Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, disebutkan bahwa negara

Indonesia ialah negara kesatuan. Selanjutnya, UUD 1945 juga menggariskan

bahwa pemerintah daerah harus diselenggarakan berdasarkan prinsip

permusyawaratan/demokrasi, di mana secara administratif dilakukan

dengan cara membuat kebijakan desentralisasi. Dengan asas desentralisasi

lahir satuan pemerintah yang bersifat otonom, yaitu pemerintah daerah yang

berhak mengatur dan mengurus urusannya berdasarkan aspirasi dan

kepentingan masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintah Daerah bahwa pemerintah daerah menganut asas

dekonsentrasi sekaligus desentralisasi. Dalam asas dekonsentrasi yang

diserahkan ialah wewenang administrasi atau implementasi kebijakan

sedangkan wewenang politik tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Implikasi struktural dari diterapkannya asas dekonsentrasi dan sekaligus

desentralisasi membuat pemerintah daerah menjadi wilayah administrasi

sekaligus daerah otonom.

Bagir Manan dalam Nurcholis (2007:313) menjelaskan bahwa

hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan UUD 1945

ialah hubungan desentralistik. Hubungan desentralistik mengandung arti

bahwa hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah ialah

hubungan antara dua badan hukum yang diatur dalam undang-undang.

Desentralisasi tidak semata-mata hubungan antara atasan dan bawahan dan

1
2

pengawasan terhadap pemerintah daerah dalam sistem pemerintahan di

Indonesia, tetapi lebih ditujukan untuk memperkuat otonomi daerah, bukan

untuk mengekang atau membatasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara Nomor 09 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan,

Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan

Fungsional, yang dimaksud dengan pengawasan yakni seluruh proses

kegiatan yang antara lain berupa: langkah-langkah kerja, perencanaan,

persiapan dan pelaksanaan kegiatan untuk meyakinkan apakah hasil

pelaksanaan dan penyelesaian suatu pekerjaan tersebut sudah sesuai

dengan tujuan dan rencana yang sudah ditetapkan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Ada dua jenis pengawasan fungsional,

yakni pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas eksternal dalam

hal ini BPK dan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas internal

dalam hal ini BPKP, inspektorat jenderal, dan inspektorat

provinsi/kota/kabupaten.

Pengawasan internal pemerintah merupakan fungsi manajemen yang

penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pengawasan internal

bertujuan untuk mengetahui apakah suatu instansi pemerintah telah

melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif,

efisien, sesuai dengan rencana kebijakan yang telah ditetapkan dan telah

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, pengawasan internal atas

penyelenggaraan pemerintahan diperlukan untuk mendorong terwujudnya

good governance dan clean government yang diharapkan nantinya


3

pemerintahan tersebut bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan

nepotisme (KKN).

Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan internal

pemerintah, diperlukan koordinasi pengawasan yang bersifat menyeluruh.

Koordinasi pengawasan yang bersifat menyeluruh merupakan koordinasi

yang meliputi tahap perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,

pelaporan, dan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan yang

dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Pengawasan internal di lingkungan pemerintah

provinsi/kabupaten/kota dilaksanakan oleh inspektorat pemerintah

provinsi/kabupaten/kota untuk kepentingan gubernur/bupati/walikota dalam

melaksanakan pemantauan terhadap kinerja unit organisasi yang ada dalam

kepemimpinannya.

Dalam Surat Edaran Menteri Pemberdayaaan Aparatur Negara

Nomor SE/02/M.PAN/01/2005 tentang Pelaksanaan Tindak Lanjut Hasil

Pengawasan Intern Pemerintah dijelaskan bahwa dalam rangka

meningkatkan efektivitas pengawasan fungsional dan menunjang

terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan bebas dari KKN,

maka setiap temuan hasil pengawasan APIP wajib ditindaklanjuti secara

konsisten oleh pimpinan unit kerja atau atasan langsung sebagai

penanggung jawab kegiatan.

Tindak lanjut hasil pengawasan APIP tersebut sangat diperlukan

dalam rangka memperbaiki manajemen pemerintah pada aspek

kelembagaan, ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur, serta

dasar penilaian kinerja pimpinan unit kerja, agar semua temuan yang sama
4

tidak terulang kembali. Dalam upaya menegakkan fungsi pengawasan,

tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan menjadi sangat penting karena

berhasil atau tidaknya pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah

dapat diketahui dari tingkat kepatuhan pemerintah daerah dalam

melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan pejabat pengawasan

pemerintah.

Tindak lanjut atas rekomendasi dapat berupa pelaksanaan seluruh

atau sebagian dari rekomendasi tersebut. Adapun tindak lanjut hasil

pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah, oleh Nurcholis (2007:332)

mencakup:

1. tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

2. tindakan tuntutan perbendaharaan atau tuntutan ganti rugi;

3. tindakan tuntutan/gugatan perdata;

4. tindakan pengaduan perbuatan pidana; dan

5. tindakan penyempurnaan kelembagaan, kepegawaian dan

ketatalaksanaan.

Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor 09 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan, Pemantauan,

Evaluasi, dan Pelaporan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Fungsional,

menyatakan bahwa pejabat yang tidak melakukan kewajiban untuk

melaksanakan tindak lanjut hasil pemeriksaan fungsional dalam batas

waktu selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender setelah laporan

hasil pemeriksaan diterima maka dikenakan sanksi administrasi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


5

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014, Buku V

Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan dan

Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah, di mana BPK menyampaikan

rekomendasi hasil pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa sebanyak

201.976 rekomendasi hasil pemeriksaan. Data pemantauan tindak lanjut

rekomendasi hasil pemeriksaan BPK pada tahun 2010-2014 (Semester I) di

sajikan dalam tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Data pemantauan TLRHP BPK T.A 2010-2014 (Semester I)

Status Pemantauan Tindak Lanjut

Sesuai Belum Belum Tidak

dengan sesuai/ ditindak dapat

Entitas Saran saran dalam lanjuti ditindak


% % % %
proses lanjuti

tindak

lanjut

Pemerintah 25,759 14,240 55.28 5,639 21.89 5,807 22.54 73 0.0028

Pusat

Pemerintah 169,296 85,441 50.47 48,331 28.55 35,445 20.94 79 0.0005

Daerah

BUMN 6,285 2,746 43.69 1,253 19.94 2,225 35.40 61 0.0097

(termasuk

BUMN

anak

perusahaan)
6

Status Pemantauan Tindak Lanjut

Sesuai Belum Belum Tidak

dengan sesuai/ ditindak dapat

Entitas Saran saran dalam lanjuti ditindak


% % % %
proses lanjuti

tindak

lanjut

BHMN, 639 292 45.70 104 16.28 240 37.56 0 0

KKKS,

lembaga,

saham

pemerintah

50%,

penyertaan

BUMN

dan otoritas

TOTAL 201,979 102,719 55,327 43,717 213

Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014, Buku V

Pemantauan TLRHP dan Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah

BPK RI.
7

Bila digambarkan dalam bentuk grafik maka, hasil pemantauan tindak

lanjut hasil temuan BPK pada periode tahun 2010 sampai dengan 2014

(Semester 1) dapat dilihat pada grafik 1 berikut ini:

Grafik 1. Data pemantauan TLRHP BPK T.A 2010-2014 (Semester I)

Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014, Buku V

Pemantauan TLRHP dan Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah

BPK RI.

Dari tabel 1 dan grafik 1 di atas terlihat bahwa total rekomendasi

yang diberikan oleh BPK sebanyak 201.979 dan untuk pemerintah daerah

sebanyak 169.296 rekomendasi, dengan status pemantauan tindak lanjut

yakni 85.441 (50,47%) sesuai dengan rekomendasi, 48.331 (28,55%) belum

sesuai dan/atau dalam proses tindak lanjut, 35.445 (20,94%) belum

ditindaklanjuti dan 79 (0,04%) tidak dapat ditindaklanjuti.

Data pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK

RI tahun 2010 sampai dengan 2014 (Semester I) untuk setiap pemerintah

provinsi yang ada di Indonesia, secara lebih jelas dapat dilihat pada

lampiran 1.

Pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK

untuk Pemerintah Provinsi Bengkulu terdapat 434 rekomendasi di mana


8

sebanyak 190 (43,78%) sesuai dengan rekomendasi, 231 (53,23%) belum

sesuai dan/atau dalam proses tindak lanjut dan sebanyak 12 (2,76%)

rekomendasi yang belum ditindaklanjuti.

Berdasarkan hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil

pemeriksaan yang dilakukan oleh APIP Inspektorat Provinsi Bengkulu pada

periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 terdapat 1.842 rekomendasi.

Rekapitulasi hasil pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan (TLHP)

tersebut disajikan dalam tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pemantauan TLHP

Inspektorat Provinsi Bengkulu

Hasil Pemantauan Tindak Lanjut


Jumlah Jumlah
Tahun Saran Dalam Belum
SKPD Temuan Selesai
Proses Selesai

2011 44 198 208 53 0 155

2012 45 255 273 77 6 164

2013 45 363 524 86 39 332

2014 47 313 447 137 14 259

2015 41 296 390 49 18 213

TOTAL 1.425 1.842 402 77 1.123

Sumber: Matrik pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan

Inspektorat Provinsi Bengkulu.


9

Dalam bentuk yang lebih ringkas, status pemantauan TLHP

Inspektorat Provinsi Bengkulu tahun 2011 sampai dengan 2015 disajikan

dalam grafik 2 berikut ini:

Grafik 2. Status Pemantauan TLHP T.A 2011-2015

(dalam % rekomendasi)

Sumber: Matrik pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan

Inspektorat Provinsi Bengkulu.

Dari tabel 2 dan grafik 2 terlihat bahwa jumlah rekomendasi yang

selesai ditindaklanjuti atau sesuai dengan rekomendasi sebanyak 402 (25 %),

77 (5%) dalam proses tindak lanjut, dan 1.123 (70%) belum selesai.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis melakukan

penelitian dengan judul “Analisis Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Aparat

Pengawas Intern Pemerintah pada Pemerintah Provinsi Bengkulu”.


10

1.2 Konteks Penelitian

Konteks penelitian dalam penelitian ini, yakni penyelesaian tindak

lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh APIP Inspektorat Provinsi

Bengkulu. Hal-hal yang mendasari penentuan objek studi tersebut ialah

penulis bermaksud untuk menganalisis tindak lanjut hasil pemeriksaan

(TLHP) yang dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah yang ada di

lingkup Pemerintah Provinsi Bengkulu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi

temuan berulang dan meningkatkan penyelesaian TLHP yang ada di lingkup

Pemerintah Provinsi Bengkulu.

1.3 Rumusan Masalah

Gagasan untuk melakukan penelitian ini berawal dari masih

banyaknya temuan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh APIP Inspektorat

Provinsi Bengkulu yang belum ditindaklanjuti oleh dinas atau instansi

terkait yang menjadi objek pemeriksaan. Selama lima tahun dari tahun 2011

sampai dengan tahun 2015 temuan hasil pemeriksaan pada laporan hasil

pemeriksaan (LHP) yang telah diberi rekomendasi oleh APIP Inpektorat

Provinsi Bengkulu berdasarkan data yang di peroleh peneliti terdapat 1.425

temuan dan rekomendasi 1.842 yang mana rekomendasi tersebut selesai

ditindaklanjuti atau sesuai dengan rekomendasi sebanyak 402 rekomendasi,

77 dalam proses tindak lanjut, dan 1.123 belum selesai ditindaklanjuti oleh

objek pemeriksaan.

Problem inti yang dapat diambil ialah belum mampunya Inspektorat

Provinsi Bengkulu untuk memperkecil jumlah temuan yang belum

ditindaklanjuti selama lima tahun tersebut.


11

1.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas maka

pertanyaan penelitian ialah:

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan rekomendasi APIP Inspektorat

Provinsi Bengkulu belum optimal ditindaklanjuti oleh satuan kerja

perangkat daerah (SKPD)?

2. Bagaimana langkah untuk mempercepat dan meningkatkan penyelesaian

TLHP Inspektorat Provinsi Bengkulu oleh satuan kerja perangkat daerah

(SKPD)?

1.5 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan tersebut di atas, penelitian ini mempunyai tujuan

sebagai berikut:

1. menganalisis faktor-faktor penyebab rekomendasi APIP yang belum

optimal ditindaklanjuti oleh SKPD pada lingkup Pemerintah Provinsi

Bengkulu;

2. menganalisis langkah untuk mempercepat dan meningkatkan

penyelesaian TLHP APIP Inspektorat Provinsi Bengkulu oleh SKPD yang

menjadi objek pemeriksaan.

1.6 Motivasi Penelitian

Motivasi penelitian ini ialah:

1. penelitian dilakukan untuk membantu meningkatkan tingkat

penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan Inspektorat Provinsi

Bengkulu guna mengurangi temuan berulang.

2. penelitian dilakukan untuk mempercepat tingkat penyelesaian tindak

lanjut hasil pemeriksaan Inspektorat Provinsi Bengkulu.


12

1.7 Kontribusi Penelitian

Kontribusi dari penelitian yang dilakukan oleh penulis yakni:

1. bagi Pemerintah Provinsi Bengkulu dan Inspektorat Provinsi Bengkulu,

diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan penyelesaian tindak

lanjut hasil pemeriksaan APIP Inspektorat Provinsi Bengkulu sehingga

mengurangi temuan berulang dan dibuatnya standar operasional

prosedur (SOP) tindak lanjut hasil pemeriksaan.

2. bagi akademis, diharapkan penelitian ini menambah pengetahuan dan

wawasan serta menjadi referensi bagi peneliti lain.

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini disusun dalam lima bab, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, konteks penelitian, rumusan

masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi

penelitian, kontribusi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat teori dan dasar-dasar pemikiran yang berhubungan

dengan topik yang diteliti.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini memuat metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian

ini.

BAB IV ANALISIS DAN DISKUSI

Bab ini memuat hasil analisis dan evaluasi atas data-data serta

pembahasan dari hasil yang diperoleh, berupa penjelasan teori

secara kualitatif.
13

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memuat kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta

saran untuk pengembangan selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai