recovery room). Proses sign

24
in, time out dan signout ini dipandu oleh perawat sirkuler dan diikuti oleh
operator, dokter anestesi, perawat.

5. Menurunkan Resiko Infeksi Nosokomial Dengan Hand Hygiene Dan


Penggunaan APD

Indikator Usaha Menurunkan Infeksi Nosokomial:

1. Menggunakan panduan hand hygiene terbaru yang diakui umum.

2. Mengimplementasikan program kebersihan tangan yang efektif. Semua


petugas di rumah sakit termasuk dokter melakukan kebersihan tangan
pada 5 MOMEN yang telah ditentukan, yakni:

 Sebelum kontak dengan pasien Sesudah kontak dengan pasien


 Sebelum tindakan asepsis
 Sesudah terkena cairan tubuh pasien
 Sesudah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

Ada 2 cara cuci tangan yaitu :

1. Handwash – dengan air mengalir waktunya : 40 – 60 detik

2. Handrub – dengan gel berbasis alkohol waktunya : 20 – 30 detik

6. Menurunkan Resiko Cedera Karena Jatuh Dengan Cheklist Assesment Risiko


Jatuh

Indikator usaha menurunkan Protokol Pencegahan Pasien Jatuh Pasien


Anak Standar Resiko Rendah (Skor 7-11)

1. orientasi ruangan

2. posisi tempat tidur rendah dan ada remnya

25
3. ada pengaman samping tempat tidur dengan 2 atau 4 sisi pengaman
mempunyai luas tempat tidur yang cukup untuk mencegah tangan dan
kaki atau bagian lain terjepit

4. menggunakan alas kaki yang tidak licin untuk pasien yang dapat berjalan

5. nilai kemampuan untuk ke kamar mandi & bantu bila dibutuhkan

6. akses untuk menghubungi petugas kesehatan mudah dijangkau, jelaskan


kepada pasien fungsi alat tersebut

7. lingkungan harus bebas dari peralatan yang mengandung resiko

8. penerangan lampu harus cukup

9. penjelasan pada pasien dan keluarga harus tersedia

10. dokumen pencegahan pasien jatuh ini harus berada pada tempatnya

Standar Resiko Tinggi (Skor > 12)

1. Pakailah gelang resiko jatuh berwarna kuning

2. Terdapat tanda peringatan pasien resiko jatuh

3. Penjelasan pada pasien atau orangtuanya tentang protokol pencegahan


pasien jatuh

4. Cek pasien minimal setiap satu jam

5. Temani pasien pada saat mobilisasi

6. Tempat tidur pasien harus disesuaikan dengan perkembangan tubuh


pasien

7. Pertimbangkan penempatan pasien, yang perludiperhatikan diletakan di


dekat nurse station

26
8. Perbandingan pasien dengan perawat 1:3, libatkan keluarga pasien
sementara perbandingan belum memadai

9. Evaluasi terapi sesuai. Pindahkan semua peralatan yang tidak


dibutuhkan keluar ruangan.

10. Pencegahan pengamanan yang cukup, batasi di tempat tidur

11. Biarkan pintu terbuka setiap saat kecuali pada pasien yang
membutuhkan ruang isolasi

12. Tempatkan pasien pada posisi tempat tidur yang rendah kecuali pada
pasien yang ditunggu keluarga

Intervensi Jatuh Standar:

1. Tingkatkan observasi bantuan yang sesuai saat ambulasi.

2. Keselamatan lingkungan: hindari ruangan yang kacau balau, dekatkan


bel dan telepon, biarkan pintu terbuka, gunakan lampu malam hari
serta pagar tempat tidur.

3. Monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimalnya tiap 2 jam):


tawarkan ke belakang (kamar kecil) secara teratur.

4. Edukasi perilaku yang lebih aman saat jatuh risiko cedera karena jatuh

1. Semua pasien baru dinilai resiko jatuhnya dan penilaian


diulang jika diindikasikan oleh perubahan kondisi pasien
atau pengobatan, dan lainnya.

2. Hasil pengukuran dimonitor dan ditindak lanjuti sesuai


derajat resiko jatuh pasien guna mencegah pasien jatuh
serta akibat tak terduga lainnya.

27
Tips :

- Seluruh pasien rawat inap dinilai resiko jatuhnya dengan menggunakan


checklist penilaian risiko

- Pasien anak memakai formulir checklist penilaian risiko pasien anak:


skala humpty dumpty

- Pasien dewasa memakai formulir: skala jatuh Morse(Morse Fall Scale/


MFS)

- Pasien geriatric memakai formulir: penilaian resiko jatuh pada pasien


geriatri.

- Pengkajian resiko diulang dilakukan jika ada perubahan kondisi atau


pengobatan.

2.5 Aspek Hukum Terhadap Patient Safety

Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien


adalah sebagai berikut: UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit

a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum 1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009


“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan
nyawa pasien.” 2) Pasal 32n UU No.44/2009 “Pasien berhak memperoleh
keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit. 3) Pasal 58 UU No.36/2009 a) “Setiap orang berhak menuntut ganti
rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian
dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.” b) “…..tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”

28
b. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit 1) Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.” 2) Pasal 46 UU No.44/2009 “Rumah sakit
bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.” 3)
Pasal 45 (2) UU No.44/2009 “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam
melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.” c.
Bukan tanggung jawab Rumah Sakit 1) Pasal 45 (1) UU No.44/2009
Tentang Rumah sakit “Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara
hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan
pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya
penjelasan medis yang kompresehensif. “ d. Hak Pasien 1) Pasal 32d UU
No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional” 2) Pasal 32e UU No.44/2009 “Setiap pasien
mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi” 3) Pasal 32j UU
No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan” 4) Pasal 32q UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak
menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara
perdata ataupun pidana” e. Kebijakan yang mendukung keselamatan
pasien

1) Pasal 43 UU No.44/2009 a) RS wajib menerapkan standar keselamatan


pasien b) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan
insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka

29
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan. c) RS melaporkan
kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri d) Pelaporan insiden
keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi
sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

2.6 Implementasi Patient Safety

Menurut James Reason dalam Human error management: models and


management dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD.
Pertama pendekatan personal. Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang
tidak aman, melakukan dan pelanggaran prosedur, dari orangorang yang
menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah, ahli
anestesi, farmasis dll). Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses
mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang
buruk, tidak hati-hati, alpa dan sembrono. Kedua, pendekatan sistem. Pemikiran
dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa manusia adalah dapat berbuat salah dan
karenanya dapat terjadi kesalahan. Disini kesalahan dianggap lebih sebagai
konsekwensi daripada sebagai penyebab. Dalam pendekatan ini diasumsikan
bahwa kita tidak akan dapat mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita
harus mengubah kondisi dimana manusia itu bekerja. Pemikiran utama dari
pendekatan ini adalah pada pertahanan sistem yang digambarkan sebagai model
keju Swiss (Gb. 2). Dimana berbagai pengembangan pada kebijakan, prosedur,
profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan peralatan akan mencegah atau
meminimalkan terjadinya KTD. Pada hakekatnya program keselamatan pasien
harus meliputi tiga hal: pertama, perubahan budaya yaitu perubahan dari
mencari kesalahan personal menjadi mencari kegagalan sistem seperti yang
diungkapkan oleh Kenneth Shine (The President Institute of Medicine),”Error
occurs because of system failure. American health care system needs a
fundamental change tryng harder will not work. Changing the system in which
we practice will”. Tujuan dari perubahan budaya adalah transparansi. Kedua,

30
perubahan proses. Proses memerlukan standarisasi dan meminimalisir variasi
guna meningkatkan kualitas pelayanan dan menurunkan terjadinya KTD.
Ketiga, mengukur proses. Proses harus dapat diukur apakah sudah baik atau
belum. Dalam buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang
diterbitkan Departemen Kesehatan pada tahun 2006 sudah terdapat hal-hal yang
harus diukur yaitu berupa 7 standar dan 9 parameter.

2.6.1 Langkah-langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety

a. Di Rumah Sakit

1) Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit,


dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota:
dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lainnya.

2) Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan


pelaporan internal tentang insiden

3) Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan


Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia

4) Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.

5) Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis


berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan
standar-standar yang baru dikembangkan.

b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota

1) Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah


sakit di wilayahnya

31
2) Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan
anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.

3) Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah


sakit

c. Di Pusat

1) Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah


Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

2) Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit

3) Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas


Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit
pendidikan dengan jejaring pendidikan.

4) Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan pasien.

2.6.2 Manajemen Patient Safety

Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan


dan Pelaporan serta Monitoring san Evaluasi

a. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pada Patient Safety

1) Di Rumah Sakit

a) Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait


dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian
Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang
sudah disediakan oleh rumah sakit.

b) Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian


terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera,
Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada

32
Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir yang
sudah disediakan oleh rumah sakit.

c) Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar


penyebab masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit
kerja

d) Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim


Keselamatan Pasien Rumah Sakit merekomendasikan solusi
pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah
kepada Pimpinan rumah sakit.

e) Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi


masalah ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan
analisis akar masalah yang bersifat rahasia.

2) Di Propinsi Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah


menerima produk-produk dari Komite Keselamatan Rumah Sakit

3) Di Pusat

a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)


merekapitulasi laporan dari rumah sakit untuk menjaga
kerahasiaannya

b) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan


analisis yang telah dilakukan oleh rumah sakit

c) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan


analisis laporan insiden bekerjasama dengan rumah sakit
pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai
laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit

33
d) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan
sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas
Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait
dan rumah sakit lainnya.

b. Monitoring dan Evaluasi

1. Di Rumah sakit Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan


evaluasi pada unit-unit kerja di rumah sakit, terkait dengan
pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja.

2. Di propinsi Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah


melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program
Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya.

3. Di Pusat

a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring


dan evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di
rumah sakit-rumah sakit b) Monitoring dan evaluasi
dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.

2.7 Pengembangan Budaya Patient Safety

Menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan budaya Patient safety ini:

a. Put the focus back on safety


Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik
dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa
dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient

34
safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit
pelayanan kesehatan lainnya.
Empat CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris
mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa
didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan
mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
b. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan
memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih
mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
c. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah
pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS
harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-
tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat
tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai
insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf. d.
Make data capture a priority Dibutuhkan sistem pencatatan data yang
lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari
waktu ke waktu.
Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari
tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari
penerapan patient safety.
d. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang
adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan
peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi
jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam

35
sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan
bersifat sementara.
e. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk
mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program.
Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan
kunci.
Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan
pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan
keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah
menjadi bagian dalam budaya kerja.
f. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih
kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan
masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu
bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien).
g. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk
pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling
menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan
kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan
kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen
yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety.
Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk
mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf.
Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan
berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim
lainnya melalui kolaborasi yang erat

36
BAB III

KASUS PATIENT SAFETY

3.1 KASUS

Ners alias baru mendapatka promosi sebagai kepala ruangan penyakit dalam
di RSUD Wiro Sableng. Kualifikasi pendidikan perawat di ruangan yang ners alias
pimpin adalah 20% Spk, 80% D3 keperawatan. Lama kerja perawat adalah< 6 tahun
(25%), 6-10 tahun (30%), dan >10 tahun (45%). Insiden dekubitus (4%), flebitis
(5%), inos (6%), dan pasien jatuh (3%). Angket kepuasan dari pasien yan pulang
menunjukkan 70% puas dan angket kepuasan kerja perawat 75% puas. Metode
penugasan saat ini adalah fungsional. Setiap perawat mendapat insentif yang sama
tiap bulan di luar gaji pokok, ners alias mendapatkan tugas dari kepala bidang
keperawatan untuk membenahi manajemen asuhan keperawatan dan program patient
safety dan ruangannya.

3.1.1 ANALISA MASALAH

1. Kualifikasi pendidikan perawat 20% spk. 80% D3 2. Insiden dekubitus (4%),


flebitis (5%), inos (6%), dan psien jatuh (3%). 3. Angket kepuasan dari pasien
yan pulang menunjukkan 70% puas dan angket kepuasan kerja perawat 75% puas

3.1.2 PENYELESAIAN Menurut teori Spradley yaitu:

1. Mengenali gejala

a. Angka kepuasan 30% tidak puas, dan angka kepuasan kerja perawat 25%
tidak puas

b. Insiden dekubitus (4%), flebitis (5%), inos (6%), dan psien jatuh (3%).

2. Mendiagnosis masalah

a. Angka kepuasan pasien yang pulang berbanding dengan angka kepuasan


kerja perawat

37
b. Pendidikan perawat rata D3 dan SPK

3. Menganalisa jalan keluar

a. Sosialisasi Program keselamatan rumah sakit dan keselamatan pasien harus


dilakukan secara terus-menerus untuk menjaga pelaksanaan program tetap
konsisten dan berkesinambungan di ambil dari berbagai sumber pelatihan
patient safety

b. Program Keselamatan rumah sakit dan keselamatan pasien merupakan


suatu kebutuhan dan keharusan untuk melindungi pasien dan karyawan.

c. Keterlibatan /pemberdayaan pasien dalam proses asuhan pelayanan


kesehatan harus menjadi prioritas utama.

d. Keterlibatan seluruh unsur yang ada dalam organisasi merupakan kunci


keberhasilan, termasuk pihak manajemen, unit terkait serta
mengoptimalkan peran champion.

e. Memberikan kesempatan perawat untuk melanjutkan pendidikannya atau


pelatihan.

4. Upaya yang perlu di terapkan

a. Meningkatkan kebersihan tangan di tempat kerja dengan cara mencuci


tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan.

b. Pengurangan risiko salah Nama Obat Rupa atau Ucapan Mirip (NORUM);
kesalahan pemberian obat yang banyak terjadi di dunia.

c. Mengurangi kesalahan identifikasi pasien (misal nama yang sama);


menghindari kesalahan pemberian obat atau pelaksanaan prosedur.

d. Memperbaiki kesenjangan komunikasi antar unit pelayanan, khususnya saat


serah terima pasien.

38
e. Akurasi pemberian obat pada saat transisi atau pengalihan pasien.

f. Mencegah salah penggunaan cairan elektrolit pekat yang spesifik.

g. Menghindari salah sambung slang, kateter, atau spuit (syringe).

h. Penggunaan alat injeksi sekali pakai untuk menghindari risiko terjadinya


penyebaran penyakit berbahaya.

i. Pemberian panisment dengan melarang menangani pasien untuk beberapa


hari sesuai dengan peraturan yang berlaku diruangan dan disesuaikan
dengan tingkat kesalahan yang dilakukan.

j. Pemberian reward dengan cara intensive lebih banyak.

k. Pembacaan SOP/Protap saat pre & post conference, setiap sebelum


melakukan tindakan.

l. Membersihkan ruangan saat datang diruangan dan membersihkan kembali


saat meninggalkan ruangan.

m. Penambahan bedsheat rail / pengaman tempat tidur pasien.

n. Pembatasan kunjungan dan waktu berkunjung.

o. Perbaikan SDM perawat dengan memberikan pelatihan-pelatihan tekhnik


perawatan yang baru.

39
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil.

Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah terciptanya budaya


keselamatan pasien di Rumah Sakit, meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit
terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya KTD di Rumah Sakit, terlaksananya
program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD Isu
penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu: keselamatan pasien; keselamatan
pekerja (nakes); keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan); keselamatan lingkungan;
keselamatan bisnis. Elemen Patient Safety yaitu: Adverse drug events(ADE)/
medication errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan), Restraint use
(kendali penggunaan), Nosocomial infections (infeksi nosokomial), Surgical mishaps
(kecelakaan operasi), Pressure ulcers (tekanan ulkus), Blood product
safety/administration (keamanan produk darah/administrasi), Antimicrobial resistance
(resistensi antimikroba), Immunization program (program imunisasi), Falls (terjatuh),
Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter pembuluh
darah), Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports
(tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan
kejadian)

40

Anda mungkin juga menyukai