Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI DIARE

Kelompok 9
Nama Anggota:
1. Sri Rezki (10011181722092)
2. Lediya Ayusela (10011181722099)
3. Zahratul Ulya (10011181722104)
4. Suci Ramadhani Nasution (10011181722115)
5. Marisa Nurhaliza (10011281722061)
6. Athiyyah Aryaza Putri (10011281722071)
7. Meilinda Rizkia (10011381722162)

Dosen Pengampu:
Feranita Utama, S.K.M., M. Kes.

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya
Tahun 2017
A. Pengertian Diare
Diare berasal dari kata diarrola (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus,
merupakan suatu keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu frekuen. Diare
adalah penyakit yang membuat penderitanya menjadi sering buang air besar, dengan
kondisi tinja yang encer. Pada umumnya, diare terjadi akibat akibat makanan dan
minuman yang terpapar virus, bakteri, atau parasit.
Menurut WHO, diare adalah buang air besar dengan konsistensi cair (mencret)
sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam). Diare merupakan penyakit yang terjadi
ketika terdapat perubahan konsistensi feses selama dan frekuensi buang air besar.
Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar
tiga kali atau lebih, atau buang air besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam
(Depkes, 2009). Diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila
penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh, maka dapat menyebabkan kematian
terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun.

B. Sejarah Diare
Diare merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia. Karenanya tidak
mengherankan jika bahan-bahan yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit tersebut
menempati tempat yang khusus dalam sejarah kedokteran. Dokter Sumeria pada tahun
3000 SM telah menggunakan sediaan antidiare dari opium.

C. Triad Epidemiologi Diare


1. Agent
a. Biologi: Rotavirus, E.Coli, Shigella, Salmonella, Campylobacter, Norwalk,
Cytomegalovirus, Giardia.
b. Kimiawi: alergi makanan, pemanis buatan pada makanan, intoleransi fruktosa
(pemanis alami pada madu dan buah-buahan) dan intoleransi laktosa (zat gula yang
terdapat pada susu dan produk sejenisnya), dan efek samping obat-obatan, misalnya
antibiotik yang dapat mengganggu keseimbangan alami bakteri dalam usus sehingga
menimbulkan diare.
2. Host
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan diare pada pejamu adalah:
a. Daya tahan tubuh terhadap penyakit
Apabila daya tahan tubuh baik maka virus tidak dapat masuk kedalam tubuh, apabila
daya tahan tubuh buruk dan host tidak memelihara personal hygiene yang baik maka
virus dengan mudah masuk ke dalam tubuh host.
b. Umur
Kebanyakan host yang terkena diare lebih sering pada kelompok usia 21-40 tahun
(51,2%) dan pada anak-anak (75%) jadi diare lebih sering menyerang pada anak-
anak.
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin laki-laki mendominasi angka kejadian diare sekitar 86,8% dan
jumlahnya lebih banyak dari pada perempuan sekitar 21% di karenakan laki-laki
kurang bias memelihara personal hygiene yang baik.
d. Adat Kebiasaan
Bila host kurang bias memelihara personal hygiene maka sangat mudah virus masuk
ke dalam tubuh.
3. Environment
a. Lingkungan Fisik
Sanitasi yang kurang baik, terutama pada sumber air bersih, jamban dan pengelolaan
sampah juga membuat agent biologis penyebab diare menjadi mudah berkembang
biak.
b. Lingkungan Non-Fisik
Lingkungan dengan sosial ekonomi dan pengetahuan yang rendah serta adaptasi
kebiasaan yang kurang baik atau perilaku yang kurang baik dalam memelihara
personal hygiene dan sanitasi lingkungan sangat berpotensi menimbulkan diare.
c. Lingkungan Biologis
Lingkungan yang dekat dengan hewan-hewan peliharaan yang kurang terjaga
kebersihannya seperti kotoran binatang dapat memudahkan virus masuk dalam
tubuh apabila host tidak menjaga kebersihan.
.
D. Riwayat Alamiah Penyakit Diare
1. Tahap Prepatogenesis
Tahap ini disebabkan oleh mikroorganisme baik bakteri, parasit, maupun virus.
Penyebaran mikroorganisme dapat terjadi melalui jalan fecal dan oral. Pada tahap ini
belum di temukan tanda-tanda penyakit. Bila daya tahan tubuh penjamu baik, maka
tubuh tidak terserang penyakit dan apabila daya tubuh penjamu lemah, maka sangat
mudah bagi virus untuk masuk dalam tubuh.
2. Tahap Patogenesis
 Tahap Inkubasi: Mikroorganisme masuk kedalam tubuh dengan menginfeksi usus
baik pada jejunum, ileum dan colon. Setelah virus menginfeki usus virus menembus
sel dan mengadakan lisis kemudian virus berkembang dan memproduksi
enterotoksin. Masa inkubasi biasanya sekitar 2-4hari,pasien sudah buang air bessar
lebih dari 4x tetapi belum tanpa gejala-gejala lain.
 Tahap Penyakit Dini: Tahap dini dimulai dengan munculnya gejala penyakit yang
kelihatannya ringan, seperti:
- Kehilangan cairan 5% berat badan.
- Kesadaran baik (somnolen).
- Mata agak cekung.
- Turgor kulit kurang dan kekenyalan kulit normal.
- BAB cair 1-2 kali perhari.
- Lemah dan haus.
 Tahap Penyakit Lanjut: Pada tahap ini penyakit bertambah jelas dan mungkin
bertambah berat dengan segala kelainan klinik yang jelas, sehingga diagnosis sudah
bisa atau relatif mudah ditegakkan. Gejalanya adalah sebagai berikut:
- Kehilangan cairan lebih dari 5-10% berat badan.
- Keadaan umum gelisah.
- Rasa haus (++)
- Denyut nadi cepat dan pernapasan agak cepat.
- Mata cekung
- Turgor dan tonus otot agak berkurang.
- Ubun-ubun besar cekung.
- Kekenyalan kulit sedikit kurang dan elastisitas kembali sekitar 1-2 detik.
 Tahap Akhir: Tahap akhir atau sering disebut juga pasca patogenesis yaitu
berakhirnya perjalanan penyakit yang dapat berada dalam pilihan keadaan, yaitu
sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, karier, penyakit berlangsung secara kronik
atau berakhir dengan kematian apabila tidak segera ditangani.

E. Daerah Persebaran Diare


Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun karena diare, sebagian
kematian tersebut terjadinya di negara berkembang. Di negara berkembang, diare infeksi
menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika, anak anak
terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya.
Adapun daerah persebaran diare di Indonesia mencakup lima provinsi yang masih
cukup tinggi prevalensinya pada semua kelompok usia, hingga mencapai 7 persen. Lima
provinsi itu meliputi Papua, Sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Barat, dan Sulawesi
Tengah. Insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia 10,2 persen. Lima provinsi
dengan insiden diare tertinggi pada balita adalah Aceh, Papua, DKI Jakarta, Sulawesi
Selatan, dan Banten.
Penyakit diare adakalanya dipengaruhi oleh musim. Pada daerah yang bermusim
tropis, diare oleh bakteri cenderung terjadi lebih sering pada musim panas. Sedangkan
diare oleh virus, terutama oleh rotavirus, cenderung terjadi sepanjang tahun dengan
peningkatan kekerapan sepanjang bulan musim kemarau. Sedangkan diare oleh bakteri
cenderung memuncak pada musim hujan (Depkes KL.Ajar Diare, 1990).

F. Distribusi Penyakit Diare


1. Distribusi Menurut Orang
a. Umur
Golongan umur yang rentan terkena penyakit diare adalah golongan umur 1 – 4
bulan hingga usia anak di bawah 2 tahun. Sebagian besar diare terjadi pada anak
dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi
diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan. Di negara berkembang, anak-anak
balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat
terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup
anak dihabiskan untuk diare. Menurut prevalensi yang didapat dari berbagaisumber,
salah satunya dari hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) Tahun 2007,
penderita diare di Indonesia berasal dari semua umur, tetapi prevalensi tertinggi
penyakit diare diderita oleh balita dan disusul oleh lansia yang berusia lebih dari 75
tahun.
b. Status Gizi
Status gizi berpengaruh besar pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena
pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama
dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan
disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat
meningkat bila anak sudah kurang gizi.
c. Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita.
Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang
diperoleh si anak.
d. Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata mempunyai
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh
atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan
pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang
lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit.
e. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab
diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan
daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air
bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.

2. Distribusi Menurut Tempat


a. Faktor Lingkungan
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor
yang dominan yaitu: sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak
sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia
yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat
menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes, 2005). Lingkungan yang dapat
menjadi faktor terjadinya penyakit diare adalah lingkungan dengan sanitasi yang
buruk dan penyediaan air bersih yang tidak memadai.
Jenis lantai rumah tinggal mempunyai hubungan yang bermakna pula
dengan kejadian diare pada anak balita, Hal ini ditinjau dari jenis alas atau bahan
dasar penutup bagian bawah, dinilai dari segi bahan dan kedap air. Lantai dari tanah
lebih baik tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat
menimbulkan gangguan atau penyakit pada penghuninya, oleh karena itu perlu
dilapisi dengan lapisan yang kedap air (disemen, dipasang keramik, dan teraso).
Lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah untuk mencegah masuknya
air ke dalam rumah.
b. Kondisi Pembuangan Kotoran di Rumah
Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah tidak
mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak mengotori air permukaan di
sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya, dan kotoran tidak boleh
terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan
vektor penyakit lainnya. Jadi, apabila sistem pembuangan kotoran (tinja) dalam
sebuah rumah tidak sehat, maka akan menjadi faktor terjadinya penyakit diare.

3. Distribusi Menurut Waktu


a. Musim Hujan
Musim hujan dapat menimbulkan kejadian penyakit diare lebih tinggi, karena musim
hujan akan menjadikan udara dan tanah menjadi lembab sehingga dapat
menimbulkan gangguan atau penyakit (kuman, virus, dan bakteri penyebab diare
akan lebih cepat berkembang). Selain itu semakin banyaknya genangan air dan banjir
yang telah tercemar dengan bakteri dari tinja seperti Escherichia Coli juga dapat
menyebabkan penyakit diare.
b. Musim Kemarau
Musim kemarau juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit diare, terutama
kemarau yang berkepanjangan. Hal ini disebabkan karena pada musim kemarau
yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekeringan dan kondisi ini akan
menyebabkan ketersediaan air bersih semakin sulit. Dengan terbatasnya air bersih
maka penggunaan air dengan kualitas yang tidak memenuhi standar kesehatan akan
menyebabkan penyakit diare.

G. Pencegahan Diare
Pencegahan penyakit diare dapat dilakukan melalui usaha-usaha sebagai berikut,
diantaranya:
 Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan menggunakan
sabun dengan air yang mengalir.
 Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
 Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan
tempat tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna
dan tidak berasa.
 Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
 Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
 Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau
bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah.
 Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih
dan jamban/WC yang memadai.
 Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara
jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar
air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih untuk
keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.
H. Pengobatan Diare
Sebagian besar diare dapat sembuh dengan sendirinya setelah dua sampai tiga hari,
dan paling sering membutuhkan waktu satu hingga dua minggu. Satu-satunya pengobatan
diare yang paling diperlukan adalah mencegah dehidrasi, yang dapat dilakukan dengan
minum cairan pengganti dan campuran elektrolit (Oralit). Kecukupan mineral seperti
natrium, magnesium, kalsium dan kalium sangat penting dalam menjaga fungsi tubuh dan
kelistrikan jantung agar tetap berdetak normal. Obat-obatan yang fungsinya menghentikan
diare tidak dianjurkan untuk orang-orang dengan diare yang disebabkan oleh infeksi
bakteri atau parasit karena dapat memperpanjang infeksi dan membuat mencret malah
menjadi lama dan tidak sembuh-sembuh. Pada kasus seperti ini, dokter bisanya
meresepkan antibiotik. Sedangkan diare yang disebabkan oleh virus akan sembuh dengan
sendirinya dengan atau tanpa obat. Selain itu, pengobatan diare secara lebih jelas adalah
dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Banyak Minum Cairan
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa efek paling berbahaya dari diare adalah
dehidrasi akibat banyaknya cairan yang hilang dari tubuh, baik melalui mencret ataupun
gejala muntah yang menyertai. Oleh sebab itu, hal terpenting dalam penanganan diare
adalah rehidrasi dengan banyak mengonsumsi cairan, bukan obat diare. Idealnya, orang
dewasa harus minum banyak cairan yang mengandung air, garam, dan gula. Contohnya
adalah air yang dicampur dengan jus dan sup kaldu. Memang sulit menentukan
seberapa banyak kita harus minum, tapi untungnya ada cara mudah mengetahui apakah
minum kita sudah cukup atau masih kurang, yaitu dengan memperhatikan frekuensi
buang air kecil dan warna urin. Jika minum cukup, maka akan sering buang air kecil
dengan cairan urin berwarna jernih. Namun sebaliknya, apabila masih kurang minum,
maka tidak atau jarang buang air kecil, sekalinya kencing keluarlah warna urine kuning
kecoklatan dan pekat. Pada anak-anak memang agak sulit dalam mengupayakan agar
mereka terhidrasi dengan baik. Berilah bayi dan anak-anak minum sedikit demi sedikit,
lebih baik meningkatkan frekuensi daripada memberinya minum sekaligus banyak
namun lebih jarang. Bagi bayi yang masih menyusu, maka lanjutkan memberikan ASI
karena ASI merupakan sumber cairan dan nutrisi yang baik, untuk anak-anak yang lebih
besar menggunakan oralit. Jus buah atau minuman bersoda sebaiknya dihindari karena
dapat membuat diare lebih buruk pada anak-anak.
b. Gunakan Cairan Rehidrasi Oral
Dokter atau apoteker mungkin menyarankan menggunakan cairan rehidrasi oral (oralit)
untuk mencegah dehidrasi. Oralit juga dapat digunakan untuk mengobati dehidrasi yang
telah terjadi. Oralit biasanya tersedia dalam bentuk serbuk yang dikemas dalam sachet
dan bisa didapatkan di apotek tanpa resep dokter. Serbuk oralit dilarutkan kedalam air
sesuai takaran yang dianjurkan. Oralit akan mengganti garam, gula, dan mineral penting
lainnya yang hilang jika mengalami dehidrasi. Untuk anak-anak harus diperhatikan
takaran minumnya, umumnya mereka dianjurkan minum oralit setiap sehabis buang air
besar encer, jumlahnya disesuaikan dengan jumlah feses yang keluar dan juga
memperhatikan berat badan dan usia. Petunjuk dosis ada dalam kemasan.
c. Konsumsi Makanan yang Tepat
Ketika diare, sistem pencernaan mengalami gangguan, maka kita harus cerdik dalam
memilih jenis makanan yang akan dikonsumsi selama diare. Sebagian besar ahli setuju
bahwa selama diare harus makan makanan yang lunak dan mudah dicerna terlebih
dahulu, baru kemudian mengonsumsi makanan padat segera setelah merasa mampu.
Jika diare baru saja mulai makanlah akanan kecil, makanan ringan dan menghindari
makanan berlemak atau pedas. Contoh makanan yang baik ketika diare adalah kentang,
nasi, pisang, sup, dan sayuran rebus. Selain itu makanan asin juga sangat membantu.
Jika penderita tidak nafsu makan, maka tidak perlu memaksakan diri, akan tetapi harus
terus minum cairan dan makan segera setelah merasa mampu. Jika anak mengalami
dehidrasi, jangan memberi mereka makanan padat sampai mereka telah minum cukup
cairan. Begitu mereka telah berhenti menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, mereka dapat
mulai makan makanan yang biasa dimakan. Jika anak-anak menolak untuk makan, terus
memberi mereka cairan dan menunggu sampai nafsu makannya kembali.
d. Menggunakan Obat Diare
 Obat antidiare
Obat antidiare dapat membantu mengurangi diare dan sedikit memperpendek durasi.
Namun, perlu diingat bahwa obat diare biasanya tidak diperlukan. Loperamide
adalah salah satu contoh obat antidiare yang paling banyak digunakan, karena telah
terbukti efektif menghentikan diare meskipun bisa menyebabkan beberapa efek
samping. Loperamide (Imodium) memperlambat gerakan otot di dalam usus
sehingga dapat mengurangi pergerakan usus yang berlebihan pada diare. Air dalam
feses akan lebih banyak diserap kembali oleh tubuh sehingga feses lebih padat dan
frekuensi BAB menjadi lebih jarang. Ada juga alternatif obat diare selain loperamide
yaitu Racecadotril, yang bekerja dengan mengurangi jumlah air yang dihasilkan oleh
usus kecil. Bukti menunjukkan obat ini bisa sama efektifnya dengan loperamide
untuk mengobati diare. Beberapa obat diare dapat dibeli di apotek tanpa resep.
Namun, penderita harus berhati-hati sebelum menggunakannya, bacalah dosis dan
aturan pakai yang terdapat dalam label. Jangan menggunakan obat diare jika ada
darah atau lendir dalam tinja atau memiliki suhu tinggi (demam). Segera hubungi
dokter. Kebanyakan obat antidiare tidak boleh diberikan kepada anak-anak.
Racecadotril dapat digunakan pada anak-anak berusia lebih dari tiga bulan jika itu
dikombinasikan dengan cairan rehidrasi oral dan langkah-langkah lain yang
disebutkan di atas, meskipun tidak semua dokter merekomendasikan hal ini.
 Obat penghilang rasa sakit
Obat penghilang rasa sakit tidak untuk menghentikan diare, namun parasetamol atau
ibuprofen dapat membantu meringankan gejala penyerta seperti demam dan sakit
kepala. Selalu baca dengan cermat informasi yang tedapat pada kemasan, perhatikan
apakah itu cocok dan gunakanlah sesuai dosis yang dianjurkan.
 Obat Antibiotik
Pengobatan diare dengan antibiotik tidak dianjurkan untuk diare jika penyebabnya
tidak diketahui. Antibiotik disarankan jika penderita memiliki diare berat dan
disebabkan oleh infeksi bakteri jenis tertentu. Terlebih ketika seseorang memiliki
masalah kesehatan berupa sistem kekebalan tubuh yang lemah.
e. Perawatan rumah sakit
Terkadang, perawatan rumah sakit diperlukan bagi yang mengalami dehidrasi serius.
Pengobatan akan melibatkan pemberian cairan dan nutrisi langsung ke pembuluh darah
(intravena) melalui infus.

Anda mungkin juga menyukai