Anda di halaman 1dari 5

Resume Buku Pengembangan Organisasi dan Kepemimpinan

KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

DISUSUN OLEH :

Lediya Ayusela (10011181722099)


Zahratul Ulya (10011181722104)
Marisa Nurhaliza (10011281722061)
Athiyyah Aryaza Putri (10011281722071)
Muhammad Dwiyandra (10011281722077)
Muhammad Aldy Irwansyah (10011381722155)

Dosen Pembimbing : Dr. Misnaniarti, S.KM, M.KM

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2018/2019
A. Kepemimpinan Situasional
Teori kepemimpinan situasional adalah teori yang dikembangkan oleh Paul Hersey
dan Kend Blenchart. Dasar teori ini adalah bahwa tidak ada gaya kepemimpinan tunggal
terbaik. Kepemimpinan yang efektif pada dasarnya adalah yang relevan dengan tugas
atau tantangan yang ada. Pemimpin yang paling berhasil adalah mereka yang
mengadaptasi gaya kepemimpinannya berdasarkan kematangan inividu atau kelompok
yang ingin dipimpin dan dipengaruhi. Oleh karena itu, dalam sejarah konteks tata kelola
kepengurusan negara Indonesia, gaya kepemimpinan yang berkembang ialah sebagai
berikut:
1. Pada awal berdiri Indonesia, kita mengenal Soekarno yang kharismatik dan menjadi
penggalang persatuan dari negara yang baru berdiri. Gaya kepemimpinan ini sesuai
dalam menghadapi tantangan dari luar dan dalam negeri.
2. Di masa Soeharto, gaya kepemimpinan yang diterapkan adalah administratif dan
otoriter yang mengutamakan stabilitas pemerintah, kekuasaan negara dan fasilitasi
investasi luar negeri, tetapi mengabaikan demokrasi.
3. Pada masa reformasi, terdapat tiga gaya kepemimpinan transisional sebagai tanggapan
terhadap tuntutan perubahan reformasi yaitu:
 Pada masa Habibie meletakkan dasar-dasar tata kepengurusan negara baru.
 Pada masa Abdurrahman Wahid memelopori reformasi demokratis tata
kepengurusan negara yang radikal sehingga tidak dapat diterima oleh elite politik
yang merasa terganggu.
 Pada masa Megawati berusaha mengembalikan stabilitas pemerintahan dan
kekuasaan negara yang tidak dapat diterima oleh mayoritas warga negara.
4. Gaya kepemimpinan yang saat ini diterapkan adalah gaya kepemimpinan yang
dipopulerkan oleh Joko Widodo.
Dari sejarah kepemimpinan indonesia tersebut dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan situasional merupakan teori kepemimpinan yang sesuai dengan
Indonesia.

B. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard membagi gaya kepemimpinan
berdasarkan Task Behaviour (Perilaku Tugas) dan Relationship Behaviour (Perilaku
Hubungan) dari seorang pemimpin terhadap para pengikutnya. Model kepemimpinan ini
dibagi menjadi 4 tipe, mulai dari S1 sampai S4.
1. S1: Memberi Tahu (Directing)
Ciri-ciri gaya kepemimpinan ini adalah komunikasi satu arah, dimana seorang
pemimpin menentukan peran kelompok atau individu-individu dengan memberikan
apa, bagaimana, mengapa, kapan dan dimana suatu tugas harus dilakukan.
2. S2: Menjual (Coaching)
Ciri-ciri gaya kepemimpinan ini adalah seorang pemimpin masih memberikan arahan,
akan tetapi sudah mengenakan model komunikasi dua arah dan memberikan
dukungan sosial emosional sehingga kelompok dapat dipengaruhi untuk mengikuti
prosesnya.
3. S3: Berpartisipasi (Supporting)
Ciri-ciri gaya kepemimpinan ini adalah proses pengambilan keputusan tentang
bagaimana suatu tugas dilaksanakan dilakukan secara bersama-sama dan pemimpin
memberikan lebih sedikit tugas sambil tetap mempertahankan tingkat hubungan yang
erat.
4. S4: Delegasi (Delegating)
Ciri-ciri gaya kepemimpinan ini adalah pemimpin tetap terlibat dalam pengambilan
keputusan namun proses dan tanggung jawab diserahkan kepada satu individu dalam
kelompok. Pemimpin juga tetap terlibat dalam pemantauan kegiatan.

C. Cara Analisa Diri (Core Qualities)


Daniel Ofman mengembangkan suatu cara analisa diri yang disebut Core Qualities,
yang berguna untuk mengetahui perilaku seseorang dalam menghadapi segala situasi.
Teori Ofman mengenai Core Quadrant mencakup empat konsep utama: Kualitas Inti
(Core Quality), Perangkap (Pitfall), Tantangan (Challenge), dan Alergi (Allergy).

Kualitas
Int
Berlebihan

Alergi Perangkap

Berlebihan

Tantangan

1. Kualitas inti, yaitu kekuatan, bakat khas, atau karakter seseorang yang dikenali dalam
kehidupan sehari hari yang bisa saja tersembunyi atau dikembangkan. Contohnya
ketegasan, sikap penuh pertimbangan, kehati-hatian, semangat, dan keteraturan
2. Perangkap, adalah hasil dari kualitas inti yang berlebihan dan dianggap sebagai
kelemahan. Contohnya sifat mudah membantu yang jika berlebihan dapat menjadi
campur tangan, dan kehati-hatian menjadi pilih-pilih.
3. Tantangan, merupakan lawan positif dari perangkap. Jika kita telah bisa
mengidentifikasi perangkap dan alergi, maka kita dapat mulai mencari tantangan.
Contohnya lawan positif dari seseorang yang suka mengganggu adalah orang yang
sabar dan kualitas intinya adalah ketegasan. Sedangkan orang yang impulsif,
tantangannya adalah perilaku teratur dan kualitas intinya adalah keluwesan.
4. Alergi, ialah kombinasi tantangan dari “hal baik yang berlebihan” atau lawan negatif
dari kualitas inti. Contohnya: lawan negatif dari ketegasan adalah sikap pasif. Terlalu
sabar dapat juga merosot menjadi sikap pasif. Semakin sering seseorang dihadapkan
dengan sikap alerginya maka semakin besar risiko mereka akhirnya masuk kedalam
perangkap. Seperti, seseorang yang tegas mulai menjadi menyakitkan karena
menganggapi kepasifan yang berlebihan.

D. Implikasi Dalam Penerapan Kerangka Kualitas Inti


1. Apa yang terjadi jika dua orang yang mirip bertemu? Contohnya pertemuan dua orang
yang tegas. Keduanya akan saling menghargai. Akan tetapi dalam keadaan tertentu,
mereka dapat saling menyakiti. Jika hal tersebut terjadi, mereka harus
mengidentifikasi perangkap masing-masing.
2. Apa yang terjadi jika dua orang yang berlawanan saling bertemu? Seringkali yang
terjadi adalah penghinaan, perilaku yang timbul dari seseorang yang dihadapkan
dengan alerginya. Konfrontasi akan membuat seseorang rentan, cenderung akan
mendorong perilaku yang menuju pada perangkapnya. Kesadaran terhadap perilaku
dan sifat perangkap mungkin membantu seseorang mengidentifikasikan perangkapnya
dalam situasi tertentu.
3. Orang biasanya alergi terhadap “kebaikan yang berlebihan.” Jika ini yang terjadi,
mereka dapat belajar dari orang yang sulit mereka akrabi. Pertanyaan yang sesuai
dalam situasi ketika seseorang menghadapai orang lain yang perilakunya tidak kita
sukai adalah dengan pertanyaan: “Apa yang diajarkannya tentang diri saya?”
4. Jika seseorang beretemu dengan orang yang perilakunya dapat memicu alergi maka ia
harus mempertimbangkan perilaku penyebab alergi, yaitu ”perilaku baik yang
berlebihan” dari kualitas inti yang menjadi perangkap seseorang. Dari perspektif
perhatian terhadap perilaku yang menyebabkan alergi maka konsep kuadran inti dapat
dimanfaatkan sebagai alat bagi seseorang untuk membantu orang lain menemukan
kualitas intinya yang berada di balik perangkap. Jika cara ini berhasil maka kualitas
inti tersebut dapat mewakili dasar yang sempurna untuk kerjasama dengan kualitas
inti seseorang.

Anda mungkin juga menyukai