PENDAHULUAN
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal diantaranya adanya
bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, ataupun
akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan
tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut efusi pleura. Efusi
pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan yang baik. Pasien
dengan efusi pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih
kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar merupakan akibat dari
penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga pleura, maka pemulihannya
menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih banyak penderita dengan efusi pleura yang telah
di tatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita
keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat
disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi
pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika tidak
ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan semakin
memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan yang sangat
penting, gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan
pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir
pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan yang tepat oleh
petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Untuk
itu maka perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan penatalaksanaannya serta
asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam makalah ini akan dibahas
bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.
1.2.2 Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura?
1.3 Tujuan
Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura
1. Mengidentifikasi konsep efusi pleura meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis dan
patofisiologi
2. Mengidentifikasi proses keperawatan pada efusi pleura meliputi pengkajian, analisa data
dan diagnosa, intervensi dan evaluasi
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan
efusi pleura sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah respirasi.
1.4.2 Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal
dalam persiapan praktik di rumah sakit
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang
terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih,
yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C
Diane, 2000).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan
visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan
(5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price
C Sylvia, 1995)
2.2 Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan primer pada pleura
hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer intrapleura dan tumor primer pleura.
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi :
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:
1. Transudat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik sindrom, obstruksi vena
cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal, dan atelektasis akut.
1. Eksudat
1. Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses)
2. Neoplasma (Ca. paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar :
2.3 Patofisiologi
Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat) sedangkan
yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi dalam
hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis
sekunder (efek samping dari) peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi pleura
dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang awalnya
normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika
jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler
sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi
bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis karena
hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan abnormal
cairan pleura.
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit dasar. Pneumonia akan
menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat
mengakibatkan dipsnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura
yang luas akan menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan
bunyi napas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak saat diperkusi.
Egofoni akan terdengar di atas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat
terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terjadi efusi pleural kecil sampai
sedang, dipsnea mungkin saja tidak terdapat. Berikut tanda dan gejala:
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah
(raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis
Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound, pemeriksaan fisik, dan
torakosentesis. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan Gram, basil tahan
asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH. Biopsi
pleura mungkin juga dilakukan.
2.5 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan
kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dipsnea. Pengobatan spesifik
ditujukan pada penyebab dasar (misal gagal jantung kongestif, pneumonia, seosis)
Torakosintesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan
analisis, dan untuk menghilangkan dipsnea. Namun bila penyebab dasar adalah malignansi, efusi
dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu. Torasentesis berulang menyebabkan
nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumotoraks. Dalam keadaan ini pasien
mungkin diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system
drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan paru.
Agens yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin, dimasukkan ke dalam ruang pleura
untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut. Setelah agens
dimasukkan, selang dada diklem dan pasien dibantu untuk mengambil berbagai posisi untuk
memastikan penyebaran agens secara merata dan untuk memaksimalkan kontak agens dengan
permukaan pleural. Selang dilepaskan klemnya sesuai yang diresepkan, dan drainase dada
biasanya diteruskan beberapa hari lebih lama untuk mencegah reakumulasi cairan dan untuk
meningkatkan pembentukan adhesi antara pleural viseralis dan parietalis.
Modalitas penyakit lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
pleurektomi, dan terapi diuretic. Jika cairan pleura merupakan eksudat, posedur diagnostic yang
lebih jauh dilakukan untuk menetukan penyebabnya. Pengobatan untuk penyebab primer
kemudian dilakukan.
1. Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva,
dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya
horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal
dari luar atau dari dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan
cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto
dada dengan posisi lateral dekubitus.
1. CT – SCAN
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor paru juga sekaligus
digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :
1.
1. menentukan adanya tumor dan ukurannya
2. mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum dan
pembuluh darah besar
3. mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun tindakan trans
thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan, mendeteksi kekambuhan dan CT
planing radiasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
FORMAT PENGKAJIAN
IDENTITAS
Nama : Tn. B
Agama : Khatolik
Pasien rujukan dari IRD RKZ dengan mula-mula sesak pada bulan Juli 2010. Sesak
hilang timbul, di sertai nyeri dada terutama saat beraktifitas dan terkadang juga pada malam hari
sesak timbul kembali, ketika pasien sesak, pasien mencoba tidur dengan posisi duduk. Sebelum
sesak pasien mengeluh batuk selama kurang lebih selama satu bulan. Batuk tanpa disertai dahak,
dan mengkonsumsi obat batuk namun tidak sembuh. Karena sesak bertambah hebat, pasien ke
UGD RKZ dan setelah di sana kurang lebih 1,5 jam pasien dirujuk ke poli paru RS. Dr Soetomo
karena keadaan ekonomi.
Agustus 2010 pasien operasi hernia di RKZ (preoperasi melakukan rongent dan di
katakana ada sesuatu di paru-paru). Post operasi disuruh untuk control lagi bulan Oktober
(pasien melakukan foto dada dan CT-scan). Sebelumnya tidak ada batuk darah, keringat dingin,
DM, HT, asma, alergi.
Riwayat penyakit keturunan: keluarga mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami
sakit seperti pasien. Keluarga mengatakan tidak ada riwayat keganasan, batuk lama, batuk
berdarah, keringat dingin, DM, HT, asma, alergi.
Pasien tidak mengkonsumsi alcohol, tetapi pasien adalah perokok berat dimana dapat
mengkonsumsi satu bungkus dalam sehari dan hal itu sudah dilakukan lebih dari 10 tahun.
Dalam sehari pasien mampu manghabiskan rokok 1 bungkus bahkan lebih. Pekerjaan pasien
sebagai ekspedisi di perak yang selalu keluar pada malam hari. Saat pengkajian pasien mengaku
tidak mengerti bahwa pola hidupnya dapat mengakibatkan kanker paru, hal tersebut merupakan
kurangnya sumber informasi bagi pasien.
Tanda-tanda vital:
Pasien tidak mengalami nyeri dada, irama jantung regular. Pasien tidak terpasang CVC sehingga
CVP tidak terkaji. CRT normal kurang dari tiga detik, dan akral merah, hangat dan kering.
Pasien tidak merasa pusing, tidak terdapat gangguan pendengaran, dan tidak mengalami
gangguan penciuman. Istirahat pasien 8 jam/ hari. Dan pasien mengaku tidak mengalami
gangguan tidur. Namun setelah bangun tidur sering sesak nafas.
Menurut pasien, alat genetalia nya dalam kondisi bersih, dan tidak mengalami keluhan kencing.
Volume urin pasien normal, dan tidak terpasang kateter.
Mulut pasien tampak bersih, lembab dan tidak ada stomatitis, tidak bau mulut, gigi sempurna
(tidak terdapat karies gigi), lidah merah, kelainan tidak ada, pasien tidak mengalami gangguan
menelan. Tidak terdapat luka operasi, peristaltic 9x/ menit dengan suara peristaltic terdengar
lemah, BAB 1x sehari terakhir pada tanggal 22-10-2010 dengan konsistensi lunak warna
kecoklatan, dan bau khas, nafsu makan menurun.
Pergerakan sendi pasien bebas, tidak mengalami fraktur. Tidak mengalami kelainan tulang
belakang, tidak menggunakan traksi gips spalk, permukaaan kulit terlihat mengkilat, dan tekstur
halus. Rambut putih hitam bersih, tidak terdapat dekubitus. Pasien mengalami intoleransi
aktifitas dikarenakan jika terlalu banyak bergerak, akan timbul sesak napas.
1. Sistem Endokrin
Leher pasien tidak terlihat membesar, saat pemeriksaan Pasien tidak mengalami pembesaran
kelenjar tiroid dan tidak mengalami pembesaran kelenjar betah bening, Hiperglikemia (-),
hipoglikemia (-).
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Pasien tidak mengalami gangguan pada psikososial. Pasien dapat berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya dan dapat kooperatif dengan tenaga medis.
Klien mengatakan mandi sehari 2x dan keramas 1-2 kali seminggu. Kuku terlihat bersih dan
pendek, memakai arloji di tangan sebelah kanan pasien untuk melihat waktu kapan dia harus
menjalani pengobatan, membersihkan diri, jam istirahat, dan makan. Semua nya terlihat bersih
dan rapi, pakaian ganti sehari 2x, menggosok gigi 2x sehari, tidak lupa untuk membersihkan
telinga serta lubang hidung setiap hari.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorax
Hasil torakosintesis pada tanggal 20-10-2010 sebesar 500cc
1. 2. CT – SCAN
ANALISIS DATA
Secret/mucus tertahan di
saluran napas
Ronkhi (+)
– Denyut nadi = 96 ↓
x/menit
Ekspansi paru menurun
– Pasien bernapas
tersengal-sengal cepat, ↓
pendek
RR meningkat
–ICS melebar dekstra
↓
–retraksi (-) otot bantu
nafas (-) Pola napas tidak efektif
–fremitus raba ↓
–perkusi redup (D)
RR meningkat
Nyeri
Intoleransi aktifitas
4. S : Pasien mengeluh nyeri Efusi Pleura Nyeri
pada bagian dada (D).
↓
P : perpindahan posisi
Cairan menekan dinding
Q : nyeri sedang pleura
R : dada (D) ↓
Tuj : 3X 24 jam
pola nafas pasien
efektif
1. Mengatur irama nafas
sehingga meningkatkan
suplai O2
KH: 2. Klien patuh terhadap
terapi
Sesak (-) 3. Memantau pola nafas
pasien
RR: 16-
20x/menit 1. Kolaborasi oksigen
tambahan sesuai dengan
Retraksi otot indikasi
bantu nafas (-) 2. Ajarkan pola nafas efektif
(teknik nafas dalam)
Pernafasan
cuping hidung (-
)
1. Berikan HE penyebab
Pengembangan sesak
dinding dada 2. Observasi TTV terutama
simetris RR dan nadi serta status
pernafasan(pernafasan
Cairan pungsi cuping hidung, retraksi
pleura (-) otot bantu 1. Mengurangi cairan pada
nafas,kesimetrisan kavum pleura sehingga
Nadi: 60- dinding dada) ekspansi paru bisa
100x/menit 3. Kolaborasi maksimal dan sesak
berkurang.
Lakukan torakosintesis ulang
atau pemasangan WSD
22- 12.2 Intoleransi 1. Rancang jadwal harian
10- 0 aktivitas pasien
2010 berhubungan 1. Meningkatkan tingkat
dengan
penurunan suplai toleransi aktivitas Px.
02 ke jaringan
sekunder karena
gangguan pola
nafas tidak 1. Anjurkan individu untuk
efektif. istirahat 1 jam setelah
makan (misalnya
Tujuan : 3X24 berbaring dan duduk-
jam duduk).
meningkatkan
toleransi
aktivitas pasien
1. Tingkatkan aktivitas 1. Meningkatkan perfusi
secara bertahap dengan jaringan dan
periode istirahat diantara meningkatkan suplai
dua aktifitas misalnya oksigen
duduk dulu sebelum
KH: berjalan setelah tidur
2. Kolaborasi : pemberian
– Kelelahan oksigen setelah 1. Evaluasi kelemahan dan
berkurang beraktivitas bila terjadi tingkat toleransi aktivitas
peningkatan status Px.
– Toleransi pernafasan
terhadap 3. Observasi respon individu
aktivitas terhadap aktivitas (status
meningkat pernafasan dan pucat)
1. Mencegah
– Mampu aktivitas Px yang
beraktivitas berlebihan
secara mandiri 2. Meningkatkan
complain paru-
paru dan
mencegah
kelelahan yang
berlebihan.
KH :
1. Kolaborasi pemberian
– Nyeri obat analgesic.
berkurang skala
(0–1)
– Ekspresi
menyeringai (-)
– Nadi : 60–
100 x/menit
1. Evaluasi karakteristik
nyeri (PQRST)
2. Mengalihkan perhatian
pasien terhadap rasa nyeri
yang sedang dirasakan.
3. Untuk meminimalkan
mobilisasi pasien,
diharapkan agar nyeri
dapat berkurang.
4. menghindari puncak
periode nyeri, alat dalam
penyembuhan otot, dan
memperbaiki fungsi
pernafasan dan
kenyamanan / koping
emosi
5. untuk mengetahui
perubahan karakteristik
nyeri setelah dilakukan
penatalaksanaan.
Evaluasi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Efusi pleural adalah adanya sejumlah besar cairan yang abnormal dalam ruang antara pleural
viseralis dan parietalis. Bergantung pada cairan tersebut, efusi dapat berupa transudat(Gagal
jantung, sirosis hepatis dan ascites) atau eksudat (infeksi dan neoplasma) ; 2 jenis ini penyebab
dan strategi tata laksana yang berbeda. Efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi paru disebut
infeksi infeksi parapneumonik. Penyebab efusi pleura yang sering terjadi di negara maju adalah
CHF, keganasan, pneumonia bakterialis, dan emboli paru. Di Negara berkembang, penyebab
paling sering adalah tuberculosis.
Pasien dapat datang dengan berbagai keluhan, termasuk nafas pendek, nyeri dada, atau nyeri
bahu. Pemeriksaan fisik dapat normal pada seorang pasien dengan efusi kecil. Efusi yang lebih
besar dapat menyebabkan penurunan bunyi nafas, pekak pada perfusi, atau friction rub pleura.
4.2 Saran
Efusi pleura merupakan penyakit komplikasi yang sering muncul pada penderita penyakit paru
primer, dengan demikian segera tangani penyakit primer paru agar efusi yang terjadi tidak terlalu
lama menginfeksi pleura.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Muhammad dkk (ed). 1989. Ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga University
Press
2. Baughman, C Diane. 2000. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
3. Doenges, E Mailyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta: EGC
4. Hudak,Carolyn M. 1997. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta: EGC
5. J., Purnawan. 1982. Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Jakarta: Media Aesculapius. FKUI
6. Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit Ed4. Jakarta:
EGC
7. Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
8. Suzanne, Smeltzer c. 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah ( Ed8. Vol.1).
Jakarta: EGC
9. Syamsuhidayat, Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah (Ed. Revisi). Jakarta: EGC
10.
11. Tucker, Susan Martin. 1998. Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis,
dan evaluasi. Ed5. Jakarta: EGC
12.
13. Siregar, Elisa. 2010. Efusi Pleura. http://elisasiregar.wordpress.com/efusi-pleura. Di
akses 10 oktober 2010 pukul 20.15 WIB
14.
15. Ns, Sumedi SKp. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Efusi Pleura. http://maidun-
gleekapay.blogspot.com/2008/09/asuhan-keperawatan-klien-dengan-efusi.html. Di akses
11 oktober 2010 pukul 18.44 WIB
16.
17. Abdul Azis, M. 2010. Efusi Pleura. http://nieziz09.co.cc/efusi-pleura. Di akses 10
oktober 2010 pukul 19.23 WIB
3 Komentar
said
pada : 24 February 2012
nuzulul
melmel
Tinggalkan Komentar
Nama :
E-mail :
Pengumuman
Blogroll
FKP Unair
Janur
Nuzulul Official Lab
UNAIR
Visitor
Komentar Terbaru
septiadiah di 4 Hari Menjadi Calon Ketua BEM Unair 2012
rirane di Askep Peritonitis
Napitupulu novita di Askep Meningitis Esenfalitis
yuniawan di 4 Hari Menjadi Calon Ketua BEM Unair 2012
Nuzulul di 4 Hari Menjadi Calon Ketua BEM Unair 2012
Arsip
January 2012
February 2012
March 2012
April 2012
September 2011
October 2011
November 2011
December 2011
Pengunjung
93349
Home
Profil
UNAIR