Anda di halaman 1dari 153

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 1

Panduan Teknis Pengabdian Masyarakat


Panduan Kegiatan Peningkatan Ketangguhan Masyarakat oleh Dosen dan
Mahasiswa

Pengarah:
Ir. Bernardus Wisnu Widjaja, M.Sc.
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan

Penanggungjawab:
Drs. Pangarso Suryotomo – BNPB
H. Sukanto, S.Pd.,S.Kep.,Ners.,M.Kes – Ketua AIPTINAKES JAWA TIMUR
M.M. Setyaningsih, Ns., Sp.Kep.Mat – AIPTINAKES JAWA TIMUR

Penyusun:
Ns. Oda Debora, S.Kep., M.Kep – AKPER Panti Waluya Malang
Yuyud Wahyudi, M.N.S – STIKES Widya Cipta Husada
Diana Noor Fatmawati, S.ST., M.Kes – STIKES Maharani
Andy Susantyo, S.Kom., MM – Akademi Analis Kesehatan Malang
Sulistyono, S.Kep.,Ns.,M.Kep – RS. Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang
R. Sardjono, S.Kep.,Ns – SAR Trenggana
Guritan Indra Sukma, SH., M.Pd – STIKES Widya Cipta Husada
Ns. Achmad Syukkur, S.Kep – AKPER Panti Waluya Malang
Tanti Budhi Haryanti, S. ST., M.Si – STIKES Maharani
Sri Hapsari Suhartono Putri, S.Gz.,M. Gizi – STIKES Widya Cipta Husada
Ns. Eny Rahmawati,S.Kep.,M.Kep – STIKES Kendedes Malang

Penyunting:
Andy Susantyo, S.Kom., MM – Akademi Analis Kesehatan Malang
M.M. Setyaningsih, Ns., Sp.Kep.Mat – AIPTINAKES JAWA TIMUR

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 2


Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 3
SAMBUTAN

DEPUTI BIDANG PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Salam sejahtera dan selamat malam untuk kita semua,

Marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan hidayah-Nya, yang telah memberikan kesempatan kepada kita
semua untuk berkumpul dan bertatap muka di kegiatan ini dalam keadaan
sehat walafiat, lahir dan bathin. Saya mengucapkan terima kasih atas
partisipasi bapak/ibu/saudara/i yang berasal dari perguruan tinggi kesehatan
se-jawa timur, anggota Asosiasi Institusi Perguruan Tinggi Kesehatan
(Aiptinakes) Jawa Timur dalam penyusunan buku panduan teknis pengabdian
masyarakat ini. Semoga buku ini dapat membawa manfaat yang berharga bagi
kita semua.

Buku panduan ini merupakan salah satu bentuk nyata pelaksanaan dari nota
kesepahaman (Memorandum Of Understanding) antara BNPB dengan asosiasi
Institusi Perguruan Tinggi Kesehatan (Aiptinakes) Jawa Timur yang
rencananya akan dilanjutkan dengan pelaksanaan teknis pengabdian
masyarakat oleh mahasiswa dan dosen pada perguruan tinggi oleh kesehatan.

Setiap tahun negara ini mengalami kejadian bencana yang sifatnya rutin. Pada
musim kemarau, hutan-hutan di sumatera dan kalimantan mengalami
kebakaran yang sangat luas dengan banyak titik hotspot dan menyebabkan
bencana asap, selain kebakaran hutan yang terjadi di kalimantan dan
sumatera, kekeringan pun melanda di tanah-tanah jawa. Ketika musim
penghujan tiba pun banjir dan longsor tidak bisa dihindari di beberapa wilayah,
angin kencang bertiup merubuhkan pohon dan bangunan. Adapun kejadian
bencana yang datangnya tidak tergantung musim seperti gempa bumi yang
terjadi di kabupaten pidie jaya, kabupaten pidie dan kabupaten bireuen di
2016 yang mengakibatkan 103 korban jiwa, kemudian tsunami, letusan
gunung api dan sebagainya yang bisa terjadi kapan pun di negara ini serta
kerugiannya yang tidak bisa dihindari.

Sesuai dengan sasaran pembangunan jangka menengah nasional, bahwa


sasaran lima tahun ke depan adalah “menurunnya indeks risiko bencana pada

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 4


pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang berisiko tinggi”. Parameter
penurunan indek risiko bencana adalah kerentanan masyarakat harus
diturunkan serta kapasitasnya harus ditingkatkan. Dalam peningkatan
kapasitas, kemampuan dan pengetahuan masyarakat terutama yang berada
pada kawasan dengan risiko bencana yang tinggi harus ditingkatkan, untuk itu
sejak tahun 2012 diluncurkan program desa tangguh bencana.

Bnpb menjalankan berbagai program pra bencana, saat bencana, dan pasca
bencana. Salah satu program pra bencana yang telah dilaksanakan oleh bnpb
sejak tahun 2012 adalah penguatan kelembagaan kepada bpbd provinsi dan
sejak tahun 2014 pelaksana kegiatan penguatan kelembagaan diserahkan pada
kabupaten/kota.

Program desa tangguh bencana atau fasilitasi ketangguhan masyarakat


merupakan salah satu program prioritas dalam rencana pembangunan jangka
menengah nasional, yaitu pada nawacita ke 7, mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana dilakukan untuk
melindungi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang berisiko tinggi dan
menyelamatkan lebih banyak jiwa akibat kejadian bencana.

Program peningkatan ketangguhan masyarakat dalam penanggulangan


bencana bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat sebagai pihak
yang berhadapan langsung dengan bencana. Pada tahun 2014 perkembangan
pelaksanaan program tersebut menunjukkan adanya peningkatan di direktorat
pemberdayaan masyarakat, antara lain telah terbentuknya 64 masyarakat
tangguh bencana di 28 provinsi dan 34 kabupaten/kota, tahun 2015
terbentuk masyarakat tangguh bencana di 31 provinsi dan 45 kabupaten/kota
dengan jumlah desa sebanyak 100, tahun 2016 terbentuk masyarakat
tangguh di 108 desa pada 49 kabupaten/kota dan 29 provinsi, dan pada
tahun 2017 akan dibentuk 150 masyarakat tangguh di 26 provinsi dan 38
kabupaten/kota ada pun ancaman diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yakni
ancaman multihazard dan tematik kebakaran hutan dan lahan.

Dalam rangka upaya menurunkan indeks risiko bencana sebesar 30% pada
136 kabupaten/kota yang menjadi pusat-pusat pertumbuhan serta mencapai
5000 desa tangguh bencana hingga tahun 2019, dibutuhkan adanya kegiatan
yang inovatif dimana pelibatan segala elemen baik pemerintah, dunia usaha

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 5


dan masyarakat perlu dioptimalkan. Untuk itu, keterlibatan badan
penanggulangan bencana daerah, organisasi sosial masyarakat (lokal, nasional,
dan internasional), dan dunia usaha (bumn dan bums) untuk menjadi inisiator
bagi lembaga/institusi nya dan selanjutnya akan menjadi fasilitator/pengelola
kegiatan sangat penting untuk mengimplementasikan kegiatan desa tangguh
bencana dalam program kerjanya, mulai dari perencanaan, pendanaan, dan
pelatihannya yang intensif di masyarakat sehingga budaya aman (safety
cultural) menjadi budaya yang terlembagakan dalam sistem sosial yang ada di
masyarakat.

Kegiatan pengabdian masyarakat peningkatan ketangguhan masyarakat dalam


menghadapi bencana oleh mahasiswa dan dosen perguruan tinggi kesehatan
adalah salah satu upaya riil dalam rangka menurunkan indeks risiko bencana
di indonesia. Kegiatan ini bertujuan antara lain adalah untuk meningkatkan
pemahaman, pengetahuan, dan kemampuan masyarakat untuk membangun
sistem dan prosedur yang lebih baik di dalam pengurangan risiko bencana.
Oleh karena itu, kami berharap para pihak terkait dapat berpartisipasi aktif
dalam pelaksanaan program sebagaimana yang ada dalam buku ini.

Terakhir yang tidak kalah penting, badan penanggulangan bencana daerah


pun wajib untuk mengevaluasi perjanjian kerjasama dan nota kesepahaman
yang telah dilakukan dengan perguruan tinggi di wilayah jawa timur, hingga
masing-masing perguruan tinggi mampu untuk membuat model program
ketangguhan.

Semoga apa yang kita upayakan saat ini menjadi modal masyarakat untuk
mengurangi risiko bencana, meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan
bagi masyarakat sehingga tercipta kesejahteraan bangsa.

DEPUTI BIDANG PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN

IR. BERNARDUS WISNU WIDJAJA, M.SC.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 6


Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 7
DAFTAR ISI

Kata Sambutan ..................................................................................... ii


Daftar Isi ..................................................................................................... iii
Alur Kegiatan Pengabdian 1
Masyarakat ...............................................................................
Bab 1 Konsep Penanggulangan Bencana Lintas Sektor 2
1.1 Dasar Hukum Penanggulangan Bencana Lintas Sektor ................ 3
1.2 Jenis-jenis Bencana ................................................................. 6
1.3 Siklus dalam 9
Kebencanaan .....................................................................................
1.4 Kajian Risiko .......................................................................................... 21
1.5 Peran Tenaga Kesehatan dalam Fase Pra Becana ......................... 23

Bab 2 Pengkajian Ketangguhan Masyarakat 28


2.1 Ketangguhan Masyarakat ........................................................ 29
2.2 Penilaian Ketangguhan Organisasi dan Masyarakat .................... 36
2.3 Pengkajian Ketangguhan Masyarakat ............................. 40
2.4 Penetapan Masalah Hingga Evaluasi Kegiatan ................ 74
2.5 Evaluasi Sumatif .......................................................... 78

Bab 3 Laporan Pertanggungjawaban 83


3.1 Format Laporan Tertulis ............................................... 84
3.2 Format Laporan Audio 90
Visual .................................................................................
Daftar 91
Pustaka .............................................................................................................................
Lampiran ..................................................................................................................................... 93
..

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 8


ALUR KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT: PENINGKATAN KETANGGUHAN MASYARAKAT

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 9


Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 10
Bab 1
Konsep Penanggulangan Bencana

Tujuan
Peserta memahami:
1. Dasar Hukum Penanggulangan Bencana Lintas Sektoral
2. Pengertian dan Penanggulangan Bencana
3. Kajian Risiko Kebencanaan

Kegiatan Belajar
Kegiatan 1 : Curah pendapat definisi penanggulangan bencana lintas sektoral
Kegiatan 2 : Curah pendapat penanggulangan bencana lintas sektoral
Kegiatan 3 : Curah pendapat kajian risiko kebencanaan

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 11


1.1 Dasar Hukum Penanggulangan Bencana Lintas Sektor
Menyandang sebutan elok sebagai Negara Zamrud Khatulistiwa, Indonesia
mendapat tanggung jawab yang dituangkan dalam peraturan
perundangannya untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat
secara merata, terutama di daerah pedesaan. Keinginan Presiden Joko Widodo
untuk mengembangkan daerah pedesaan di Indonesia tertuang dalam
NAWACITA ketiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah dan desa. Penguatan ini dimaksudkan untuk menjawab
persoalan kemiskinan dan kerentanan yang banyak ditemukan di daerah
pedesaan akibat ketimpangan pembangunan yang telah dilaksanakan. Desa
tertinggal maupun mandiri masih memerlukan banyak bantuan agar proses
perkembangan ekonomi makin maju dan kebutuhan dasar masyarakat dapat
terpenuhi. Pembangunan yang ditargetkan oleh pemerintah saat ini adalah
pengentasan 5000 desa tertinggal dan peningkatan sedikitnya 2000 desa
mandiri. Program ini merupakan program jangka menengah pemerintah
periode 2015-2019.

Selain masalah desa yang masih belum berkembang, Indonesia juga


menghadapi masalah lain yang datang dari letak geografis. Indonesia
merupakan negara yang terletak di wilayah dengan kondisi geologis, geografis,
hidrologis, demografis dan sosiologis yang menjadikannya rawan terhadap
bencana, baik bencana alam, non-alam, maupun bencana sosial. Indonesia
sangat sering mengalami bencana geologis dan hidrometeorologis yang
menelan ribuan korban jiwa serta kerugian negara yang tidak terhitung. Gejala
psikologis yang dirasakan oleh korban juga membutuhkan waktu yang relatif
lama untuk dipulihkan. Bencana tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga
hasil pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama bertahun-tahun.

Korban yang direnggut tidak hanya dari kalangan yang sudah mapan secara
ekonomi dan sosial, tetapi juga pada kalangan yang ketahanan ekonomi, sosial,
dan ekologinya masih rendah. Dalam rangka meminimalkan dampak akibat
bencana yang dialami masyarakat khususnya masyarakat pedesaan,
masyarakat perlu memberdayakan dirinya secara mandiri agar siap
menghadapi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi. Berikut ini adalah
beberapa dasar hukum mengapa diperlukan pemberdayaan masyarakat dan
peningkatan ketangguhan masyarakat desa:

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 12


1. Undang-undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana:
a. Dalam Ketentuan Umum dinyatakan bahwa kegiatan pencegahan
bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya
untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
Sedangkan yang dimaksud dengan Pencegahan bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman
bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
b. Pasal 5 menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah
menjadi penanggungjawab dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana

c. Pasal 6: Pemerintah Pusat


1) Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko
bencana dengan program pembangunan
2) Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai
3) Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk
dana siap pakai
d. Pasal 8: Pemerintah Daerah
1) Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko
bencana dengan program pembangunan, dan
2) Pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang memadai
2. Undang-undang No. 36 tahun 2009:
Bagian kesepuluh: Pelayanan Kesehatan pada Bencana pasal 82 ayat 1
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas
ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan
secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana.
3. Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa:
Memberi mandat agar pembangunan juga dilakukan dari desa karena desa
adalah tumpuan pembangunan Indonesia. Pemerintah beranggapan bahwa
desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindung
dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis
sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 13


pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur,
dan sejahtera.
4. PP No. 47 tahun 2014 tentang perubahan atas PP No. 43 tahun 2014
tentang UU Desa:
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pemerintahan dalam negeri dibidang pembangunan desa, pembangunan
kawasan perdesaan, dan pemberdayaan masyarakat desa. Pasal 131 ayat
(2) menyebutkan bahwa menteri atau pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian teknis terkait dapat menetapkan pedoman teknis
pelaksanaan pembangunan kawasan pedesaan sesuai dengan
kewenangannya dengan berpedoman pada pedoman umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
5. Peraturan Presiden No. 8 tahun 2008 pasal 2:
BNPB bertugas untuk memberikan pedoman dan pengarahan terhadap
usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil
dan setara.
6. Permendagri No. 114 tentang Pedoman Pembangunan Desa:
Kewenangan desa adalah kewenangan di bidang penyelenggaraan
pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat desa.

7. Permendes No. 22 tahun 2016:


Bidang Pembangunan desa pasal 5 menggarisbawahi bahwa pengadaan,
pembangunan pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana
lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan antara lain kesiapsiagaan
menghadapi bencana alam, penanganan bencana alam, penanganan
kejadian luar biasa lainya, dan pelestarian lingkungan hidup.
8. Permendes No. 22 tahun 2016 pasal 7:
Bidang pemberdayaan masyarakat desa yang ditujukan meningkatkan
kapasitas dan kapabilitas masyarakat desa dengan mendayagunakan
potensi dan sumber dayanya sendiri sehingga desa dapat menghidupi
dirinya secara mandiri. Kegiatan pemberdayaan masyarakat desa tersebut
meliputi 11 poin yang pada poin g mengharuskan suatu desa untuk

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 14


memberikan dukungan kesiapsiagaan menghadapi bencana alam,
penanganan bencana alam serta penanganan kejadian luar biasa lainya.
9. Permendes No. 22 tahun 2016:
Mengenai ketentuan umum khususnya pada butir 15 sampai 19 yang
mengulas tentang tipologi desa yang terdiri dari 5 kategori yaitu desa
mandiri, desa maju, desa berkembang, desa tertinggal, dan desa yang
sangat tertinggal. Tipe desa mandiri adalah tipe desa ideal yang
didefinisikan sebagai berikut “Desa mandiri adalah desa maju yang yang
memiliki kemampuan melaksanakan pembangunan desa untuk
peningkatan kualitas hidup sebesar besarnya kesejahteraan masyarakat
desa dengan ketahanan ekonomi, dan ketahanan ekologi secara
berkelanjutan (resilience)”.
10. Permenkes No. 64 tahun 2013 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan:
Pasal 15 menyebutkan bahwa Penyelenggaraan penanggulangan krisis
kesehatan pada tahap pra krisis kesehatan ditujukan untuk peningkatan
kapasitas sumber daya kesehatan.
11. Perka No. 1 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan
Tangguh Bencana:
Dalam ketentuan umum disebutkan bahwa kemampuan/kapasitas adalah
sumber daya, pengetahuan, ketrampilan, dan kekuatan yang dimiliki
seseorang atau masyarakat yang memungkinkan mereka untuk
mempertahankan dan mempersiapkan diri, mencegah, dan memitigasi,
menanggulangi dampak buruk, atau dengan cepat memulihkan diri dari
bencana. Sedangkan kerentanan adalah kondisi atau karakteristik biologis,
geografis, hukum, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu
masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan masyarakat tersebut untuk mencegah, meredam,
mencapai kesiapan dan menanggapi dampak ancaman atau bahaya
tertentu.
12. Perka No. 1 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan
Tangguh Bencana:
a. Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat adalah proses
pengelolaan risiko bencana yang melibatkan secara aktif masyarakat
yang berisiko dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau
dan mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanan dan
meningkatkan kemampuannya.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 15


b. Bab II menyebutkan bahwa Mekanisme perencanaan dan penganggaran
program Desa Tangguh Bencana dibahas melalui forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Sedangkan
kegiatan-kegiatan dalam rangka pengembangan Kelurahan Tangguh
Bencana diusulkan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Kota. Pada tingkat pelaksanaan di desa, pengembangan Desa Tangguh
Bencana harus dilandasi dengan minimal Peraturan Kepala Desa yang
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di
atasnya.
13. Perka No. 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko
Bencana:
a. Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk
memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat
suatu potensi bencana yang melanda. Potensi dampak negatif yang
timbul dihitung berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas
kawasan tersebut. Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi
jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta benda, dan kerusakan
lingkungan.
b. Pengkajian risiko bencana dapat dilaksanakan oleh lembaga mana pun,
baik akademisi, dunia usaha maupun LSM atau pun organisasi lainnya
asal tetap dibawah tanggung jawab pemerintah dan pemerintah
daerah dengan menggunakan metode yang telah ditetapkan oleh
BNPB.

1.2 Jenis-jenis Bencana


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan
bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh
karena itu, Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga
mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana non-alam, dan bencana
sosial.
Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 16


bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
Bencana Non-Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat
berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun
kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih
dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian.

1.2.1 Jenis-jenis Bahaya


1. Bahaya Alam
Gempa Bumi
Adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang
disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas
gunung api atau runtuhan batuan.

Letusan Gunung Api


Merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah “erupsi”.
Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material
(pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.

Tsunami
Berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan (“tsu”
berarti lautan, “nami” berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian
gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar
laut akibat gempa bumi.

Tanah Longsor
Merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya
kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 17


Banjir
Adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau
daratan karena volume air yang meningkat.

Banjir Bandang
Adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang
disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.

Kekeringan
Adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan
hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang dimaksud
kekeringan di
bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang ada
tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan .

Kebakaran
Adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang
menimbulkan korban dan/atau kerugian.

Kebakaran Hutan dan Lahan


Adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga
mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian
ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali
menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan
masyarakat sekitar.

Angin Puting Beliung


Adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat,
bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam
hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-
5 menit).

Gelombang Pasang atau Badai


Adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis
di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 18


Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis
akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi
disertai hujan deras.

Abrasi
Adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut
yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan
garis pantai akibat
abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.
Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering
disebut sebagai penyebab utama abrasi.

2. Bahaya Non Alam


Kecelakaan Transportasi
dalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan udara.

Kecelakaan Industri
Adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja yang
berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions).
Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam
industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses
kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya.

Kejadian Luar Biasa (KLB)


Adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.

Aksi Teror
Adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan
suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau
menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas
kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda,

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 19


mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang
strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional.

Sabotase
Adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi,
penghambatan, pengacauan dan/atau penghancuran. Dalam perang, istilah
ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak
berhubungan dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan
terhadap beberapa sruktur penting, seperti infrastruktur, struktur ekonomi,
dan lain-lain.

3. Bahaya Sosial
Konflik Sosial atau Kerusuhan Sosial atau Huru Hara
Adalah suatu gerakan massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib
sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi
yang biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).

1.3 Siklus dalam Penanggulangan Kebencanaan


Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam
UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus
penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :
1. Pra bencana yang meliputi:
a. Situasi tidak terjadi bencana
b. Situasi terdapat potensi bencana
2. Saat tanggap darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
3. Pascabencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana

Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami sebagai


suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu
akan berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus
dipahami bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 20


sama dengan porsi kegiatan yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan,
kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi
juga sudah dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.

Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana


Bencana alam merupakan peristiwa luar biasa yang dapat menimbulkan
penderitaan luar biasa pula bagi yang mengalaminya. Bahkan, bencana alam
tertentu menimbulkan banyak korban cedera maupun meninggal dunia.
Bencana alam juga tidak hanya menimbulkan luka atau cedera fisik, tetapi
juga menimbulkan dampak psikologis atau kejiwaan. Hilangnya harta benda
dan nyawa dari orang-orang yang dicintainya, membuat sebagian korban
bencana alam mengalami stress atau gangguan kejiwaan. Hal tersebut akan
sangat berbahaya terutama bagi anak-anak yang dapat terganggu
perkembangan jiwanya.
Mengingat dampak yang luar biasa tersebut, maka penanggulangan bencana
alam harus dilakukan dengan menggunakan prinsip dan cara yang tepat.
Selain itu, penanggulangan bencana alam juga harus menyeluruh tidak hanya
pada saat terjadi bencana tetapi pencegahan sebelum terjadi bencana dan
rehabilitasi serta rekronstruksi setelah terjadi bencana. Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar bencana alam tidak terlalu banyak menimbulkan dampak
buruk bagi korban bencana alam.

Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana Alam


Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
bencana alam dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu, dalam
penanggulangannya harus memperhatikan prinsip- prinsip penanggulangan
bencana alam.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan yaitu:
1. Cepat dan tepat
Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam
penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai
dengan tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan
berdampak pada tingginya kerugian material maupun korban jiwa.
2. Prioritas

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 21


Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi
bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan
diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
3. Koordinasi dan keterpaduan
Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penanggulangan
bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung.
Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu
yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.

4. Berdaya guna dan berhasil guna


Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam
mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu,
tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan “prinsip
berhasil guna” adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus
berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan
tidak membuang waktu, tenaga , dan biaya yang berlebihan.
5. Transparansi dan akuntabilitas
Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas”
adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan
dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
6. Kemitraan
Penanggulangan bencana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah.
Kemitraan dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah
dengan masyarakat secara luas, termasuk lembaga swadaya masyarakat
(LSM) maupun dengan organisasi- organisasi kemasyarakatan lainnya.
Bahkan, kemitraan juga dilakukan dengan organisasi atau lembaga di luar
negeri termasuk dengan pemerintahnya.
7. Pemberdayaan
Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk mengetahui, memahami dan melakukan langkah- langkah antisipasi,
penyelamatan dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk
memberdayakan masyarakat agar dapat mengurangi dampak dari
bencana.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 22


8. Nondiskriminatif
Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi” adalah bahwa negara
dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang
berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apa
pun.
9. Nonproletisi
Yang dimaksud dengan ”nonproletisi” adalah bahwa dilarang menyebarkan
agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama
melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

Tahapan Penanggulangan Bencana Alam


Penanggulangan bencana adalah segala upaya kegiatan yang dilakukan
meliputi kegiatan pencegahan, penjinakan (mitigasi), penyelamatan,
rehabilitasi dan rekonstruksi, baik sebelum, pada saat maupun setelah bencana
dan menghindarkan dari bencana yang terjadi.
Berdasarkan pengertian tersebut, penangggulangan bencana tidak hanya pada
saat dan setelah terjadinya bencana tetapi upaya pencegahan juga termasuk
ke dalam kegiatan penanggulangan bencana. Karena itu, penanggulangan
bencana dilakukan melalui beberapa tahapan. Secara umum perencanaan
dalam penanggulangan bencana dilakukan pada setiap tahapan dalam
penyelenggaran penanggulangan bencana

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 23


Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam
setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana
yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
1. Tahap Pra-Bencana. Durasi waktunya mulai saat sebelum terjadi bencana
sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang oleh para ahli
sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini
masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan
dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan
masyarakat akan sangat berdampak kepada besarnya jumlah korban saat
bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada
masyarakat pada tahap pra bencana. Degan pertimbangan bahwa, yang
pertama kali menolong saat terjadi bencana adalah masyarakat awam
atau awam khusus (first responder), maka masyarakat awam khusus perlu
segera dilatih oleh pemerintah kabapaten kota. Latihan yang perlu
diberikan kepada masyarakat awam khusus dapat berupa: Kemampuan
minta tolong, kempuan menolong diri sendiri, menentukan arah evakuasi
yang tepat, memberikan pertolongan serta melakukan transportasi. Tahap
pra-bencana mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
serta peringatan dini.
a. Pencegahan (prevention); upaya untuk menghilangkan atau mengurangi
kemungkinan timbulnya suatu ancaman. Misalnya : pembuatan
bendungan untuk menghindari terjadinya banjir, biopori, penanaman
tanaman keras di lereng bukit untuk menghindari banjir dsb. Namun
perlu disadari bahwa pencegahan tidak bisa 100% efektif terhadap
sebagian besar bencana.
b. Mitigasi (mitigation); yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi
dampak buruk dari suatu ancaman. Misalnya : penataan kembali lahan
desa agar terjadinya banjir tidak menimbulkan kerugian besar.
c. Kesiapsiagaan (preparedness); yaitu persiapan rencana untuk bertindak
ketika terjadi(atau kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan
terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan
darurat dan identifikasi atas sumber daya yang ada untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi dampak buruk
dari suatu ancaman.
2. Tahap Tanggap Darurat

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 24


Pada tahap tanggap darurat, hal paling pokok yang sebaiknya dilakukan
adalah penyelamatan korban bencana. Inilah sasaran utama dari tahapan
tanggap darurat. Selain itu, tahap tanggap darurat bertujuan membantu
masyarakat yang terkena bencana langsung untuk segera dipenuhi
kebutuhan dasarnya yang paling minimal.
Para korban juga perlu dibawa ke tempat sementara yang dianggap aman
dan ditampung di tempat penampungan sementara yang layak. Pada
tahap ini dilakukan pula pengaturan dan pembagian logistik atau bahan
makanan yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana.
Secara operasional, pada tahap tanggap darurat ini diarahkan pada
kegiatan:
a. Penanganan korban bencana termasuk mengubur korban meninggal dan
menangani korban yang luka-luka.
b. Penanganan pengungsi
c. Pemberian bantuan darurat
d. Pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih
e. Penyiapan penampungan sementara
f. Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara serta
memperbaiki sarana dan prasarana dasar agar mampu memberikan
pelayanan yang memadai untuk para korban;
3. Tahap Rehabilitasi
Dalam tahap rehabilitasi, upaya yang dilakukan adalah perbaikan fisik dan
non fisik serta pemberdayaan dan pengembalian harkat korban. Tahap ini
bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan
infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap
tanggap darurat, seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah,
infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang
sangat diperlukan.
Sasaran utama dari tahap rehabilitasi adalah untuk memperbaiki
pelayanan masyarakat atau publik sampai pada tingkat yang memadai.
Dalam tahap rehabilitasi ini juga diupayakan penyelesaian berbagai
permasalahan yang terkait dengan aspek kejiwaan/psikologis melalui
penanganan trauma korban bencana.

4. Tahap Rekonstruksi

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 25


Upaya yang dilakukan pada tahap rekonstruksi adalah pembangunan
kembali sarana, prasarana serta fasilitas umum yang rusak dengan tujuan
agar kehidupan masyarakat kembali berjalan normal. Biasanya melibatkan
semua masyarakat, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan dunia
usaha. Sasaran utama dari tahap ini adalah terbangunnya kembali
masyarakat dan kawasan. Pendekatan pada tahap ini sedapat mungkin
juga melibatkan masyarakat dalam setiap proses.

Perencanaan Penanggulangan Bencana


Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko
bencana dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program
kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya. Perencanaan
penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan.
Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan
program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan
yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP),
Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan.
Rencana penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun.
Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:
1. BNPB untuk tingkat nasional;
2. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
3. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.
Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun
atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.

Penanggulangan Beberapa Bencana Alam


Secara umum tahapan penanggulangan bencana relatif sama, namun
perbedaan biasanya terletak pada cara pencegahan bencana. Karena itu,
pembahasan cara penanggulangan akan dilakukan untuk masing-masing
bencana alam.
1. Penanggulangan Bencana Banjir
Bencana banjir terjadi karena berbagai faktor penyebab. Faktor penyebab
yang paling utama adalah alih fungsi hutan untuk kegiatan pertanian
maupun permukiman. Padahal, hutan berfungsi dalam meningkatkan air

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 26


yang meresap ke dalam tanah, sehingga mengurangi aliran air permukaan
yang menjadi penyebab banjir.
Selain itu, banjir juga terjadi karena kebiasaan buruk sebagian masyarakat
dalam membuang sampah, yaitu membuang sampah ke sungai. Akibatnya
aliran sungai terhambat oleh sampah dan mengakibatkan alirannya
meluap ke luar tubuh sungai.
Banjir juga terjadi karena karakteristik fisik wilayah yang secara alamiah
memicu terjadinya banjir. Lahan yang datar, tanah yang kedap air
memungkinkan terjadinya genangan air pada saat hujan. Banyak daerah
di Indonesia, tanahnya mempunyai daya serapan air yang buruk.
Jika keadaan tersebut terjadi, maka ketika hujan turun dalam waktu
singkat kadang terjadi banjir secara tiba-tiba yang disebut banjir bandang.
Untuk menanggulangi bencana banjir banyak hal yang harus dilakukan, di
antaranya sebagai berikut:
a. Sebelum kejadian banjir
1) Membersihkan saluran air dari sampah yang dapat menyumbat
aliran air, sehingga menyebabkan terjadinya banjir.
2) Mengeruk sungai untuk menambah daya tampung air. Membangun
rute-rute drainase alternatif (kanal-kanal sungai baru, sistem-
sistem pipa), sehingga dapat mencegah beban yang berlebihan
terhadap sungai.
3) Tidak mendirikan bangunan pada wilayah (area) yang menjadi
daerah lokasi penyerapan air atau daerah tangkapan hujan,
terutama di daerah hulu sungai.
4) Tidak menebangi pohon-pohon di hutan, karena hutan yang
gundul akan sulit menyerap air, sehingga jika terjadi hujan lebat
secara terus menerus air tidak dapat diserap secara langsung oleh
tanah bahkan akan menggerus tanah. Hal ini juga dapat
menyebabkan tanah longsor.
5) Membuat tembok-tembok penahan dan tanggul-tanggul di
sepanjang sungai, tembok-tembok laut di sepanjang pantai-pantai
dapat menjaga tingkat ketinggian air agar tidak masuk ke dalam
daratan.
b. Pada saat kejadian banjir
1) Mengerahkan tim penyelamat beserta bahan dan peralatan
pendukung, seperti perahu karet, tambang, pelampung, dan obat-

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 27


obatan.
2) Membawa korban ke tempat yang aman atau penampungan
sementara.
3) Memantau perkembangan keadaan banjir dan menyebarluaskan
informasinya kepada masyarakat.
c. Pasca kejadian banjir
1) Memberikan pertolongan medis bagi yang memerlukan.
Memberikan bantuan obat-obatan dan makanan serta bantuan
lainnya.
2) Memperbaiki sarana dan prasarana yang rusak karena banjir.
Membersihkan sarana dan prasarana yang kotor karena banjir.

2. Penanggulangan Bencana Kekeringan


Bencana kekeringan terjadi ketika adanya kesenjangan antara air yang
tersedia dengan air yang diperlukan. Di Indonesia, bencana ini terkait
dengan musim kemarau yang terjadi selama beberapa bulan dalam
setahun. Selama musim kemarau jumlah curah hujan sangat sedikit,
sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan air untuk manusia dan
makhluk hidup lainnya.
Selain terjadi karena faktor alam, bencana kekeringan diperparah oleh
ulah manusia yang merusak lingkungan, khususnya hutan. Hutan
berfungsi menyimpan air yang berlebih selama musim hujan. Sebagian air
hujan akan tersimpan di bawah permukaan tanah di hutan, sebagian lagi
dialirkan menjadi air limpasan yang kemudian mengisi sungai- sungai. Jika
hutan ditebang, maka kemampuan tanah untuk menyerap air hujan dan
menyimpannya diantara pori-pori tanah menjadi berkurang. Sebagian
besar air hujan akan mengalir menuju sungai yang berakibat banjir.
Sementara itu, pada musim kemarau hanya sedikit cadangan air yang bisa
dialirkan menuju sungai, sehingga menimbulkan bencana kekeringan.
Sebenarnya dalam penanggulangan kekeringan tidak jauh berbeda dengan
banjir. Kedua jenis bencana tersebut memiliki keterkaitan yang erat.
Beberapa cara atau metode untuk penanggulangan kekeringan, di
antaranya adalah sebagai berikut:
a. Membuat waduk (dam) yang berfungsi sebagai persediaan air di musim
kemarau. Selain itu waduk dapat mencegah terjadinya banjir pada
musim hujan.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 28


b. Membuat hujan buatan untuk daerah-daerah yang sangat kering.
c. Reboisasi atau penghijauan kembali daerah-daerah yang sudah gundul
agar tanah lebih mudah menyerap air pada musim penghujan dan
sebagai penyimpanan cadangan air pada musim kemarau.
d. Melakukan diversifikasi dalam bercocok tanam bagi para petani,
misalnya mengganti tanaman padi dengan tanaman palawija pada
saat musim kemarau tiba karena palawija dapat cepat dipanen serta
tidak membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya.
e. Penentuan teknologi pencegahan kekeringan (pembuatan embung,
penyesuaian pola tanam dan teknologi budidaya tanaman dll) dan
sistem pengaliran air irigasi yang disesuaikan dengan hasil prakiraan
iklim. Pengembangan sistem penghargaan (reward) bagi masyarakat
yang melakukan upaya konservasi dan rehabilitasi sumberdaya air
dan lahan serta memberikan hukuman (punishment) bagi yang
merusak hutan.

3. Penanggulangan Bencana Longsor


Bencana longsor biasanya dipicu oleh aktivitas gempa. Goncangan
membuat tanah menjadi labil dan menimbulkan longsor. Longsor juga
terjadi ketika tanah yang berada pada bidang gelincir (lapisan kedap air)
mendapat guyuran hujan setelah sekian lama mengalami kekeringan.
Tanah yang kering dan kemudian terisi oleh air hujan dapat
meningkatkan berat dan akhirnya terjadi longsor. Karena itulah pada
awal musim hujan, pemerintah berupaya memberikan peringatan akan
bahaya longsor di beberapa titik atau lokasi. Bencana longsor juga bisa
dipicu oleh letusan gunung api. Letusan membuat tanah menjadi labil
seketika dan terjadi longsor.
Bencana longsor yang menimpa permukiman dapat menimbulkan korban
jiwa walaupun biasanya tidak sebesar tsunami dan gempa bumi. Bencana
ini biasanya terjadi pada area yang tidak terlalu luas dan terjadi dalam
waktu yang singkat. Korban biasanya terkubur oleh tanah karena tidak
sempat menyelamatkan diri. Seringkali peristiwanya terjadi pada malam
hari ketika warga sedang terlelap tidur. Rumah dan jalan juga mengalami
kehancuran. Penanggulangannya dilakukan dengan cara:
a. Pencegahan
1) Melarang pembangunan rumah pada lokasi yang rawan longsor,

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 29


terutama pada lereng dan kaki bukit.
2) Memperkuat kestabilan tanah dengan pohon-pohon yang akarnya
dapat mengikat tanah secara kuat.
3) Pembangunan tembok-tembok penahan untuk memperkuat lereng
pada lokasi rawan longsor. Memberikan penyuluhan pada
masyarakat yang tinggal di wilayah longsor tentang cara
menghindari bencana longsor.
b. Pasca bencana longsor
1) Mengerahkan tim dan masyarakat untuk bersama-sama
memberikan pertolongan jika ada warga yang masih bisa
diselamatkan.
2) Mengumpulkan informasi dari warga tentang lokasi rumah yang
terkena longsor, jumlah rumah dan jumlah anggota keluarga
3) Mengumpulkan informasi tentang jumlah warga yang terkena
longsor.
4) Melakukan pencarian dan penggalian terhadap warga dan rumah
yang terkena timbunan longsor.
5) Memberikan pertolongan medis bagi warga yang masih hidup dan
terkena longsor.
6) Melakukan perbaikan infrastruktur
7) Membangun kembali rumah warga yang terkena longsor,
merelokasi warga pada lokasi baru yang lebih aman dari longsor
jika masih ada kemungkinan longsor pada masa yang akan datang.

4. Penanggulangan Bencana Tsunami


Tsunami adalah ombak besar yang terjadi setelah peristiwa gempa bumi,
gempa laut, gunung berapi meletus, atau hantaman meteor di laut.
Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di
berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat dimonitor
melalui satelit. Dengan diterapkannya sistem peringatan dini (early
warning system), diharapkan masyarakat dapat melakukan evakuasi
dengan cepat bila terjadi bencana tsunami.
a. Sebelum terjadi tsunami
1) Memasang peralatan sistem peringatan dini di wilayah laut yang
berpotensi mengalami tsunami.
2) Melakukan pemetaan tingkat kerawanan bencana tsunami dan

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 30


mensosialisasikannya kepada masyarakat.
3) Sosialisasi peristiwa bencana tsunami kepada masyarakat yang
tinggal di wilayah rawan bencana tsunami.
4) Menentukan jalur-jalur dan tempat evakuasi bagi penduduk yang
tinggal di wilayah rawan tsunami.
5) Menanam dan memelihara hutan, khususnya hutan mangrove di
sepanjang pantai untuk menahan laju ombak.
b. Pada saat terjadinya tsunami
1) Memberikan tanda peringatan dan informasi untuk memandu
penduduk mencapai tempat yang aman.
2) Mengerahkan tim penyelamat beserta peralatan pendukung untuk
membantu penduduk mencapai tempat evakuasi.
3) Memantau perkembangan keadaan untuk menentukan langkah
berikutnya.
c. Setelah terjadinya tsunami
1) Mencari korban untuk dievakuasi ke tempat yang aman.
Memberikan pertolongan bagi para korban bencana
2) Menyiapkan tenda darurat untuk menampung para korban
bencana.
3) Memberikan bantuan makanan dan obat-obatan. Mengidentifikasi
kerusakan yang terjadi
4) Memperbaiki sarana dan prasarana yang mengalami kerusakan.

5. Penanggulangan Bencana Letusan Gunung Api


Indonesia merupakan negara yang jumlah gunung apinya sangat banyak.
Tidak kurang dari 130 gunung api aktif atau 13-17 % dari jumlah
seluruh gunung api yang ada di dunia, terdapat di Indonesia. Karena
banyaknya gunung api, maka Indonesia rawan dari bencana letusan
gunung api. Tercatat lebih dari 1.000 letusan dan memakan korban
manusia tidak kurang dari 175.000 jiwa. Letusan gunung Tambora pada
tahun 1815 dan gunung Krakatau pada tahun 1883 merupakan dua
diantara letusan yang paling hebat yang telah memakan banyak korban.
Sekiranya kepadatan penduduk seperti sekarang, tentu letusan itu akan
membawa bencana yang lebih besar.
Selain membawa bencana, gunung api merupakan sumber pembawa
kemakmuran. Tanah yang subur selalu menutupi tubuhnya. Karena itu,

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 31


penduduk selalu tertarik untuk menetap dan mendekati gunung api,
walaupun tempat tersebut diketahuinya berbahaya. Di sinilah letak
permasalahan gunung api di Indonesia, disatu pihak merupakan sumber
bencana, tapi di lain pihak merupakan sumber kesejahteraan.
Karena kondisi tersebut, maka penanggulangan bencana gunung api tidak
hanya terpusat pada gunung api, tetapi masyarakat sekitar gunung api
yang kadang tidak mudah untuk dievakuasi. Alasannya, selain karena
keterikatan dengan rumah dan lahan pertanian, juga karena adanya
kepercayaan tertentu terhadap gunung api. Jadi penanggulangannya juga
mencakup aspek sosial budaya.
Setiap tipe gunung api memiliki karakateristik letusannya masing- masing
yang berbeda antara satu dengan lainnya. Gunung api juga memiliki ciri
atau perilaku yang berbeda antara satu jenis gunung api dengan gunung
api lainnya. Karena itu, penanganannya juga bervariasi tergantung pada
karakteristik gunung api itu sendiri. Penanggulangan bencana letusan
gunung api dibagi menjadi tiga bagian, yaitu persiapan sebelum terjadi
letusan, saat terjadi letusan dan sesudah terjadi letusan.
a. Sebelum terjadi letusan dilakukan
1) Pemantauan dan pengamatan kegiatan pada semua gunung api
aktif.
2) Pembuatan dan penyediaan peta kawasan rawan bencana dan
peta zona resiko bahaya gunung api yang didukung dengan peta
geologi gunung api.
3) Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan
gunung api.
4) Melakukan pembimbingan dan pemberian informasi gunung api,
Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika dan
geokimia di gunung api.
5) Melakukan peningkatan sumberdaya manusia dan pendukungnya
seperti peningkatan sarana dan prasarananya.
b. Saat terjadi krisis/ letusan gunung api
1) Membentuk tim gerak cepat
2) Meningkatkan pemantauan dan pengamatan dengan didukung
oleh penambahan peralatan yang lebih memadai;
3) Meningkatkan pelaporan tingkat kegiatan menurut alur dan
frekuensi pelaporan sesuai dengan kebutuhan

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 32


4) Memberikan rekomendasi kepada pemerintah setempat sesuai
prosedur.
c. Setelah terjadi letusan
1) Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan.
2) Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya dan memberikan
saran penanggulangan bahaya.
3) Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang.
4) Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak kemudian
menurunkan status kegiatan. Bila keadaan sudah menurun maka
melanjutkan pemantauan rutin.
6. Penanggulangan Bencana Gempa Bumi
Gempa bumi adalah gejala pelepasan energi berupa gelombang yang
menjalar ke permukaan bumi akibat adanya gangguan di kerak bumi
(patah, runtuh, atau hancur). Sampai sekarang manusia belum dapat
meramalkan kapan suatu gempa akan terjadi. Besar kecilnya malapetaka
yang terjadi sangat tergantung pada kekuatan (magnitudo) gempa itu
sendiri serta kondisi daerah yang terkena gempa itu. Alat pengukur gempa
bumi disebut seismograf, yang dinyatakan dalam skala Richter.
Gempa bumi merupakan bencana alam yang sering melanda wilayah
Indonesia, kira-kira 400 kali dalam setahun. Hal ini terjadi karena
Indonesia dilalui oleh dua lempeng (sabuk) gempa bumi, yaitu lempeng
Mediterania (Alpen-Himalaya) dan lempeng Pasifik.
Antisipasi yang harus dilakukan bagi masyarakat luas adalah apa dan
bagaimana cara menghadapi gempa, pada saat dan sesudah gempa
terjadi. Dalam menghadapi bencana gempa bumi misalnya masyarakat
Jepang telah tahu bagaimana bereaksi ketika gempa bumi berguncang.
Mereka segera mematikan kompor atau api yang menyala, menyambar
tas yang telah disiapkan (yang berisi sebotol air mineral, makanan ringan
tahan lama, lampu senter, peluit, obat-obatan, radio transistor, dan lain-
lain), lalu segera bersembunyi di bawah meja, dan tetap menunggu hingga
guncangan reda.
Tindakan lari keluar rumah, menurut mereka, malah lebih berbahaya
karena ketika gempa besar berguncang, akan terjadi runtuhan bangunan,
tiang listrik, dan lain-lain. Dalam pengetahuan itu pula selalu disebutkan
untuk segera menghindari pantai (antisipasi tsunami) dan menjauhi tebing

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 33


(antisipasi longsor). Penanggulangan bencana gempa bumi dapat dilakukan
dengan cara berikut.
a. Sebelum terjadi gempa
1) Sosialisasi potensi gempa di wilayah yang rawan gempa.
Mengembangkan bangunan yang relatif tahan gempa, dengan
memperkuat atau memperdalam fondasi bangunan, penggunaan
material yang ringan supaya bangunan dapat mengikuti getaran
gempa.
2) Penguatan jalan, di Jepang jalan dibangun dengan desain seperti
gelombang air ketika terjadi gempa.
3) Pendidikan pada masyarakat tentang cara menyelamatkan diri
dari gempa dari mulai anak-anak sampai orang dewasa.
4) Monitoring, dengan mengukur gerakan tanah menggunakan skala
richter.
5) Persiapan menghadapi gempa di rumah dengan menyiapkan air,
makanan, lampu senter, selimut dan pertolongan pertama.
b. Pada saat gempa dan setelah gempa
1) Memberikan peringatan terjadinya gempa kepada masyarakat.
Memantau perkembangan gempa dan menyebarluaskan kepada
masyarakat.
2) Memberikan informasi jika keadaan telah dianggap aman.
Mengerahkan regu atau tim tanggap darurat ke lapangan untuk
memberikan pertolongan.
3) Memperbaiki berbagai fasilitas yang rusak terutama jalan agar
bantuan tidak terhambat datang ke lokasi dan masyarakat dapat
melakukan mobilitas.
4) Melakukan berbagai upaya rekonstruksi.

1.4 Kajian Risiko Bencana


Dalam Undang-undang No. 24 tahun 2007 Bencana (disaster) didefinisikan
sebagai: “suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 34


mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis” (UU No. 24 / 2007).

Bencana terjadi akibat kolektifitas atas komponen bahaya (hazard) yang


mempengaruhi kondisi alam dan lingkungan, serta bagaimana tingkat
kerentanan (vulnerability) dan kemampuan (capacity) suatu komunitas dalam
mengelola ancaman.

Semakin tinggi nilai ancaman dan nilai kerentanan maka risiko terjadinya
bencana semakin tinggi. Untuk mengurangi risiko bencana perlu melakukan
peningkatan nilai kerentanan (vulnerability) menjadi kapasitas (capacity)
dengan melakukan penguatan kapasitas di dalam masyarakat dalam mengelola
lingkungan, mengenal ancaman, mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan
oleh faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya bencana.

Kajian risiko bencana menjadi landasan untuk memilih strategi yang dinilai
mampu mengurangi risiko bencana. Kajian risiko bencana ini harus mampu
menjadi dasar yang memadai bagi daerah untuk menyusun kebijakan
penanggulangan bencana. Ditingkat masyarakat hasil pengkajian diharapkan
dapat dijadikan dasar yang kuat dalam perencanaan upaya pengurangan
risiko bencana. Untuk mendapatkan nilai risiko bencana tergantung dari
besarnya ancaman dan kerentanan yang berinteraksi. Interaksi ancaman,
kerentanan dan faktor - faktor luar menjadi dasar untuk melakukan
pengkajian risiko bencana terhadap suatu daerah.

Seluruh data-data yang ada diperoleh dari hasil pengkajian risiko bencana
yang dimuat dalam Dokumen Kajian Risiko Bencana Propinsi DKI Jakarta
Tahun 2011. Kajian risiko bencana dilakukan dengan melakukan identifikasi,
klasifikasi dan evaluasi risiko melalui beberapa langkah, yaitu:
1. Pengkajian Ancaman
Ancaman/Bahaya (hazard); adalah suatu kondisi, secara alamiah maupun
karena ulah manusia, yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau
kerugian dan kehilangan jiwa manusia. Bahaya berpotensi menimbulkan
bencana, tetapi tidak semua bahaya selalu menjadi bencana. Pengkajian
ancaman dimaknai sebagai cara untuk memahami jenis dan unsur-unsur
ancaman yang berisiko bagi daerah dan masyarakat. Kajian ancaman

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 35


bencana berdasarkan penilaian probabilitas atau kemungkinan terjadinya
bencana dan dampak bencana atau dampak kerugian atau kerusakan yang
ditimbulkan akibat bencana. Karakter-karakter ancaman pada suatu
daerah dan masyarakatnya berbeda dengan daerah dan masyarakat lain.
Pengkajian karakter ancaman dilakukan sesuai tingkatan yang diperlukan
dengan mengidentifikasikan unsur- unsur berisiko oleh berbagai ancaman
di lokasi tertentu.

Contoh data ancaman:


Jenis Lokasi Faktor Pendukung Frekuensi Durasi
Ancaman
Tanah RW 01 dan Kemiringan Tidak Tidak
longsor RW 05 lereng, struktur terprediksi terprediksi
tanah, vegetasi,
curah hujan tinggi

2. Pengkajian Kerentanan
Kerentanan (vulnerability); adalah sekumpulan kondisi dan atau suatu
akibat keadaan (faktorfisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang
berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan bencana. Faktor kerentanan tersebut meliputi:
a. Fisik: Kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap
ancaman bencana
b. Sosial: Kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku
masyarakat) terhadap ancaman bencana
c. Ekonomi: Kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi
ancaman di wilayahnya
d. Lingkungan: Tingkat ketersediaan/kelangkaan sumberdaya (lahan, air,
udara) serta kerusakan lingkungan yang terjadi. Pengkajian
kerentanan dilakukan dengan menganalisa dan menilai tingkat
kerentanan suatu masyarakat, wilayah dan penghidupannya dari
faktor-faktor berisiko. Penilaian kerentanan ditentukan dengan
mengkaji aspek sosial-budaya, sumberdaya/lingkungan, infrastruktur
dan ekonomi terhadap ancaman dan dampak bencana yang ada.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 36


Contoh data kerentanan:

Jenis Lokasi Kerentanan


Ancaman Sosial Fisik Lingkungan Ekonomi
Longsor RW 01 1.Kapasitas 1. Rumah 1.Lahan Lahan
dan penduduk penduduk 2.Semak produktif
RW 05 2.Kelompok 2. Fasum belukar (sawah,
rentan 3. Jaringan 3.Hutan ladang)
3.Disabilitas irigasi
4. Fasilitas
sosial

3. Pengkajian Kapasitas
Kapasitas (Capacity) adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh
perorangan, keluarga dan masyarakat yang membuat mereka mampu
mencegah, mengurangi, siap-siaga, menanggapi dengan cepat atau segera
pulih dari suatu kedaruratan dan bencana. Pengkajian kapasitas dilakukan
dengan mengidentifikasikan status kemampuan individu, masyarakat,
lembaga pemerintah atau non pemerintah dan aktor lain dalam
menangani ancaman dengan sumber daya yang tersedia untuk melakukan
tindakan pencegahan, mitigasi, dan mempersiapkan penanganan darurat,
serta menangani kerentanan yang ada dengan kapasitas yang dimiliki oleh
masyarakat tersebut.

Contoh data kapasitas:

Jenis Lokasi Kapasitas


Ancaman Fisik Sosial Ekonomi
Longsor RW 01 dan 1. Kendaraan 1. Relawan Dana sosial
RW 05 2. Sarpras terlatih
3. Peringatan 2. Petugas
dini kesehatan
4. Tempat 3. Kader
evakuasi lingkungan

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 37


4. Pengkajian dan Pemeringkatan Risiko
Risiko (risk) adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban
manusia, kerusakan dan kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bahaya
tertentu di suatu daerah pada suatu waktu tertentu. Pengkajian risiko
merupakan penilaian dari hasil-hasil pengkajian ancaman/bahaya,
kerentanan dan kemampuan/ketahanan suatu daerah terhadap bencana.
Hasil penilaian berupa peringat risiko bencana yang ada pada suatu
wilayah. Hasil kajian risiko bencana akan menjadi dasar menentukan skala
prioritas tindakan yang dibuat dalam bentuk rencana kerja dan
rekomendasi guna mengurangi risiko bencana.

1.5 Peran Tenaga Kesehatan dalam Fase Pra-Bencana


Dalam Permenkes No. 77 tahun 2014 menyebutkan bahwa tenaga kesehatan
sangat berperan dalam kondisi krisis kesehatan. Kondisi krisis kesehatan ini
juga akan muncul pada setiap tahap penanganan kebencanaan. Dalam
Permenkes ini juga tercantum apa yang dimaksud dengan sistem informasi
penanggulangan krisis kesehatan termasuk definisi kondisi pra-krisis kesehatan.
1. Sistem informasi penanggulangan krisis kesehatan adalah seperangkat
tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat,
teknologi, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola
secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang
berguna dalam mendukung penanggulangan krisis kesehatan.
2. Prakrisis kesehatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pada
situasi tidak terjadi bencana atau situasi terdapat potensi terjadinya
bencana yang meliputi kegiatan perencanaan penanggulangan krisis
kesehatan, pengurangan risiko krisis kesehatan, pendidikan dan pelatihan,
penetapan persyaratan standar teknis dan analisis penanggulangan krisis
kesehatan, kesiapsiagaan, dan mitigasi kesehatan.

Kebijakan dan strategi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) periode


2015-2019 memiliki Visi “Masyarakat yang mandiri dalam Penanggulangan
Krisis Kesehatan dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat
laboratorium bencana internasional”. Sedangkan misi dan tujuan yang
diutarakan adalah:

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 38


Misi:
1. Meningkatkan Kapasitas SDM sesuai standar internasional
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi terkait penurunan
resiko krisis kesehatan yang mendapatkan pengakuan internasional melalui
kegiatan pelatihan dan penelitian
3. Meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi krisis kesehatan
dan sebagai tempat pembelajaran masyarakat internasional

Tujuan:
Terselenggaranya penanggulangan krisis kesehatan yang mengutamakan
pengurangan resiko krisis kesehatan melalui keterpaduan antar program,
pemanfaatan teknologi informasi, pelaksanaan kegiatan disertai monitoring
evaluasi yang berkesinambungan serta peningkatan kualitas dan pemerataan
sumber daya manusia

Visi, misi, dan tujuan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan tersebut


selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kebijakan dan strategi, seperti berikut:
1. Kebijakan
a. Lebih menitikberatkan kepada upaya pengurangan resiko krisis
kesehatan dengan tetap meningkatkan kualitas untuk kegiatan
tanggap darurat dan pasca krisis kesehatan;
b. Peningkatan kualitas dan pemerataan kemampuan sumber daya
penanggulangan krisis kesehatan;
c. Pengarusutamaan penanggulangan krisis kesehatan dalam kebijakan
maupun kegiatan lintas-program, lintas-sektor dan masyarakat;
d. Peningkatan peran regional dalam penanggulangan krisis kesehatan;
e. Penyediaan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi untuk
peningkatan upaya penanggulangan krisis kesehatan;
f. Optimalisasi pelaksanaan monitoring evaluasi untuk peningkatan
kualitas program yang berkesinambungan.

2. Strategi
a. Memperkuat kerangka hukum penanggulangan krisis kesehatan baik
untuk pra, tanggap darurat dan pasca krisis;

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 39


b. Memperkuat manajemen risiko di daerah risiko bencana termasuk
dengan penguatan fasilitas kesehatan serta optimalisasi pemanfaatan
epidemiologi kebencanaan;
c. Meningkatkan standar peningkatan kapasitas SDM melalui akreditasi
nasional dan internasional;
d. Meningkatkan peran lintas program, lintas sektor dan masyarakat
dalam penanggulangan krisis kesehatan;
e. Meningkatkan kemitraan multi pihak dalam penanggulangan krisis
kesehatan, termasuk dengan LP, LS, NGO/LSM, masyarakat dan
Internasional;
f. Menetapkan status kelembagaan PPK regional/sub regional menjadi UPT
Pusat;
g. Menjadikan regional sebagai center of excellent untuk implementasi
kerjasama ABG for CE (Academic, Bussiness and Government for
Community Empowerment) dalam rangka pelatihan dan penelitian
pengurangan risiko bencana;
h. Menyediakan dan memanfaatkan teknologi informasi diawali dengan
penyusunan grand design sistem informasi;
i. Mengembangkan dan melaksanakan monev secara berkala.

Permenkes No. 64 tahun 2013 juga membahas tentang Pra-krisis kesehatan


pada pasal 17:
1. Prakrisis kesehatan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pada
situasi tidak terjadi bencana atau situasi terdapat potensi terjadinya
bencana yang meliputi kegiatan perencanaan penanggulangan krisis
kesehatan, pengurangan risiko krisis kesehatan, pendidikan dan pelatihan,
penetapan persyaratan standar teknis dan analisis penanggulangan krisis
kesehatan, kesiapsiagaan, dan mitigasi kesehatan.
2. Pada tahap prakrisis kesehatan, kementerian kesehatan menyelenggarakan
kegiatan:
a. Mengoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan prakrisis kesehatan
dengan seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga
yang berperan serta dalam penanggulangan krisis kesehatan melalui
Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan;
b. Menyusun dan mensosialisasikan kebijakan penanggulangan krisis
kesehatan;

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 40


c. Melaksanakan dan mengembangkan sistem informasi penanggulangan
krisis kesehatan;
d. Menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya
manusia kesehatan dalam penanggulangan krisis kesehatan serta
pembinaan tim reaksi cepat kesehatan;
e. Meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan unit kesehatan dalam
penanggulangan krisis kesehatan dengan melengkapi sarana/fasilitas
yang diperlukan;
f. Memfasilitasi pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan kesiapsiagaan;
g. membina dan memfasilitasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan
Regional dan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Subregional;
h. Memetakan kesiapsiagaan unit-unit kesehatan di daerah;
i. Mengoordinasikan ketersediaan kebutuhan obat dan perbekalan
kesehatan; dan/atau melaksanakan kegiatan Siaga Darurat Bidang
Kesehatan.
Kompetensi Tenaga Kesehatan dalam Kondisi Bencana
Kompetensi seorang tenaga kesehatan dalam manajemen bencana merupakan
kemampuan mengarahkan dan memobilisasi (respon eksternal multisektoral),
dengan mengakses kebutuhan sumber daya lintas instansi kesehatan secara
cepat, tepat dan terpadu dalam kondisi bencana. Akan tetapi akan lebih baik
jika pembentukan kompetensi tenaga kesehatan ditumbuhkan sejak mereka
menempuh jenjang pendidikan (Burnock S.N, 2014).
Tenaga kesehatan khususnya perawat yang memiliki pengetahuan yang baik,
sikap yang peduli dan keterampilan penanganan bencana mempunyai andil
yang besar dalam meminimalisir dampak bencana (Ismail et al., 2016;
Ahayalimudin et al., 2014; Putra et al., 2011). Sehingga untuk dapat
meningkatkan pengetahuan serta kompetensi perawat dan tenaga kesehatan
maka program pelatihan akan sangat berguna dalam penanggulangan bencana
(Fung et al., 2006; William et al., 2008).
Peran Tenaga Kesehatan dalam Fase Bencana:
Peran Tenaga Kesehatan Pada Tahap Pra Bencana (Pra Disaster):
a. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang berhubungan
dengan penanggulangan ancaman bencana untuk tiap fasenya.
b. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah,
organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga - lembaga

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 41


kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan
menghadapi bencana kepada masyarakat
c. Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang
meliputi hal-hal berikut ini:
1) Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana
2) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong
anggota keluarga yang lain
3) Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor
telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulan

Peran Tenaga Kesehatan Pada Tahap Bencana (Impact):


a. Bertindak cepat
b. Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan apapun
secara pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban
selamat
c. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan
d. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok yang
menanggulangi terjadinya bencana

Peran Tenaga Kesehatan Pada Tahap Emergency:


a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-
hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular
maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya.
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,
depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri)

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 42


maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual
muntah, dan kelemahan otot)
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan
dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan
psikiater
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.

Peran Tenaga Kesehatan Pada Tahap Rekonstruksi:


a. Tenaga kesehatanan pada pasien post traumatic stress disorder (PTSD)
b. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerjasama dengan unsur lintas sector menangani masalah kesehatan
masyarakat pasca gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan
(recovery) menuju keadaan sehat dan aman

Lebih khusus lagi untuk tenaga perawat, Konsil Keperawatan Internasional /


International Nursing Council (ICN) bahwa “Nurses with their technical skills
and knowledge of epidemiology, physiology, pharmacology, cultural-familial
structures, and psychological issues can assist in disaster preparedness
programmes, as well as during disasters” (Minami & Young-Soo, 2009). Ini
dapat diartikan bahwa profesi perawat mempunyai peran yang cukup vital
dalam penanggulangan bencana.

Allender et al (2014) mempertegas lagi bahwa peran dan fungsi perawat


kesehatan masyarakat dalam penanggulangan bencana adalah meliputi
penanggulangan fase pra bencana, pada saat bencana dan pada saat setelah
terjadi bencana. Mengingat perawat adalah salah satu profesi pelayanan
kesehatan di garis terdepan dengan jumlah anggota terbesar diantara profesi
lainnya (WHO, 2006). Seharusnya peran dan fungsinya dapat dioptimalkan
perencanaan / preparedness dari suatu bencana sehingga dampak akibat
bencana dapat diminimalisir (Minami & Young-Soo, 2009; Ahayalimudin et
al., 2014; Putra et al., 2011).

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 43


Bab 2
Pengkajian Ketanguhan Masyarakat

Tujuan
Peserta memahami:
1. Memahami teori pengkajian komunitas dengan mengumpulkan beberapa
komponen yang dijadikan sasaran seperti data demografi, geografi, fasilitas
fisik, dll
2. Memahami pengkajian pada masyarakat meliputi: dimensi lokasi, dimensi
populasi, dan dimensi sistem social
3. Instrumen penilaian ketangguhan organisasi dan masyarakat

Kegiatan Belajar
Kegiatan 1 : Curah Pendapat Penilaian Ketangguhan Organisasi
Kegiatan 2 : Curah Pendapat Penilaian Ketangguhan Masyarakat

2.1 Ketangguhan Masyarakat


Seiring banyaknya bencana yang terjadi di Indonesia, wacana untuk
membangun ketangguhan masyarakat mulai menarik untuk didiskusikan baik
oleh organisasi internasional, LSM lokal, dunia pendidikan dan juga pemerintah,
banyak juga pihak yang tanpa disadari sudah membangun ketangguhan
masyarakat terhadap bencana, misalnya upaya kesiapsiagaan, meningkatkan
keterampilan, mitigasi ancaman. Tetapi, dalam upaya berpartisipasi dalam

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 44


membangun ketangguhan masyarakat, para pelaku menerjemahkannya
dengan berbagai macam kriteria dan indikator masing-masing.

John Twigg (2009) menyebutkan bahwa sistem atau ketangguhan masyarakat


dapat dipahami sebagai kapasitas untuk: (a) mengantisipasi, meminimalisasi,
dan menyerap potensi stres atau kekuatan destruktif melalui adaptasi atau
resistensi, (b) mengelola, atau menjaga fungsi dan struktur dasar tertentu,
selama peristiwa bencana, dan (c) memulihkan atau ‘melambungkan balik’
setelah sebuah peristiwa bencana. Berdasarkan ketiga kapasitas diatas,
menimbulkan pertanyaan, apakah masyarakat sendiri bisa membangun
kapasitasnya untuk mencapai ketangguhan? Hal tersebut akan tergantung
dengan kondisi masyarakat setempat termasuk kearifan lokal. Karena itu,
usaha untuk membangun suatu ketangguhan masyarakat dibutuhkan
kerjasama antar berbagai pihak dengan masyarakat setempat. “Ketangguhan
dapat dicapai dalam sebuah sistem (ekonomi infrastruktur, ekologi, sosial) yang
memasukkan berbagai kegiatan, interaksi, dan hubungan” (IFRC, 2012).
Walaupun kenyataannya di masyarakat, upaya-upaya pengembangan
ketangguhan masyarakat tidak mudah untuk diintegrasikan, karena terjadinya
perbedaan pandangan dan pendekatan yang digunakan oleh berbagai pihak.
Hal ini dipengaruhi oleh relasi kuasa, politik, sistem sosial, dan para pelaku
yang ada di sana (Heijmans, 2012). Pada konteks Indonesia, sudah ada cukup
banyak inisiatif-inisiatif untuk membangun ketangguhan masyarakat yang
dilaksanakan oleh kementerian/lembaga negara, lembaga internasional,
lembaga swadaya masyarakat di tingkat lokal maupun nasional, perguruan
tinggi, dan lembaga usaha.

Pengembangan ketangguhan dilaksanakan melalui pendekatan disiplin dan


sektor yang menjadi mandat dan kapasitas masing-masing pihak. Beberapa
contoh program terkait dengan pengembangan ketangguhan ialah program
Desa Siaga Bencana yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial, program Desa
Pesisir Tangguh dari Kementeran Kelautan dan Perikanan, program Desa
Mandiri Pangan dari Kementerian Pertanian, program Desa Siaga dari
Kementerian Kesehatan, program Safer Communities through Disaster Risk
Reduction dari UNDP, program Pengurangan Risiko Terpadu berbasis
Masyarakat dari Palang Merah Indonesia, program Building Resilience dari
Oxfam, Desa Tangguh Bencana (Destana) dari BNPB, dan masih banyak lagi.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 45


Beberapa program CSR yang dilaksanakan oleh lembaga usaha di desa-desa
dampingannya juga sebagian sudah mulai mengadopsi konsep pemberdayaan
masyarakat dan ketangguhan terhadap bencana. Dalam hal ini, Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diberi mandat untuk
melakukan koordinasi upaya-upaya penanggulangan bencana, termasuk dalam
rangka membangun ketangguhan masyarakat, menerbitkan Peraturan Kepala
BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Desa / Kelurahan Tangguh
Bencana. Peraturan ini dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan
mengintegrasikan program berbagai pihak untuk membangun ketangguhan.
Hal ini juga sesuai dengan amanat UU No. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, bahwa bencana merupakan urusan bersama (semua
pihak) dengan penekanan pada upaya pengurangan risiko bencana.

2.1.1 Landasan Ketangguhan yang Kokoh


Asian Disaster Preparedness Center (ADPC), ciri-ciri ketangguhan yaitu
adanya pengetahuan tentang risiko, adanya rencana Pengurangan Risiko
Bencana (PRB) dan kesiapsiagaan masyarakat, adanya dana masyarakat untuk
melaksanakan kegiatan PRB, adanya sistem peringatan dini, dan adanya
organisasi masyarakat yang dinamis. Hal Ini semua perlu didukung dengan
adanya tenaga terlatih untuk pengkajian risiko, tenaga terlatih dalam
pencarian dan penyelamatan (SAR), tenaga medis untuk pertolongan pertama,
distribusi bantuan, para tukang untuk konstruksi yang lebih aman, dan
petugas pemadam kebakaran. Selain itu, masyarakat yang tangguh juga perlu
adanya dukungan infrastruktur dan fasilitas seperti jalur transportasi, jaringan
listrik, jaringan telepon, dan klinik kesehatan yang baik, serta adanya
koordinasi dengan pemerintah lokal, LSM, dan lembaga terkait lainnya.
Keberadaan rumah warga yang aman bencana serta sumber-sumber
penghidupan yang lebih aman juga mendukung ketangguhan masyarakat.

Rencana Internasional memandang “ketangguhan” melalui lima aspek yakni


tata kelola, pengkajian risiko, pengetahuan dan pendidikan, manajemen risiko
dan pengurangan kerentanan, serta kesiapsiagaan dan tanggap bencana.
Dalam aspek tata kelola, penting bila kelompok-kelompok rentan dan anggota
masyarakat mempunyai akses terhadap kebijakan, regulasi, perencanaan,
penganggaran dan pemantauan PRB, serta adanya kesadaran masyarakat
akan hak-hak mereka dan adanya akses terhadap hokum. Tata kelola perlu

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 46


didukung dengan adanya pengkajian dan pemetaan risiko partisipatif yang
masukan ke dalam perencanaan pembangunan. Kesadaran masyarakat akan
sistem peringatan dini, risiko dan strategi-strategi pengurangan risiko sangat
dibutuhkan. Secara khusus masyarakat dikatakan tangguh menerapkan
manajemen risiko dan pengurangan kerentanan serta kesiapsiagaan dan
tanggap bencana secara memadai dengan menggunakan sumber daya internal
yang ada.

Berbagai macam definisi dan konsep “ketangguhan” diatas sangat


membingungkan, operasional “ketangguhan” dapat mudah dipahami melalui
karakteristiknya. Sebuah masyarakat yang tangguh setidaknya memiliki: (1)
kapasitas untuk mengantisipasi ancaman, (2) kapasitas untuk menyerap
tekanan atau kekuatan yang menghancurkan, dengan mudah beradaptasi, (3)
kapasitas untuk mengelola, atau mempertahankan fungsi dan struktur-
struktur dasar tertentu dalam situasi bencana, dan (4) kapasitas untuk
memulihkan diri atau daya lenting balik setelah suatu kejadian bencana.
Namun, patut dicatat bahwa “ketangguhan” umumnya dipandang sebagai
sesuatu yang lebih luas daripada “kapasitas” karena memiliki makna yang lebih
tinggi daripada sekedar perilaku, strategi dan langkah-langkah manajemen
risiko tertentu yang biasa dipahami sebagai kapasitas.

Suatu masyarakat dikatakan tangguh terhadap bencana harus dipandang


sebagai suatu masyarakat dengan tingkat keamanan tinggi mampu merancang
dan membangun dalam lingkungan yang berisiko, disamping itu juga mampu
meminimalkan kerentanannya sendiri dengan memaksimalkan penerapan
langkah-langkah PRB. Ketangguhan masyarakat dipengaruhi juga oleh
kapasitas di luar masyarakat itu sendiri, terutama oleh layanan
penanggulangan bencana, layanan sosial dan administratif, infrastruktur publik
dan jaringan hubungan sosial-ekonomi dan politik dengan dunia yang lebih
luas. Hampir semua masyarakat praktis tergantung pada penyedia layanan
eksternal, oleh karena itu ketangguhan masyarakat sedikit banyak ditentukan
juga oleh lingkungan luar yang mendukung.

Berdasarkan kerangka ketangguhan yang telah disusun oleh Plan International


dan Practical Action (ADPC), Twigg (2007) menyusun ketangguhan dalam
lima aspek dasar berikut unsur-unsurnya sebagai berikut:

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 47


1. Tata kelola
a. Kebijakan, perencanaan, prioritas-prioritas dan komitmen politik
b. Sistem-sistem hukum dan pengaturan
c. Pemaduan ke dalam kebijakan-kebijakan dan perencanaan
pembangunan
d. Pemaduan ke dalam tanggap darurat dan pemulihan
e. Mekanisme-mekanisme, kapasitas dan struktur kelembagaan;
pembagian tanggung jawab
f. Kemitraan
g. Akuntabilitas dan partisipasi masyarakat

2. Pengkajian risiko
a. Pengkajian dan data bahaya/risiko
b. Pengkajian dan data kerentanan dan dampak
c. Kapasitas ilmiah dan teknis serta inovasi

3. Pengetahuan dan pendidikan


a. Kesadaran, pengetahuan dan keterampilan-keterampilan publik
b. Manajemen dan pertukaran informasi
c. Pendidikan dan pelatihan
d. Budaya, sikap, motivasi
e. Pembelajaran dan penelitian

4. Manajemen risiko dan pengurangan kerentanan


a. Manajemen lingkungan hidup dan sumber daya alam
b. Kesehatan dan kesejahteraan
c. Penghidupan yang berkelanjutan
d. Perlindungan sosial
e. Perangkat-perangkat finansial
f. Perlindungan fisik; langkah-langkah struktural dan teknis
g. Sistem dan mekanisme perencanaan

5. Kesiapsiagaan dan tanggap bencana


a. Kapasitas kelembagaan dan koordinasi
b. Sistem-sistem peringatan dini
c. Perencanaan kesiapsiagaan dan kontinjensi

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 48


d. Sumber-sumber daya dan infrastruktur kedaruratan
e. Tanggap darurat dan pemulihan

Dalam mewujudkan masyarakat yang tangguh, sebagai salah satu dari


perwujudan visi ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana, Indonesia
perlu menggunakan kerangka lengkap seperti diusulkan Twigg di atas. Sebagai
langkah dasar dalam membangun ketangguhan, perlu dilakukan pengkajian
risiko dengan segala kelengkapannya. Pengetahuan dan kompetensi
masyarakat juga perlu ditingkatkan secara terus-menerus, agar dapat
merespons dengan cepat tantangan ancaman bencana dan perubahan iklim
yang kian meningkat. Selanjutnya keseluruhan manajemen risiko perlu
diterapkan untuk membangun kesiapsiagaan terhadap bencana dan kapasitas
tanggap bencana yang memadai.

2.1.2 Ciri-Ciri Masyarakat Tangguh Bencana


Di Indonesia yang selama ini dikembangkan ciri-ciri masyarakat tangguh
menghadapi bencana, yaitu adanya :
a. Kemampuan untuk mengantisipasi setiap ancaman atau bahaya yang akan
terjadi.
Oleh karena itu ditahap ini kita dituntut mampu untuk melakukan prediksi,
analisis, identifikasi dan kajian terhadap risiko bencana. Kemampuan ini
memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang canggih maupun
yang tepat guna. Juga dari pengetahuan yang modern hingga kearifan lokal
yang sudah ada di masyarakat.
b. Kemampuan untuk melawan atau menghindari ancaman bencana tersebut.
Kemampuan untuk melawan ini sangat tergantung dari besarnya ancaman
yang akan kita hadapi. Apakah kemampuan sumber daya kita mampu
menghadapi kekuatan dampak yang dakan ditimbulkan? Sebagai contoh
yang masih ada dalam ingatan kita, letusan Gunung Merapi tahun 2010.
Awan panas yang meluncur hingga 17 km dari puncak Merapi, mampukah
kita melawan atau menolak luncuran material panas yang mencapai 800
derajat celcius itu? Jika tidak mampu, maka kita harus menghindar dari
jalur lintasan awan panas tersebut.
c. Kemampuan untuk mengadaptasi bencana dan dampak yang ditimbulkan.
Apabila kita tidak mampu melawan ataupun menghindar, maka kita harus
mampu mengurangi, mengalihkan atau menerima risiko bencana yang

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 49


akan terjadi. Prinsip-prinsip manajemen risiko berlaku untuk
menanggulangi bencana. Upaya memperkecil dampak yang ditimbulkan
atau mitigasi bencana, seperti membuat bangunan tahan gempa,
membangun shelter vertikal, membuat jalur-jalur pengungsian dan
sebagainya harus diterapkan. Pengalihan risiko atau risk transfer, seperti
asuransi bencana mulai dibudayakan. Pada dasarnya mengadaptasi bencana
ini bertujuan agar kemampuan masyarakat untuk menerima risiko semakin
tinggi. Hal ini berkaitan dengan filosofi, hidup berdampingan secara damai
dengan bencana.
d. Kemampuan untuk pulih kembali secara cepat setelah terjadi bencana.
Ketangguhan suatu masyarakat dalam menanggulangi bencana dapat
dilihat dari kemampuannya (daya lenting) untuk pulih kembali setelah
ditimpa bencana.

Alasan ketangguhan masyarakat sangat diperlukan sebab: (1), meski


memberikan perlindungan kepada masyarakat merupakan kewajiban asasi
pemerintah, namun pada kenyataannya pemerintah tidak selalu sanggup
memenuhi kewajibannya tersebut dengan maksimal, bahkan dari pengalaman,
justru partisipasi aktif masyarakat yang lebih berperan terutama pada saat
terjadi bencana. Kesiapsiagaan masyarakat yang jadi korban bencana untuk
menolong diri sendiri, atau warga terdekat memberikan pertolongan kepada
mereka yang membutuhkan cukup membantu meminimalisasi korban dan
kerugian. (2), besaran korban dan kerugian karena bencana dan dampak
ikutannya selalu dalam jumlah yang tidak biasa (luar biasa). Proses
pemulihannya selain membutuhkan biaya besar, tindakan radikal, waktu
panjang dan pasti akan semakin sulit jika hanya mengandalkan pemerintah,
(3), saat ini hampir semua daerah di Indonesia masuk kategori rentan bencana,
baik alamiah (natural disaster) maupun karena perilaku manusia (man made
disaster). Ancaman banjir, misalnya, kini telah menjadi masalah bagi semua
kota di Indonesia Sementara ancaman tanah longsor dan kebakaran hutan
juga kian meluas di berbagai daerah, (4), pemerintah cenderung mengabaikan
aspek penguatan manusia dan masyarakat agar siap menghadapi bencana.
Pada umumnya yang jadi fokus perhatian lebih kepada aspek struktur
(perbaikan tanggul, normalisasi sungai, dan sebagainya) sedangkan non-
struktur terlupakan. (5) penguatan masyarakat menghadapi bencana atau
situasi darurat telah memiliki payung hukum dan merupakan amanat

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 50


konstitusi dan undang-undang, yakni UU No 24/2007 tentang
penanggulangan bencana dan visi program penanggulangan bencana di
Indonesia. Juga sesuai strategi PBB dalam pengurangan bencana dan Kerangka
Aksi Hyogo, yaitu ”Building the Resilience of Nations and Communities to
Disasters”. Atas dasar ini, maka penguatan masyarakat tidak hanya menjadi
kewajiban pemerintah, melainkan kewajiban seluruh warga negara. (6),
pengalaman empiris proses pemulihan dampak bencana bisa lebih cepat, jika
sebelum kejadian masyarakat telah siap dengan mendayagunakan modalitas
sosial yang mereka miliki. Modalitas sosial (social capital) yakni semangat
gotong royong, toleransi dan kepercayaan sosial (social trust) dapat
mempercepat proses rekonstruksi, restorasi, rehabilitasi pasca kejadian.

2.1.3 Pemberdayaan Masyarakat Desa


Didalam menciptakan ketangguhan masyarakat tentunya tidak lepas dari
adanya pemberdayaan masyarakat, hal tersebut dapat dilakukan secara
bertahap melalui tiga fase (Pranaka dan Prijono, 1996) yaitu:
a. Fase Inisiasi adalah bahwa semua proses pemberdayaan berasal dari
pemerintah, dan masyarakat hanya melaksanakan apa yang direncanakan
dan diinginkan oleh pemerintah dan tetap tergantung pada pemerintah.
b. Fase Partisipatoris adalah bahwa proses pemberdayaan berasal dari
pemerintah bersama masyarakat, oleh pemerintah dan masyarakat, dan
diperuntukkan bagi rakyat. Pada fase ini masyarakat sudah dilibatkan
secara aktif dalam kegiatan pembangunan untuk menuju kemandirian.
c. Fase Emansipatoris adalah bahwa proses pemberdayaan berasal dari rakyat
dan untuk rakyat dengan didukung oleh pemerintah bersama masyarakat.
Pada fase emansipatoris ini masyarakat sudah dapat menemukan kekuatan
dirinya sehingga dapat dilakukan dalam mengaktualisasikan dirinya.
Puncak dari kegiatan proses pemberdayaan masyarakat ini adalah ketika
pemberdayaan ini semuanya datang dari keinginan masyarakat sendiri
(fase emansipatoris).

Salah satu pendekatan yang banyak digunakan terutama oleh LSM adalah
advokasi. Model pendekatan ini mencoba meminjam pola yang diterapkan
dalam sistem hukum, di mana penasehat hukum berhubungan langsung
dengan klien. Dengan demikian, pendekatan advokasi menekankan pada proses
pendampingan kepada kelompok masyarakat dan membantu mereka untuk

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 51


membuka akses kepada pelaku-pelaku pembangunan lainnya, membantu
mereka mengorganisasikan diri, menggalang dan memobilisasi sumberdaya
yang dapat dikuasai agar dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining
position) dari kelompok masyarakat tersebut. Pendekatan advokasi ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakekatnya masyarakat terdiri
dari kelompok-kelompok yang masing-masing mempunyai kepentingan dan
sistem nilai sendiri-sendiri. Masyarakat pada dasarnya bersifat majemuk, di
mana kekuasaan tidak terdistribusi secara merata dan akses ke berbagai
sumberdaya tidak sama.
Dalam jangka panjang diharapkan dengan pendekatan advokasi masyarakat
mampu secara sadar terlibat dalam setiap tahapan dari proses pembangunan,
baik dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pelaporan, dan
evaluasi. Seringkali pendekatan advokasi diartikan pula sebagai salah satu
bentuk “penyadaran” secara langsung kepada masyarakat tentang hak dan
kewajibannya dalam proses pembangunan.

2.1.4 Metodologi Evaluatif


Untuk melaksanakan evaluasi apakah proyek yang telah dilaksanakan selama
jangka waktu tertentu telah sungguh mendatangkan perbaikan yang sesuai
dengan harapan warga masyarakat, perlu dilakukan suatu penelitian. Dua
metoda penelitian evaluatif yang bersifat bottom-up adalah rapid rural
appraisal (RRA), dan participatory rural appraisal (PRA).
a. Metode Rapid Rural Appraisal (RRA)
Metoda RRA digunakan untuk pengumpulan informasi secara akurat dalam
waktu yang terbatas ketika keputusan tentang pembangunan perdesaan
harus diambil segera. Dewasa ini banyak program pembangunan yang
dilaksanakan sebelum adanya kegiatan pengumpulan semua informasi di
daerah sasaran. Konsekuensinya, banyak program pembangunan yang gagal
atau tidak dapat diterima oleh kelompok sasaran meskipun program-
program tersebut sudah direncanakan dan dipersiapkan secara matang,
karena masyarakat tidak diikutsertakan dalam penyusunan prioritas dan
pemecahan masalahnya.
b. Metode Participatory Rural Appraisal (PRA)
Konsepsi dasar pandangan PRA adalah pendekatan yang tekanannya pada
keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan. Metoda PRA
bertujuan menjadikan warga masyarakat sebagai peneliti, perencana, dan

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 52


pelaksana program pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan.
Kritik PRA terhadap pembangunan adalah bahwa program-program
pembangunan selalu diturunkan "dari atas" (top down) dan masyarakat
tinggal melaksanakan. Proses perencanaan program tidak melalui suatu
'penjajagan kebutuhan' (need assesment) masyarakat, tetapi seringkali
dilaksanakan hanya berdasarkan asumsi, survei, studi atau penelitian formal
yang dilakukan oleh petugas atau lembaga ahli-ahli penelitian. Akibatnya
program tersebut sering tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat dan
tidak adanya rasa memiliki terhadap program itu. Dengan PRA, yakni
dengan partisipasi masyarakat keadaan itu diperbaiki dan juga
keterampilan-keterampilan analitis dan perencanaan dapat dialihkan
kepada masyarakat. Dengan demikian secara bertahap ketergantungan
pada pihak luar akan berkurang dan pengambilan prakarsa dan perumusan
program bisa berasal dari aspirasi masyarakat (bottom up). Metoda PRA
didasarkan pada penyempurnaan dan modifikasi dari metoda AEA
(Agroecosystems Analysis) dan RRA (Rapid Rural Appraisal) yang dilakukan
oleh kalangan LSM dan peneliti yang bekerja di wilayah Asia dan Afrika.
Walaupun ada beberapa kesamaan antara metoda PRA dan RRA, tetapi ada
pe rbedaan secara mendasar. Metoda RRA penekannya adalah pada
kecepatannya (rapid) dan penggalian informasi oleh órang luar. Sedangkan
metoda PRA penekannya adalah pada partisipasi dan pemberdayaan.

2.2 Penilaian Ketangguhan Organisasi dan Masyarakat


Sebelum memulai kegiatan dengan masyarakat, ada baiknya jika dilakukan
pengkajian awal terlebih dahulu seperti yang sudah dijelaskan pada Bab
sebelumnya. Dalam bab ini, penulis memberikan dua buah kuesioner yang
dapat digunakan untuk menilai ketangguhan organisasi dan masyarakat dalam
menghadapi kerentanan alam yang ada di wilayahnya.

2.2.1 Kuesioner Ketangguhan Organisasi


Dalam keadaan bencana, organisasi yang tangguh akan memberikan kontribusi
secara langsung kepada kecepatan dan keberhasilan pemulihan setelah terjadi
bencana (recovery) (McManus et al., 2008). Tanpa kontribusi pelayanan dari

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 53


suatu organisasi misalkan listrik, air, sanitasi, transportasi, pelayanan
kesehatan dan lain sebagainya, maka masyarakat tidak akan mampu untuk
merespon atau memulihkan ke kondisi normal sebelumnya (Sevile, 2013).
Ketangguhan suatu organisasi adalah sangat diperlukan terutama dalam dua
aspek berikut. Pertama, bahwa ketangguhan masyarakat dan ketangguhan
organisasi adalah saling berhubungan dan saling bergantungan satu sama lain
(Dalziell & McManus, 2004). Kedua, dengan memiliki ketangguhan, suatu
organisasi akan memiliki kemampuan untuk berkompetisi dalam kondisi dan
situasi apapun (Parsons, 2007). Pengertian organisasi tangguh adalah
kapasitas suatu organisasi untuk dapat memberikan perlawanan ketika sedang
berada dalam kondisi yang kurang menguntungkan dan penuh dengan
tekanan, yakni untuk dapat tetap mempertahankan posisi mereka ketika
berada dalam kondisi yang kurang menguntungkan (Mallak 1998).
Untuk dapat mengetahui ketangguhan suatu organisasi, maka diperlukan alat
yang dapat mengkaji keseluruhan indikator terkait konsep organisasi tangguh.
salah satu instrumen adalah sebagaiman yang di susun oleh Kantur & Iseri –
Say (2015) yang menyusun instrumen yang terdiri dari 9 item pertanyaan
untuk mengetahui 3 dimensi dari organisasi tangguh yakni kekuatan
(robustness), kelincahan (agility), dan integritas (integrity) (Kantur, Iseri – Say,
2015).

Berikan tanda silang pada angka jawaban yang anda pilih. Jawablah
pernyataan berikut berdasarkan apa yang anda rasakan.
4 : sangat setuju
3 : setuju
2 : kurang setuju
1 : sangat tidak setuju
0 : tidak tahu atau netral

SS S TS STS N
No Dimensi Item pertanyaan
4 3 2 1 0
1 Robustness / Ketahanan
empat item Organisasi kami adalah
pertanyaan organisasi yang mampu berdiri
untuk kuat dalam situasi apapun.
mengkaji Organisasi kami menggunakan
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 54
kapasitas berbagai macam solusi dalam
organisasi menyelesaikan berbagai
untuk tetap permasalahan yang ada
menjalankan Ketika sedang terjadi bencana,
aktifitas organisasi kami mengerahkan
seperti biasa seluruh kemampuan dalam
dan organisasi untuk menghadapi
memperbaiki kondisi tersebut
keadaan Organisasi kami tetap dapat
(recovery) melakukan aktifitas seperti
dari keadaan biasa meskipun dalam kondisi
yang kurang bencana
menguntungk
an.
2 Agility/ Kelincahan/kegesitan
tiga item Organisasi kami dapat
pertanyaan memutuskan untuk mengambil
untuk tindakan secara cepat dan
mengetahui tepat
aksi atau ketika terjadi bencana,
kecepatan organisasi kami dapat
organisasi mengembangkan alternative
dalam tindakan untuk menekan
mengambil tingkat kerugian
tindakan. Organisasi kami mempunyai
mekanisme koordinasi untuk
pengambilan keputusan yang
cepat dan tepat.
3 Integrity/ integritas/kebersamaan
dua item Dalam organisasi kami, semua
pertanyaan anggota telah bekerja sesuai
untuk dengan tugas masing – masing.
mengkaji dalam organisasi kami, semua
hubungan anggota berhasil
atau mempraktekkan prinsip
keterikatan kebersamaan dalam
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 55
pegawai menyelesaikan tugas
ketika pekerjaan.
organisasi
sedang
mengalami
situasi yang
kurang
menguntungk
an.

2.2.2 Kuesioner Ketangguhan Masyarakat


Kejadian bencana alam maupun bencana sosial adalah permasalahan yang
umum ditemui oleh masyarakat Indonesia. Secara geografis, Indonesia terletak
di kawasan yang rentan mengalami bencana. Ada kelompok masyarakat yang
memiliki pengalaman tertimpa bencana, ada pula yang tidak pernah
merasakan berada dalam situasi bencana. Pengalaman dan mendengar berita
tentang bencana alam dan bencana sosial merupakan proses belajar yang
memunculkan proses penyesuaian dalam sistem alam atau manusia. Kejadian
buruk tentu tidak diinginkan terjadi. Dalam kondisi tidak ada bencana,
masyarakat harus mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan
terburuk bencana yang akan terjadi. Karena masyarakat sudah siap untuk
menghadapi bencana, diharapkan pada saat terjadi bencana yang
sesungguhnya, mereka mampu melewati masa tersebut dengan dampak yang
minimal (RSNI, 2016).
BNPB membentuk standar yang menetapkan persyaratan desa dan kelurahan
tangguh bencana. Standar ini hendaknya diterapkan oleh masyarakat di
manapun berada, baik dalam lingkup wilayah rawan bencana maupun tidak.
Dengan demikian, masyarakat akan memiliki kemampuan mandiri untuk
beradaptasi dan menghadapi potensi bahaya bencana dan dampak buruk
perubahan iklim, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak-dampak
yang merugikan (RSNI, 2016). Berdasarkan uraian diatas, diperlukan suatu
alat ukur sederhana yang dapat digunakan oleh masyarakat maupun instansi
umum untuk dapat mengukur ketangguhan masyarakat dalam menghadapi
bencana alam di tempat tinggalnya. Berikut ini adalah kuesioner yang telah
disusun untuk mengetahui ketangguhan masyarakat.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 56


Berikan tanda silang pada angka jawaban yang anda pilih. Jawablah
pernyataan berikut berdasarkan apa yang anda rasakan.
4 : sangat setuju
3 : setuju
2 : kurang setuju
1 : sangat tidak setuju
0 : tidak tahu

No. Pernyataan Jawaban


Pengetahuan terhadap Risiko Bencana
1 Indonesia adalah negara yang berada dalam
jajaran gunung berapi aktif dengan banyak 4 3 2 1 0
kemungkinan bencana alam
2 Saya sudah mengetahui risiko bencana alam
4 3 2 1 0
yang di tempat tinggal saya
3 Saya sudah mendapat informasi tentang
kerawanan bencana yang ada di lingkungan 4 3 2 1 0
tempat tinggal saya
4 Saya sudah memperoleh informasi kerawanan
bencana alam ditempat tinggal saya dari
4 3 2 1 0
berbagai sumber (pemerintah, organisasi
swasta, relawan, mahasiswa praktik, dsb)
5 Kelompok kegiatan di lingkungan ini sudah
mendapat informasi tentang kerawanan 4 3 2 1 0
bencana
6 Pendidikan tentang kebencanaan sudah
4 3 2 1 0
diberikan di sekolah
7 Saya mengetahui bahwa korban bayi, anak,
ibu hamil, dan lansia akan memerlukan 4 3 2 1 0
penanganan khusus pada saat kondisi bencana
Pengkajian Risiko Bencana
8 Kegiatan sehari-hari yang kami lakukan
secara tidak disadari dapat merusak
4 3 2 1 0
ekosistem lingkungan hidup dan menyebabkan
bencana alam

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 57


9 Kejadian bencana alam di tempat tinggal saya
4 3 2 1 0
tidak dapat diperkirakan kapan akan terjadi
10 Musim yang berubah-ubah akan
meningkatkan risiko bencana di tempat 4 3 2 1 0
tinggal kami
11 Kami sudah melakukan survei lokasi rawan
4 3 2 1 0
bencana disekitar tempat tinggal kami
12 Kami sudah bertemu untuk membicarakan
lokasi rawan bencana yang sudah kami 4 3 2 1 0
temukan di tempat tinggal kami
13 Kami menyusun data kerawanan bencana
yang didapatkan saat survei dan 4 3 2 1 0
menyampaikan pada perangkat desa
14 Kami sudah menghitung jumlah lansia di
4 3 2 1 0
tempat tinggal kami secara rutin
15 Kami sudah menghitung jumlah bayi dan
4 3 2 1 0
balita di tempat tinggal kami secara rutin
16 Kami sudah menghitung jumlah ibu hamil di
4 3 2 1 0
tempat tinggal kami secara rutin
Perencanaan Kegiatan untuk Menurunkan Risiko Bencana
17 Kami sudah membentuk kelompok bersama
dimasyarakat untuk meningkatkan kesiagaan 4 3 2 1 0
kami menghadapi bencana
18 Kami sudah membuat forum lintas sektor
untuk memperkuat kesiapan kami 4 3 2 1 0
menghadapi bencana
19 Kami sudah merencanakan kegiatan bersama
untuk meningkatkan kemampuan kami saat 4 3 2 1 0
menghadapi bencana
20 Kami sudah menyusun rencana kegiatan
untuk menurunkan risiko bencana dan 4 3 2 1 0
disampaikan kepada pemerintah desa
21 Program perlindungan sumber daya alam
milik desa sudah disusun sendiri oleh 4 3 2 1 0
masyarakat (misal: pemeliharaan sumber

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 58


daya alam dan mata air)
22 Kami sudah membentuk anggaran dari
pengumpulan dana pribadi untuk pelatihan 4 3 2 1 0
bersama menghadapi bencana
23 Kami sudah membentuk anggaran dari
pengumpulan dana pribadi untuk dikeluarkan 4 3 2 1 0
jika sewaktu-waktu terjadi bencana
24 Kami sudah merencanakan lokasi
penampungan jika sewaktu-waktu terjadi 4 3 2 1 0
bencana alam
25 Kami sudah merencanakan lokasi
penampungan bagi penduduk berkebutuhan
4 3 2 1 0
khusus (lansia, anak, ibu hamil, bayi baru
lahir, dsb)
26 Kami sudah mempersiapkan rencana
pelatihan untuk prosedur evakuasi dan
4 3 2 1 0
penanganan bagi kelompok rentan (lansia,
anak, ibu hamil, bayi baru lahir, dsb)
27 Kami sudah merencanakan lokasi penempatan
pusat kesehatan darurat jika sewaktu-waktu 4 3 2 1 0
terjadi bencana
28 Kami sudah merencanakan lokasi untuk
4 3 2 1 0
hewan ternak kami saat terjadi bencana
Pelaksanaan Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana
29 Sudah ada kegiatan bersama yang dilakukan
oleh masyarakat untuk menurunkan risiko 4 3 2 1 0
bencana disekitar tempat tinggal kami
30 Warga banyak yang berminat melakukan
kegiatan untuk menjaga kelestarian alam
4 3 2 1 0
(penanaman pohon, perawatan mata air,
kerja bakti, pengaturan lahan pertanian, dsb)
31 Program perlindungan sumber daya alam
desa sudah dilakukan dengan baik oleh 4 3 2 1 0
masyarakat dibantu pemerintah desa
32 Peta kerawanan bencana sudah dibuat di 4 3 2 1 0

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 59


tempat tinggal kami
33 Pemerintah desa sudah menyebarluaskan peta
kerawanan bencana yang ada di tempat 4 3 2 1 0
tinggal kami
34 Kami sudah memberi tanda pada lokasi yang
4 3 2 1 0
rawan bencana
35 Kami sudah menentukan titik kumpul warga
4 3 2 1 0
saat terjadi bencana alam
36 Kegiatan pelatihan kebencanaan yang kami
adakan didampingi oleh anggota perangkat 4 3 2 1 0
desa
37 Kami sudah berlatih cara memindahkan
4 3 2 1 0
korban bersama-sama
38 Kami sudah berlatih pertolongan pertama
pada keadaan gawat darurat bersama untuk
4 3 2 1 0
meningkatkan kemampuan kami dalam
menghadapi bencana
39 Kami sudah mengatur persediaan untuk
bertahan hidup selama dua hari jika sewaktu- 4 3 2 1 0
waktu kami harus mengungsi
40 Kami sudah berusaha memperbaiki sistem
saluran air agar suplai air bersih tetap terjaga 4 3 2 1 0
saat kondisi bencana alam
41 Kami pernah berlatih melakukan evakuasi
4 3 2 1 0
bersama-sama seluruh warga
42 Kami sudah melakukan pelatihan penanganan
4 3 2 1 0
kelompok rentan saat dalam kondisi bencana
43 Ada acara keagamaan (tahlilan, dsb) tertentu
4 3 2 1 0
untuk menjaga keamanan lingkungan kami
43 Acara bersih desa perlu dilakukan secara rutin
untuk menjaga keamanan tempat tinggal 4 3 2 1 0
kami
Sistem Komunikasi dan Pemerintahan
44 Kami mempercayai pejabat desa kami adalah
4 3 2 1 0
orang yang bertanggung jawab dan

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 60


melindungi kami saat terjadi bencana alam
45 Penanggung jawab pemerintahan di
lingkungan desa kami sudah diketahui dengan 4 3 2 1 0
jelas oleh warga
46 Sudah dibentuk kebijakan oleh pemerintah
tentang penatalaksanaan kerawanan bencana 4 3 2 1 0
dan disebarluaskan pada masyarakat
47 Pemerintah desa sudah menjelaskan tentang
pemegang kewenangan tertinggi saat terjadi 4 3 2 1 0
bencana alam di wilayah kami
48 Pemerintah desa sudah menjelaskan alur
komunikasi pada saat terjadi bencana alam di 4 3 2 1 0
wilayah kami
49 Kami memiliki nomor telepon penting yang
dapat kami hubungi jika sewaktu-waktu 4 3 2 1 0
terjadi bencana alam
50 Kami sudah mengetahui arti kode alat
4 3 2 1 0
komunikasi massal (misal: kode kentongan)

Rentang skor: 0- 200


Ketangguhan masyarakat sangat baik : 151 – 200
Ketangguhan masyarakat baik : 101 – 150
Ketangguhan masyarakat kurang : 51 – 100
Ketangguhan masyarakat sangat kurang : 0 – 50

Kuesioner di atas merupakan instrumen sederhana yang dapat digunakan


sebagai alat ukur ketangguhan masyarakat sekaligus menentukan perencanaan
kegiatan sebelum suatu kegiatan besar dilaksanakan dan fasilitator tidak
memiliki data dasar kependudukan secara terperinci di daerah tersebut.
Sebelum membagikan kuesioner, fasilitator perlu mengetahui jumlah total
penduduk dewasa di daerah tersebut dan menentukan jumlah penduduk yang
akan dijadikan sebagai sampel. Penentuan jumlah responden dapat
menggunakan rumus Slovin dengan derajat kepercayaan sebesar 90%.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 61


2.3 Pengkajian Masyarakat
2.3.1 Teori Pengkajian Komunitas
Pengkajian kesehatan masyarakat merupakan suatu upaya pengumpulan data
secara lengkap, sistematis dan valid yang dilakukan pada masyarakat untuk
dikaji dan dianalisa sehingga permasalahan kesehatan yang dihadapi oleh
masyarakat baik individu, keluarga atau kelompok baik permasalah fisiologis,
psikologis, sosial ekonomi, maupun spiritual dapat ditentukan. Dalam
melakukan pengumpukan data masyarakat biasanya terdapat beberapa
komponen yang diperlukan untuk dijadikan sasaran pengkajian seperti data
demografi, geografi, fasilitas fisik, sistem pemerintahan, ekonomi, sistem sosial.
Teori yang membahas komponen yang akan dikaji yaitu:
1. Sander’s lnteractional framework
a. Komunitas sebagai system sosial (dimensi sistem)
b. Masyarakat sebagai tempat ( dimensi tempat)
c. Masyarakat sebagai kumpulan/kelompok manusia (dimensi populasi)
2. Klien's interactional framework
a. Masyarakat sebagai system sosial
1) Pola komunikasi
2) Pengambilan keputusan
3) Hubungan dengan sistem lain
4) Batas wilayah
b. Penduduk dan lingkungannya
1) Karakter penduduk (demografi)
2) Faktor lingkungan, biologi dan sosial
3) Lingkungan psikis (nilai- nilai, agama, kepercayaan)
3. Community assessment wheel ( community as client model )
a. Community core (data inti)
b. Phisical environment pada komunitas
c. Pelayanan kesehatan dan sosial
d. Ekonomi
e. Keamanan transportasi
f. Politik & Government
g. Komunikasi
h. Pendidikan
i. Recreation

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 62


4. Kerangka pengkajian profil masyarakat (modifikasi)
Pengkajian ini merupakan hasil modifikasi dari beberapa teori sebelumnya
tentang pengkajian komunitas. Yang menjadi komponen - komponen
dalam melakukan pengkajian menurut model ini sebagai berikut;
a. Gambaran umum tentang lalar belakang / sejarah dari komunitas
tersebut : Hal ini perlu dipelajari untuk mengetahui urutan dan alasan
terciptanya komunitas itu. Dengan demikian dapat diketahui
kecenderungan di masa mendatang dan reaksi komunitas terhadap
perubahan yang berkaitan dengan kebutuhan tersebut.
b. Komunitas sebagai tempat / wadah Hal yang perlu diperhatikan /
komponen yang perlu dikaji adalah :
1) Batas lokasi digambarkan dengan peta sehingga dapat menjelaskan
dan mementukan luas lokasi
2) Lingkungan : geografi, iklim, pengawasan, lingkungan (pencemaran
udara , air, dan pembuangaan air limbah)
Lingkungan mempengaruhi masyarakat dengan tempat tinggal
jauh dan di daerah industri yaitu pada kebutuhan transportasi ,
bertambahnya kelompok yang bervariasi, bentuk industri dan tipe
yang mempengaruhi keadaan sehat dan sakit dan masyarakat.
Penentuan karakteristik lingkungan terdiri dari letak wilayah
(industri, pertanian pantai dll), Hukum (aturan yang berlaku dan
berkaitan dengan kesehatan, iklim dan pengawasan terhadap
lingkungan tersebut). Pelaksanaan pengawasan lingkungan
termasuk pencemaran terhadap udara, air , dan pembuangan air
limbah serta tempat - tempat umum lainya
3) Perumahan
c. Populasi Komunitas
Hal yang dikaji tentang populasi adalah
1) Umur dan jenis kelamin untuk menentukan minat penduduk dan
kebutuhan akan komunitas
2) Stabilitas dipantau dengan seberapa sering penduduk berpindah
dari tipe rumah mereka. Perubahan status kependudukan dapat
dipantau menggunakan data sensus penduduk
3) Status social dan ekonomi masyarakat akan menggambarkan
tingkat kesehatan dan kemampuan komunitas membiayai
kebutuhan kesehatan

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 63


4) Ras/ suku bangsa
5) Agama
6) Angka kelahiran , kematian dan kesakitan untuk menggambarkan
kondisi kesehatan secara umum dan tipe pelayanan yang
dibutuhkan masyarakat
d. Komunitas sebagai suatu sistem
1) Sistem politis
2) Program dan fasilitas pendidikan
3) Program dan fasifitas rekreasi
4) Transportasi
5) lndustri dan perdagangan
6) Pelayanan kesehatan pemerintah
7) Pelayanan kesehatan masyarakat / swadaya / sukarela
8) Penyelengaraan perawatan kesehatan
9) Media komunikasi
10) Keamanan
11) Hubungan warga komunitas dengan instansi
Berdasarkan Permendagri no. 114 tahun 2014, yang dimaksud dengan
pengkajian keadaan desa adalah penggalian dan pengumpulan data tentang
data objektif masyarakat, potensi, dan berbagai informasi terkait yang
menggambarkan secara jelas dan lengkap kondisi serta dinamika masyarakat
Desa. Selain itu, yang dimaksud dengan data desa adalah gambaran
menyeluruh tentang potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya
manusia, sumber dana, kelembagaan, sarana prasarana fisik dan sosial, karifan
lokal, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta masalah yang dihadapi desa.

2.3.2 Pengkajian Masyarakat


A. Dimensi Lokasi
Data dimensi lokasi bisa didapatkan dari data sekunder berupa
dokumentasi pemerintah desa, dinas pemerintahan terkait, maupun data
dari petugas setempat. Jika data tersebut tidak tercatat dengan lengkap,
anda dapat melakukan window survey di wilayah setempat.

Nama dusun :
Nama desa :
Kecamatan :
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 64
Kabupaten/Kota :
Provinsi :
Jumlah RT :
Jumlah RW :
Jumlah Dusun :
Batasan Wilayah
Sebelah utara :
Sebelah selatan :
Sebelah barat :
Sebelah timur :
Luas wilayah : KM2
1. Batasan Lokasi

Jenis Karakteristik Jumlah Lokasi


a. Gunung/bukit
b. Sungai
c. Laut
d. Rawa
e. Bendungan
f. Waduk
g. Hutan
h. Sawah
i. Pemukiman
j. Lain-lain (sebutkan)

2. Gambaran geografis
a. Kesuburan
Kesuburan tanah di wilayah yang dihuni oleh warga
............................................................................................................................................
Pemanfaatan lahan untuk pertanian
............................................................................................................................................
Jenis tanaman yang dikembangkan ..........................................................……
............................................................................................................................................

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 65


b. Kemiringan
Gambaran Kemiringan Wilayah
............................................................................................................................................
................................................................................................................................
c. Ketinggian Tanah
Gambaran Ketinggian Wilayah
............................................................................................................................................
................................................................................................................................

3. Iklim
a. Curah hujan
 Cerah
 Cerah berawan
 Gerimis
 Hujan lebat
b. Prakiraan musim hujan dan musim panas
 Musim kemarau mulai bulan ........................... sampai ...........................
 Musim penghujan mulai bulan ........................... sampai ...........................
 Adakah pergeseran musim? Ya / Tidak
Jelaskan:
c. Kelembaban: ........... %
d. Suhu lingkungan:....... 0C
e. Kecepatan angin:............... km/jam
f. Arah angin: ..................................................................

4. Flora dan Fauna

Jumlah
Jenis Tanaman Keterangan
Lahan (Ha)
Tanaman pertanian:
Padi
Palawija (jagung, kedelai dll)
Sayuran
Lain-lain
Tanaman perkebunan:

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 66


Ketela pohon
Tebu
Kopi
Kakao
Kelapa sawit
Karet
Lain-lain
Perhutanan:
Jati
Sengon
Jabon
Mahoni
Lain-lain

apa saja yang ditemukan di daerah tersebut?

b. Jenis hewan apa saja yang dikembangbiakkan di daerah tersebut?


Jumlah KK
Jenis Hewan Frekuensi Keterangan
Pemilik
Sapi
Kambing
Unggas
Kerbau
Babi
Lain-lain

5. Lingkungan Buatan
Kegiatan Rutin
No. Jenis Jumlah Keterangan
Ada Tidak
1 Lapangan
2 Sarana rekreasi
3 Gedung sekolah
4 Pasar
5 Balai desa/balai
pertemuan

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 67


6 Pos ronda
7 Tempat
pembuangan
sampah
8 Pertokoan
9 Minimarket
10 Mall/Hipermarket
11 Perkantoran
12 Perbankan
13 Lain-lain
(sebutkan):

6. Peta Wilayah
Apakah ada peta wilayah di daerah binaan anda?

Ada Tidak ada

Jika ada, masukkan peta wilayah yang anda temukan dalam laporan
ini. Jika daerah binaan anda terdiri dari beberapa wilayah, masukkan
peta masing-masing wilayah. Tetapi jika tidak ditemukan peta untuk
maisng-masing wilayah, masukkan peta gabungan yang anda temukan.
Peta wilayah I:

Peta wilayah II:

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 68


7. Data Kerawanan Bencana
a. Jenis bencana alam yang terjadi dalam 3 tahun terakhir
Tahun ... Tahun ... Tahun ...
Jenis Bencana
Frek Korban Frek Korban Frek Korban
Tanah Longsor
Banjir
Gunung
Meletus
Puting beliung
Gempa Bumi
Kekeringan
Kebakaran
Bencana
lainnya
(sebutkan..........)

b. Peta kerawanan bencana


Masukkan peta kerawanan bencana jika sudah dibuat oleh
masyarakat setempat. Jika masih belum ada, buatlah peta
kerawanan bencana sederhana bekerja sama dengan penduduk dan
BPBD setempat.
Peta kerawanan bencana:

B. Sistem Politik
1. Identitas
Nama kepala desa :
Nama sekretaris desa :
Dst ...

2. Struktur Organisasi: gambarkan struktur organisasi pemerintahan yang


ada di kantor desa, cantumkan beserta seluruh identitas perangkatnya.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 69


3. Cara pemilihan tokoh masyarakat:
...................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................
4. Cara penetapan peraturan:
...................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................
5. Jelaskan organisasi atau lembaga apa saja yang terdapat dalam desa
binaan anda (misal: Babinsa, Linmas, Kelompok seni, dsb):
a. .........................................................
b. .........................................................
c. .........................................................
d. .........................................................
e. .........................................................
C. Dimensi Populasi
1. Ukuran
Jumlah penduduk: hitung seluruh jumlah penduduk yang ada dalam
satu wilayah praktik, lalu tuliskan jumlah total penduduknya.
N
Wilayah (RW) Frekuensi Persentase
o.
1 Wilayah I
2 Wilayah II
3 Wilayah III
Dst
Total

Jumlah kepala keluarga: jelaskan berapa jumlah kepala keluarga yang


ada di wilayah praktik anda.
N
Wilayah (RW) Frekuensi Persentase
o.
1 Wilayah I
2 Wilayah II
3 Wilayah III
Dst
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 70


Keterangan : Yang dimaksud dengan jumlah keluarga yang berdasarkan
dokumen Kependudukan (Kartu Keluarga)

Jumlah pasangan usia subur: jelaskan berapa jumlah pasangan usia


subur (20-45 tahun) yang terdapat di wilayah tersebut serta jumlah
anak yang dimiliki. Sajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan
persentase:

Jumlah Anak WIL I WIL II WIL III Jumlah


No.
PUS Frek % Frek % Frek % total

1 Memiliki 1 anak X X% X X% X X%
2 Memiliki 2 anak X X% X X% X X%
3 Memliki 3 anak X X% X X% X X%
4 Memliki >3 anak X X% X X% X X%

Total 100%

2. Kepadatan
Perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah keseluruhan
N Jumlah
Wilayah (RW) Luas WIlayah
o. Penduduk
1 Wilayah I
2 Wilayah II
3 Wilayah III
dst
Total

Keterangan:
Kepadatan penduduk arimatik = jumlah penduduk : luas wilayah
Berdasarkan UU 56 Tahun 1960:
Tidak Padat : 1-50 jiwa/km2
Kurang Padat : 51 – 250 jiwa/km2
Cukup Padat : 251 – 400 jiwa/km2
Sangat Padat : ≥ 401 jiwa/km2

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 71


Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin
Wil I Wil II Wil III Jumlah
No. Komposisi Penduduk
Frek % Frek % Frek % total
1 Laki-laki X X% X X% X X%
2 perempuan X X% X X% X X%
Total 100%

Komposisi penduduk berdasarkan status pernikahan


Wil I Wil II Wil III Jumlah
No. Komposisi Penduduk
Frek % Frek % Frek % total

1 Menikah X X% X X% X X%
2 Tidak/belum menikah X X% X X% X X%
3 Janda X X% X X% X X%
4 Duda X X% X X% X X%

Total 100%

Komposisi penduduk berdasarkan usia (Depkes RI, 2009)

Jenis Wil I Wil II Wil III Tota


No. Rentang Usia
Kelamin Frek % Frek % Frek % l

1 Bayi & balita Laki-laki X X% X X% X X%


(0-5 th)

Perempuan X X% X X% X X%
2 Kanak-kanak Laki-laki X X% X X% X X%
(5-11 th)

Perempuan X X% X X% X X%
3 Remaja awal Laki-laki X X% X X% X X%
(12-16 th)

Perempuan X X% X X% X X%
4 Dewasa awal Laki-laki X X% X X% X X%
(26-35 th)

Perempuan X X% X X% X X%
5 Dewasa akhir Laki-laki X X% X X% X X%

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 72


Jenis Wil I Wil II Wil III Tota
No. Rentang Usia
Kelamin Frek % Frek % Frek % l

(36-45 th)
Perempuan X X% X X% X X%
6 Pertengahan Laki-laki X X% X X% X X%
(45-59 th)

Perempuan X X% X X% X X%
7 Elderly Laki-laki X X% X X% X X%
(60-74 th)

Perempuan X X% X X% X X%
8 Old Laki-laki X X% X X% X X%
((75-90 th)

Perempuan X X% X X% X X%
9 Very old Laki-laki X X% X X% X X%
(> 90 th)

Perempuan X X% X X% X X%
Total 100
%

3. Pertumbuhan penduduk
Angka kelahiran: hitung jumlah kelahiran pada satu tahun terakhir
yang terjadi pada wilayah praktik mahasiswa yang digunakan.
Pengkategorian didasarkan pada usia ibu yang melahirkan. Sajikan
dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase:

Angka Kelahiran menurut Usia Wil I Wil II Wil III


No.
Ibu Frek % Frek % Frek %
1 Ibu usia < 20 tahun X X% X X% X X%
2 Ibu usia 20-35 tahun X X% X X% X X%
3 Ibu usia ≥ 36 tahun X X% X X% X X%

Total

Pengkategorian usia ibu berdasarkan pada BKKBN

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 73


Angka kematian ibu melahirkan: hitung jumlah ibu melahirkan yang
meninggal dalam satu tahun terakhir. Sajikan dalam bentuk tabel
frekuensi dan persentase:

Wil I Wil II Wil III


No. Angka Kematian Ibu Melahirkan
Frek % Frek % Frek %
1 Ibu usia < 20 tahun X X% X X% X X%
2 Ibu usia 20-35 tahun X X% X X% X X%
3 Ibu usia ≥ 36 tahun X X% X X% X X%

Total

Sumber Pengkategorian usia ibu berdasarkan pada BKKBN

Penyebab kematian ibu melahirkan:

Penyebab Kematian Ibu Wil I Wil II Wil III


No.
Melahirkan Frek % Frek % Frek %

1 Eklampsia X X% X X% X X%

2 Perdarahan X X% X X% X X%

3 Infeksi X X% X X% X X%

4 Lainnya........ X X% X X% X X%

Total

atian: hitung jumlah kematian pada satu tahun terakhir, kategorikan


berdasarkan kematian menurut kategori usia. Sajikan dalam bentuk
tabel frekuensi dan persentase:

Wil I Wil II Wil III


No. Angka Kematian Fre Fre Fre
k % k % k %
1 Bayi & balita (0-5 th) X X% X X% X X%
2
Kanak-kanak (5-11 th) X X% X X% X X%

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 74


3 Remaja awal (12-16
th) X X% X X% X X%
4 Remaja akhir (17-25
th) X X% X X% X X%
5 Dewasa awal (26-35
th) X X% X X% X X%
6 Dewasa akhir (36-45
th) X X% X X% X X%
7 Pertengahan (45-59
th) X X% X X% X X%
8 Elderly (60-74 th) X X% X X% X X%
9 Old ((75-90 th) X X% X X% X X%
10 Very old (> 90 th) X X% X X% X X%
Total

ian
Wil I Wil II Wil III
No. Penyebab Kematian
Frek % Frek % Frek %
1 Bencana alam X X% X X% X X%
2 Bencana sosial X X% X X% X X%
3 Bencana non-alam X X% X X% X X%
4 Sakit X X% X X% X X%
5 Wabah X X% X X% X X%
Total

4. Pekerjaan penduduk
Sajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase:
Wil I Wil II Wil III
No. Jenis Pekerjaan
Frek % Frek % Frek %
1 Petani X X% X X% X X%
2 Pedagang X X% X X% X X%
3 Peternak X X% X X% X X%
4 Dsb .... X X% X X% X X%

Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 75


5. Mobilitas penduduk
Wil I Wil II Wil III
No. Mobilitas Penduduk
Frek % Frek % Frek %
1 Penduduk tetap X X% X X% X X%
2 Penduduk sementara X X% X X% X X%
Total
Keteran
gan :
- P
enduduk tetap adalah penduduk yang sesuai dengan data kartu
penduduk
- P
enduduk sementara adalah Penduduk yang menetap sementara
waktu karena suatu pekerjaan, sekolah atau tugas lain

D. Dimensi Sosial
1. Tempat pelayanan kesehatan
Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah
Jenis Pelayanan Kesehatan 1 2 3 4
(N) (N) (N) (N)
a. Rumah Sakit
b. Puskesmas/ Pustu
c. Klinik
d. Polindes/Poskesdes
e. Praktik Dokter
f. Praktek Perawat
g. Praktek Bidan
h. Posyandu

2. Jarak menuju lokasi pelayanan kesehatan


Layanan Kesehatan Jarak Waktu Tempuh

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 76


(KM) < 30 30-60
>60 menit
menit menit
Rumah Sakit
Puskesmas/Pustu
Klinik
Polindes/Poskesdes
Praktik Dokter
Praktek Perawat
Praktek Bidan
Posyandu

3. Kendaraan yang digunakan untuk menuju lokasi pelayanan kesehatan


Jenis Kendaraan Jumlah
Sepeda Motor
Mobil
Ambulan
Perahu/sampan
Transportasi umum
Lain – lain (Sebutkan)........................................

4. Sumber daya manusia pelayan kesehatan yang tersedia


Wil I Wil II Wil III
Jenis tenaga kesehatan
Frek % Frek % Frek %
Perawat
Dokter
Bidan
Kader kesehatan
Lain-lain .....
Total

5. Jenis penyakit yang ada (10 besar diagnosis tertinggi): dapat berubah
sesuai kondisi wilayah anda
Wil I Wil II Wil III
Jenis penyakit
Frek % Frek % Frek %

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 77


Hipertensi
ISPA
Stroke
Penyakit jantung
Typus abdominalis
Demam dengue
Muntaber
Demam non dengue
Trauma
Diare
Lain-Lain
Total

6. Jenis wabah dalam 3 tahun terakhir


Beri tanda cawang (√) pada wabah yang pernah terjadi disini dalam 3
tahun terakhir
N 1 tahun 2 tahun 3 tahun
Jenis Wabah
o. yang lalu yang lalu yang lalu
1 DBD □ □ □

2 Diare □ □ □

3 Malaria □ □ □

4 Flu Burung □ □ □

5 SARS □ □ □

6 Scabies □ □ □

7 Leptosirosis □ □ □

8 Campak □ □ □

9 Rabies □ □ □

1 Keracunan □ □ □

0
1 Lain-lain: …………. □ □ □

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 78


7. Jenis pembiayaan kesehatan yang tersedia
Wil I Wil II Wil III
Jenis pembiayaan kesehatan
Frek % Frek % Frek %
Biaya mandiri
BPJS
 BPJS PBI
 BPJS non-PBI
 BPJS non-PBI plus
Asuransi swasta
Total

8. Karakteristik pengguna layanan kesehatan


Penggun Jenis Pelayanan Kesehatan yang Dituju
a RS Dokter Perawat Bidan PKM BP
Bayi
Balita
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Total

E. Dimensi Kesehatan Lingkungan


1. Status kepemilikan kamar mandi
N Status Kepemilikan Wil I Wil II Wil III
o. Kamar Mandi Frek % Frek % Frek %
1 Milik Sendiri
2 Kamar Mandi Umum
(MCK)
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 79


2. Tempat pembuangan limbah keluarga
Wil I Wil II Wil III
No. Tempat Pembuangan
Frek % Frek % Frek %
1 Penampungan tertutup
di pekarangan
2 Penampungan terbuka di
pekarangan
3 Penampungan diluar
pekarangan
4 Tanpa penampungan
(ditanah)
5 Langsung ke got/sungai
Total

3. Jarak rumah ke septic tank


Jarak Rumah Ke Septic Wil I Wil II Wil III
No.
Tank Frek % Frek % Frek %
1 1,5 – 2 meter
2 3 – 5 meter
3 ≥ 6 meter
Total

4. Jenis jamban yang dimiliki


Wil I Wil II Wil III
No. Jenis Jamban
Frek % Frek % Frek %
1 Leher Angsa
2 Cemplung/cubluk
3 Cemplung /Cubluk Berair
4 Jamban empang
5 Jamban Plengsengan
Total

5. Jenis saluran pembuangan air limbah

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 80


Jenis Saluran Wil I Wil II Wil III
No.
Pembuangan Air Limbah Frek % Frek % Frek %
1 Selokan
2 Resapan
3 Paralon
4 Sembarang tempat
Total

6. Keadaan saluran pembuangan limbah


Wil I Wil II Wil III
No. Keadaan Saluran
Frek % Frek % Frek %
1 Baik
2 Tidak Baik
Total

7. Tempat pembuangan/penampungan air limbah domestik di masyarakat


Tempat Pembuangan Air Wil I Wil II Wil III
No.
Limbah Frek % Frek % Frek %
1 Penampungan tertutup
di pekarangan
2 Penampungan terbuka di
pekarangan
3 Penampungan diluar
pekarangan
4 Di tanah (tanpa
penampungan)
5 Langsung ke
selokan/sungai
Total

8. Jarak jamban dengan sumber air


Jarak Jamban / Septic Wil I Wil II Wil III
No.
Tank ke Sumur Frek % Frek % Frek %
1 <2 meter
2 2 – 5 meter

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 81


Jarak Jamban / Septic Wil I Wil II Wil III
No.
Tank ke Sumur Frek % Frek % Frek %
3 5-10 meter
4 >10 meter
Total

9. Sumber air bersih yang digunakan keluarga


Wil I Wil II Wil III
No. Sumber Air Fre Fre
Frek % % %
k k
1 Mata air alami
2 Air Sungai
3 PDAM
4 Sumur
5 Sumur tadah hujan
Total

10.Keadaan air
Wil I Wil II Wil III
No. Sumber Air Fre Fre
Frek % % %
k k
1 Layak
2 Tidak layak
Total
Keterangan : dikatakan layak jika air tidak keruh, tidak berbau, tidak
berwarna, dan tidak berasa. Sebaliknya dikatakan layak jika air keruh,
berbau, berwarna dan berasa

11.Cara pengolahan air minum


Wil I Wil II Wil III
No. Pengolahan Air Minum
Frek % Frek % Frek %
1 Dimasak
2 Langsung minum
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 82


12.Tempat pembuangan sampah
Wil I Wil II Wil III
No. Pembuangan Sampah
Frek % Frek % Frek %
1 Selokan
2 Sungai
3 Kebun
Total

13.Cara mengelola sampah


Cara Pengelolaan Wil I Wil II Wil III
No.
Sampah Frek % Frek % Frek %
1 Di tanam
2 Dibakar
3 Dijadikan pupuk
4 Tidak diolah
Total

14.Petugas pengangkut sampah


Petugas Pengangkut Wil I Wil II Wil III
No.
Sampah Frek % Frek % Frek %
1 Ada
2 Tidak Ada
Total

15.Mekanisme pengangkutan sampah


Mekanisme Wil I Wil II Wil III
No. Pengangkutan
Frek % Frek % Frek %
Sampah
1 Langsung ke TPA
2 Melewati tempat
pembuangan
sementara
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 83


16.Jarak pemukiman ke TPA
Jarak Pemukiman warga Wil I Wil II Wil III
No.
ke TPA Frek % Frek % Frek %
1 < 100 meter
2 > 100 meter
Total

17.Adakah program pengolahan sampah


Program pengolahan Wil I Wil II Wil III
No.
Sampah Frek % Frek % Frek %
1 Ada
2 Tidak Ada
Total

18.Letak kandang
Wil I Wil II Wil III
No. Letak Kandang
Frek % Frek % Frek %
1 Diluar Rumah
2 Didalam Rumah
Total

19.Keadaan kandang
Wil I Wil II Wil III
No. Letak Kandang
Frek % Frek % Frek %
1 Terawat
2 Tidak terawat
Total

20.Jenis lantai rumah


Wil I Wil II Wil III
No. Jenis Lantai Rumah
Frek % Frek % Frek %
1 Tanah
2 Plester

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 84


Wil I Wil II Wil III
No. Jenis Lantai Rumah
Frek % Frek % Frek %
3 Tegel
4 Keramik
5 Teraso
Total

21.Frekuensi membersihkan rumah


Frekuensi membersihkan Wil I Wil II Wil III
No.
rumah Frek % Frek % Frek %
1 1 x/hari
2 >1x/hari
3 Tidak pernah
dibersihkan
Total

22.Pemanfaatan pekarangan rumah


Pemanfaatan Wil I Wil II Wil III
No.
Pekarangan Rumah Frek % Frek % Frek %
1 Tanaman produktif
2 Tanaman non produktif
3 Toga
4 Tidak dimanfaatkan
Total

23.Ketersediaan listrik
Pemanfaatan Wil I Wil II Wil III
No.
Pekarangan Rumah Frek % Frek % Frek %
1 Tersedia
2 Belum Tersedia
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 85


F. Dimensi Sistem Pendidikan
1. Kemampuan baca tulis
Wil I Wil II Wil III
No. Kemampuan Baca Tulis
Frek % Frek % Frek %
1 Bisa baca tulis X X% X X% X X%
2 Tidak bisa baca tulis X X% X X% X X%
Total

2. Pendidikan terakhir penduduk dewasa

Pendidikan Terakhir Penduduk Wil I Wil II Wil III


No.
Dewasa Frek % Frek % Frek %

1 Tidak sekolah X X% X X% X X%

2 SD atau sederajat X X% X X% X X%

3 SMP atau sederajat X X% X X% X X%

4 SMA atau sederajat X X% X X% X X%


Pendidikan Tinggi (D3 hingga S-
5 X X% X X% X X%
3)

Total

3. Jenis sarana pendidikan formal yang tersedia


Wil I Wil II Wil III
No. Jenis Pendidikan Fre Fre
Frek % % %
k k
1 PAUD
2 Taman Kanak-kanak
3 SD atau sederajat
4 SLTP atau sederajat
5 SLTA atau sederajat
6 Perguruan Tinggi
Total

4. Jarak tempuh pemukiman warga ke lokasi pendidikan formal


No. Jarak Tempuh Wil I Wil II Wil III

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 86


Frek % Frek % Frek %
1 PAUD
Jarak < 3 km
Jarak 3-5 km
Jarak 6-8 km
Jarak 9-11 km
Jarak 12 -14 km
Jarak > 14 km
2 Taman Kanak-kanak
Jarak < 3 km
Jarak 3-5 km
Jarak 6-8 km
Jarak 9-11 km
Jarak 12 -14 km
Jarak > 14 km
3 SD sederajat
Jarak < 3 km
Jarak 3-5 km
Jarak 6-8 km
Jarak 9-11 km
Jarak 12 -14 km
Jarak > 14 km
4 SLTP sederajat
Jarak < 3 km
Jarak 3-5 km
Jarak 6-8 km
Jarak 9-11 km
Jarak 12 -14 km
Jarak > 14 km

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 87


Wil I Wil II Wil III
No. Jarak Tempuh
Frek % Frek % Frek %
5 SLTA sederajat
Jarak < 3 km
Jarak 3-5 km
Jarak 6-8 km
Jarak 9-11 km
Jarak 12 -14 km
Jarak > 14 km
6 Perguruan Tinggi
Jarak < 3 km
Jarak 3-5 km
Jarak 6-8 km
Jarak 9-11 km
Jarak 12 -14 km
Jarak > 14 km
Total

5. Jenis sarana perpustakaan di wilayah


Wil I Wil II Wil III
No. Jenis Perpustakaan Desa
Frek % Frek % Frek %
1 Perpustakaan permanen
2 Perpustakaan keliling
Total

6. Program pemberantasan buta huruf


Program Pemberantasan Wil I Wil II Wil III
No.
Buta Huruf Frek % Frek % Frek %
1 Ada
2 Tidak Ada
Total

7. Jenis sarana pendidikan non-formal yang tersedia


Wil I Wil II Wil III
No. Pendidikan non-formal
Frek % Frek % Frek %

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 88


Wil I Wil II Wil III
No. Pendidikan non-formal
Frek % Frek % Frek %
1 Kejar paket A
2 Kejar paket B
3 Kejar paket C
4 Kursus
Total

G. Dimensi Sistem Keluarga


1. Tipe keluarga
Wil I Wil II Wil III
No. Tipe Keluarga
Frek % Frek % Frek %
1 Nuclear family
2 Extendend family
3 Dyad family
4 Single parent family
5 Single adult
6 Keluarga usia lanjut
Total

2. Tipe kesejahteraan keluarga


Wil I Wil II Wil III
No. Kesejahteraan Keluarga
Frek % Frek % Frek %
1 Keluarga Prasejahtera
2 Keluarga Sejahtera 1
3 Keluarga Sejahtera 2
4 keluarga sejahtera 3
5 keluarga sejahtera 3 plus
Total

3. Pola hidup sehat


Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Wil I Wil II Wil III
No. Mencuci Tangan
Frek % Frek % Frek %
1 Iya

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 89


Wil I Wil II Wil III
No. Mencuci Tangan
Frek % Frek % Frek %
2 Tidak
Total

Program pemberantasan jentik nyamuk


Wil I Wil II Wil III
No. Pemberantasan Jentik
Frek % Frek % Frek %
1 Ada
2 Tidak Ada
Total

Makan buah dan sayur setiap hari


Wil I Wil II Wil III
No. Makan Buah dan Sayur
Frek % Frek % Frek %
1 Iya
2 Tidak
Total

Melakukan aktivitas fisik setiap hari


Wil I Wil II Wil III
No. Melakukan Aktivitas Fisik Fre
Frek % % Frek %
k
1 Ada
2 Tidak Ada
Total

Orang yang merokok dalam rumah


Wil I Wil II Wil III
No. Merokok didalam Rumah
Frek % Frek % Frek %
1 Ada
2 Tidak Ada
Total

H. Dimensi Sistem Kesejahteraan


Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 90
1. Program pengentasan kemiskinan
Program Pengentasan Wil I Wil II Wil III
No.
Kemiskinan Frek % Frek % Frek %
1 Ada
2 Tidak Ada
Total

2. Kegiatan gotong royong


Wil I Wil II Wil III
No. Kegiatan gotong royong
Frek % Frek % Frek %
1
2
Total
3. Fasilitas sosial
Wil I Wil II Wil III
No. Fasilitas Sosial
Frek % Frek % Frek %
1 Ada
2 Tidak Ada
Total

4. Jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan


Wil I Wil II Wil III
No. Penghasilan Per Bulan Fre
% Frek % Frek %
k
1 Pendapatan sangat
tinggi
(>3.500.000)/Bulan
2 Pendapatan tinggi
(>2.500.000-
3.500.000)/Bulan
3 Pendapatan sedang
(1.500.000-
2.500.000)/Bulan
4 Pendapatan rendah
<1.500.000)/Bulan

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 91


Wil I Wil II Wil III
No. Penghasilan Per Bulan Fre
% Frek % Frek %
k
Total

5. Akses lembaga keuangan dan perkreditan


Wil I Wil II Wil III
Lembaga Keuangan dan
No. Fre
Perkreditan % Frek % Frek %
k
1 Mudah
2 Sulit
Total

6. Usaha mandiri masyarakat


Usaha Mandiri Wil I Wil II Wil III
No.
Masyarakat Frek % Frek % Frek %
1 Warung
2 Toko Kelontong
3 Rumah makan
4 Perternakan
5 Home Industri
6 Lainnnya..sebutkan
Total

7. Jasa pengiriman logistik barang


Usaha Mandiri Wil I Wil II Wil III
No.
Masyarakat Frek % Frek % Frek %
1 Kantor pos
2 Jasa Pengiriman Logistik
3 Lainnnya..sebutkan
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 92


I. Sistem Keagamaan
1. Variasi agama
Wil I Wil II Wil III
No. Agama
Frek % Frek % Frek %
1 Islam
2 Kristen
3 Katolik
4 Hindu
5 Budha
6 Khonghucu
Total

2. Tempat ibadah
Wil I Wil II Wil III
No. Tempat Ibadat Fre
% Frek % Frek %
k
1 Masjid
2 Gereja
3 Pura
4 Wihara
5 Klenteng/Kuil
Total

3. Jarak ke tempat ibadah


Wil I Wil II Wil III
No. Tempat Ibadat Fre
% Frek % Frek %
k
1 <500m
2 500m-1km
3 >1km
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 93


4. Cara tempuh ke tempat ibadah
Wil I Wil II Wil III
No. Cara Tempuh
Frek % Frek % Frek %
1 Mobil
2 Sepeda Montor
3 Sepeda
4 Jalan kaki
5 Sampan
Total

5. Organisasi keagamaan
No. Nama organisasi Ketua Jumlah anggota
1
2
3 Dst

J. Sistem Komunikasi
1. Hirarki komunikasi: jelaskan alur komunikasi pemberian informasi dari
pemerintah ke masyarakat dan sebaliknya. Jelaskan dalam bentuk
deskripsi.
...................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
............................................................................................................................................
2. Alat/media komunikasi massal
Wil I Wil II Wil III
No. Alat Komunikasi Massal
Frek % Frek % Frek %
1 Kentongan
2 Pengeras Suara Masjid
3 Telepon
4 Sosial Media
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 94


3. Kepemilikan alat komunikasi individual atau keluarga
Alat Komunikasi Wil I Wil II Wil III
No.
Individual Frek % Frek % Frek %
1 Telepon selular
2 Telepon
3 HT
Total

K. Sistem Keamanan dan Transportasi


1. Sistem keamanan lingkungan
Wil I Wil II Wil III
No. Sistem Keamanan
Frek % Frek % Frek %
1 Pos Kamling
2 Ronda Malam
3 Tersedia CCTV
4 Petugas Hasip Desa
5 Tersedia Kentongan
Total

2. Kejadian bencana sosial/konflik warga/bentrok warga


Wil I Wil II Wil III
No. Bencana Sosial
Frek % Frek % Frek %
1 Ada
2 Tidak Ada
Total

3. Kondisi jalan umum


Wil I Wil II Wil III
No. Kondisi Jalan Fre Fre
Frek % % %
k k
1 Makadam
2 Aspal
3 Paving

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 95


Wil I Wil II Wil III
No. Kondisi Jalan Fre Fre
Frek % % %
k k
4 Tanah
Dst
Total
4. Jenis transportasi umum
Wil I Wil II Wil III
No. Kondisi Jalan Fre Fre
Frek % % %
k k
1 Kendaraan Umum
2 Ojek
3 Taksi
Dst
Total

5. Jenis alat transportasi warga


Wil I Wil II Wil III
No. Jenis Kendaraan Fre Fre
Frek % % %
k k
1 Mobil
2 Sepeda Montor
3 Sepeda
Dst
Total

6. Pengurangan resiko bencana


Dalam rangka penguatan ketangguhan masyarakat menghadapi
bencana, perlu dibentuk forum atau organisasi yang diprakarsai oleh
masyarakat. Forum atau organisasi ini berperan untuk menggerakkan
masyarakat dan berkoordinasi dengan pemerintah diatasnya dalam
rangka pelaksanaan program pengurangan risiko bencana. Perlu
pengkajian lebih lanjut berkaitan dengan organisasi atau forum
pengkajian bencana ini. Pengkajian ini didasarkan pada indikator desa
atau keluarahan tangguh bencana.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 96


Jelaskan terlebih dahulu apakah di lokasi binaan anda terdapat Forum
Pengurangan Risiko Bencana. Jika sudah ada, deskripsikan dengan jelas
tentang:
a. Sejarah bencana yang pernah terjadi di lokasi binaan
b. Kejadian yang memicu munculnya forum pengurangan risiko
bencana.
c. Perbandingan kondisi sebelum dan sesudah munculnya forum
pengurangan risiko bencana
d. Sekilas kegiatan yang pernah dilakukan oleh forum pengurangan
risiko bencana beserta dengan bukti kegiatannya (foto, dsb).
Setelah mendeskripsikan kondisi diatas, lanjutkan dengan mengisi form
pengkajian dibawah ini. Jika ternyata belum terbentuk forum
pengurangan risiko bencana, jelaskan pula secara terperinci alasan
belum terbentuknya forum tersebut.
Kebijakan di desa atau kelurahan tentang program pengurangan risiko
bencana. Berikan tanda cek (√) pada kondisi yang paling
menggambarkan keadaan di daerah binaan anda.
Keterangan pengisian skor:
1 : tidak ada, belum pernah terpikirkan maupun didiskusikan
2 : tidak ada, tetapi sudah pernah didiskusikan untuk dibentuk
3 : ada, belum terorganisir dan berjalan dengan baik
4 : ada, sudah terorganisir dan berjalan dengan baik

N Skor
Keterangan Uraian
o. 1 2 3 4
1 Kelembagaa 1) Adanya relawan
n penanggulangan bencana
2) Adanya forum pengurangan
risiko bencana
3) Kerja sama yang baik lintas-
sektor
2 Legislasi 4) Aturan atau SK pemerintah
setempat tentang forum
penanggulangan risiko
bencana

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 97


N Skor
Keterangan Uraian
o. 1 2 3 4
5) Rencana anggaran kegiatan
dalam RAB pemerintah
setempat
3 Perencanaa 6) Program perencanaan aksi
n penanggulangan risiko
bencana
7) Program perencanaan aksi
penanggulangan risiko
bersama
8) Program rencana kontijensi
4 Pendanaan 9) Pengaturan anggaran
mandiri untuk dana kegiatan
pengurangan risiko bencana
10) Pengaturan anggaran
mandiri untuk dana tanggap
darurat
5 Pengemban 11) Pelatihan tanggap darurat
gan untuk tim relawan
kemampua 12) Pelatihan tanggap darurat
n untuk pejabat pemerintah
ketangguha desa
n 13) Pelatihan tanggap darurat
masyarakat untuk masyarakat
14) Keikutsertaan masyarakat
dalam kegiatan yang
diselenggarakan
15) Pelibatan perempuan dalam
tim relawan
6 Penyelengga 16) Pengadaan peta dan analisis
raan risiko bencana
penanggula 17) Pembuatan peta serta jalur
ngan evakuasi
bencana 18) Persiapan tempat

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 98


N Skor
Keterangan Uraian
o. 1 2 3 4
pengungsian
19) Sistem peringatan dini
20) Pelaksanaan mitigasi fisik
21) Program penguatan ekonomi
masyarakat
22) Perlindungan kesehatan
untuk kelompok rentan
23) Pengelolaan sumber daya
alam untuk pengurangan
risiko bencana
24) Perlindungan aset produktif
masyarakat

L. Aspek Psikososial
1. Gunakan instrumen pengkajian psikososial untuk mengidentifkasi
gangguan psikososial di masyarakat. Pengkajian ini memerlukan survey
pada kategori usia penduduk remaja keatas. Setelah melakukan
rekapitulasi, dokumentasikan pada tabel berikut:
Wil I Wil II Wil III
N
Masalah Psikososial Fre Fre Fre
o. % % %
k k k
1 Ada Masalah Psikososial
2 Tidak Ada Masalah Psikososial
Total

2. Penderita gangguan psikososial berdasarkan jenis kelamin:


N Jenis Kelamin Wil I Wil II Wil III
o.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 99


Fre Fre Fre
% % %
k k k
1 Laki-laki
2 Perempuan
Total

3. Penderita gangguan psikososial berdasarkan usia:


Wil I Wil II Wil III
N
Masalah Psikososial Fre Fre Fre
o. % % %
k k k
1 Remaja
2 Dewasa
3 Lansia
Total

M. Pengkajian Kelompok Rentan


1. Bayi dan balita
Apakah ada posyandu balita?
Wil I Wil II Wil III
N
Posyandu Balita Fre Fre Fre
o. % % %
k k k
1 Ada
2 Tidak ada
Total

Berapa jumlah kehadiran rata-rata pada setiap kegiatan posyandu?


Wil I Wil II Wil III
N
Posyandu Balita Fre Fre Fre
o. % % %
k k k
1 <10 balita
2 10 – 20 balita
3 >20 balita
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 100


Apakah di dalam kegiatan posyandu menerapkan 5 meja
Iya
Tidak, alasan ………………………………………………
Apakah ada kader posyandu
Ada
Tidak ada, alasan …………………………………………………..
Jumlah kader posyandu balita
Wil I Wil II Wil III
Jumlah Kader
Frek % Frek % Frek %
< 3 orang
3-5 orang
< 5 orang
Total
Pernahkah kader mengikuti pelatihan?
Mengikuti Pelatihan Wil I Wil II Wil III
Kader Frek % Frek % Frek %
Pernah
Tidak Pernah
Total
Apakah semua balita mendapat imunisasi sesuai usianya?
Balita mendapatkan Wil I Wil II Wil III
Imunisasi sesuai usia Frek % Frek % Frek %
Iya
Tidak
Total
Berapa jumlah bati/balita yang mendapat imunisasi lengkap?
.Jumlah Bayi/Balita Frekuensi Persentase
yang mendapat
Imunisasi
Wilayah I
Wilayah II
Wilayah III
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 101


Apakah setiap bayi/balita yang datang ke posyandu sudah mendapat
KMS
Balita Mendapatkan Wil I Wil II Wil III
KMS Frek % Frek % Frek %
Iya
Tidak
Total

Apakah petugas posyandu mengisi KMS secara rutin saat posyandu


Wil I Wil II Wil III
Pengisian KMS
Frek % Frek % Frek %
Iya
Tidak
Total

Kedatangan petugas kesehatan saat posyandu balita


Kehadiran Petugas dalam Wil I Wil II Wil III
Kegiatan Posyandu Frek % Frek % Frek %
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Total

Jelaskan mengenai status gizi balita


Wil I Wil II Wil III
Status Gizi
Frek % Frek % Frek %
Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 102


Ibu yang memberikan ASI eksklusif
Wil I Wil II Wil III
ASI Ekslusif
Frek % Frek % Frek %
Ya
Tidak
Total

Usia berapa balita mendapat makanan tambahan


Usia mendapat Wil I Wil II Wil III
makanan tambahan Frek % Frek % Frek %
2 bulan
4 bulan
6 bulan
12 bulan
24 bulan
Total

Sebutkan makanan tambahan yang diberikan


Jenis makanan Wil I Wil II Wil III
tambahan Frek % Frek % Frek %
Susu formula
Sari buah
Bubur instan
Bubur tim
Nasi pisang
Dst ……………..
Total

2. Remaja

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 103


Organisasi kemasyarakatan dan kelompok sebaya yang mewadahi
kegiatan remaja
Wil I Wil II Wil III
Nama Organisasi
Frek % Frek % Frek %

Karang taruna

Remaja masjid

Kelompok relawan

Dll.

Sumber informasi yang didapat oleh remaja


Jenis Sumber Wil I Wil II Wil III
Informasi Frek % Frek % Frek %
Leaflet
Baliho
Spanduk
Majalah/koran
Radio
Internet
Penyuluhan dari
tenaga kesehatan
Penyuluhan dari
sumber lain
(contoh : BPBD,
BKKBN, BNN,
Dinsos dll)

Kader
Lain – lain

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 104


Kegiatan pengisi waktu luang remaja
TINGKATAN KEGIATAN
Sumber
Jenis Kegiatan Internasion
Dana Regional Nasional
al

Kerentanan pada usia remaja


Wil I Wil II Wil III
Nama Organisasi
Frek % Frek % Frek %
Pernikahan dini
Perceraian usia
muda
Kehamilan diluar
nikah
Kehamilan usia
remaja

Dekat dengan sarana hiburan


malam?

Ya Tidak
Dekat dengan area lokalisasi

Ya Tidak
Gank remaja

Ada Tidak ada


Ada penjual minuman beralkohol di lingkungan sekitar?

Ada Tidak ada


Ada pengedar narkoba yang pernah tertangkap?

Ada Tidak ada

Jumlah remaja pengguna narkoba yang teridentifikasi


Angka Jenis
Wilayah Tahun
Kejadian Narkoba

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 105


Wilayah I
Wilayah II
Wilayah III

Penyakit menular seksual


Wilayah TAHUN Jenis Penyakit Jumlah
Wilayah I
Wilayah II
Wilayah III

Kecelakaan lalu lintas pada remaja


Jenis dan
Wilayah Tahun Jumlah
Penyebab

Wilayah I
Wilayah II
Wilayah III

Perkelahian remaja
Jenis dan
Wilayah Tahun Jumlah
Penyebab
Wilayah I

Wilayah II
Wilayah III

3. Ibu hamil
Usia ibu hamil
Usia Ibu Hamil Wil I Wil II Wil
Frek % Frek % Frek %
Usia < 20 tahun
Usia 20 - 35 tahun
Usia > 35 tahun
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 106


Jumlah ibu hamil yang melaksanakan imunisasi TT
Imunisasi TT Wil I Wil II Wil III
Frek % Frek % Frek %
Belum T5
Sudah T5
Total

Alasan ibu hamil tidak mau imunisasi TT (bagi ibu hamil yang belum
T5)
Imunisasi TT Wil I Wil II Wil III
Frek % Frek % Frek %
Bersedia
Tidak bersedia
Alasan tidak bersedia
Takut suntik
Suntikan
menimbulkan efek
samping
Kepercayaan
Lain-lainnya,
sebutkan........

Total

Pelaksanaan pemeriksaan kehamilan dan frekuensi


Kunjungan ibu hamil
K1 K2 K3 K4
f % f % f % f %

Tempat pemeriksaan kehamilan


Jenis Wil I Wil II Wil III
Frek % Frek % Frek %
Puskesmas
Bidan
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 107
Jenis Wil I Wil II Wil III
Frek % Frek % Frek %
Rumah Sakit
Praktikdokter
Dukun beranak
Total

Alasan tidak memeriksakan kehamilan


Jenis Wil I Wil II Wil III
Frek % Frek % Frek %
Faktor ekonomi
Jarak jauh dari faskes
Tidak ada transportasi
Kepercayaan
Lain-lainnya,
sebutkan
Total

Data peserta KB
Kategori Wil I Wil II Wil III
Frek % Frek % Frek %
Tidak ber-KB
Akseptor KB
Total

Berapa jumlah akseptor KB?


Jenis Kelamin Wil I Wil II Wil III
Akseptor KB Frek % Frek % Frek %
Laki-laki
Perempuan
Total

Jenis kontrasepsi yang dipakai


Wil I Wil II Wil III
Jenis Alat Kontrasepsi
Frek % Frek % Frek %

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 108


Kb Suntik
Kb Pil
KB Implan
IUD
KB sederhana (kondom)
KB alamiah ( Suhu Basal,
MAL, Kalender, senggama
terputus)
Kontrasepsi Mantab
(MOW/MOP)
Total

Dimana PUS mendapat pelayanan kontrasepsi yang diinginkan?


Jenis Kelamin Wil I Wil II Wil III
Akseptor KB Frek % Frek % Frek %
Puskesmas
Bidan Praktik
Mandiri
Rumahsakit
Praktik swasta
Lain-Lain
Total

4. Lansia
Apakah ada posyandu lansia?

Ya Tidak
Apakah posyandu lansia dilaksanakan rutin?

Ya Tidak
Frekuensi pelaksanaan dalam satu bulan adalah:

1X >1X
Apakah ada kader posyandu lansia?

Ada Tidak ada


Jumlah: ................ orang

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 109


Berapa jumlah kehadiran rata-rata pada setiap kegiatan posyandu
lansia?
Wil I Wil II Wil III
No
Posyandu Lansia Fre Fre Fre
. % % %
k k k
1 <10 lansia
2 10 – 20 lansia
3 >20 lansia
Total

Sepuluh peringkat penyakit atau keluhan yang dialami oleh lansia


No. Keluhan Frekuen Persentas
si e
1 Keterbatasan Gerak
2 Ketidakseimbangan
3 Tidak bisa menahan kencing
4 Gangguan berfikir/pelupa
5 Infeksi
6 Sulit buang air besar
7 Gangguan penglihatan/penglihatan kabur
8 Gangguan komunikasi
9 Depresi
10 Kurang gizi
11 Menderita penyakit akibat mengkonsumsi
obat
12 Sulit tidur
13 Daya tahan tubuh menurun
14 Gangguan fungsi seksual

Tabulasi SPMSQ
Wil I Wil II Wil III
No. Skor SPMSQ Fre Fre
Frek % % %
k k
1 Fungsi mental normal
2 Gangguan kognitif

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 110


ringan
3 Gangguan kognitif
sedang

Tabulasi MMSE
Wil I Wil II Wil III
No. Skor MMSE Fre Fre
Frek % % %
k k
1 Tidak ada gangguan
kognitif
2 Gangguan kognitif
ringan
3 Gangguan kognitif
sedang

5. Kelompok difabel: carilah informasi tentang kelompok difabel di


Puskesmas induk, pembantu, ataupun tenaga kesehatan yang ada di
wilayah kerja daerah binaan anda.
Wil. I Wil II Wil. III
No
Kelompok Difabel Fre Fre Fre
. % % %
k k k
1 Tuna netra
Laki-laki
Perempuan
2 Tuna rungu
Laki-laki
Perempuan
3 Tuna wicara
Laki-laki
Perempuan
4 Tuna grahita
Laki-laki
Perempuan
Total

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 111


6. Penderita gangguan jiwa: jelaskan terlebih dahulu adanya penderita
gangguan jiwa yang ada di wilayah binaan anda. Dapatkan informasi
pada Puskesmas wilayah tersebut.
a. Jumlah penderita gangguan jiwa berdasarkan jenis kelamin
Wil. I Wil II Wil III
No
Penderita gangguan jiwa Fre Fre Fre
. % % %
k k k
1 Laki-laki
2 Perempuan
Total

b. Jumlah penderita gangguan jiwa berdasarkan usia


Wil. I Wil II Wil III
No
Penderita gangguan jiwa Fre Fre Fre
. % % %
k k k
1 Remaja
2 Dewasa
3 Lansia
Total

c. Jumlah penderita gangguan jiwa yang menjalani pengobatan:


Wil. I Wil II Wil III
No
Penderita gangguan jiwa Fre Fre Fre
. % % %
k k k
1 Menjalani pengobatan di
Puskesmas
2 Tidak menjalani pengobatan
dimanapun
3 Menjalani pengobatan di Rumah
Sakit Jiwa
Total

d. Jumlah penderita gangguan jiwa yang dipasung


No Wil. I Wil II Wil III
Penderita gangguan jiwa
. Fre % Fre % Fre %

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 112


k k k
1 Dipasung
2 Bebas berkeliaran
3 Di Rumah Sakit Jiwa
Total

2.4 Penetapan Masalah Hingga Evaluasi Kegiatan


Analisis permasalahan merupakan kegiatan bersama antara fasilitator dengan
masyarakat. Untuk menetapkan permasalahan di wilayah kerja, masyarakat
perlu duduk bersama dengan mahasiswa selaku fasilitator. Mahasiswa akan
memaparkan hasil pengkajian yang sudah didapatkan. Dalam musyawarah
masyarakat desa, masyarakat akan menganalisis sendiri permasalahan yang
ada di lingkungan tempat tinggalnya dengan dibantu oleh mahasiswa.
Analisa data di komunitas bertujuan untuk menetapkan kebutuhan, kekuatan,
identifikasi pola respon kesehatan, dan kecenderungan pelayanan kesehatan di
masyarakat. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisa dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Klasifikasi data
Proses klasifikasi data dimaksudkan untuk mengelompokkan data secara
keseluruhan sehingga dapat memberikan informasi yang bermanfaat
tentang gambaran yang ada di komunitas.
2. Interpretasi data
Data yang telah diklasifikasikan akan menghasilkan informasi tentang
gambaran nyata yang terjadi di komunitas, yang diintrepretasikan dalam
bentuk tabel atau diagram yang menginformasikan tentang distribusi dan
frekuensi data yang telah terkumpul. Untuk kriteria yang digunakan
dalam interpretasi data adalah sebagai berikut:
100% : Seluruhnya
76% - 99% : Hampir seluruhnya
51% - 75 % : Sebagian besar
50% : Setengahnya
26% - 49% : Hampir setengahnya
1% - 25% : Sebagian kecil
0 : Tidak satupun
Untuk analisa interpretasi data akan lebih mudah dilakukan dengan
membuat matriks seperti dibawah ini:
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 113
DATA PENUNJANG MASALAH

3. Prioritas masalah
Setelah ditemukan masalah kesehatan, maka langkah selanjutnya adalah
menyusun prioritas masalah. Hal ini dilakukan dengan menggunakan
berbagai pendekatan, salah satunya adalah sebagai berikut :
Masyarakat akan
Adanya masalah

Konsekuensi jika
untuk

teerselessaikan
Menyelesaikan

mempengarui

keahlian yang
Ketersediaan
penyelesaian

penyelesaian
masalah tak
masyarakat

Percepatan
Kesadaran

masalah
Motivasi

releven
dalam

dalam
perawat

Kriteria Kriteria : Kriteria : Kriteria Kriteria Kriteria


Massalah Kesehatan

Jumlah Nilai

Prioritas
:  Tinggi  Tinggi : : :
 Tingg  Sedang  Sedang  Tingg  Tingg  Tingg
i  Rendah  Rendah i i i
 Seda  Seda  Seda  Seda
ng ng ng ng
 Rend  Rend  Rend  Rend
ah ah ah ah
Bobot Bobot Bobot
Bobot 5 Bobot 10 Bobot 10
10 10 10

Hal lain yang terpenting dalam memprioritaskan masalah kesehatan ini adalah
rasionalitas / justifikasi dari pembobotan dari setiap item masalah.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 114


Prioritas Masalah
Untuk memunculkan prioritas masalah dapat dibuat dengan menggunakan
matriks sebagai berikut:

Prioritas Masalah Kesehatan

I 1.

II 2.

Rencana Tindakan
Sebagai tenaga profesional, maka perencanaan dalam memberikan solusi
permsalahan di komunitas merupakan hal yang teramat penting. Rencana
tindakan peningkatan ketangguhan masyarakat dan manajemen bencana
disusun dengan memperhatikan banyak faktor, terutama sekali faktor
masyarakat itu sendiri, karena pada hakekatnya masyarakatlah yang
memiliki rencana tersebut. Sebaliknya, mahasiswa dan profesional hanyalah
sebagai fasilitator dan motivator dalam mengerakkan dinamika masyarakat
untuk dapat menolong dirinya sendiri.
Rencana yang dibuat harus dipastikan sebagai upaya yang paling maksimal,
artinya fasilitator tidak saja dituntut untuk berperan di level pelaksanaan di
masyarakat saja (grassroot), namun pula harus merambah kepada level
pengambil keputusan (decision maker), dengan aktif melakukan lobi, negosiasi,
serta advokasi terhadap apa yang telah direncanakan untuk dapat diwujudkan.
Hal ini akan memaksa fasilitator untuk mampu bekerjasama dengan berbagai
pihak, baik dari kalangan birokrat pemerintahan, lembaga swadaya
masyarakat, maupun kalangan bisnis. Oleh karenanya penting dilakukan
pendekatan strategi yang mantap dengan memanfaatkan bebagai data primer,
sekunder dan tersier sebagai bukti (evidence-base).
Rencana tindakan disusun dengan memperhatikan beberapa komponen yaitu:
1. Prioritas masalah, menggunakan skoring

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 115


2. Merumuskan Tujuan yang berorientasi pada masyarakat, masalah dan
faktor-faktor penyebabnya, jangka waktu pencapaian (jangka panjang-
jangka pendek)
3. Membuat strategi pencapaian disesuaikan dengan permasalahan yang ada
4. Merumuskan kriteria hasil yang meliputi ukuran standar, pencapaian
hasil yang diharapkan sesuai tujuan
5. Menyusun aktivitas/ lntervensi melalui pendekatan promotif, preventif
dan pelayanan kesehatan langsung, kerjasama lintas program dan sector
6. Menetapkan Penanggung jawab, waktu, tempat pelaksanaan, metode
dan media yang digunakan, biaya yang diperlukan

Keterangan
Standar/
P. Jawab
Prioritas

Aktifitas
Strategi
Masalah

Kriteria
Tempat
Tujuan

Waktu

Biaya
I

II

Implementasi Tindakan
Implementasi sering dikatakan sebagai fase aksi rencana tindakan. Kegiatan
implementasi bukan hanya tindakan mandiri, tetapi merupakan tindakan
kolaborasi bersama klien maupun profesi lain. Hal yang harus diingat dalam
implementasi adalah tujuan utama, yaitu menolong masyarakat untuk dapat
meningkatkan ketangguhan diri hinggal optimal. Dalam melaksanakan
implementasi ini dapat dibagi dalam 2 kegiatan, yaitu fase persiapan dan fase
tindakan.

Ketika dalam fase persiapan, tenaga kesehatan harus yakin terhadap: what,
who, why, when, where, dan how. Pada fase persiapan ini dapat digunakan
fasilitator untuk mengklarifikasi rencana tindakan dan berbagai fasilitas yang
diperlukannya. Hal yang penting untuk diingat bahwa implementasi ini
meminta fleksibilitas dan penyesuaian terhadap hal-hal yang tidak dapat
diantisipasi sebelumnya.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 116


Fase tindakan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh fasilitator
untuk:
1. Mengaplikasikan teori yang tepat ke dalam tindakan yang
dilaksanakannya
2. Menolong memfasilitasi dalam menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk pengimplementasian rencana tindakan
3. Mempersiapkan masyarakat untuk menerima pelayanan
4. Memonitor dan mendokumentasikan perkembangan dari implementasi

Prioritas Tanggal Tanda


Implementasi kegiatan
Masalah Kegiatan tangan PJ

II

Evaluasi Tindakan
Evaluasi merujuk kepada pengukuran dan penetapan dari efektivitas dalam
pencapaian tujuan yang ditetapkan. Evaluasi merupakan tindakan
penyelidikan yang mengkaitkannya dengan standar dan kriteria keberhasilan.
Evaluasi juga dilakukan untuk mengukur mutu pelayanan (quality of services),
program, dan penampilan tenaga kesehatan. Program ini sering disebut
sebagai Total Quality Management (TQM), karena hal ini merefleksikan
peningkatan perhatian dengan pengukuran dan peningkatan kualitas rencana
tindakan yang diberikan kepada masyarakat. Makna dari manajemen kualitas
berarti:
1. Pengorganisasian yang dihasilkan dari pengkajian yang berkualitas
2. Penetapan standar atau kriteria
3. Pengumpulan informasi yang terus smenerus sebagai kegiatan rutin
4. Jaminan bahwa informasi didasarkan pada total populasi atau sampel
yang representatif
5. Suatu proses yang menyajikan hasil dari review pada klien
Prioritas Tanggal
Implementasi kegiatan Evaluasi
Masalah Kegiatan
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 117
I

II

2.5 Evaluasi Sumatif


Evaluasi bertujuan untuk menentukan kategori desa, agar dalam pelaksanaan
program Managemen Bencana dapat sesuai dengan status perkembangan desa.
Untuk mengetahui kategori desa, maka diperlukan kajian dengan
menggunakan Indikator Desa Membangun (IDM). IDM dikembangkan untuk
memperkuat upaya pencapaian sasaran pembangunan Desa dan Kawasan
Perdesaan. Indeks ini mengikuti semangat nasional dalam upaya peningkatan
kualitas kehidupan Desa. IDM memandang penting prakarsa dan kuatnya
masyarakat Desa dalam proses kemajuan dan keberdayaan kehidupan Desa
yang didalamnya memiliki ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi.
Pada variabel ekologi terdiri dari komponen yang berkaitan dengan kajian
bencana pada suatu Desa. Dengan demikian, kajian menggunakan indikator
dari Indeks Desa membangun ini diharapkan mampu menjangkau semua
dimensi kehidupan Desa, yakni dimensi sosial, ekonomi dan ekologi atau
lingkungan yang memberi jalan pada pembangunan Desa yang berkelanjutan
yang lekat dengan nilai, budaya dan karateristik Desa.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 118


Indikator Desa Membangun
Tabel Indikator Desa Membangun
N SKOR
DIMENSI VARIABEL INDIKATOR
O 0 1 2 3 4 5
1 KETAHANA KESEHATAN 1 Pelayanan 1 Waktu tempuh ke prasarana kesehatan <30
N SOSIAL Kesehatan menit
2 Tersedia tenaga kesehatan, bidan, dokter
dan nakes lain
2 Keberdayaan 3 Akses ke poskesdes, polindes dan posyandu
Masyarakat 4 Tingkat aktivitas Posyandu
Untuk
Kesehatan
3 Jaminan 5 Tingkat kepesertaan BPJS
Kesehatan
PENDIDIKAN 4 Akses 6 Akses ke Pendidikan Dasar SD/MI < 3 KM
Pendidikan 7 Akses ke SMP/MTS < 6 KM
Dasar dan 8 Akses ke SMU/SMK < 6 KM
Menengah
5 Akses 9 Kegiatan pemberantasan buta aksara
Pendidikan 10 Kegiatan PAUD
Non Formal 11 Kegiatan PKBM/Paket ABC
6 Akses ke 12 Taman Bacaan Masyarakat atau
Pengetahuan Perpustakaan Desa

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 119


N SKOR
DIMENSI VARIABEL INDIKATOR
O 0 1 2 3 4 5
MODAL 7 Memiliki 13 Kebiasaan gotong royong di desa
SOSIAL Solidaritas 14 Keberadaan ruang publik terbuka bagi
Sosial warga yang tidak berbayar
15 Ketersediaan fasilitas / lapangan olahraga
16 Terdapat kelompok kegiatan olahraga
8 Toleransi 17 Warga desa terdiri dari beberapa suku /
etnis
18 Warga desa berkomunikasi sehari-hari
menggunakan bahasa yang berbeda
19 Agama yang dianut sebagian besar warga di
desa
9 Rasa Aman 20 Warga desa membangun pemeliharaan pos
kamling lingkungan
21 Partisipasi warga mengadakan siskamling
22 Tingkat kejadian perkelahian masal di desa
23 Penyelesaian / perdamaian perkelahian
massal yang sering terjadi
10 Kesejahteraan 24 Terdapat akses ke Sekolah Luar Biasa
Sosial 25 Terdapat Penyandang Kesejahteraan Sosial
(Anak Jalanan, Pekerja Seks Komersial, dan
Pengemis)

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 120


N SKOR
DIMENSI VARIABEL INDIKATOR
O 0 1 2 3 4 5
26 Terdapat penduduk yang bunuh diri
PERMUKIMA 11 Akses ke Air 27 Mayoritas penduduk desa memiliki sumber
N Bersih dan Air air minum yang layak
Minum Layak 28 Akses penduduk desa memiliki air untuk
mandi dan mencuci
12 Akses ke 29 Mayoritas penduduk desa memiliki Jamban
Sanitasi 30 Terdapat tempat pembuangan sampah
13 Akses ke 31 Jumlah keluarga yang telah memiliki aliran
Listrik listrik
14 Akses 32 Penduduk desa memiliki telepon selular dan
Informasi dan sinyal yang kuat
Komunikasi 33 Terdapat siaran televisi lokal, nasional, dan
asing
34 Terdapat akses internet
2 KETAHANA 15 Keragaman 35 Terdapat lebih dari satu jenis kegiatan
N EKONOMI Produksi ekonomi penduduk
Masyarakat
16 Tersedia Pusat 36 Akses penduduk ke pusat perdagangan
Pelayanan (pertokoan, pasar permanen dan semi
Perdagangan permanen)
37 Terdapat sektor perdagangan di

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 121


N SKOR
DIMENSI VARIABEL INDIKATOR
O 0 1 2 3 4 5
permukiman(warung, minimarket)
17 Akses 38 Terdapat kantor pos dan jasa logistik
Distribusi /
Logistik
18 Akses ke 39 Tersedianya lembaga perbankan umum
Lembaga (Pemerintah dan Swasta)
Keuangan dan 40 Tersedianya BPR
Perkreditan 41 Akses penduduk ke kredit
19 Lembaga 42 Tersedianya lembaga ekonomi rakyat
Ekonomi (koperasi)
43 Terdapat usaha kedai makanan, restoran,
hotel, dan penginapan
20 Keterbukaan 44 Terdapat moda transportasi umum
Wilayah (Transportasi Angkutan Umum, trayek
reguler dan jam operasi Angkutan Umum)
45 Jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan
bermotor roda empat atau lebih (sepanjang
tahun kecuali musim hujan, kecuali saat
tertentu)
46 Kualitas Jalan Desa (Jalan terluas di desa
dengan aspal, kerikil, dan tanah)

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 122


N SKOR
DIMENSI VARIABEL INDIKATOR
O 0 1 2 3 4 5
3 EKOLOGI 21 Kualitas 47 Ada atau tidak adanya pencemaran air,
Lingkungan tanah, dan udara
48 Terdapat sungai yang terkena limbah
22 Potensi / 49 Pencemaran air, tanah, dan udara
Rawan 50 Kejadian Bencana Alam (banjir, tanah
Bencana Alam longsor, kebakaran hutan)
51 Upaya / Tindakan terhadap potensi
bencana alam (Tanggap bencana, jalur
evakuasi, peringatan dini dan ketersediaan
peralatan penanganan bencana)
52 Upaya Antisipasi, Mitigasi bencana alam
yang ada di desa
(Sumber: Indeks Desa Membangun. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, 2015)

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 123


Metode Penghitungan IDM
Prosedur untuk menghasilkan Indeks Desa Membangun adalah sebagai berikut :
1) Setiap indikator memiliki skor antara 0 s.d 5; semakin tinggi skor
mencerminkan tingkat keberartian. Misalnya : skor untuk indikator akses
terhadap pendidikans ekolah dasar, bila Desa A memilki akses fisik <= 3 Km,
maka Desa A memiliki skor 5, dan Desa B memilki akses yang lebih baik
dibandingkan dengan penduduk Desa B.
2) Setiap skor indikator dikelompokan kedalam variabel, sehingga menghasilkan
skor variable. Misalnya variabel kesehatan terdiri dari indikator (1 waktu
tempuh ke pelayanan kesehatan <30 menit, (2) ketersediaan tenaga kesehatan
dokter, bidan dan nakes lain, (3) akese ke poskesdes, polindes dan posyandu, (4)
tingkat aktifitas posyandu dan (5) kepersertaan Badan Penyelenggaraaan
jaminan Sosial (BPJS). Total skor variabel selanjtunya dirumuskan menjadi
indeks :
Indeks Variabel = ∑Indikator X
Nilai Maksimum (X)

3) Indeks dari setiap variabel mejadi Indeks Komposit yang disebut dengan Indeks
Desa Membangun (IDM).

IDM = 1/3 ( IS + IEK + IL )

IDM : Indeks Desa Membangun


IS : Indeks Sosial
IEK : Indeks Ekonomi

4) Untuk menetapkan status setiap Desa dilkukan klarifikasi denganmenghitung


range yang diperoleh dari nilai maksimum dan minimum, Nilai range yang
diperoleh menjadi pembatas status setiap Desa, sehingga ditetapkan lima
klarifikasi status Desa yaitu :

Tabel Klasifikasi Desa Berdasarkan IDM

NO
STATUS DESA NILAI BATAS
.
1. SANGAT TERTINGGAL < 0,491
2. TERTINGGAL >0,491 dan < 0,599
3. BERKEMBANG >0,5599 dan < 0,707
4. MAJU >0,707 dan < 0,815
5. MANDIRIPanduan Teknik Pengabdian Masyarakat 124>0,815
Bab 3
Laporan Pertanggungjawaban

Tujuan
Peserta memahami:
1. Sistematika pembuatan laporan kegiatan pengabdian kepada masyarakat
kepada BNPB
2. Jenis-jenis laporan pertanggungjawaban kepada BNPB

Kegiatan Belajar
Kegiatan 1 : curah pendapat format laporan tertulis kepada BNPB
Kegiatan 2 : curah pendapat format laporan audiovisual kepada BNPB

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 125


3.1 Laporan Tertulis
Laporan tertulis merupakan bentuk pertanggungjawaban secara resmi dan
terstruktur dari sebuah program, terutama program kerja sama. Bukti fisik berupa
rekaman tulisan merupakan bentuk pertanggungjawaban yang sah dan diakui
keberadannya. Oleh karena itu, perlu disusun laporan tertulis dengan standar yang
sama agar setiap pelaporan kegiatan yang diberikan dapat menampilkan data yang
diinginkan. Berikut ini adalah susunan laporan pertanggungjawaban yang akan
disampaikan kepada BNPB.
3.1.1 Ketentuan Penulisan Laporan
Penulisan laporan kegiatan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian
utama, dan bagian akhir
A. Bagian Awal Laporan Kegiatan
Bagian awal terdiri dari:
1. Sampul
2. Halaman judul
3. Halaman pengesahan laporan
4. Halaman kata pengantar
5. Halaman ringkasan
6. Halaman daftar isi
7. Halaman daftar tabel
8. Halaman daftar gambar
9. Halaman daftar lampiran
10. Halaman daftar simbol dan singkatan

B. Bagian Utama Laporan Kegiatan


1. Bab 1 Pendahuluan
2. Bab 2 Data Pengkajian Masyarakat
3. Bab 3 Laporan Kegiatan
4. Bab 4 Kesimpulan dan Saran
5. Daftar Pustaka

C. Bagian Akhir Laporan Kegiatan


Bagian akhir laporan kegiatan memuat lampiran-lampiran, yang terdiri dari:
1. Surat pengantar kegiatan praktik mahasiswa
2. Daftar mahasiswa beserta dosen pendamping
3. Format pengkajian yang digunakan
4. SAP beserta presensi setiap kegiatan yang dilakukan
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 126
5. Foto kegiatan

3.1.2 Pedoman Pengetikan


1. Kertas
Kertas yang dipakai adalah HVS ukuran A4 dengan bobot kertas 70gram.
Perbanyakan laporan dilakukan dengan fotokopi yang bersih.

2. Format
Laporan kegiatan diketik dengan komputer dengan huruf jenis (font) Arial 11 cpi
(11 huruf/character per inchi) atau 28-30 baris per halaman dan jarak (space)
satu setengah. Batas (margin) pengetikan adalah 3 cm dari sisi kiri kertas, 2 cm
dari batas sisi kanan dan sisi atas serta sisi bawah kertas. Setiap memulai alinea
baru, masing-masing paragraf diberi jarak satu spasi. Penulisan kalimat hendaknya
memenuhi kaidah Bahasa Indonesia yang baku, baik dan benar. Setiap kalimat
harus jelas subjek, predikat, objeknya dan tidak terlalu panjang serta tidak ada
pengulangan kata. Kalimat yang terlalu panjang sehingga sulit untuk dipahami
sebaiknya diputus dan dibuat kalimat baru. Pemutusan kata dalam satu baris
kalimat harus mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang baku dan benar. Tanda baca
di depan atau dibelakang kata harus melekat dengan kata yang ditandai dan
terpisah dengan kata yang tidak berkaitan dengan tanda baca tersebut. Setiap bab
baru dimulai pada halaman baru, diketik dengan huruf kapital, diletakkan di
tengah-tengah bagian atas halaman. Setiap bab dan sub bab yang baru diberi
nomor mengikuti urutan bab dan sub bab yang terkait. Sub-bab diketik di pinggir
sisi kiri halaman, dengan huruf kecil kecuali huruf pertama pada setiap kata, diketik
dengan kapital. Judul tabel dan gambar ditulis dengan huruf jenis Arial 11 cpi
serta cetak tebal (bold), penomoran sesuai dengan bab yang berkaitan. Keterangan
tabel dan keterangan gambar ditulis dengan huruf Arial 10 cpi tanpa cetak tebal.
Jarak antar baris dalam kalimat judul tabel, sub judul, sub bab dan judul gambar
serta ringkasan/summary diketik dengan jarak satu spasi. Judul tabel ditulis diatas
tabel, judul gambar ditulis dibawah gambar. Gambar dicetak tanpa tepi/pigora.
Tabel ditulis dengan mengikuti format pendokumentasian di atas. Untuk tabel atau
gambar yang dikutip atau berasal dari sumber lain, harus disebutkan sumber
pustakanya dibawah tabel atau gambar tersebut.

3. Nomor Halaman
Bagian awal laporan kegiatan diberi nomer halaman dengan menggunakan angka
kecil romawi (i,ii,iii, dan seterusnya), diletakkan pada sisi tengah bawah halaman.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 127


Untuk bagian utama dan bagian akhir laporan kegiatan, pemberian nomor halaman
berupa angka biasa yang diletakkan pada sisi halaman tengah bawah.

3.1.3 Bagian Awal Laporan Kegiatan


1. Sampul
Sampul terdiri dari dua bagian: sampul luar dari kertas buffalo (soft cover)
warna putih. Sampul dalam dari kertas HVS putih. Pada sampul dicetak Judul
Laporan Kegiatan, tulisan kata: ”LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN
MASYARAKAT” (huruf kapital), tulisan kalimat: “Kegiatan Pengabdian
Masyarakat Peningkatan Kapasitas Ketangguhan Masyarakat di ... (Lokasi)”.
Contoh sampul laporan kegiatan dapat dilihat pada halaman lampiran. Pada
bagian pojok kiri atas dicantumkan logo Badan Nasional Penanggulanan
Bencana (BNPB) serta logo AIPTINAKES pada pojok kanan atas. Gambar logo
institusi diletakkan di tengah-tengah halaman.
2. Halaman Judul
Halaman judul laporan kegiatan berisi tulisan yang sama dengan halaman
sampul, namun dicetak di atas kertas HVS putih. Contoh halaman judul laporan
kegiatan dapat dilihat pada lampiran.
3. Halaman pengesahan laporan
Halaman pengesahan memuat judul laporan kegiatan dan kalimat pengesahan,
tanda tangan komisi pembimbing, Direktur atau Ketua STIKES, serta pejabat
terkait di wilayah praktik (Kepala Desa atau Lurah). Laporan kegiatan baru
dinyatakan sah bila telah ditandatangani oleh seluruh pihak yang terkait.
4. Halaman kata pengantar
Pada halaman ini penulis mengantarkan kepada pembaca agar dapat
memahami maksud dan isi tulisan. Kata pengantar juga berisi ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga tulisan
dapat disajikan, dan harapan untuk penyempurnaan, serta manfaat bagi yang
membutuhkan. Panjang kata pengantar maksimal dua halaman, ditulis dengan
spasi 1,5.
5. Halaman ringkasan
Ringkasan ditulis dalam bahasa Indonesia. Judul ringkasan adalah sama dengan
judul karya ilmiah, diketik dengan huruf kapital pada halaman baru. Ringkasan
ditempatkan disisi halaman bagian atas. Ringkasan mencakup permasalahan
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 128
awal yang ada di wilayah kerja, data subjektif dan objektif pendukung yang
didapatkan, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah, serta masukan
yang diberikan untuk kegiatan selanjutnya. Didalam ringkasan tidak boleh ada
kutipan (acuan) dari pustaka, jadi merupakan hasil uraian murni penulis. Isi
ringkasan harus dapat dimengerti tanpa harus melihat kembali pada laporan
kegiatan. Ringkasan disusun antara 600-800 kata (1,5-2 halaman) dan
diketik menggunakan font 10 dengan jarak satu spasi.
6. Halaman daftar isi
Halaman daftar isi diketik pada halaman baru diberi judul: DAFTAR ISI yang
diketik dengan huruf kapital tanpa diakhiri titik dan diletakkan di tengah atas
kertas. Daftar isi memuat seluruh isi laporan kegiatan termasuk daftar tabel,
daftar gambar, daftar singkatan,daftar istilah, judul dari bab dan sub bab,
daftar pustaka dan lampiran. Judul bab diketik dengan huruf kapital,
sedangkan judul sub bab diketik dengan huruf kecil kecuali hurufpertama tiap
sub bab diketik dengan huruf besar. Baik judul bab ataupun sub bab tidak
diakhiri titik. Nomor bab dan sub bab menggunakan angka. Jarak pengetikan
antarabaris judul bab yang satu dengan bab yang lain adalah 1,5 spasi,
sedangkan jarak spasi antara anak bab adalah 1 spasi.
7. Halaman daftar tabel
Halaman daftar tabel diketik pada halaman baru. Judul daftar tabel diketik
dengan huruf kapital tanpa diakhiri titik dan diletakkan di tengah atas kertas.
Daftar tabel memuat semua tabel yang disajikan dalam teks dan lampiran.
Nomor tabel ditulis dengan angka. Jarak pengetikan judul (teks) tabel yang lebih
dari satu baris diketik satu spasi dan jarak antar judul tabel dua spasi. Judul
tabel dalam halaman daftar tabel harus sama dengan judul tabel dalam teks.
8. Halaman daftar gambar
Halaman daftar gambar diketik pada halaman baru. Halaman daftar gambar
memuat daftar gambar, nomor gambar judul gambar dan nomor halaman,
baik gambar yang ada dalam teks dan dalam Lampiran. Judul gambar dalam
halaman daftar gambar harus sama dengan judul gambar dalam teks.
9. Halaman daftar lampiran
Halaman daftar lampiran diketik pada halaman baru. Judul daftar lampiran
diketik ditengah atas halaman dengan huruf kapital. Halaman daftar lampiran
memuat nomor teks judul lampiran dan halaman. Judul daftar lampiran harus
sama dengan judul lampiran yang sesuai. Lampiran memuat dokumen-
dokumen penunjang termasuk data kasar penelitian, perhitungan dan analisis
statistik, kertas kerja, lembar pertanyaan/kuesioner, prosedur pemeriksaan
laboratorium, peta, pernyataan lain etik dan lain-lain.
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 129
10. Halaman daftar simbol dan singkatan
Daftar simbol dan singkatan diketik pada halaman baru. Judul daftar simbol
dan singkatan diketik di tengah atas halaman dengan huruf kapital. Halaman
ini memuat simbol/istilah dan singkatan besaran/satuan yang ditulis dalam
format tabel. Bagian daftar simbol dan singkatan tidak selalu ada. Cara
pengetikannya adalah sebagai berikut:
a. Pada lajur/kolom pertama memuat simbol/singkatan
b. Pada lajur/kolom kedua memuat keterangan dan satuan/besaran singkatan
yang disajikan pada lajur pertama.
c. Penulisan singkatan diurut berdasarkan abjad latin dengan huruf besar
diikuti dengan huruf kecil
d. Bila simbol ditulis dengan huruf Yunani, penulisannya juga berdasarkan abjad
Yunani
e. Keterangan pada lajur ke dua diketik dengan huruf kecil kecuali huruf
pertama diketik dengan huruf besar.

3.1.4 Bagian Utama Laporan Kegiatan


1. Bab 1 Pendahuluan
Bab pendahuluan ini memuat: karakteristik wilayah dan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat kegiatan.
a. Karakteristik Wilayah dan Masalah: berisi karakteristik wilayah lokasi praktik,
yaitu fakta-fakta karakteristik temuan yang relevan dengan topik dan
ruang lingkup kegiatan pengabdian masyarakat termasuk alasan-alasan
empiris maupun teknis mengapa hal yang dikemukakan dalam usulan itu
dipandang penting untuk dilakukan pengabdian masyarakat peningkatan
ketangguhan masyarakat. Gagasan peserta pengabdian masyarakat harus
dikemukakan secara runtut sehingga jelas adanya kaitan antara fakta dan
data empiris tersebut, sehingga dapat memunculkan permasalahan yang
terjadi di wilayah kerja.
b. Rumusan Masalah, adalah pernyataan yang menunjukkan kesenjangan
antara data karakterisitik, teori, serta permasalahan yang muncul dalam
masyarakat. Rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya dan
dapat dijabarkan dalam beberapa sub masalah.
c. Tujuan Kegiatan: memuat pernyataan yang menyebutkan secara spesifik
tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan peningkatan ketangguhan
masyarakat melalui pengabdian masyarakat. Tujuan penelitian dapat
dinyatakan dalam tujuan umum dan beberapa tujuan khusus.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 130


d. Manfaat kegiatan peningkatan ketangguhan masyarakat: adalah manfaat
yang diharapkan dari kegiatan peningkatan ketangguhan masyarakat baik
secara teori maupun praktis.
e. Lokasi dan lamanya kegiatan pengabdian masyarakat untuk meningkatkan
ketangguhan masyarakat.

2. Bab 2 Data Pengkajian Masyarakat


Sebelum melakukan kegiatan, anda melakukan terlebih dahulu pengkajian
ketangguhan masyarakat dan organisasi menggunakan kuesioner yang telah
tersedia. Data yang anda dapatkan dari kuesioner ini dapat memberi anda
petunjuk tentang gambaran rencana tindakan yang akan anda lakukan untuk
peningkatan ketangguhan masyarakat dibidang kebencanaan. Masukkan hasil
tabulasi kuesioner ketangguhan pada bagian lampiran, sedangkan hasil akhir
perhitungan dan pengkategorian dimasukkan dalam sub-bab 2.1. Jelaskan pula
hasil akhir perhitungan serta gambaran rencana tindakan yang akan anda
lakukan untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat dibidang kebencanaan.
Data yang dimasukkan dalam sub-bab 2.2 adalah data yang didapatkan dari
hasil pengkajian yang telah dilakukan di masyarakat. Urutan penyusunan
didasarkan pada urutan yang terdapat di bab sebelumnya pada bagian buku
panduan ini (lihat Bab 2). Seluruh hasil rekapitulasi kasar tidak perlu
dimasukkan kedalam bab 2. Berikan keterangan dari tabel yang sudah disusun.
Berdasarkan data yang sudah anda dapatkan pada sub-bab sebelumnya,
hitunglah ketangguhan desa menggunakan indikator Indeks Desa Membangun.
Nilailah termasuk dalam kategori apa desa yang saat ini sedang anda
tingkatkan ketangguhannya.
3. Bab 3 Laporan Kegiatan
Pada poin 3.1 laporan kegiatan, masukkan tabel analisis data beserta
permasalahan yang dikemukakan, cantumkan juga prioritas permasalahan.
Pada poin selanjutnya, cantumkan rencana kegiatan yang akan dilakukan
untuk menyelesaikan permasalahan yang anda temukan. Rencana kegiatan yang
akan dilakukan HARUS mencerminkan ciri khas institusi anda dan sekaligus
dapat MENINGKATKAN ketangguhan masyarakat. Rencana kegiatan harus
dapat diukur atau dievaluasi hasil akhirnya. Pertimbangkan juga potensi yang
anda miliki untuk melakukan kegiatan (sumber daya manusia, finansial, serta
jangka waktu yang dimiliki). Poin 3.3 menampilkan kegiatan yang sudah
dilakukan beserta tanggal, waktu, dan lokasi kegiatan. Jika ada kegiatan
penyuluhan atau kegiatan apapun yang memerlukan perencanaan terperinci
(misal: SAP penyuluhan), jelaskan rincian tersebut pada bagian lampiran. Bukti
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 131
kegiatan berupa tanda tangan peserta dimasukkan pada halaman lampiran.
Poin 3.4 menampilkan hasil evaluasi kegiatan. Dokumentasikan berapa jumlah
peserta yang hadir, hasil tanya jawab dengan peserta, maupun respon yang
ditampilkan oleh masyarakat. Jika ada hasil seperti pembentukan kader baru,
cantumkan juga pada poin ini. Masukkan hasil apapun dari kegiatan anda pada
poin ini.
4. Bab 4 Kesimpulan dan Saran
Pada bab kesimpulan, hitunglah peningkatan ketangguhan masyarakat dengan
menggunakan penghitungan Indeks Desa Membangun. Bandingkanlah hasil yang
anda dapatkan pada awal pengkajian dengan kondisi desa setelah anda berikan
intervensi tindakan. Tidak perlu merasa kecil hati jika tidak ada perubahan
yang mencolok. Perkembangan ketangguhan desa tidak akan dapat terjadi
dalam waktu yang singkat. Meskipun demikian, penghitungan ini dapat
menunjukkan perkembangan kondisi desa serta celah potensi kegiatan untuk
mengembangkan potensi pengembangan masyarakat. Data Indeks Desa
Membangun yang anda masukkan dalam bab 4 akan menjadi landasan bagi
kelompok selanjutnya untuk melanjutkan kegiatan.
Setelah anda melakukan pengkajian kondisi desa dan memberikan intervensi
kegiatan, anda akan mengetahui kondisi desa binaan anda secara menyeluruh.
Kegiatan yang anda lakukan sangat terbatas dengan waktu. Meskipun demikian,
tidak hanya anda yang akan melakukan praktik di wilayah tersebut. Berikan
saran yang aplikatif terkait kegiatan lanjutan yang dapat dilakukan oleh
kelompok sesudah anda. Jika memang anda merasa bahwa kegiatan yang anda
lakukan masih belum memuaskan, anda dapat memberikan saran kepada
kelompok selanjutnya untuk mengulang kegiatan yang sama agar hasil yang
didapatkan bisa optimal. Jangan ragu-ragu dalam memberikan saran, sebab
kemajuan kondisi ketangguhan masyarakat perdesaan sangatlah penting dan
memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat mencapai hasil yang diharapkan.
5. Daftar Pustaka
Tuliskan daftar literatur yang anda gunakan dari awal hingga akhir dengan
berurutan secara alfabetis.

3.2 Format Laporan Audio Visual


Laporan kegiatan disusun sebagai dasar pertanggungjawaban dan sebagai bentuk
dokumentasi, komunikasi di institusi, desa atau kelurahan, BPBD dan BNPB.
Laporan kegiatan dibagi menjadi bentuk visual dan audiovisual.

1. Visual

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 132


Merupakan proses penyampaian informasi atau pesan kepada pihak lain dengan
penggunaan media yang dapat dilihat. Media visual dapat memperlancar
pemahaman dan memperkuat ingatan dari kegiatan yang sudah dilaksanakan.
Penyampaiannya bisa berupa foto kegiatan, diagram, peta, grafik, slide.
2. Audiovisual
Media audio-visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan gambar.
Media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis
media yang bisa dilihat dan didengar. Pesan yang disajikan melalui laporan
audiovisual bersifat fakta dan merupakan salah satu komponen komunikasi
sebagai pembawa pesan. Produk audio visual dapat menjadi media dokumentasi
dan komunikasi. Sebagai media dokumentasi tujuan utamanya untuk
mendapatkan fakta dari sebuah peristiwa/ kegiatan yang sudah dilaksanakan
sehingga kaya akan informasi . Media ini bisa berupa film atau video.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 133


DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar, 2002. Pokoknya Kualitatif : Dasar-dasar Merancang dan


Melakukan Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya dan Pusat
Studi Sunda.

Ahmadi, Abu, 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Awang, San Afri, 1995. Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan Lokal dalam
Program IDT: Studi Kasus Tipologi Desa Hutan di Kabupaten Madiun. Dalam
Mubyarto (ed.), Program IDT dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Aditya
Media.

BKKBN. (2011). Kategori keluarga sejahtera. Jakarta: BKKBN Retrieved from


http://aplikasi.bkkbn.go.id/mdk/BatasanMDK.aspx.

BNPB. (2016). Panduan teknis fasilitator. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan


Masyarakat Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB.

Depkes. (2007). Panduan teknis penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kantur, D & Iseri – Say, A. 2015. Measuring Organization Resilience : A Scale


Development. Journal of Business, Economonic and Finance Vol 4 (3).

Mallak, L. A. 1998a. Measuring resilience in health care provider organizations,


Health Manpower Management. 24,4, 148–152.

McManus, S. 2008. Organizational resilience in New Zealand. Ph.D. thesis, Univ. of


Canterbury, Christchurch, New Zealand.

PERKA. (2008). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor


4 tahun 2008: Pedoman penyusunan rencana penanggulangan bencana.
Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 134


PERKA. (2012). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor
1 tahun 2012: Pedoman umum desa/kelurahan tangguh bencana Jakarta:
Badan Nasional Penanggulangan Bencana

PERKA. (2012). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor


2 tahun 2012: Pedoman umum pengkajian resiko bencana. Jakarta: Badan
Nasional Penanggulangan Bencana.

PERMENKES. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 64


Tahun 2013 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia

PERMENKES. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 77


Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Kesehatan.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

PPKK. (2014). Rencana Aksi Kegiatan Penanggulangan Krisis Kesehatan tahun


2015-2019. Jakarta: Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.

Seville, E. 2008. A facilitated process for improving organizational resilience.” Nat.


Hazards Rev., 9(2), 81–90

Syamsul Maarif, 2013. Pikiran dan gagasan: penanggulangan bencana di Indonesia.


Jakarta. BNPB

Syamsul Maarif, (2013). Pengalaman Indonesia dalam Mengembangkan Masyarakat


yang Tangguh. Jakarta. BNPB

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 Tentang


Penanggulangan bencana (2007).

http://www.kompasiana.com/lsspi/ormas-dapat-berperan-membangun-
ketangguhan-masyarakat_552c86d96ea834f0558b45d8

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 135


LAMPIRAN 1
KATEGORI KELUARGA SEJAHTERA

Berikut ini adalah kategori keluarga sejahtera menurut BKKBN tahun 2011

Keluarga Sejahtera
Adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar
anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009).

Tingkat kesejahteraan keluarga dikelompokkan menjadi 5 (lima) tahapan, yaitu:


1. Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS)
Yaitu keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari 6 (enam) indikator
Keluarga Sejahtera I (KS I) atau indikator ”kebutuhan dasar keluarga” (basic
needs).
2. Tahapan Keluarga Sejahtera I (KSI)
Yaitu keluarga mampu memenuhi 6 (enam) indikator tahapan KS I, tetapi
tidak memenuhi salah satu dari 8 (delapan) indikator Keluarga Sejahtera II atau
indikator ”kebutuhan psikologis” (psychological needs) keluarga.
3. Tahapan Keluarga Sejahtera II
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator tahapan KS I dan 8
(delapan) indikator KS II, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 5 (lima)
indikator Keluarga Sejahtera III (KS III), atau indikator ”kebutuhan
pengembangan” (develomental needs) dari keluarga.
4. Tahapan Keluarga Sejahtera III
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator tahapan KS I, 8
(delapan) indikator KS II, dan 5 (lima) indikator KS III, tetapi tidak memenuhi
salah satu dari 2 (dua) indikator Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau
indikator ”aktualisasi diri” (self esteem) keluarga.
5. Tahapan Keluarga Sejahtera III Plus
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari 6 (enam) indikator
tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS II, 5 (lima) indikator KS III, serta 2 (dua)
indikator tahapan KS III Plus.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 136


Indikator tahapan keluarga sejahtera.
1. Enam Indikator tahapan Keluarga Sejahtera I (KS I) atau indikator ”kebutuhan
dasar keluarga” (basic needs), dari 21 indikator keluarga sejahtera yaitu:
a. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
Pengertian makan adalah makan menurut pengertian dan kebiasaan
masyarakat setempat, seperti makan nasi bagi mereka yang biasa makan
nasi sebagai makanan pokoknya (staple food), atau seperti makan sagu bagi
mereka yang biasa makan sagu dan sebagainya.
b. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
Pengertian pakaian yang berbeda adalah pemilikan pakaian yang tidak
hanya satu pasang, sehingga tidak terpaksa harus memakai pakaian yang
sama dalam kegiatan hidup yang berbeda beda. Misalnya pakaian untuk di
rumah (untuk tidur atau beristirahat di rumah) lain dengan pakaian untuk
ke sekolah atau untuk bekerja (ke sawah, ke kantor, berjualan dan
sebagainya) dan lain pula dengan pakaian untuk bepergian (seperti
menghadiri undangan perkawinan, piknik, ke rumah ibadah dan sebagainya).
c. Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang
baik.
Pengertian Rumah yang ditempati keluarga ini adalah keadaan rumah
tinggal keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding dalam kondisi yang
layak ditempati, baik dari segi perlindungan maupun dari segi kesehatan.
d. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.
Pengertian sarana kesehatan adalah sarana kesehatan modern, seperti
Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, Apotek,
Posyandu, Poliklinik, Bidan Desa dan sebagainya, yang memberikan obat
obatan yang diproduksi secara modern dan telah mendapat izin peredaran
dari instansi yang berwenang (Departemen Kesehatan/Badan POM).
e. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi.
Pengertian Sarana Pelayanan Kontrasepsi adalah sarana atau tempat
pelayanan KB, seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai
Pengobatan, Apotek, Posyandu, Poliklinik, Dokter Swasta, Bidan Desa dan
sebagainya, yang memberikan pelayanan KB dengan alat kontrasepsi
modern, seperti IUD, MOW, MOP, Kondom, Implan, Suntikan dan Pil,
kepada pasangan usia subur yang membutuhkan. (Hanya untuk keluarga
yang berstatus Pasangan Usia Subur).

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 137


f. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
Pengertian Semua anak umur 7-15 tahun adalah semua anak 7-15 tahun
dari keluarga (jika keluarga mempunyai anak 7-15 tahun), yang harus
mengikuti wajib belajar 9 tahun. Bersekolah diartikan anak usia 7-15
tahun di keluarga itu terdaftar dan aktif bersekolah setingkat SD/sederajat
SD atau setingkat SLTP/sederajat SLTP.

2. Delapan indikator Keluarga Sejahtera II (KS II) atau indikator ”kebutuhan


psikologis” (psychological needs) keluarga, dari 21 indikator keluarga sejahtera
yaitu:
a. Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing.
Pengertian anggota keluarga melaksanakan ibadah adalah kegiatan keluarga
untuk melaksanakan ibadah, sesuai dengan ajaran agama/kepercayaan yang
dianut oleh masing masing keluarga/anggota keluarga. Ibadah tersebut
dapat dilakukan sendiri-sendiri atau bersama sama oleh keluarga di rumah,
atau di tempat tempat yang sesuai dengan ditentukan menurut ajaran
masing masing agama/kepercayaan.
b. Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan
daging/ikan/telur.
Pengertian makan daging/ikan/telur adalah memakan daging atau ikan
atau telur, sebagai lauk pada waktu makan untuk melengkapi keperluan gizi
protein. Indikator ini tidak berlaku untuk keluarga vegetarian.
c. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru
dalam setahun.
Pengertian pakaian baru adalah pakaian layak pakai (baru/bekas) yang
merupakan tambahan yang telah dimiliki baik dari membeli atau dari
pemberian pihak lain, yaitu jenis pakaian yang lazim dipakai sehari hari oleh
masyarakat setempat.
d. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni rumah.
Luas Lantai rumah paling kurang 8 m2 adalah keseluruhan luas lantai
rumah, baik tingkat atas, maupun tingkat bawah, termasuk bagian dapur,
kamar mandi, paviliun, garasi dan gudang yang apabila dibagi dengan
jumlah penghuni rumah diperoleh luas ruang tidak kurang dari 8 m2.
e. Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga dapat
melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 138


Pengertian Keadaan sehat adalah kondisi kesehatan seseorang dalam
keluarga yang berada dalam batas batas normal, sehingga yang
bersangkutan tidak harus dirawat di rumah sakit, atau tidak terpaksa harus
tinggal di rumah, atau tidak terpaksa absen bekerja/ke sekolah selama
jangka waktu lebih dari 4 hari. Dengan demikian anggota keluarga tersebut
dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan kedudukan masing
masing di dalam keluarga.
f. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh
penghasilan.
Pengertian anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh penghasilan
adalah keluarga yang paling kurang salah seorang anggotanya yang sudah
dewasa memperoleh penghasilan berupa uang atau barang dari sumber
penghasilan yang dipandang layak oleh masyarakat, yang dapat memenuhi
kebutuhan minimal sehari hari secara terus menerus.
g. Seluruh anggota keluarga umur 10 - 60 tahun bisa baca tulisan latin.
Pengertian anggota keluarga umur 10 - 60 tahun bisa baca tulisan latin
adalah anggota keluarga yang berumur 10 - 60 tahun dalam keluarga
dapat membaca tulisan huruf latin dan sekaligus memahami arti dari
kalimat kalimat dalam tulisan tersebut. Indikator ini tidak berlaku bagi
keluarga yang tidak mempunyai anggota keluarga berumur 10-60 tahun.
h. Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan alat/obat
kontrasepsi.
Pengertian Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan
alat/obat kontrasepsi adalah keluarga yang masih berstatus Pasangan Usia
Subur dengan jumlah anak dua atau lebih ikut KB dengan menggunakan
salah satu alat kontrasepsi modern, seperti IUD, Pil, Suntikan, Implan,
Kondom, MOP dan MOW.

3. Lima indikator Keluarga Sejahtera III (KS III) atau indikator ”kebutuhan
pengembangan” (develomental needs), dari 21 indikator keluarga sejahtera
yaitu:
a. Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama.
Pengertian keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama adalah
upaya keluarga untuk meningkatkan pengetahunan agama mereka masing
masing. Misalnya mendengarkan pengajian, mendatangkan guru mengaji
atau guru agama bagi anak anak, sekolah madrasah bagi anak anak yang
beragama Islam atau sekolah minggu bagi anak anak yang beragama Kristen.
b. Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang atau barang.
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 139
Pengertian sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang atau
barang adalah sebagian penghasilan keluarga yang disisihkan untuk ditabung
baik berupa uang maupun berupa barang (misalnya dibelikan hewan ternak,
sawah, tanah, barang perhiasan, rumah sewaan dan sebagainya). Tabungan
berupa barang, apabila diuangkan minimal senilai Rp. 500.000,-
c. Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu sekali
dimanfaatkan untuk berkomunikasi.
Pengertian kebiasaan keluarga makan bersama adalah kebiasaan seluruh
anggota keluarga untuk makan bersama sama, sehingga waktu sebelum atau
sesudah makan dapat digunakan untuk komunikasi membahas persoalan
yang dihadapi dalam satu minggu atau untuk berkomunikasi dan
bermusyawarah antar seluruh anggota keluarga.
d. Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal.
Pengertian Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat
tinggal adalah keikutsertaan seluruh atau sebagian dari anggota keluarga
dalam kegiatan masyarakat di sekitarnya yang bersifat sosial
kemasyarakatan, seperti gotong royong, ronda malam, rapat RT, arisan,
pengajian, kegiatan PKK, kegiatan kesenian, olah raga dan sebagainya.
e. Keluarga memperoleh informasi dari surat kabar/majalah/ radio/tv/internet.
Pengertian Keluarga memperoleh informasi dari surat kabar/ majalah/
radio/tv/internet adalah tersedianya kesempatan bagi anggota keluarga
untuk memperoleh akses informasi baik secara lokal, nasional, regional,
maupun internasional, melalui media cetak (seperti surat kabar, majalah,
bulletin) atau media elektronik (seperti radio, televisi, internet). Media
massa tersebut tidak perlu hanya yang dimiliki atau dibeli sendiri oleh
keluarga yang bersangkutan, tetapi dapat juga yang dipinjamkan atau
dimiliki oleh orang/keluarga lain, ataupun yang menjadi milik umum/milik
bersama.

4. Dua indikator Kelarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau indikator ”aktualisasi
diri” (self esteem) dari 21 indikator keluarga, yaitu:
a. Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan sumbangan materiil
untuk kegiatan sosial.
Pengertian Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan
sumbangan materiil untuk kegiatan sosial adalah keluarga yang memiliki
rasa sosial yang besar dengan memberikan sumbangan materiil secara
teratur (waktu tertentu) dan sukarela, baik dalam bentuk uang maupun
barang, bagi kepentingan masyarakat (seperti untuk anak yatim piatu,
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 140
rumah ibadah, yayasan pendidikan, rumah jompo, untuk membiayai
kegiatan kegiatan di tingkat RT/RW/Dusun, Desa dan sebagainya) dalam hal
ini tidak termasuk sumbangan wajib.
b. Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan
sosial/yayasan/ institusi masyarakat.
Pengertian ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan
sosial/yayasan/ institusi masyarakat adalah keluarga yang memiliki rasa
sosial yang besar dengan memberikan bantuan tenaga, pikiran dan moral
secara terus menerus untuk kepentingan sosial kemasyarakatan dengan
menjadi pengurus pada berbagai organisasi/kepanitiaan (seperti pengurus
pada yayasan, organisasi adat, kesenian, olah raga, keagamaan,
kepemudaan, institusi masyarakat, pengurus RT/RW, LKMD/LMD dan
sebagainya).

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 141


LAMPIRAN 2

DETEKSI DINI MASALAH PSIKOSOSIAL

NO PERTANYAAN Ya Tidak
1. Sakit kepala?
2. Kuarang nafsu makan?
3. Tidur tidak nyenyak?
4. Mudah takut?
5. Merasa cemas, tegang dan rasa kuatir
6. Tangan gemetar?
1. Pencernaan terganggu?
2. Sulit berfikir jernih?
3. Tidak merasa bahagia?
4. Lebih sering menangis dari biasanya?
5. Sulit menikmati kegiatan sehari-hari?
6. Sulit mengambil keputusan?
7. Pekerjaan sehari-hari terganggu?
8. Tidak mampu berperan aktif dalam kehidupan sehari-hari?
9. Kehilangan minat atau gairah?
10. Merasa tidak berharga?
11. Berfikir untuk bunuh diri?
12. Selalu merasah lelah?
19 Merasa tidak nyaman diperut anda?
.
20 Mudah lelah?
.
21 Lebih sering menggunakan alcohol/zat terlarang dari
. perkiraanku?
22 Merasa seseorang bermaksud mecelakai anda?
.
23 Merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran anda?
.
24 Mendengar suara-suara yang tidak didengar orang lain?
25 Mengalami mimpi bencana atau seakan-akan bencana itu
. muncul kembali?
26 Menghindari berbagai kegiatan, tempat, orang, atau pikiran
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 142
. yang mengingatkan akan bencana tersebut?
27 Kurang tertarik terhadap teman-teman atau kegiatan sehari-
. hari?
28 Merasa sangat sedih bila dalam situasi yang mengingatkan
. akan bencana tersebut?
29 Sulit menghayati atau mengeluarkan perasaan?
.

Keterangan:
Bila jawaban “iya” sebanyak 5 atau lebih pada pertanyaan1 – 20 atau bila
jawaban “iya” sebanyak 1 atau lebih pada pertanyaan 21 – 29, maka sebaiknya
menghubungi ahli untuk mendapatkan bantuan

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 143


LAMPIRAN 3
MINI MENTAL STATE EXAM (MMSE)
Menguji Aspek Kognitif dari Fungsi Mental

Benar Salah
No. Item Penilaian
(1) (0)
1 Orientasi
1. Tahun berapa sekarang?
2. Musim apa sekarang?
3. Tanggal berapa sekarang?
4. Hari apa sekarang?
5. Bulan apa sekarang?
6. Di negara mana anda tinggal?
7. Di provinsi mana anda tinggal?
8. Di kabupaten mana anda tinggal?
9. Di kecamnatan apa anda tinggal?
10. Di desa mana anda tinggal?
2 Registrasi
Minta klien menyebutkan tiga objek:
11. _______________________________
12. _______________________________
13. _______________________________
3 Perhatian dan Kalkulasi
Minta klien mengeja 5 huruf dari belakang, misal kata
“BAPAK”
14. K
15. A
16. P
17. A
18. B
4 Mengingat
Minta klien untuk menyebutkan tiga objek yang
disebutkan sebelumnya di atas :
19. _______________________________
20. _______________________________
21. _______________________________
5 Bahasa
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 144
Benar Salah
No. Item Penilaian
(1) (0)
Tunjuk dua benda, minta klien untuk menyebutkan:
22. _______________________________
23. _______________________________
Pengulangan
Minta klien mengulangi tiga kalimat berikut:
24. Tak ada jika, dan, atau tetapi
Perintah tiga langkah:
25. Ambil kertas
26. Lipat dua
27. Taruh di lantai
Turuti hal berikut:
28. Tutup mata
29. Tulis satu kalimat
30. Salin gambar

Jumlah

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 145


LAMPIRAN 4

Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 146


LAMPIRAN 5

MODIFY STRATIFY ONTARIO-SYDNEY SCORING

No Parameter Skrinning Jawaban Keterangan Nilai


1 Riwayat Apakah pasien datang keRS Ya / tidak Salah satu
Jatuh karena jatuh? jawaban ya = 6
Jika tidak, apakah pasien Ya / Tidak
mengalami jatuhdalam 2 bulan
terakhir ini?

2 Status Mental Apakah pasien delirium ? (Tidak Ya / Tidak Salah satu


dapat membuat keputusan, jawaban ya = 14
pola pikir tidak terorganisir,
ganguan daya ingat)
Apakah pasien disorientasi ? Ya / Tidak
(salah menyebutkan waktu,
tempat atau orang)
Apakah pasien mengalami Ya / Tidak
agitasi ? (ketakutan, gelisah,
dan cemas)

3 Penglihatan Apakah pasien memakai Ya / Tidak Salah satu


kacamata ? Ya / Tidak jawaban ya = 1
Apakah pasien mengeluh
adanya penglihatan buram ? Ya / Tidak
Apakah pasien mempunyai
glaukoma? Katarak / degenerasi
makula ?
4 Kebiasaan Apakah terdapat perubahan Ya / Tidak Salah satu
Berkemih perilaku berkemih? (frekuensi, jawaban ya = 2
urgensi, inkontinensia, nokturia)
5 Transfer Mandiri (boleh memakai alat 0 Jumlah nilai
(dari tempat bantu jalan) transfer dan
tidur ke kursi Memerlukan sedikit bantuan (1 1 mobilitas jika
dan kembali orang) / dalam pengawasan nilai total 0 – 3
lagi ketempat Memerlukan bantuan yang 2 maka skor = 0
tidur) nyata (2 orang) Jika nilai total
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 147
Tidak dapat duduk dengan 3 4 – 6, maka skor
seimbang, perlu bantuan total = 7
6 Mobilitas Mandiri (boleh memakai alat 0
bantu jalan)
Berjalan dengan bantuan 1 1
orang (verbal / fisik)
Menggunakan kursi roda 2
Imobilisasi 3

Keterangan skor:
0-5 = resiko rendah
6-16 = resiko sedang
17-30 = resiko tinggi

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 148


Lampiran 6
Halaman Sampul

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 149


LAMPIRAN 7

Halaman Judul

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 150


LAMPIRAN 8
Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 151
Halaman Pengesahan

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 152


KONTRIBUTOR

Achmad Kusyairi, S.Kep.,Ns.,M.Kep. - STIKes Hafshawaty Zainul Hasan


Vitaria Wahyu Astuti, S.Kep., Ns., M.Kep - STIKes RS Baptis Kediri
Sri Haryuni, S.Kep.,Ns.,M.Kep - Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri
Ns. Agus Khoirul Fuadi, SPd.,M.Kep. - STIKes Satria Bakti Nganjuk
Yuanita Wulandari, S. Kep., Ns., MS - Universitas Muhammadiyah Surabaya
Ardike Defiyanti, S.Tr.Keb - Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Merdeka Surabaya
Ns.Prawito,S.Kep - STIKes Husada Jombang
Rachmat Chusnul Choeron, Ns., M.Kep - STIKes Satria Bakti Nganjuk
Iswatun, S. Kep., Ns., M. Kes- Akademi Keperawatan Pemkab Lamongan

Sunanto.,SKM.,M.Kes - Akper Hafshawaty

Ns. Erwanto, S.Kep - STIKes Kendedes Malang

Kalsum Sulaiman, SST., M.Kes - STIKes Maharani Malang

Ns. Risna Yekti Mumpuni, S.Kep.,M.Kep – STIKES Maharani

Panduan Teknik Pengabdian Masyarakat 153

Anda mungkin juga menyukai