Anda di halaman 1dari 17

Sejak beberapa Farmakope Amerika (USPXVIII) mencantumkan adanya

uji disolusi khususnya untuk sediaan pada bentuk tablet, maka pengamatan jumlah
zat aktif yang terlarut kedalam medium sebagai fungsi waktu menjadi hal yang
mutlak harus dikerjakan sebagai jaminan akan ketersediaan farmasetis suatu obat.
Uji disolusi merupakan kelanjutan dari pengamatan waktu hancur tablet yang
dahulu orang menganggap penting sebagai parameter dalam biofarmasi.
Dalam USPXIX/NFXIV disebutkan bahwa standar ketersediaan hayati
invivo tidak merupakan ketentuan yang mutlak, tetapi gambaran korelasi in-vitro-
in vivo sebaiknya didapatkan hasil yang memuaskan. Alat uji disolusi yang resmi
digunakan adalah alat dayung USP terutama dipakai untuk sediaan tablet yang
mengalami desintegrasi. Perkembangan teknologi farmasi memungkinkan hadirnya
sediaan-sediaan baru seperti sediaan tablet lepas lambat, pelepasan yang diperlama,
dan sebagainya. Untuk itu pengamatan kualitas sediaan obat didasarkan pada
kinetika pelepasan obat, secara in vitro. Secara prinsip berdasarkan pada jenis
sediaan obat, maka karakteristik pelepasan obat in vitro diberlakukan untuk :
a. Sediaan oral padat terutama pelepasan yang diperlama (sustained
release)
b. Sediaan rektal seperti suppositoria
c. Sediaan pulmoner (penghantaran melalui paru-paru)
d. Sediaan pada, seperti salep, krim
e. Sediaan transdermal dan sediaan pelepasan termodifikasi lain
Perkembangan lebih lanjut memungkinkan untuk melihat korelasi yang
lebih positif antara sifat fisika kimia obat, seperti disolusi dengan ketersediaan
hayatinya, seperti digambarkan dalam sistem klasifikasi biofarmasetika
(Biopharmaceutics system) yang dikenal sejak tahun 1995. Biopharmaceutics
clasifications system (BCS) memberikan klasifikasi produk yang sederhana
berdasarkan sifat kelarutan dan permeabilitas.
Sebetulnya pelepasan obat (drug release) memberikan gambaran tentang
proses yang terjadi ketika obat lepas meninggalkan sediaannya dan seterusnya
mengalami absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi. Sedangkan disolusi
(dissolution) menunjukkan gambaran terdispersinya suatu partikel solid kedalam
medium menjadi unsurnya yang terdistribusi secara merata dalam bentuk molekul
atau ion.
Dalam realitasnya, baik untuk penelitian maupun kontrol kualitas hasil
fabrikasi suatu sediaan obat di industri farmasi, kedua istilah itu (disolusi atau
pelepasan obat) secara teknis dilakukan dengan cara yang sama yaitu mengamati
perubahan jumlah zat aktif yang terlarut di dalam medium dan analisis keduanya
baik kinetika disolusi ataupun bentuk pelepasan obat menggunakan teori atau
persamaan matematis yang diperlukan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Disolusi adalah proses melarutnya zat aktif (bahan obat) dalam sedaan obat
ke dalam suatu medium. Pada umunya medium yang digunakan berupa air.
Tablet atau kapsul setelah dikonsumsi akan mengalami peristiwa seperti
terlihat dalam gambar 1.

Disintegrasi Deagregasi
Tablet/kapsul Granul/agregat Partikel halus

Zat aktif dalam medium

Zat aktif dalam darah/jarngan/ cairan badan lain

Gambar 1
Bagan peristiwa hancurnya tablet/kapsul setelah dikonsumsi
Setelah kontak dengan cairan badan, mula-mula tablet akan mengalami
proses disintegrasi, yaitu hancurnya tablet menjadi granul/agregat, lalu diteruskan
dengan deagregasi yang berupa hancurnya agregat menjadi partikel penyusunya.
Baik langsung dari tablet dari granul ataupun dalam bentuk partikel halus, zat aktif
akan mengalami proses disolusi dengan kecepatan masing-masing K1,K2 dan K3.
Besarnya k1<<k2<<k3.
Kalau kecepatan disolusi (k1+k2+k3) jauh lebih kecil dari kecepatan
disintegrasi atau kecepatan absorpsi zat aktif kedalam badan (lebih kecil dari 1/20
kalinya), maka kecepatan disolusi merupakan faktor penentu proses penyerapan
obat ke dalam tubuh.
Uji disolusi banyak dilakukan diindustri farmasi, baik dilakukan dibagian
kontrol kualitas sebagai kontrol rutin setelah fabrikasi ataupun dilakukan dibagian
Riset dan pengembangan dalam melakukan penelitiannya. Keduanya mempunyai
orientasi dan tujuan sendiri-sendiri sehingga pelaksanaan uji dan analisis hasil
yang diperoleh bisa berbeda.
Untuk itu uji disolusi mempunyai beberapa tujuan yang berbeda, yaitu :
1. Uji disolusi untuk optimasi formula.
Uji ini dilakukan dalam penelitian di bagian Riset dan pengembangan untuk
memperoleh suatu formula sediaan obat yang paling baik.
Sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka ada silang pendapat dalam hal
ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa uji disolusi hanya dapat
memberikan arti positif apabila ada korelasi dengan uji in-vivo. Untuk itu,
perlu ada kesamaan kondisi percobaan in-vitro dan in-vivo, seperti kekuatan
pengadukan in-vitro dengan kekuatan gerak gastro-intestinal dengan
medium yang digunakan dalam uji disolusi.
Dilain pihak, pendapat lain menganggap bahwa untuk melakukan uji
disolusi tidak ada keharusan hasilnya harus bverkolerasi erat dengan
percobaan in-vivo, mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi hasil
uji disolusi in-vitro, maupun uji klinik secara in-vivo.
Lepas dari perbedaan yang ada , uji disolusi merupakan langkah penting
untuk bisa mendapatkan gambaran pelepasan obat secara in-vitro dari suatu
sediaan obat.
2. Kontrol rutin setelah fabrikasi.
Proses produksi sediaan obat di industri farmasi dikerjakan secara terus-
menerus dari satu bets ke bets yang lain. Padahal jumlah dan macam sediaan
obat yang diproduksi demikian banyak, selain tuntutan untuk terus
diproduksi demikian banayak selain tuntutan untuk terus berproduksi tidak
pernah berhenti. Untuk itu hal yang harus diperhatikan untuk pelaksanaan
uji disolusi adalsh menyederhanakan alat dan prosedur kerja, otomatisasi
alat, menaikkan kapasitas dan kualitas alat, dan penanganan uji disolusi oleh
operator yang berpengalaman.
Uji disolusi sebagai kontrol rutin seelah fabrikasi, dimaksudkan untuk
jaminan kesamaan kualitas produksi antar bets dan jaminan kualitas
ketersediaan farmasetis secara in-vivo.

Disolusi adalah hilangnya kohesi suatu zat padat karena pengaruh cairan
yang menghasilkan dispersi homogen dalam bentuk molekul atau ion. Dapat pula
dikatakan bahwa disolusi adalah jumlah zat aktif yang terlarut kedalam medium
sebagai fungsi waktu. Sehingga kalau diungkapkan dalam persamaan terlihat
sebagai berikut:
Dc / dt = k.S (Cs-C).............................(1)
Keterangan :
dC/dt : jumlah zat aktif yang terlarut dalam medium
k : tetapan disolusi
S : luas kontak muka
Cs : konsentrasi pada saat saturasi
C : konsentrasi zat yang terlarut pada saat t.
Dari persamaan tersebut dapatlah dimengerti bahwa proses disolusi
merupakan proses yang dinamis yang berjalan dari waktu ke waktu sejak awal
pengujian sampai selesai pengamatannya. Untuk itu, perlu disadari bahwa jumlah
zat aktif yang terlarut dalam medium disuatu waktu tertentu akan dipengaruhi oleh
besarnya konsentrasi zat tersebut pada waktu sebelumnya, sehingga untuk
mendapatkan data yang valid dan reprodusibel dari uji disolusi suatu zat aktif dalam
medium diperlukan :
a. Pemahaman yang baik tentang teori disolusi dan mekanismenya
b. Pengenalan yang dalam masalah alat dan lingkungan pengujian
c. Kecermatan dalam melakukan teknis pengambilan sampel dan analisis
hasilnya dan
d. Ketekunan dan kesabaran dalam menghadapi hambatan yang dijumpai
selama pengujian berlangsung.

1. Disolusi
Apabila suatu zat padat dimasukkan kedalam medium maka akan melarut
sesuai dengan fungsi wakktu, karena gerakan dari medium. Dalam bentuk
sediaan tablet maka tablet akan mengalami disintegrasi terlebih dahulu,
kemudian dilanjutkan dengan deagregasi menjadi partikel-partikel halus
termasuk partikel halus zat aktif yang terkandung dalam sediaan tersebut. Baru
kemudian zat aktif melarut kedalam medium dalam wujud dispersi merata
dalam bentuk molekuler atau dispersi ionik. Oleh karena itu, efektivitas bahan
obat dalam sediaan tablet sangat ditentukan oleh kecepatan disintegrasi,
deagregasi dan kecepatan disolusinya.
Disolusi sering merupakan faktor penentu proses absorpsi obat dalam tubuh
manusia, terutama apabila zat aktif tersebut mempunyai kelarutan yang keci
dalam medium gastrik intestinal. Banyak upaya yang dilakukan para peneliti
untuk mengatasi masalah tersebut, dengan menambahkan eksipien tertentu
(seperti surfaktan) dalam formula, membuat dispersi padat atau dengan cara
lain.
Disolusi merupakan proses kinetik sehingga cerminan prosesnya diamati
dari pengamatan terhadap jumlah zat aktif yang terlarut kedalam medium
sebagai fungsi waktu. Penggambaran proses yang terjadi selama disolusi ini,
sering diungkapkan dalam persamaan-persamaan matematis yang terus
dikembangkan oleh peneliti. Bermula dari upaya yang dilakukan oleh Noyes
dan Whitney dalam mencoba menguantifikasikan jumlah obat yang terlarut
dalam suatu medium air tahun 1897 dengan persamaannya :
Dw/dt= D.S/h (Cs-C)...................(11)
Atau
dC/dt= D.S/V.h (Cs-C).................(12)
W adalah beberapa zat aktif yang terlarut dalam medium selama waktu t, sehingga
dW/dt adalah kecepatan disolusi zat aktif (gram/waktu). D adalah koefisien difusi
zat terlarut dalam medium yang digunakan, S adalah luas kontak muka zat aktif –
medium, h adalah tebal lapisan tipis (film/difusi) sedang Cs adalah konsentrasi
dalam keadaan saturasi, yang besarnya sama dengan kelarutan zat aktif tersebut
dalam medium. Harga C menunjukkan konsentrasi zat aktif terlarut pada saat t.
Apabila berat zat yang terlarut dinyatakan dalam konsentrasi sebagai faktor
dC/dt, maka persamaan akan berubah dengan menyertakan faktor volume medium
(V). Disisi lain apabila C jauh lebih kecil dari Cs (kelarutannya), maka kondisi
seperti ini dikenal dengan kondisi sink. Dampaknya persamaan akan berubah
menjadi :
dC/dt= D.S/V.h.Cs....................(13)
Perkembangan dari gambaran persamaan-persamaan diatas terus terjadi sejalan
dengan semakin berkembangnya penelitian-penelitian tentang disolusi, dengan
masuknya asumsi-asumsi yang diberikan oleh peneliti. Seperti ketebalan film h
yang disatu sisi dianggap konstan, namun peneliti lain melihat adanya pengaruh
kecepatan gerak dari medium ini dengan penipisan ketebalan lapisan film (h).
Pengaruh lain terhadap kecepatan disolusi adalah luas permukaan. Banyak peneliti
yang sengaja membuat permukaan bahan uji dalam kondisi konstan dalam
percobaan dan membuat bentuk pellet, sehingga parameter kecepatan disolusi bisa
dikalkulasi dari persamaan yang ada. Tetapi asumsi lain melihat bahwa selam uji
dilakukan luas permukaan zat aktif turun secara eksponensial seperti tergambar
dalam persamaan berikut :
S = So.eeks(t-to)...............(14)
S : luas permukaan setelah waktu t, sedangkan So adalah luas permukaan
pada saat to (awal penngujian), dan ks adalah tetapan
Akibat adanya asumsi tersebut, penyelesaian data uji disolusi harus
menggunakan rumus lain yang berbeda.
2. Pelepasan obat
Pelepasan obat adalah proses lepasnya /keluarnya obat/bahan aktif dari
sediaan obat, untuk kemudian dapat diabsorbsi dan masuk dalam sirkulasi
darah. Dalam pengamatan uji pelepasan obat lebih banyak ditekankan pada
bentuk sediaan yang non konvensional, seperti sediaan sustained release,
prolonged action dan sedian lain.
Pelepasan obat dari bentuk sediaan banyak ditentukan oleh sifat fisika kimia
bahan obat, disamping kombinasi dari ekspesien yang digunakan sebagai sistem
pendukung bentuk sediaan seperti contoh yang diungkapkan oleh Higuchi
dalam pelepasan, obat yang larut sukar larut dalam air dari berbagai matrik
sediaan padat atau semi padat. Dalam hal ini obat terdispersi homogen dalam
matrik secara merata dalam tablet, kemudian secara pelan tablet terkikis karena
adanya gerakan medium. Obat diasumsikan melarut dalam matrik polimer dan
berdifusi keluar dari permukaan matrik.
Pengamatan uji pelepasan obat sebenarnya identik dengan uji disolusi yaitu
dengan mengamati jumlah berat/ konsentrasi obat yang terlepas dari sediaan
dan masuk kedalam medium. Seperti yang dilakukan oleh Costa dan Lobo
(2001) dalam mempelajari pengaruh kecepatan putar pengaduk dan macam alat
terhadap pelepasan dilthiazem HCl dari tablet sustained release (SR). Hasilnya
ternyata terlihat ada pengaruh kedua faktor tersebut terhadap karakter
disolusinya,
Selain itu, disimpulkan bahwa pelepasan dilhiazem dari sistem sedian ini
sediaan ini tidak konstan dan mengecil sebagai fungsi akar waktu. Penelitian
lain banyak yang berfokus pada aplikasi senyawa matrik hidrofilik. Dalam hal
ini, pelepasan obat dikontrol oleh penetrasi air melalui suatu lapisan gel,
kemudian diikuti difusi obat dan erosi dari lapisan gelnya. Besarnya erosi dan
difusi yang terjadi tergantung pada polimer yang dipilih dan perbandingan
komposisi obat dan polimer.
Pelepasan obat dari suatu matrik yang inert dituliskan dalam persamaan
Higuchi sebagai berikut :
Q = [D.(2A-Cs).Cs.t]1/2.....................(15)
Q adalah jumlah obat yang terlepas setelah waktu t, per unit luas permukaan, A
adalah jumlah total obat yang terlepas dalam matrik per unit volume dan Cs adalah
kelarutan obat tersebut dalam medium. Sedang D adalah koefisien difusi obat dalam
matrik yang besarnya menurut Shuterland – Einstein sebesar :
D = RT / (6 π.η.r) . N .......................(16)
R adalah konstante molar gas, T adalah temperatur absolut, η adalah viskositas, r
adalah jari-jari partikel dengan asumsi bentuk bulat dan N adalah bilangan
Avogadro.
Apabila percobaan dilakukan dalam kondisi sink, maka hasil differensiasi
persamaan (15) menghasilkan persamaan sebagai berikut :
dQ/dt= [A.D.Cs / 2.t] ½ ...........................(17)
selain itu, persamaan lain yang menggambarkan pelepasan obat dari sistem matrik
hidrofilik diungkapkan oleh Korsmeyer-Peppas sebagai berikut :
Mt/M∞ = K.tn ..........................................(18)
Mt/M∞ adalah fraksi obat yang lepas pada waktu t, k adalah konstante dan n adalah
bilangan eksponensial difusi.
Banyak peneliti lain yang kemudian mengembangkan persamaan untuk mencoba
memahami mekanisme pelepasan obat ini dengan menggunakan persamaan zero
order, first order, Hixson Crowell, Weibull dan yang lain.
BAB IV
DISOLUSI DALAM KOMPENDIA

DISOLUSI DALAM KOMPEDIA


Uji disolusi banyak yang diungkapkan secara formal dalam beberapa buku
compendia seperti Farmakope Amerika (USP), National Formulary (NF), British
Pharmacopeia (BP) atau yang lain. Pada awalnya untuk melakukan uji disolusi
dapat digunakan alat tabung disintegrasi, seperti disebutkan dalam NF XIII,
menggunakan enam tabung yang bergerak ke atas dank e bawah dengan frekeuensi
21 dan 32 gerak per menit, dan amplitudonya 5 sampai 6 cm.
Tablet yang diuji dimasukkan ke dalam tabung, dan percobaan dilakukan
dengan medium pada temperatur tertentu. Bagian bawah tabung ditutup dengan
ayakan dari ukuran 10 mesh. Secara skematis alatnya digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.2
Alat metode tabung disintegrasi NF XIII
Dengan alat yang mempunyai prinsip yang sama, British Pharmacopeia
(BP) 1968 menggunakan tabung yang lebih besar, yaitu panjang 8 sampai 10 cm
dan diameter 28 mm. modifikasi alat ini dilakukan pada lubang ayakan, yaitu tidak
10 mesh tetapi 40 mesh (0,42 mm) atau ada pula yang 100 mesh (0,149 mm).
meskipun alat yang digunakan dalam uji disolusi ini termasuk alat yang sederhana,
namun banyak peneliti yang mengamati tentang kelemahan metode ini, seperti:
i. Pengadukan terlalu kuat sehingga menimbulkan gerakan turbulen
dari medium yang kuat, dan gerakan ini tak dapat dimodifikasi.
ii. Kemungkinan terjadiny penguapan sangat besar, karena alat ini
tidak dilengkapi dengan penutup wadah. Hal ini menyebabkan
kesalahan yang tak dapat diabaikan, karena volume medium akan
terus berkurang selama percobaan berlangsung.

Setelah itu beberapa kompendia lain juga mencantumkan ketentuan-


ketentuan dalam melakukan uji disolusi, baik ilustrasi alat yang digunakan maupun
beberapa hal lain terkait dengan uji ini.
Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) mengungkapkan bahwa uji disolusi
dignakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera
dalam masing-masing monografi sediaan tablet dan kapsul, kecuali untuk tablet
kunyah. Untuk kapsul lunak tidak perlu dilakukan kecuali bila dilakukan dalam
masing-masing monografi. Sedangkan untuk sediaan lepas lambat diungkapkan
dalam bab pelepasan obat.
Jenis alat yang digunakan ada dua macam, yaitu alat 1 dan alat 2, dengan
perbedaan utama pada system pengaduknya.
Alat 1 terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan lain yang inert, berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggu
160 mm hingga 175 mm, dengan kapasitas nominal 1000 ml. pada bagian wadah
atas ujungnya melebar, dan ditutup dengan penutup yang berukuran sama.
Pengaduk berupa batang logam dengan keranjang berbentuk silinder dengan kasa
ukuran 40 m3sh terbuat dari bahan baja tahan karat tipe 316 atau sejenis, dn dapat
berputar sesuai dengan yang dikehendaki dengan bantuan sebuah motor. Kecepatan
putar seperti yang tertuang dalam masing-masing monografi dengan batas ± 4%.
Posisi batang pengaduk sedemikian rupa sehingga saat berputar sumbunya tidak
lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertical wadah. Wadah tercelup dalam
suatu penangas air sehingga suhu percobaan dapat dipertahankan pada 37o ± 0,5o C.
gerakan medium harus dijaga halus dan tetap selama pengujian sedangkan
lingkungan tempat alat diletakkan harus tidak dapat memberikan gerakan,
guncangan atau getaran yang signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran
pengaduk. Sediaan yang diuji ditelakkan dalam basket.
Secara skematis alat 1 terlihat dalam gambar berikut :

Alat 2, sama seperti alat 1, dengan perbedaan pengaduknya berupa batang


logam dengan ujung berbentuk dayung. Batang berada pada posisi sedemikian rupa
sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertical
wadah. Jarak dayung dan bagian dasar wadah sebesar 25 mm ± 2 mm. Sediaan uji
dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung berputar. Apabila diperlukan
dapat ditambah bahan yang dapat mencegah terapungnya sediaan selama uji
berlangsung.
Secara skematis alat 2 terlihat pada gambar berikut :

Sebelum alat digunakan perlu dilakuka uji kesesuaian alat, dengan


menggunakan satu tablet kalibrator disolusi F1 jenis disintegrasi, dan tablet
kalibrator disolusi F1 jenis bukan disintegrasi sesuai dengan kondisi percobaan
yang tertera. Alat dianggap sesuai bila hasilnya berada dalam rentang yang
diperbolehkan seperti yang tertera dalam sertifikat dan kalibrator yang
bersangkutan.
Uji disolusi untuk sediaan kapsul, tablet tidak bersalut dan tablet bukan
bersalut bukan enterik dilakukan dengan dimasukkan satu tablet atau kapsul ke
dalam alat yang berisi medium sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing
monografi. Dalam interval waktu yang ditetapkan dilakukan pengambilan cuplikan
pada daerah pertengahan antara permukaan medium dan bagian atas keranjang yang
berputas atau daun pengaduk dari pengaduk bentuk dayung tidak kurang dari 1 cm
dari dinding wadah.
Interpretasi hasil uji, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi dapat terpenuhi bila jumlah bahan aktif yang terlarut dari sediaan uji
sesuai dengan tabel penerimaan. Pengujian dilakukan sampai tiga kali, kecuali hasil
pengujian memenuhi tahap S1 dan S2. Harga Q adalah jumlah bahan aktif yang
terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan dalam
persentasi pada kadar pada etiket. Untuk tahap S1, jumlah yang diuji 6, diucriteria
penerimaannya tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%. Untuk tahap S2, jumlah
yang diuji 6, criteria penerimaannya rata-rata dari 12 unit (S1 + S2) adalah sama atau
lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang kurang dari Q – 15%. Untuk
tahap S3, jumlah yang diuji 12, criteria penerimaannya rata-rata dari 24 unit (S1 +
S2 + S3) adalah sama atau lebih besar dari Q dan tidak lebih dari 2 unit sediaan yang
kurang dari Q - 15%, dan tidak sat unit pun yang kurang dari Q – 25%.
Pengujian dilakukan dalam kondisi sink, agar zat yang terlarut tidak
mengganggu proses disolusi zat yang masih tersisa. Volume medium sebanyak 900
ml berupa 0,1 m HCL, atau buffer fosfat pH 6,8 sampai 7, dalam labu berkapasitas
1000 ml. Kecepatan putar pengaduk diatur sebesar 100 rpm (pengaduk keranjang),
dan 50 rpm untuk pengaduk dayung, menggunakan 6 tablet atau kapsul
sebagaibahan uji.
United States of Pharmacopeia (USP) XXXIV dalam ketentuan umumnya
menyebutkan bahwa uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat, medium
disolusi dan kondisi percobaan sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan hasil
yang diprodusibel. Hasil yang diperoleh dapat membedakan antara produksi
sediaan obat dari waktu ke waktu ataupun suatu prosedur dapat dilakukan dari suatu
laboraturium lain ke laboraturium lain. Prosedur disolusi yang dipakai harus bisa
menghasilkan data yang menunjukkan perbedaan signifikan dari hasil pengamatan
akibat perubahan formula ataupun prosedur pembuatan. Demikian halnya apabila
sediaan obat mengalami perlakuan penympanan atau perubahan lain akibat
temperature, kelembapan atau factor lain prosedur disolusi harus dapat memberikan
hasil dengan perbedaan yang signifikan antara satu pengamatan dengan
pengamatan yang lain akibat perlakuan tersebut.
Hasil disolusi dikatakan mempunyai varisi yang besar apabila antardata
pengamatan jumlah zat aktif yang larut dalam medium pada menit ke 10
menghasilkan harga Relative Standard Deviation (RSD) – nya lebih besar dari 20%,
atau jika untuk waktu pengamatan berikutnya (setelah 10 menit) harga RSD lebih
tinggi dari 10%.
Penggunaan medium disolusi harus memperhatikan sifat fisika – kimia
bahan obat termasuk besarnya kelarutan bahan obat dalam medium, stabilitasnya,
waktu hancur, penggunaan enchancer dalam formula dan bentuk mekanisme
pelepasan obat yang diharapkan dalam arti sediaan konvensional atau dalam bentuk
pelepasan yang termodifikasi. Selama uji disolusi dilakukan sebaiknya diupayakan
dalam kondisi sink, yaitu volume medium lebih besar dari tiga kali volume yang
diperlukan untuk membuat kondisi saturasi, aquades dapat digunakan sebagai
medium, meskipun air bukan merupakan medium yang ideal untuk beberapa
macam zat aktif. Penggunaan campuran air dengan pelarut organic tidak
diseyogyakan. Uji disolusi sediaan oral dapat menggunakan medium fisiologis
dengan rentang pH dari 1,2 sampai 7,5 (untuk sediaan pelepasan termodifikasi).
Beberapa medium yang dapat digunakan adalah:
a) Asam hidroklorida encer (HCl encer)
b) Larutan dapar dengan variasi pH 1,2 sampai 7,5
c) Medium gastrik dan intestinal artiisial, air dan surfaktan.
Bila diperlukan dapat ditambahkan ensim.
Volume medium yang digunakan umumnya sebesar 900 ml, atau dengan
variasi berkisar dari 500 ml sampai 1000 ml. Walaupun demikian, volume dapat
diperbesar sampai 4 liter tergantung dari konsentrasi obat yang digunakan untuk
mendapatkan kondisi sink.
Mediu yang digunakan sebaiknya dibebaskan dari udara (deaerasi) terlebih
dahulu dengan cara dipanaskan, disaring atau dengan pengurangan tekanan
(vacuum), kecuali kalau medium mengandung surfaktan. Proses pem – vacuum –
an pada medium ini dapat menyebabkan keluarnya buih.
Untuk uji disolusi United State of Pharmacopoeia XXXIV mencantumkan
tujuh alat disolusi yang dapat digunakan, tergantung dari bentuk sediaan obat.
Untuk sediaan oral padat umumnya menggunakan alat 1 dan alat 2. Bila perlu dapat
digunakan alat model lain. Alat 3 (reciprocating cylinder) sangat baik digunakan
untuk sediaan obat dengan pelepasan yang termodifikasi, sedangkan alat 4 (alat
dengan system arus kontinyu / flow through cell) digunakan sediaan untuk sediaan
obat dengan pelepasan termodifikasi yang mengandung bahan aktif yang sukar larut
dalam medium. Untuk uji sediaan kapsul lunak (soft capsule), dapat digunakan alat
3 dan 4. Alat 5 (puddle over disk) dan alat 6 (silinder berputar / rotating cylinder)
sangat cocok bila digunakan untuk sediaan transdermal, dan alat 7 (reciprocating
holder) digunakan untuk uji disolusi sediaan non disintegrating oral modified
release atau bisa pula untuk sediaan transdermal.
System pengadukan sangat variatif diungkapkan di USP XXXIV. Untuk uji
disolusi kapsul atau tablet menggunakan alat 1 (pengaduk basket), kecepatan putar
pengaduk pada 100 rpm, sedangkan kalau digunakan alat 2 (pengaduk dayung)
digunakan kecepatan putar pengaduk 50 – 75 rpm. Apabila kecepatan putar
pengaduk kurang dari 25 rpm akan berdampak pada inkonsistensi hidrodinamik
medium, sedangkan kalau kecepatan putar diatur lebih besar dari 150 rpm akan
berdampak adanya turbulensi gerakan medium.
Uji disolusi dilakukan sejak sediaan dimasukkan kedalam alat sampai waktu
tertentu, dengan mengamati konsentrasi bahan obat yang larut dalam medium.
Untuk immediate release dosage forms waktu pengamatan berkisar dari 30-60
menit, atau berurutan sejak 15,20,30,45 dan 60 menit. Jumlah bahan aktif terlarut
dalam medium dari sediaan tipe ini pada umumnya mencapai 85% sampai 100%
setelah waktu 30 sampai 45 menit. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan alat pengambil sampel dari plastik atau gelas, yang dilengkapi
dengan filter ukuran 0,45 sampai 70 μm untuk memisahkan zat aktif yang belum
larut, atau mencegah terikutnya eksipien yang tidak larut dalam medium yang
digunakan dalam formula sediaan. Hal yang terakhir ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya kekeruhan sampel sehingga mengganggu dalam penetapan
kadarnya.
Penetapan konsentrasi bahan aktif yang terlarut dapat dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer. Keuntungannya adalah hasil pengamatan yang
diperoleh cepat didapat, mudah dikerjakan dan solven yang digunakan hanya
sedikit. Selain cara tersebut, dapat pula digunakan high preasure liquid
chromatography (HPLC) apabila diperkirakan ada pengaruh yang signifikan dari
eksipien terhadap data pengamatan.
Metode analisis yang digunakan untuk uji disolusi sediaan obat yang
mengandung beberapa eksipien sebaiknya dilakukan validasi metode terlebih
dahulu, termasuk spesivitas (pengaruh plasebo), liniearitas, ketepatan, presisi dan
robustness.
Hal lain yang disebutkan dalam USP XXXIV ini adalah kriteria penerimaan
hasil uji disolusi. Kriteria ini didasarkan pada persentase jumlah zat aktif yang larut
dalam medium sebesar 75% sampai 80% dari jumlah kadar yang tertera dalam label
(Q), bisa pula berupa waktu uji yang diperlukan sebagai dasar evaluasi data
disolusi.
British Pharmacopeia XXIX membahas mengenai uji disolusi dengan
penekanan pada bentuk sediaan yang dikontrol, yaitu untuk bentuk tablet dan
kapsul di satu sisi, dan bentuk transdermal patch untuk bentuk yang lain. Beberapa
hal penting yang harus diperhatikan untuk pengujian disolusi bentuk tablet dan
kapsul adalah bahwa:
1. pemilihan alat yang digunakan tergantung sifat-kimia sediaan obat
2. kalau tidak dikatakan lain dalam monograf digunakan alat 1 (basket
apparatus)
3. semua bagian alat yang kontak langsung dengan sediaan obat yang diuji
harus inert secara kimiawi atau tidak mengadsorpsi sediaan uji
4. semua logam yang digunakan dalam pengujian yang bersentuhan langsung
dengan sediaan uji atau medium yang digunakan harus terbuat dari stainless
steel atau terlapisi dengan bahan penyalut yang cocok yang tidak bereaksi
dengan sediaan uji atau medium.
5. Medium yang digunakan untuk uji disolusi sesuai dengan yang disebutkan
dalam monograf. Apabila digunakan larutan buffer, maka derajat keasaman
larutan tersebut harus dalam rentang 0,05 dari derajat keasaman yang
dimaksud dalam monograf. Medium yang dipakai harus dibebas udarakan
(deaerasi) sebelum digunakan dalam pengujian.
Ada tiga macam alat uji disolusi untuk tablet dan kapsul yang disebutkan
dalam British Pharmacopoeia (BP). Alat 1 berupa basket apparatus yang
kedua paddle apparatus dan yang ketiga alat dengan sistem arus kontinyu
(flow-through cell apparatus).

1. Alat basket apparatus


Berupa labu silindris dengan alas agak melengkung (hemi spherical
bottom) dari gelas borosilikat atau bahan lain yang cocok dengan kapasitas
1000 ml dilengkapi dengan pengaduk yang berputar dengan kecepatan
sesuai tersebut dalam monograf dengan batas rentang 4 %. Pengaduk harus
berputar lurus, tenang pada porosnya dan tidak boleh bergoyang secara
signifikan. Basket terdiri dari dua bagia, yaitu tangkai pengaduk dan
basketnya sendiri. Basket diatur sedemikian rupa sehingga berjarak 23
sampai 27 mm daeri dasar labu. Temperatur percobaan diatur dengan
kisaran 36,5 sampai 37,50 C. Tablet atau kapsul yang diuji dimasukkan
kedalam basket sebelum pengujian dilakukan (dalam keadaan kering).

2. Alat paddle apparatus


Pada prinsipnya alat paddle apparatus ini sama dengan alat basket
apparatus, dengan perbedaan terutama pada bentuk pengaduknya yaitu
bukan basket tetapi bentu dayung. Tangkai pengaduk berada dalam posisi
tengah silinder, dengan jarak dari labu 23-27 mm. Tablet / kapsul yang di
uji dimasukkan kedalam labu sampai tenggelam didasar labu. Apabila
diperlukan ada kawat / penahan lain yang memungkinkan sediaan uji
senantiasa berada di dasar labu, dan tidak mengapung. Harus dihindari
adanya udara yang berada pada permukaan tablet atau kapsul. Apabila
sudah saat pengujian dimulai, pengaduk diputar dengan kecepatan putar
yang sesuai dengan yang tercantum dalam monografi.

3. Alat continues flow through cell


Alat disolusi ini menggunakan prinsip sistem arus kontinyu yang
memungkinkan medium mengalir akibat adanya pompa peristaltik melewati
sel disolusi tempat sediaan uji ditempatkan.

Medium yang ditempatkan dalam reservoir dipompa dengan pompa


peristaltik kemudian yang mengalir melewati sel disolusi dan melarutkan
zat aktif dalam sediaan uji yang disempatkan didalamnya. Sel disolusi
dilengkapi dengan filter untuk mencegah perginya partikel zat aktif yang
belum melarut. Secara lebih detail, gambaran alat (sel disolusi) dengan
ukuran yang lebih rinci.

Percobaan yang dilakukan dalam suatu penangas air dengan suhu


berkisar 36,50 sampai 37,50 C. Debit aliran medium seperti tersebut dalam
monograf dengan rentang ± 5%.

Uji disolusi untuk sediaan tablet atau kapsul dilakukan dengan


pengambilan sampel setelah 45 menit, atau waktu yang disebutkan pada
monograf. Setiap pengambilan sampel uji, diganti dengan penambahan
sejumlah volumeyang sama dengan medium baru. Pengujian dilakukan
sebanyak lima kali atau enam kali apabila pengujian menggunakan dua atau
lebih tablet atau kapsul. Jumlah / konsentrasi bahan aktif yang larut tidak
boleh kurang dari 70% yang tersebut dalam kadar di monograf.

Gambar 19

Selain sediaan tablet dan kapsul BP 2001 juga menyebutkan tata cara
pengujian disolusi dari sediaan transdermal patches. Alat yang digunakan serupa
dengan alat untuk uji tablet atau kapsul metode II (paddle apparatus), yang
dilengkapi dengan:
a) Perangkap cakram dari stailess steel (SSDA – Stainless Steel Disc
Assembly) pada Disc Assembly Method, dan
b) Sel ekstraksi (extraction cell) pada aplikasi dengan cell method

Secara skematis alat dengan disc assembly method digambarkan


dalam gambar 20 dan gambar 21 berikut :
Gambar 21
Perangkat cakram stainless steel (SSDA)
Sedangkan alat dengan cell method digambarkan dalam gambar 22
dan 23 berikut:

Gambar 22
Alat engaduk dayung (paddle apparatus) dengan extraction cell

Gambar 23
Sel ekstraksi (extraction cell)

Selain kedua macam alat tersebut, uji disolusi dapat pula dengan
menggunakan alat model rolating cylinder method. Alatnya sama dengan
system paddle apparatus hanya pengaduk diganti dengan stainless stell
cylinder stirring selement, seperti terlihat skemanya dalam gambar 37
berikut:
Gambar 24
Perangkat pengaduk silinder
V. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP DISOLUSI ZAT
AKTIF

Uji disolusi dilakukan dengan mengamati sejumlah zat aktif/obat cepat yang
terlarut dalam suatu medium sebagai fungsi waktu.cepat tidaknya obat larut
kedalam medium dipengaruhi oleh banyak faktor seperti :
A. Sifat fisika kimia obat
1. Fator yang berhubungan dengan kelarutan, seperti polimorfi bentuk
hidrat, solvat, bentuk asam bebas, basa bebas atau garamnya senyawa
komplek, dispersi padat, campuran eutektikum, ukuran partikel dan
adanya surfaktan.
2. Faktor yang berhubungan dengan luas kontak muka.
B. Macam alat yang digunakan
C. Kondisi percobaan seperti: intensitas pengadukan, macam dan komposisi
medium, temperatur percobaan, bentuk dan volume labu yang digunakan.
D. Formulasi dan metode fabrikasi, seperti macam dan jenis bahan tambahan
yang digunakan dalam formula, metode pembuatan, tekanan kompresi.
E. Faktor lain, seperti bentuk sediaan kondisi penyimpanan dan vibrasi.
V.A. faktor yang berhubungan dengan sifat fisika kimia obat
Setiap bahan obat (zat aktif) mempunyai sifat fisika kimia yang berbeda satu
dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena masing-masing zat aktif mempunyai
struktur kimia yang berbeda, disamping jjuga mempunyai karakter fisik yang
berbeda seperti kelarutan dalam air dan bentuk kristal atau ukuran dan distribusi
partikel yang bervariasi antara satu zat dengan zat lain. Dampaknya adalah
berpengaruh pada kecepatan disolusinya dalam medium.
V.A.1 Kelarutan
Berdasarkan persamaan Noyes dan Whitney, kecepatan disolusi sangat
ditentukan oleh kelarutan zat aktif dalam medium. Semakin besar kelarutannya
dalam medium, maka semakin banyak jumlah zat aktif yang dapat terlarut
didalamnya. Banyak upaya peneliti yang mencoba untuk menaikkan disolusi zat
aktif dengan menaikkan kelarutannya dalam medium, dengan membuat dispersi
padat, menambah surfaktan dalam formula atau dengan cara lain. Besarnya
kelarutan zat aktif dalam medium sangat bergantung pada banyak faktor seperti
polimorfi, hidrat atau solvat, bentuk asam bebas, basa bebas atau garamnya dispersi
padat dan yang lain.
a. Polimorfi
Dua zat dikatakan polimorfi apabila mempunyai perbedaan susunan inti
kristal, sedangkan fase cair dan fase gasnya identik. Dalam bentuk kristal
tunggal (singel entity), dikatakan polimorfi apabila pada saat pengkristalan
kembali terjadi paling sedikit dua macam susunan inti kristal yang berbeda.
Ada dua macam bentuk folimorfi yaitu bentu stabilndan metastabil. Dalam
bentuk metastabil, kelarutan zat padat bertambah besar. Akibatnya akan
menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi selama proses disolusi, dan
kemudian turun pada tingkat kelarutan normal bentuk stabil.
Pristiwa polimorfi banyak dijumpai dalam kimia organik dan dikenal orang
sejak tahun 1815. Suatu zat menunjukkan peristiwa polimorfi apabila zat
tersebut dapat dikristalkan kembali dalam beberapa sistem kristal yang berbeda
– beda karena pengaruh temperatur, tekanan, dan kondisi penyimpanan.
Akibatnya terjadi perbedaan sifat fisika-kimianya seperti titik lebur, kelarutan,
sifat optik dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai