Siapa yang harus menjalani Fluoroskopi dan apa hasil yang diharapkan
Fluoroskopi biasanya digunakan untuk mendiagnosis penyakit dalam bidang:
Gastroenterologi – Fluoroskopi yang dilakukan untuk memantau bagian perut dan usus
biasanya menggunakan barium sebagai agen pembanding untuk menilai kondisi organ
pencernaan dan melihat pergerakannya, yang mencakup kerongkongan, lambung, usus
besar, dan usus kecil untuk menemukan penyebab gejala gangguan pencernaan,
seperti muntah, kesulitan menelan, nyeri perut, atau gangguan pencernaan. Tindakan ini
juga dapat digunakan untuk menemukan polip, tumor, atau untuk memastikan keberadaan
sindrom kelainan penyerapan.
Ortopedi – Fluoroskopi paling umum digunakan dalam bidang ortopedi untuk melihat
proses penyembuhan dari tulang yang rusak untuk memastikan bahwa tulang tersebut telah
kembali ke posisi dan susunan yang benar selama penyembuhan. Fluoroskopi juga
digunakan untuk membantu proses pemasangan implan.
Perawatan Kardiovaskuler – Fluoroskopi kardiovaskuler biasanya dilakukan ketika diduga
ada penyumbatan pembuluh darah; tindakan ini dapat membantu proses masuknya kateter
dan pergerakannya yang digunakan untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit.
Fluoroskopi diharapkan dapat memberikan informasi yang tidak bisa didapatkan oleh dokter
melalui tes lain. Informasi ini digunakan untuk menentukan tindakan yang tepat dalam
pengobatan atau untuk menentukan apakah perlu dilakukan tindakan lebih lanjut dalam hal
melakukan tindakan yang memakai monitor.
Setelah persiapan selesai dilakukan, pemindaian fluoroskopi akan dimulai. Ada dua jenis
peralatan yang dapat digunakan dalam tindakan ini, yaitu sistem tetap dan alternatif
berjalan. Sistem tetap digunakan dalam laboratorium pencitraan yang tetap, sedangkan unit
fluoroskopi C-arm berjalan memberikan fleksibilitas dalam lokasi pelaksanaan fluoroskopi.
Sebisa mungkin, ahli medis akan menggunakan radiasi dalam dosis rendah untuk
mengurangi risiko. Namun, dosis radiasi akan bergantung pada kondisi pasien. Dalam
kasus di mana fluoroskopi digunakan untuk membantu tindakan yang membutuhkan waktu
yang lama (misalnya dalam tindakan intervensi yang membutuhkan pemasangan cincin),
dosis radiasi akan disesuaikan, sehingga ada kemungkinan pasien akan mendapatkan
radiasi dalam dosis yang tinggi.
Risiko fluoroskopi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu deterministic dan stochastic.
Risiko ini meliputi:
Selain radiasi, ada juga elemen lain dari tindakan ini yang bisa menyebabkan efek yang
tidak diinginkan, seperti komplikasi yang terjadi akibat obat bius atau obat penenang.
Untuk mengurangi risiko dari fluoroskopi, ahli medis harus memeriksa:
Rujukan:
Rockville, MD. Food and Drug Administration. Public Health Advisory: Avoidance of Serious
X-Ray-Induced Skin Injuries to Patients During Fluoroscopically-Guided Procedures. Center
for Devices and Radiological Health, FDA. 1994.
Wagner LK, Eifel PJ, Geise RA. Potential biological effects following high X-ray dose
interventional procedures. J Vasc Interv Radiol. 1994 Jan-Feb. 5(1):71-84.
Pada prinsipnya, fluoroskopi dapat digunakan untuk banyak tipe pemeriksaan, dan
prosedur medis, seperti:
Prosedur Ortopedik
1. Bai, T., Zhu, J., Yin, Y., Lu, J., Shu, H., Wang, L., & Yang, B. (2014). How does
four-dimensional computed tomography spare normal tissues in non-small cell lung
cancer radiotherapy by defining internal target volume? Thoracic Cancer, 5(6), 537-
542. doi: 10.1111/1759-7714.12126
2. Balter, S., Hopewell, J. W., Miller, D. L., Wagner, L. K., & Zelefsky, M. J. (2010).
Fluoroscopically guided interventional procedures: a review of radiation effects on
patients' skin and hair. Radiology, 254(2), 326-341. doi: 10.1148/radiol.2542082312
6. The U.S. Food and Drug Administration. (Feb 2017). Fluoroscopy, from
https://www.fda.gov/radiation-
emittingproducts/radiationemittingproductsandprocedures/medicalimaging/medicalx-
rays/ucm115354.htm
Fluoroskopi dikontraindikasikan secara relatif pada wanita hamil. Relatif, dalam arti bahwa
berpotensi memberikan efek buruk radiasi Xray terhadap perkembangan fetus atau cacat
lahir. Karenanya, dalam suatu intervensi klinis, potensial risiko ini harus melebihi aspek
manfaat yang diperlukan