Pendahuluan
1
klinik yang menyediakan perawatan antenatal. Keadaan ini, penting, sehingga
pelayanan kesehatan yang profesional dapat menyadari potensi komplikasi yang
terkait dengan kondisi ini.
CKD akhir-akhir ini didefinisikan kembali sesuai dengan perkiraan laju
filtrasi glomerular (eGFR) yang sesuai dengan pedoman Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative (K/DOQI). CKD dikatakan terjadi ketika eGFR
kurang dari 60 ml/mnt/1.73m2, atau kombinasi dari eGFR dan struktur ginjal
abnormal dan/atau terdapat proteinuria ketika eGFR lebih dari 60 ml/mnt/1.73m 2.
eGFR mengkompensasi sampai batas tertentu dari kekurangan kreatinin serum
sebagai penanda fungsi ginjal, yaitu keragamannya berdasarkan usia, jenis
kelamin, etnis, diet dan massa otot dan ketidakmampuan untuk mendeteksi
kerusakan ginjal sampai sebanyak 70% fungsi ginjal yang hilang. Menurut
epidemiologi data dari Amerika Serikat, 3% dari perempuan usia 20-39 mengidap
CKD stadium 1 atau 2. Kecil kemungkinan bahwa tingkat kerusakan ginjal
mempengaruhi kesuburan, sehingga secara teori sebanyak 1 dalam 30 kehamilan
dapat terjadi komplikasi akibat CKD lebih rendah dibandingkan 39% wanita
dengan CKD stadium 1 atau 2 yang memiliki hipertensi terdeteksi atau
proteinuria, banyak perempuan dengan CKD awal tidak terdiagnosis. Sehingga,
ketika seorang perempuan dengan CKD menjadi hamil, dua aspek yang perlu
diperhatikan; bagaimana kehamilan mempengaruhi perkembangan penyakit ginjal
dan apakah efek penyakit ginjal tersebut terhadap hasil dari kehamilan.25,26
2
Bab 2
Tinjauan Pustaka
3
meliputi 90% perempuan sampai aterm, dan menetap antara 4-6 minggu sampai 3-
4 bulan paska persalinan1-8.
Pelebaran yang tidak simetris ini mungkin disebabkan oleh perubahan
uterus yang membesar dan mengalami dekstrorotasi, relaksasi otot polos akibat
peningkatan kadar progesteron (hidroureter dan hidronefrosis fisiologis), atau
karena terjadinya penekanan fisiologis karena pembesaran vena ovarium kanan
yang terletak di atas ureter, sedangkan pada yang sebelah kiri tidak terdapat
adanya sigmoid sebagai bantalan. Ureter juga akan mengalami pemanjangan,
melekuk, dan kadang berpindah letak ke lateral, dan akan kembali normal 8-12
minggu setelah melahirkan. Semua hal di atas dapat dilihat dengan pemeriksaan
pielografi intravena1-5.
Selain itu juga dapat terjadi hiperplasia dan hipertrofi otot dinding ureter
dan kaliks dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh
kehamilan. Dilatasi ureter ini memungkinkan timbulnya refluks urin dari kandung
kemih ke dalam ureter. Akibat pembesaran uterus, hiperemi organ-organ pelvis,
dan pengaruh hormonal terjadi perubahan pada kandung kemih yang dimulai pada
kehamilan usia 4 bulan. Kandung kemih akan berpindah lebih anterior dan
superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan melebar.
Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen.
Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter, kemungkinan karena efek
relaksasi dari hormon progesteron1-5.
4
fluktuasi hormonal. Hormon maternal dapat mempengaruhi hemodinamika pda
kehamilan. Rata –rata tekanan darah menurun pada fase midluteal dibandingkan
midfolikular berhubufngan dengan penurunan resistensi vaskular dan peningkatan
curah jantung. Perubahan fisiologis penting yang timbul pada ginjal selama
kehamilan, antara lain:
Peningkatan tingkat filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR)
Peningkatan aliran plasma renal (Renal Plasma Flow/RPF)
Perubahan reabsorpsi glukosa, sodium, asam amino, dan asam urat tubular.
5
menetap sampai usia kehamilan 36 minggu, lalu terjadi penurunan 15-20% pada
minggu kedua postpartum dan kembali normal setelah 1 bulan post partum.1,6
Selama kehamilan, GFR meningkat selitar 50% dibandingkan sebelum
kehamilan terjadi. Mekanisme yang mendasari peningkatan ini sebenarnya belum
dapat dipahami dengan sempurna. Rumusan berikut akan memprelihatkan
komponen –komponsen yang mempengaruhi ekspresi GFR pada kehamilan.
6
Gambar 2.2. Kenaikan dalam GFR, RPF, dan fraksi filtrasi (FF) yang diukur
dengan inulin atau iothalamate dan metodologi pembersihan p-
aminohippurate, masing-masing.6
7
reseptor ETB endotel. Stimulasi reseptor ETB endotel menyebabkan produksi NO
dan aktif guanylate cyclase yang larut dalam otot, mengarah ke akumulasi cGMP
dan vasodilatasi. Vasodilasi arteri ginjal kecil mengurangi reaktivitas miogenik
dan resistensi pembuluh darah ginjal (RVR) dan meningkatkan aliran darah ginjal
(RBF) dan GFR. Relaxin juga langsung bertindak pada reseptor RXFP1 endotel
untuk meningkatkan fosforilasi Akt-eNOS PI3 kinase-dependent, menghasilkan
produksi Selain vasodilatasi, terapi relaxin menyebabkan remodeling pembuluh
darah di arteri ginjal kecil. Perawatan rileks meningkatkan faktor angiogenik
seperti VEGF dan PlGF, dan mengurangi kolagen konten, menyebabkan
remodeling vaskular dan meningkatkan kepatuhan arteri. SVR, resistensi
pembuluh darah sistemik.8
Progesteron dapat menyebabkan peningkatan RPF dan GFR, namun studi
belum mampu menunjukkan seberapa besar efek peningkatan yang ditunjuukan
dalam kehamilan. Relaxin merupakan hormon vasodilator yang dihasilkan oleh
korpus luteum, desidua, dan plasenta. Hal ini berkontribusi pada perubahan
fisiologi kehamilan pada tikus percobaan melalui aktivitas upregulasi vaskular
yang bekerja melalui mekanisme endothelial endotheline B receptor-nitric oxide
pathway. Studi oleh Ogueg, dkk menunjukkan bahwa relaxin akan menurun
jumlahnya setelah postpartum.1-7
Pada kehamilan, mekanisme RAAS mengalami upregulasi, renin
dilepaskan dari sumber ekstrarenal, khusunya dari ovarium dan desidua. Plasenta
menghasilkanesterogen yang meningkatkan sintesis angiotensin oleh hepar,
menyebabkan peningkaran angiotensin II (ANG II). Naun disamping itu, tekanan
sistolik diketahu menurun pada kehamilan dikarenakan beberapa faktor.
Refraktorinisasi ANG II terjadi selama kehamilan dan hal inilah yang menjelaskan
proses vasodilatasi yang terjadi selama kehamilan. Ketidaksensitivitasan inilah
yang menjelaskan adanya substansi lain seperti progesteron dan vascular
endothelial growth factor (VEGF) yang dimediasi oleh prostasiklin dan atau
dengan keadaan monomer reseptor angiotensin 1 (AT1).
8
Gambar 2.3 Efek relaxin pada peningkatan produksi nitrit oxida yang
menyebabkan vasodilatasi pembuluh renal
9
mengapa ekskresi glukosa asam amino, dan vitamin larut air, akan meningkat
selama kehamilan. Kehamilan dengan lesi penyakit ginjal mendasar dan
borderline atau proteinuria minimal mungkin mengalami peningkatan ekskresi
protein, dan sebaliknya tidak disalahartikan sebagai eksaserbasi penyakit
ginjal1,2,3.
Glukosa secara bebas difiltasi oleh glomerulus dan direabsorpsi sempurna
pada tubulus proksima dengan jumlah reabsrobsi terendah terjadi pada tubulus
kolektivus. Glukosuria menginfikasikan adanya filtrasi berlebih dari glukosa.
Pada kehamilan, proses reabsorpsi glukosa berkurang dan akan enyebabkan
normoglikemia atau glukosuria fisiologis. Pada sebuah studi terhadap 29 wanita
hamil, pemberian glukosa intravena dengan perhitungan ekskresi glukosa dan
inulin clearance menunjukkan adanya glukosuria, yang menandakan bahwa terjadi
penurunan reabsorpsi glukoasa selama kehamilan.1-9
Pada kehamilan normal, terjadi peningkatan ekskresi protein urin total dan
albumin khususnya setelah usia gestasi 20 minggu. Peningkatan proteinuria ini
sering dihubungkan dengan peningkatan GFR meskipun puncak terendahnya tidak
berhubungan denagn punvak teringgi peningkatan GFR. Proteinuria abnormal
pada wanita hamil didefinisikan sebagai adanya proteinuria denagn nilai 300
mg/24 jam atau lebih, yang nilainya dua kali lipat dari batas normal pada wanita
tidak hamil. Adanya faktor antinagiogenik yang beredar pada sirkulasi yang secara
tidak normal mengalami peningkatan pada preklampsia, yang pada akhirnya
mampu menjelaskan adanya proteinuria yang patologis pada kehamilan.1-9
Mungkin ada penurunan pada reabsorbsi tubular terhadap glukosa, di
mana bila dikombinasikan dengan peningkatan bermakna dari beban filtrasinya,
dapat menjelaskan mengapa banyak perempuan dengan metabolisme karbohidrat
normal dapat bermanifestasi glukosuria selama kehamilan4,10.
Sebagai akibat peningkatan GFR juga, konsentrasi asam urat serum
menurun selama kehamilan trimester kedua, tetapi akan kembali normal seperti
keadaan tidak hamil (4-60 mg/dl) pada trimester ketiga. Beberapa peneliti
meyakini bahwa preeklamsia secara selektif mempengaruhi reabsorbsi tubulus
dan menyebabkan peningkatan asam urat1-5,9,10.
10
2.3. Chronic Kidney Disease
2.3.1. Definisi
Definisi CKD menurut NKF-K/DOQI adalah kerusakan ginjal yang
berlangsung selama ≥ 3 bulan. Yang dimaksud terdapat kerusakan ginjal adalah
bila dijumpai kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan
GFR, dengan salah satu manifestasi: Kelainan patologi atau petanda kerusakan
ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau urin, atau kelainan radiologi.
Selain itu kerusakan ginjal juga ditandai dengan penurunan GFR < 60ml/mnt/1.73
m2 ≥ 3 bulan.11-17
11
Tabel 2.1. Epidemiologi CKD dan penyebab CKD di beberapa negara
berkembang
Tabel 2.2. Penyebab CKD yang diteliti pada pasien pasien dengan terapi
pengganti ginjal
12
Mengidentifikasi faktor risiko merupakanhal yang sangat penting dalam
penentuan peningkatan risiko CKD dan penentuan tatalaksana serta prognosis.
Faktor – faktor risiko yang berhubungan dengan PGJ dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu faktor yang menginisiasi dan faktor yang memperberat progresivitas
CKD . Adapun faktor-faktor tersebut dalapat dilihat pada tabel dibawah ini.
13
Tabel 2.3. Faktor inisiasi dan faktor pemberat pada CKD
2.3.3. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
14
Gambar 2.4 :Proses patofisiologi CKD
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
pening katan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dari
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotansin-aldosteron,
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β
(TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas CKD adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terhadap variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial15-17.
15
2.3.4. Klasifikasi CKD
Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Untuk menilai laju filtrasi glomerulus
dapat digunakan dalam berbagai cara, antara lain: Dengan menghitung renal
clearance, pemeriksaan konsentrasi ureum plasma, kreatinin plasama dan
bersihan kreatinin, GFR menurut Modification of Diet in Renal Disease (MDRD),
metode Kockcroft-Gault dan menggunakan model sistein C serum15.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar GFR, yang
dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
140 - umur x berat badan
GFR (ml/mnt/1,73m2) *)
72 x kreatin plasma (mg/dl)
16
2.4. Pengaruh CKD Terhadap Kehamilan
Perempuan dengan CKD untuk memikirkan kehamilan, tidak hanya harus
menyadari potensi komplikasi kehamilan bagi janin, tetapi juga implikasi untuk
kemunduran fungsi ginjal mereka. Selama lima dekade terakhir, beberapa
penelitian retrospektif telah dilakukan untuk menilai masalah ini dilakukan oleh
Profesor John Davidson. Sebuah penggabungan data dari 908 kehamilan pada 676
wanita ditunjukkan pada Tabel 2.5 dan 2.6 Dalam pandangan eGFR yang valid
dalam kehamilan, klasifikasi yang sesuai dengan kreatinin serum digunakan untuk
mengkategorikan tingkat kerusakan ginjal.18,19
Tabel 2.6 Perbandingan outcome janin pada ibu dengan gangguan ginjal
dengan parameter serum kreatinin
17
2.4.1. Tingkat Kerusakan ginjal
2.4.1.1. CKD dengan GFR ringan ( Scr <1,4 mg/dl atau GFR 60-89 mL
/mnt/1.73m2 )
Memburuknya hipertensi dan proteinuria, dan perkembangan
preeklampsia terjadi pada sebanyak sepertiga wanita hamil dengan CKD ringan.
Prematuritas, berat lahir rendah, dan kematian janin sedikit lebih tinggi pada
wanita dengan CKD ringan dibandingkan yang wanita normal. Data baru dari
penelitian Jungers et al. menunjukkan hasil janin yang baik dalam 98% dari
kehamilan, sementara 65% dari kehamilan tidak mengakibatkan komplikasi janin,
seperti preeklampsia, pertumbuhan intrauterine terhambat (IUGR), atau kelahiran
prematur.
18
dalam penelitian memiliki kerusakan fungsi ginjal lainnya. Sehingga, secara
umum, wanita dengan gangguan fungsi ginjal yang masih baik harus
diinformasikan untuk mengontrol hipertensi dan proteinurianya sebelum
kehamilan. tidak memiliki data prakonsepsi dan pergeseran ke atas dicatat
menjelang akhir kehamilan mungkin hanya mencerminkan kembali ke kreatinin
awal kehamilan.18-24
2.4.1.2. CKD dengan GFR sedang (Scr 1,4-1,9 mg/dl atau GFR 30-59
ml/mnt/1.73m2)
Tingkat komplikasi jelas lebih tinggi pada ibu hamil dengan CKD sedang
dibandingkan pada mereka dengan CKD ringan33. Tingkat kelahiran prematur
lebih tinggi (50-55%) dibandingkan dengan tingkat rata-rata 10% di antara
perempuan hamil di negara-negara maju, serta, kematian janin juga lebih tinggi
(sampai 6%) dan 34-37% dari bayi yang kecil untuk usia kehamilan
2.4.1.3. CKD dengan GFR berat (Scr >1,9 mg/dl atau GFR 15-29
ml/mnt/1.73m2)
Komplikasi yang lebih tinggi pada wanita dengan penyakit ginjal yang
berat pada saat pembuahan. Pengamatan yang konsisten adalah bahwa CKD berat
dikaitkan dengan proteinuria berat dan dikombinasikan dengan edema berat
mungkin mencerminkan plasenta edema dan menghasilkan lebih (73%) kelahiran
prematur dan (57%) berat lahir lebih rendah. Hasil konsepsi tersebut masuk
angka kelahiran hidup 64% tetapi kelangsungan hidup neonatal adalah
mengesankan pada angka 100%24.
Dalam studi Cunningham et al., 82% wanita yang mempunyai CKD berat
mengalami hipertensi kronis dan 64% mengembangkan pre-eklamsia25.
19
2.4.2. Hipertensi
Kehamilan adalah suatu keadaan vasodilatasi sistemik pada perempuan yang
sehat, tetapi perempuan dengan hipertensi kronis dan/atau sudah ada CKD hal ini
mungkin memburuk, atau muncul dari awal yang memerlukan beberapa obat
antihipertensi. Hipertensi sendiri terkait dengan hasil kehamilan yang lebih buruk
pada wanita dengan CKD. Perlu diketahui bahwa dengan tidak adanya hipertensi,
tanpa memandang fungsi ginjal, memprediksikan hasil yang baik. Perbedaan
antara hipertensi progresif dan proteinuria dan perkembangan dari pre-eklampsia
dapat menjadi penyulit terhadap CKD, dan mungkin perlu dimasukkan kriteria
untuk observasi. Scanning pertumbuhan serial sering dilakukan pada wanita
dengan gangguan ginjal sedang / berat, yang membantu memandu dokter untuk
membuat keputusan tentang persalinan. Namun, pasien perlu diberi tahu terlebih
dahulu bahwa tingkat ketidakpastian dapat terjadi bersama permasalahan klinis
yang kompleks ini.24,25
2.4.3. Proteinuria
Proteinuria meningkat pada kehamilan normal karena peningkatan GFR
dan perubahan dalam penanganan ginjal. Batas atas proteinuria normal sebanyak
dua kali lipat pada kehamilan sampai 300 mg/24 jam atau 30 mg/µmol kreatinin 37.
Sebanyak 30% perempuan dengan CKD tanpa proteinuria pra-kehamilan timbul
proteinuria selama hamil38, dan perempuan dengan proteinuria yang sudah ada
dapat terjadi peningkatan dramatis dalam hilangnya protein urin dapat mencapai
tingkat nefrotik dalam beberapa kasus36. Beberapa penulis melaporkan bahwa
didapatkannya proteinuria pada kehamilan dikaitkan dengan hasil yang buruk,
meskipun hal ini tidak dianggap sebagai kesepakatan.
20
Jika proteinuria mencapai kisaran nefrotik (>3 g/24 jam), dengan serum
albumin <30 g/dl, disarankan oleh para ahli yang bersepakat bahwa ibu harus
mulai diberikan thromboprophylaxis, karena secara teoritis hilangnya antitrombin
dalam urin dan terkait perubahan faktor koagulasi. Dosis low molecular weight
heparin harus diberikan sesuai dengan tingkat kerusakan ginjal.24,25
2.4.4. Infeksi
Selama kehamilan, infeksi saluran kemih (UTI) umum terjadi, karena
dilatasi dari saluran kemih dan berikutnya terjadinya stasis saluran kemih.
Perempuan dengan CKD mempunyai risiko lebih untuk terkena infeksi saluran
kemih.19,23
Tabel 2.8 Efek Hipertemsi dan Gangguan Ginjal pada Tingat Keberhasilan
Kehamilan
2.5.1. CKD dengan GFR ringan ( Scr <1,3 mg/dl atau GFR 60-89 mL
/mnt/1.73m2 )
Dalam penelitian Jungers et al. hasil dari 906 kehamilan pada 558 wanita
dengan histologi terbukti terdapat penyakit ginjal primer dan insufisiensi ginjal
ringan (60-89mL/mnt/1.73m2), fungsi ginjal menunjukkan kerusakan reversibel
21
pada 8% perempuan dan penurunan progresif hanya 3%17-19,21. Tindak lanjut
jangka panjang menunjukkan bahwa kehamilan tidak memiliki efek merusak pada
penyakit ginjal ibu ketika fungsi ginjal mendekati GFR normal >90mL/mnt/1.73
m2 atau Scr <1,3 mg/dl pada konsepsi16. Dalam analisis kasus-kontrol yang
disediakan oleh Jungers et al, kehamilan tidak muncul sebagai faktor risiko untuk
terjadi ESRD.18-19
2.5.2. CKD dengan GFR sedang (Scr 1,3-1,9 mg/dl atau GFR 30-59
ml/mnt/1.73m2)
Hipertensi dan proteinuria lebih umum dan sering memburuk selama
kehamilan34. Kira-kira, 25-38% wanita hamil dengan CKD sedang mengalami
peningkatan Serum kreatinin selama kehamilan. Penurunan fungsi ginjal dapat
bertahan dalam sepertiga dari wanita selama 6 bulan postpartum , dan 10% dari
total kohort dapat mencapai ESRD. Wanita dengan CKD penurunan GFR (59
sampai 60 ml/mnt/1.73m2 sesuai dengan Scr antara 1,4 dan 1,6-1,7 mg/dl) dapat
memiliki kehamilan yang baik tanpa risiko besar mengenai perkembangan
penyakit ginjal mereka. Wanita dengan fungsional ginjal yang lebih parah,
penurunan nilai (GFR <40 ml/mnt/1.73m2) dan proteinuria melebihi 1 g/hari
memiliki hasil yang lebih buruk, kombinasi keduanya mengakibatkan hasil yang
lebih buruk daripada satu faktor.18,19
2.5.3. CKD dengan GFR berat (Scr >1,9 mg/dl atau GFR 15-29
ml/mnt/1.73m2)
Penurunan yang signifikan fungsi ginjal ibu dapat terjadi di lebih dari 25%
dari wanita dalam hal ini. Risiko percepatan progresif untuk menjadi ESRD
paling tinggi jika Serum kreatinin lebih besar dari 1,9 mg/dl pada awal dari
kehamilan tersebut.18,19
22
2.6. Manajemen Dan Tata Laksana
23
Hasil kehamilan juga terkait dengan derajat hipertensi, efektivitas terapi
antihipertensi, dan ada tidaknya pre-eklampsia. Hal ini penting untuk konseling
ibu hamil tentang peningkatan risiko dengan hasil yang merugikan dan untuk
mengkontrol tekanan darah dan untuk menjelaskan kepada mereka bahwa obat
antihipertensi kelompok inhibitor angiotensin-converting enzyme (yaitu, ACE
inhibitor) dan angiotensin receptor blocker (ARB) merupakan kontraindikasi
selama kehamilan karena obat ini memiliki potensi untuk menyebabkan efek
teratogenik (hypocalvaria) dan kerusakan ginjal janin (gagal ginjal, oliguria, dan
kematian)43. ACE inhibitor dan ARB harus dihentikan sebelum hamil atau
sesegera mungkin dihentikan dalam trimester pertama kehamilan setelah
didiagnosis. Beberapa wanita dengan hipertensi berat dan CKD di mana
penghentian obat mungkin tidak secara klinis diperlukan. Hal ini juga penting
untuk mengontrol tekanan darah pada wanita-wanita dan menilai fungsi ginjal.
Salah satu alasan untuk meresepkan obat antihipertensi pada ibu hamil dengan
hipertensi kronis adalah adanya penyakit ginjal yang mendasari, dan guna obat ini
untuk menjaga tekanan darah diastolik pada 90 mmHg atau lebih rendah.24-26
Tabel 2.9 Kategori wanita hamil yeng perlu mendapat konseling sebelum
kehamilan
2.6.2. Manajemen
Selama Kehamilan
24
Ante Natal Care (ANC) dan perawatan intrapartum untuk kehamilan
berisiko rendah didasarkan pada pedoman saat ini. Frekuensi kunjungan kontrol
untuk pasien CKD secara individual (dapat mingguan atau bulanan). Nephrologis
mengontrol pasien CKD yang dirawat di rumah sakit setidaknya seminggu sekali.
25
kunjungan kontrol dan buku catatan harian tekanan darah pasien, untuk menilai
nocturnal dipping, dan selama rawat inap pada pasien hipertensi.
26
Gambar 2.6 Penatalaksanaan antenatal pada wanita hamil dengan
CKD26
27
terkontrol, peningkatan proteinuria dengan cepat dengan sindrom nefrotik, atau
peningkatan serum kreatinin yang meninggi dengan cepat atau kombinasi
keduanya. Untuk kondisi janin, termasuk memburuknya catatan denyut jantung
janin pada usia kehamilan berapa pun, hilangnya end diastolic flow velocities pada
pemeriksaan Doppler dari arteri umbilikalis pada atau setelah 32 minggu usia
kehamilan, dan tidak ada pertumbuhan janin lebih dari 2 minggu pada usia
kehamilan tersebut. Dalam kasus ini, kortikosteroid (betamethasone) untuk
induksi pematangan paru rutin diberikan dengan dosis standar. Operasi caesar
dilakukan untuk indikasi janin sebelum atau selama persalinan atau dalam kasus
kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan induksi atau kurangnya
respon terhadap induksi. Indikasi utama bayi untuk masuk ke unit perawatan
intensif neonatal (NICU) adalah berat lahir 1500 gram, usia kehamilan 34
minggu, Apgar skor dibawah 7 pada 5 menit pertama, dan kebutuhan untuk
intubasi.
Anemia yang terjadi pada wanita hamil dengan CKD disebabkan oleh
penurunan produksi erythropoietin dan adanya pemendekan umur eritrosit.
Anemia ini dapat dikelola dengan terapi besi oral, erythropoietin rekombinan, besi
intravena, atau transfusi darah. Erythropoietin rekombinan diberikan ketika
hematokrit turun di bawah 19%. Namun erythropoietin dapat menyebabkan atau
memperburuk hipertensi yang sudah ada, sehingga harus hati-hati dalam
penggunaannya.
Indikasi untuk biopsi ginjal selama kehamilan adalah kontroversial. Kini
tidak ada data ilmiah yang menjadi dasar rekomendasi klinis tertentu mengenai
biopsi ginjal selama kehamilan. Selain itu, para dokter spesialis lebih memilih
untuk menunda prosedur tersebut pada periode postpartum karena komplikasi
yang terkait, yang meliputi gross hematuria, hematoma perirenal, dan nyeri flank
berat.
28
2.6.3. Dialisis dalam kehamilan
Tabel 2.11 Tatalaksana pada Kehamilan dengan End Stage Renal Disease
Indikasi untuk dialisis segera selama kehamilan hampir sama dengan pada
individu yang tidak hamil. Indikasi itu termasuk asidosis metabolik refrakter
berat, retensi toksin/racun, ketidakseimbangan elektrolit, terutama hiperkalemia
refrakter yang berat, dan volume cairan berlebihan yang dapat menyebabkan
gagal jantung kongestif atau edema paru yang tidak responsif terhadap diuretik.
29
Dialisis dapat dimulai pada awal kehamilan ketika tingkat serum urea nitrogen
mencapai 60-80 mg/dL atau lebih besar atau serum kreatinin melebihi 5-7 mg/dL
karena peningkatan risiko kematian janin.27,28
Kesejahteraan janin dapat ditingkatkan bersama sesi hemodialisis yang
lebih sering, umumnya 4-6 sesi atau 20 jam per minggu untuk menjaga BUN di
bawah 50 mg/dl52,53. Tujuannya adalah untuk menghindari gangguan hidramnion,
mengontrol hipertensi dan meningkatkan gizi ibu. Asidosis metabolik dan
hipokalsemia sebaiknya dikoreksi dan hipotensi selama dialisis dihindari. Dosis
heparin digunakan seminimal mungkin. Heparin tidak melewati plasenta dan tidak
teratogenik. Peritoneal Dialisis sering dapat digunakan terus menerus dengan hasil
yang baik.27,28,29
Penurunan hemoglobin terjadi pada pasien hamil pada yang dialisis dan
peningkatan (50-100 persen) dari erythropoietin mungkin diperlukan dan telah
digunakan dengan aman pada pasien hamil pada dialisis. Besi dan feritin serum
berkurang pada kehamilan; besi intravena mungkin dibutuhkan dan dapat
digunakan dengan aman pada kehamilan.27,28,29
30
terjadi aa 75% wanita, dimana dilaporkan bahwa 62% dari wanita hipertensi
tersebut disebabkan oleh gangguan ginjal berat.30
Hemodialisa intensif pada wanita hamil dapat meningkatkan fungsi endotel,
yang akan meningkatkan kesehatan plasenta. Namun meskipun begitu, rata – rata
kejadian preklampsia tinggi pada wanita -wanita dengan CKD stage 5. Dengan
memahami perburukan hipertensi yang terjadi pada populasi pasien – pasien ini,
maka penting juga membedakan antara adanya overload volume dengan
superimosed preeclampsia untuk mencegah terjadinya outcome yang tidak
diharpakan pada ibu dan janin. Anuria pada pasien dengan ESRD mempersulit
diagnosa preeklampsia, dimana proteinuria dan gangguan fungsi ginjal digunakan
sebagai dasar diagnosis. Pemantauan hasil pemeriksaan laboratorium digunakan
unruk memeriksa terjadinya sindroma HELLP. Diagnosis yang jelas harus segera
ditegakkan sebelum terjadinya peningkatan ultrafiltrasi dan induksi kehamilan.
30,31
31
komplikasi maternal dan fetal. Rencana induksi dilakukan jika klinisi meyakinkan
pasien untuk didialisir dengan baik dan menghentikan pemakaian antikoagulan
pada persiapan kelahiran. Persalinan pervaginam lebih disarankan, dan persalinan
dengan seksio direkomendasikan hanya jika dijumpai kondisi klinis yang jelas.
Perencanaan dan evaluasi lanjutan dengan anastesiologi dan neonatal
direkomendasikan pada populasi pasien tertentu.32
32
Bab 3
Kesimpulan
33
Pemberian suplemen, penilaian dan kontrol hasil laboratorium serta pengawasan
terhadap janin harus dilakukan dengan ketat untuk mendapatkan prognosis yang
baik.
34