Anda di halaman 1dari 28

A.

Latar belakang

Peritonium merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epithelial. Pada

permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Dari kedua

rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen

menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat,

sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritoneum. Peritonium merupakan

rongga tempat melekatnya organ-organ dalam khususnya organ-organ pencernaan.

Berdasarkan sifat (vaskularisasi) dan fungsi dari peritonium, maka dengan adanya

kelainan pada organ-organ yang terdapat pada rongga peritonium, akan mempengaruhi

dinding atau rongga peritonium itu sendiri, seperti pada apendisitis perforasi, perdarahan

intraabdomen, obstruksi dan strangulasi jalan cerna. Pada keadaan atau penyakit tersebut,

sering menampakkan adanya gejala akut yang sering disebut gawat abdomen, keadaan ini

memerlukan penaggulangan segera yang sering berupa tindakan pembedahan.

Peritonitis merupakan peradangan peritonium, selaput tipis yang melapisi dinding

abdomen dan meliputi organ-organ dalam, peradangan sering disebabkan oleh bakteri

atau infeksi jamur membran ini. Peritonium primer disebabkan oleh penyebaran infeksi

dari darah atau kelenjar getah bening ke peritonium, pada kasus primer ini, 90% kasus

infeksi disebabkan oleh mikroba, 40% oleh bakteri gram negative, E.Coli 7%, Klebsiela,

pneumonia, spesies pseudomonas, proteus dan gram negatif lain sebanyak 20%,

sementara bakteri gram positif yakni 15%, jenis steptococus, dan golongan stapylococus

3%. Jenis yang lebih umum dari peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder, disebabkan

oleh infeksi gastrointestinal (apendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum, dan

duodenum, perforasi kolon) atau saluran bilier, kedua kasus peritonitis sangat serius dan

dapat mengancam kehidupan jika tidak dirawat dengan cepat.


Pada keadaan normal, peritonium resisten terhadap infeksi bakteri, tetapi adanya

keadaan seperti kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang

menurun dan adanya benda asing atau enzim pecerna aktif, merupakan faktor yang

mempermudah terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus

segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat

meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penaggulangan

tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian peritonitis?

2. Apa penyebab atau etiologi dari peritonitis?

3. Bagaimanakah tanda dan gejala dari peritonitis?

4. Bagaimana perjalanan penyakit atau patofisiologi dari peritonitis?

5. Pemeriksaan diagnostik pada peritonitis?

6. Bagaimana penatalaksanaan pada peritonitis?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan tepat, cermat dan benar pada

kasus peritonitis.

2. Tujuan Khusus

1. Dapat melakukan pengkajian, analisis dan sintesis masalah keperawatan.

2. Menentukan rencana tindakan atau intervensi keperawatan secara tepat.

3. Melakukan tindakan keperawatan dengan baik dan benar.

4. Mampu mengevalusai tindakan keperawatan yang telah diberikan secara lengkap,

akurat dan relevan


A. Definisi

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang

kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. Peritonitis merupakan sebuah proses

peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang

terletak didalam nya. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan

sekitarnya melalui perforasi usus seperti ruptur appendiks atau divertikulum karena

awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan

oleh materi kimia yang iritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari

perforasi kantung empedu atau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan

peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba fallopi atau rupturnya kista

ovari.

Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal. Pada saat ini

penanganan peritonitis dan abses peritoneal melingkupi pendekatan multimodal yang

berhubungan juga dengan perbaikan pada faktor penyebab, administrasi antibiotik, dan

terapi suportif untuk mencegah komplikasi sekunder dikarenakan kegagalan sistem organ.

B. Etiologi

1) Infeksi bakteri

a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

b. Appendisitis yang meradang dan perforasi

c. Tukak peptik (lambung / dudenum)

d. Tukak thypoid

e. Tukan disentri amuba / colitis

f. Tukak pada tumor

g. Salpingitis
h. Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,

stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium

wechii.

2) Faktor ekstrinsik (dari luar)

a. Operasi yang tidak steril

b. Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa, ruptur hati

C. Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang

menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.

Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai

pita-pita fibrosa, yang akan dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan

menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika

defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian

sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon

hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan

banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan

dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya

meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen

mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-

organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-

lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen

termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah


dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan

di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen,

membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila

infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis

umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian

menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,

mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat

terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu

pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Sumbatan yang lama pada

usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik

(sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi

hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai

terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi

obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir

dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran

bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang

tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus

halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami

hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi,

perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang

lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri

perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai di

epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi

lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang

mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul

mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh

asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut

menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang

fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan

peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi

keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks

oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan

neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks

mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan

menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi

mukosa, dan obstruksi vena sehingga oedem bertambah kemudian aliran arteri terganggu

akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding

apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik

lokal maupun general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen

dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang

berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ

berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi

feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi
terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera

sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah

seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu

untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena

perangsangan peritonium.

D. Klasifikasi

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Peritonitis bakterial primer

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada

cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya

bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis

bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Spesifik : misalnya Tuberculosis

2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,

keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko tinggi

adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus

sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

b. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus gastrointestinal

atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan

peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat

terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat

memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.


Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu

peritonitis. Kuman dapat berasal dari:

- Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam

cavum peritoneal.

- Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan

oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.

- Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya

appendisitis.

c. Peritonitis tersier, misalnya:

- Peritonitis yang disebabkan oleh jamur

- Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya

empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.

d. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

- Aseptik/steril peritonitis

- Granulomatous peritonitis

- Hiperlipidemik peritonitis

- Talkum peritonitis

E. Tanda dan Gejala

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi

atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi

hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat

tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme

antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan

atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina
bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-

pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi

(misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita

dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis,

atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatrik.

F. Manifestasi Klinis

Diagnosis peritonitis biasanya didapatkan secara klinis. Umumnya semua pasien

hadir dengan keluhan berbagai derajat nyeri abdomen. Nyerinya dapat akut maupun

kronis. Umumnya nyerinya dalam bentuk nyeri tumpul dengan tidak terlokalisasi dengan

baik (peritoneum visceral) yang kemudian berkembang menetap, makin parah dan makin

terlokalisasi (peritoneum parietal). Jika proses infeksi tidak terbendung, nyeri akan

menjadi difus. Pada beberapa penyakit penyebab (seperti perforasi gaster, pakreatitis akut

yang berat, iskemi intestin) nyeri abdomen dapat tergeneralisasi dari awal.

Anoreksia dan nausea sering muncul dan dapat mendahului perkembangan nyeri

abdomen. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi)

atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal.

Pada pemeriksan fisik, pasien dengan peritonitis sering tampak tidak sehat dan

pada keadaan berbahaya. Demam dengan temperatur melebihi 38°C dapat ditemukan, tapi

pasien dengan sepsis berat dapat ditemukan dalam keadaan hipotermia. Takikardi muncul

akibat mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit, demam

serta hilangnya sepertiga ruang peritoneal. Dengan dehidrasi yang progresif, pasien akan

menjadi hipotensi, yang menunjukan penurunan output urin dan dengan peritonitis berat.

Pada pemeriksaan abdomen, pada dasarnya semua pasien menunjukan adanya tenderness

pada palpasi, (pada saat pemeriksaan pasien dengan suspect peritonitis sebaiknya pasien

sebaiknya berbaring dengan posisi lutut lebih tinggi agar pasien dapat lebih relaksasi pada
dinding abdomennya). Pada banyak pasien (baik pada peritonitis dan nyeri abdomen difus

yang berat) titik tenderness maksimal atau atau referred rebound tenderness terletak pada

tempat proses patologis.

Pada banyak pasien menunjukan adanya peningkatan rigiditas dinding abdomen.

Peningkatan tonus otot dinding abdomen dapat secara volunter akibat respon atau

antisipasi pada pemeriksaan abdomen atau secara involunter karena iritasi peritoneal.

Pasien dengan peritonitis berat sering menghindari banyak gerak dan memfleksikan

pinggulnya untuk mengurangi tekanan dinding abdomen. Abdomen terkadang distensi,

dengan suara usus hipoaktif hingga tidak terdengar. Pemeriksaan rektal kerap

mengakibatkan nyeri abdomen. Massa peradangan lunak yang terletak pada anterion

kanan mungkin mengindikasikan appendisitis dan anterio fullness dan fluktuasi dapat

mengindikasikan sebuah abses cul de sac.

Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual dan vaginal dapat mengarahkan pada

differential diagnosis penyakit inflamasi pelvis (seperti endometritis, salfingo-oovoritis,

abses tuba ovarii). Tapi temuannya kerap sulit untuk diinterpretasikan sebagai peritonitis

berat.

Pada saat mengevaluasi pasien dengan dugaan infeksi peritoneal, melakukan

pemeriksaan fisik yang lengkap adalah hal yang sangat penting. Prosesus thoracic dengan

iritasi diafragma (seperti empiema), proses ekstraperitoneal (seperti pyelonephritis,

cystitis, retensi urin akut), dan proses dinding abdomen (seperti infeksi, hematoma recti)

dapat terlihat seperti tanda-tanda maupun gejala peritonitis.

Sering kali hasil dan temuan pemeriksaan klinis sama sekali tidak reliable pada pasien

dengan immunosupresi yang berarti (seperti pasien diabetes berat, pengguna steroid,

status post-transplantasi, HIV), pada pasien dengan perubahan status mental (seperti

cedera kepala, ensepalopati toksik, shock sepsis, agen analgesik), pada pasien paraplegi
dan apda pasien usia lanjut. Dengan infeksi peritoneal dalam yang terlokalisasi, demam

dengan atau tanpa peningkatan hitung WBC mungkin satu-satunya tanda yang ditemukan.

Kebanyakan pasien dengan TP menunjukan hanya gejala vagal dan mungkin afebril..

G. Penatalaksanaan

1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan

kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk

mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan

melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.

2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan

dapat diupayakan.

3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi.

Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase

terhadap abses.

H. Komplikasi

1. Eviserasi Luka

2. Pembentukan abses

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Test laboratorium

o Leukositosis

o Hematokrit meningkat

2. X. Ray

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :

o Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.

o Usus halus dan usus besar dilatasi.

o Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.


J. WOC (Web Of Caucion) Peritonitis

Infeksi bakteri Faktor ekstrinsik

(E.coli, streptokokus aureus,enterokokus) (operasi tidak steril,trauma kecelakaan)

Luka abdomen

Invasi bakteri

Robekan pada usus

Eksudat fibrinosa

Rupture usus
Resiko
Abses penyebaran
infeksi

Peritonitis

Infeksi peritoneum Peradangan Prognosis penyakit


Suhu tubuh Penekanan /

Obstruksi usus meningkat mendesak jaringan

Klien tampak Klien bertanya

Akumulasi gas dan cairan Cedera sel gelisah Tanya tentang

dalam lumen proksimal dari Hipertermi penyakitnya

obstruksi Degranulasi sel mast


Ansietas

Pelepasan mediator kimia


Kurang
Mual dan Susah pengetahuan
Muntah BAB

Nociseptor

Resiko tinggi Konstipasi


Kekurangan Medulla spinalis
volume
cairan
Korteks serebri

Anoreksia
Resiko tinggi Nyeri Akut
nutrisi kurang
dari kebutuhan
K. Asuhan Keperawatan Teoritis Peritonitis

1. Pengkajian
Data Subyektif
1) Pasien mengatakan nyeri didaerah perutnya, nyeri sedang
2) Pasien mengatakan mual dan muntah
3) Pasien mengatakan tidak nafsu makan
4) Pasien mengatakan demam
5) Pasien mengatakan badannya meriang
6) Pasien mengatakan susah buang air besar
7) Pasien mengatakan dadanya berdebar-debar, pusing dan nafasnya cepat
8) pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya

Data Obyektif

1) Pasien tampak meringis


2) Mukosa mulut pasien kering
3) Turgor kulit pasien buruk
4) Pasien tampak gelisah
5) Pasien tampak lemas
6) Badan pasien teraba panas
7) RR pasien meningkat
8) Nadi pasien meningkat
9) Tekanan Darah pasien meningkat
10) Berat badan pasien menurun
11) Perut pasien kembung
2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut yang berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga


abdomen/peritoneal (distensi abdomen) yang ditandai dengan pasien mengatakan
nyeri pada bagian abdomen, pasien tampak meringis kesakitan.
2. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat infeksi atau
inflamasi ditandai dengan pasien mengatakan demam, badan pasien teraba panas.
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus ditandai dengan pasien
mengatakan sembelit, terdapat benjolan dikuadran bawah atau pelvis.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan prognosis penyakitnya ditandai dengan
pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya.
3. Perencanaan
No. Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan Rasional
1. Nyeri akut yang Tujuan : nyeri pasien dapat Mandiri Mandiri
berhubungan dengan berkurang dengan
akumulasi cairan Kriteria Hasil: 1. Kaji skala nyeri pasien 1. Mengetahui penyebab,
dalam rongga 1.Skala nyeri berkurang dengan metode PQRST skala nyeri, kualitas,
abdomen/peritoneal 2.Pasien tidak meringis lokasi, gejala dan
(distensi abdomen) 3.TTV pasien normal periode nyeri yang
- RR = 16-20 x / menit dialami pasien
- TD = 120/80 mmHg sehingga dapat
- Nadi = 80-100 x/menit memberikan
penanganan yang
sesuai dengan keadaan
pasien

2. Kaji TTV pasien terutama 2. Sebagai dasar untuk


nadi,RR dan tekanan darah intervensi selanjutnya

3. Pertahankan posisi semi 3. Memudahkan drainase


fowler sesuai indikasi cairan/luka karena
gravitasi dan
membantu
meminimalkan nyeri
karena gerakan.

4. Ajarkan penggunaan 4. Agar pasien dapat


manajemen nyeri, tehnik menggunakan tehnik-
keadaan hangat tehnik meningkatkan
nafsu makan pasien.

5. Berikan tindakan 5. Meningkatkan


kenyamanan contoh pijatan relaksasi dan mungkin
punggung, nafas meningkatkan
dalam,latihan kemampuan koping
relaksasi/visualisasi pasien dengan
memfokuskan kembali
perhatian.

Kolaborasi
Kolaborasi

6. Kolaborasi dengan dokter 6. Menurunkan laju


dalam pemberian analgetik metabolik dan iritasi
usus karena toksin
sirkulasi/local yang
membantu
menghilangkan nyeri
dan meningkatkan
penyembuhan.

2. Hipertermi Tujuan : suhu tubuh pasien Mandiri Mandiri


berhubungan dengan kembali normal dengan
1. Sebagai dasar untuk
kerusakan kontrol Kriteria Hasil: 1. Kaji TTV, terutama suhu
intervensi selanjutnya.
suhu sekunder akibat 1. Suhu tubuh pasien tubuh pasien
infeksi atau inflamasi. normal (36,5-370 C)
2. Perpindahan panas
2. Pasien tidak meriang 2. Berikan kompres hangat
secara konduksi dari
3. Kulit tidak teraba hangat pada daerah dahi dan ketiak
tubuh pasien ke
kompres, akan
membantu
mempercepat
penurunan suhu tubuh
pasien.

3. Anjurkan pasien untuk 3. Mengatasi pengeluaran


mengkonsumsi cairan dalam cairan melalui keringat
jumlah yang cukup (1500- akibat peningkatan
2000 ml) suhu tubuh.
Kolaborasi Kolaborasi
4. Kolaborasi dengan dokter 4. Membantu
dalam pemberian antipiretik mempercepat
penurunan suhu tubuh

3. Konstipasi Tujuan : BAB pasien lancar Mandiri Mandiri


berhubungan dengan dengan
1. Catat adanya distensi 1. Distensi dan hilangnya
penurunan peristaltik Kriteria Hasil:
abdomen dan auskultasi peristaltic usus
usus. 1. BAB pasien teratasi
peristaltic usus. merupakan tanda
2. Peristaltik normal
fungsi defekasi hilang
3. Perut tidak kembung

2. Anjurkan pasien untuk 2. Untuk menstimulasi

miring kanan dan miring peristaltic yang


kiri memfasilitasi
kemungkinan
terbentuknya flatus

3. Beri pasien makanan yang 3. Makanan berserat


mengandung serat dapat melembekkan
feses
Kolaborasi Kolaborasi

4. Kolaborasi dalam
4. Untuk memperlancar
pemberian huknah/lavement
keluarnya feses.
dan obat supositoria

4 Kurang pengetahuan Tujuan : pengetahuan pasien Mandiri Mandiri


. berhubungan dengan tentang penyakitnya bertambah
1. Dorong pasien untuk 1. Pasien termotivasi
prognosis penyakitnya. dengan
menanyakan hal-hal yang untuk bertanya tentang
Kriteria Hasil:
ingin diketahui mengenai hal-hal yang ingin dia
1. Pasien tidak bertanya-
penyakitnya. ketahui mengenai
tanya lagi tentang
penyakitnya, sehingga
penyakitnya.
pengetahuannya dapat
2. Pasien mengerti dan
bertambah.
memahami tentang
penyakitnya
2. Pengetahuan pasien
2. Berikan informasi mengenai
tentang penyakitnya
hal-hal yang ingin diketahui
dapat bertambah.
pasien mengenai
penyakitnya.
3. Tanyakan kembali kepada 3. Mengetahui tingkat
pasien tentang hal-hal yang pemahaman pasien.
telah dijelaskan perawat
4. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah dilaksanakan dalam rencana


keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan independent, interdependent,
dan dependent. Implementasi disesuaikan dengan rencana keperawatan atau intervensi
yang telah di buat atau di susun.

5. Evaluasi
1) Nyeri pasien berkurang
2) Suhu tubuh pasien kembali normal
3) Konstipasi pasien teratasi
4) Pengetahuan pasien tentang penyakitnya dapat bertambah
A. Kesimpulan

Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga

abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga

abdomen. Ruang yang terdapat diantara dualpisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong

peritoneum.

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan

meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun

kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi,

defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat

mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan

syok sepsis.

Peritonitis dapat disebabkan oleh: Infeksi bakteri, secara langsung dari luar, secara

hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan

bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.

Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut

abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral)

yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis

relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi

hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi.

B. Saran

1. Laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan acuan dalam melakukan

asuhan keperawatan pada klien dengan peritonitis generalisata post op eksplorasi laparotomy.
2. Instansi rumah sakit mampu menggunakan laporan asuhan keperawatan perawat

sebagaimana mestinya, dan guna menunjang pelayanan keperawatan yang optimal.

3. Perawat selanjutnya diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien

peritonitis generalisata post op eksplorasi laparotomy dengan pertimbagan ALOS

(Average Lenght Of Stay) yang lebih pendek dan meminimalkan INOS (Infeksi

Nosokomial).
DAFTAR PUSTAKA

Doegoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: ECG

Smeltzer, Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, DKK. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai