Latar belakang
Peritonium merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epithelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Dari kedua
rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen
menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat,
Berdasarkan sifat (vaskularisasi) dan fungsi dari peritonium, maka dengan adanya
kelainan pada organ-organ yang terdapat pada rongga peritonium, akan mempengaruhi
dinding atau rongga peritonium itu sendiri, seperti pada apendisitis perforasi, perdarahan
intraabdomen, obstruksi dan strangulasi jalan cerna. Pada keadaan atau penyakit tersebut,
sering menampakkan adanya gejala akut yang sering disebut gawat abdomen, keadaan ini
abdomen dan meliputi organ-organ dalam, peradangan sering disebabkan oleh bakteri
atau infeksi jamur membran ini. Peritonium primer disebabkan oleh penyebaran infeksi
dari darah atau kelenjar getah bening ke peritonium, pada kasus primer ini, 90% kasus
infeksi disebabkan oleh mikroba, 40% oleh bakteri gram negative, E.Coli 7%, Klebsiela,
pneumonia, spesies pseudomonas, proteus dan gram negatif lain sebanyak 20%,
sementara bakteri gram positif yakni 15%, jenis steptococus, dan golongan stapylococus
3%. Jenis yang lebih umum dari peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder, disebabkan
duodenum, perforasi kolon) atau saluran bilier, kedua kasus peritonitis sangat serius dan
keadaan seperti kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang
menurun dan adanya benda asing atau enzim pecerna aktif, merupakan faktor yang
segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan tepat, cermat dan benar pada
kasus peritonitis.
2. Tujuan Khusus
kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. Peritonitis merupakan sebuah proses
peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang
terletak didalam nya. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan
sekitarnya melalui perforasi usus seperti ruptur appendiks atau divertikulum karena
awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan
oleh materi kimia yang iritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari
perforasi kantung empedu atau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan
peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba fallopi atau rupturnya kista
ovari.
Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal. Pada saat ini
berhubungan juga dengan perbaikan pada faktor penyebab, administrasi antibiotik, dan
terapi suportif untuk mencegah komplikasi sekunder dikarenakan kegagalan sistem organ.
B. Etiologi
1) Infeksi bakteri
d. Tukak thypoid
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,
wechii.
C. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai
menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika
defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian
sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan
dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-
organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-
lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen
di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen,
membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Sumbatan yang lama pada
usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik
(sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi
hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi
obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir
dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus
halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami
hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi,
perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang
lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri
perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai di
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang
fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi
oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan
bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mukosa, dan obstruksi vena sehingga oedem bertambah kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen
dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang
berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ
berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi
feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi
terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera
sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah
seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu
untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan peritonium.
D. Klasifikasi
cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan
cavum peritoneal.
oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
appendisitis.
- Aseptik/steril peritonitis
- Granulomatous peritonitis
- Hiperlipidemik peritonitis
- Talkum peritonitis
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi
atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi
hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat
tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan
atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina
bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-
pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi
dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis,
F. Manifestasi Klinis
hadir dengan keluhan berbagai derajat nyeri abdomen. Nyerinya dapat akut maupun
kronis. Umumnya nyerinya dalam bentuk nyeri tumpul dengan tidak terlokalisasi dengan
baik (peritoneum visceral) yang kemudian berkembang menetap, makin parah dan makin
terlokalisasi (peritoneum parietal). Jika proses infeksi tidak terbendung, nyeri akan
menjadi difus. Pada beberapa penyakit penyebab (seperti perforasi gaster, pakreatitis akut
yang berat, iskemi intestin) nyeri abdomen dapat tergeneralisasi dari awal.
Anoreksia dan nausea sering muncul dan dapat mendahului perkembangan nyeri
abdomen. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi)
Pada pemeriksan fisik, pasien dengan peritonitis sering tampak tidak sehat dan
pada keadaan berbahaya. Demam dengan temperatur melebihi 38°C dapat ditemukan, tapi
pasien dengan sepsis berat dapat ditemukan dalam keadaan hipotermia. Takikardi muncul
akibat mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit, demam
serta hilangnya sepertiga ruang peritoneal. Dengan dehidrasi yang progresif, pasien akan
menjadi hipotensi, yang menunjukan penurunan output urin dan dengan peritonitis berat.
Pada pemeriksaan abdomen, pada dasarnya semua pasien menunjukan adanya tenderness
pada palpasi, (pada saat pemeriksaan pasien dengan suspect peritonitis sebaiknya pasien
sebaiknya berbaring dengan posisi lutut lebih tinggi agar pasien dapat lebih relaksasi pada
dinding abdomennya). Pada banyak pasien (baik pada peritonitis dan nyeri abdomen difus
yang berat) titik tenderness maksimal atau atau referred rebound tenderness terletak pada
Peningkatan tonus otot dinding abdomen dapat secara volunter akibat respon atau
antisipasi pada pemeriksaan abdomen atau secara involunter karena iritasi peritoneal.
Pasien dengan peritonitis berat sering menghindari banyak gerak dan memfleksikan
dengan suara usus hipoaktif hingga tidak terdengar. Pemeriksaan rektal kerap
mengakibatkan nyeri abdomen. Massa peradangan lunak yang terletak pada anterion
kanan mungkin mengindikasikan appendisitis dan anterio fullness dan fluktuasi dapat
Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual dan vaginal dapat mengarahkan pada
abses tuba ovarii). Tapi temuannya kerap sulit untuk diinterpretasikan sebagai peritonitis
berat.
pemeriksaan fisik yang lengkap adalah hal yang sangat penting. Prosesus thoracic dengan
cystitis, retensi urin akut), dan proses dinding abdomen (seperti infeksi, hematoma recti)
Sering kali hasil dan temuan pemeriksaan klinis sama sekali tidak reliable pada pasien
dengan immunosupresi yang berarti (seperti pasien diabetes berat, pengguna steroid,
status post-transplantasi, HIV), pada pasien dengan perubahan status mental (seperti
cedera kepala, ensepalopati toksik, shock sepsis, agen analgesik), pada pasien paraplegi
dan apda pasien usia lanjut. Dengan infeksi peritoneal dalam yang terlokalisasi, demam
dengan atau tanpa peningkatan hitung WBC mungkin satu-satunya tanda yang ditemukan.
Kebanyakan pasien dengan TP menunjukan hanya gejala vagal dan mungkin afebril..
G. Penatalaksanaan
kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk
2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan
dapat diupayakan.
Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase
terhadap abses.
H. Komplikasi
1. Eviserasi Luka
2. Pembentukan abses
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Test laboratorium
o Leukositosis
o Hematokrit meningkat
2. X. Ray
Luka abdomen
Invasi bakteri
Eksudat fibrinosa
Rupture usus
Resiko
Abses penyebaran
infeksi
Peritonitis
Nociseptor
Anoreksia
Resiko tinggi Nyeri Akut
nutrisi kurang
dari kebutuhan
K. Asuhan Keperawatan Teoritis Peritonitis
1. Pengkajian
Data Subyektif
1) Pasien mengatakan nyeri didaerah perutnya, nyeri sedang
2) Pasien mengatakan mual dan muntah
3) Pasien mengatakan tidak nafsu makan
4) Pasien mengatakan demam
5) Pasien mengatakan badannya meriang
6) Pasien mengatakan susah buang air besar
7) Pasien mengatakan dadanya berdebar-debar, pusing dan nafasnya cepat
8) pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya
Data Obyektif
Kolaborasi
Kolaborasi
4. Kolaborasi dalam
4. Untuk memperlancar
pemberian huknah/lavement
keluarnya feses.
dan obat supositoria
5. Evaluasi
1) Nyeri pasien berkurang
2) Suhu tubuh pasien kembali normal
3) Konstipasi pasien teratasi
4) Pengetahuan pasien tentang penyakitnya dapat bertambah
A. Kesimpulan
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga
abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga
abdomen. Ruang yang terdapat diantara dualpisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong
peritoneum.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi,
defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat
mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan
syok sepsis.
Peritonitis dapat disebabkan oleh: Infeksi bakteri, secara langsung dari luar, secara
hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut
abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral)
yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis
relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi
B. Saran
1. Laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan acuan dalam melakukan
asuhan keperawatan pada klien dengan peritonitis generalisata post op eksplorasi laparotomy.
2. Instansi rumah sakit mampu menggunakan laporan asuhan keperawatan perawat
(Average Lenght Of Stay) yang lebih pendek dan meminimalkan INOS (Infeksi
Nosokomial).
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, DKK. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius