A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Acara IV “Isolasi Enzim Amilase dari
Kecambah Biji dan Reaksi Pencoklatan Enzimatis” ini adalah:
1. Untuk mengetahui aktivitas amilase selama perkecambahan biji.
2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang berbeda terhadap reaksi
pencoklatan enzimatik pada permukaan potongan buah.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Pisang merupakan buah yang sering dikonsumsi dibandingkan
dengan buah yang lain dan dikonsumsi tanpa memperhatikan tingkat
sosial. Selain karena mudah didapat dan harganya terjangkau, buah pisang
juga sejak lama dikenal sebagai buah yang lezat dan berkhasiat bagi
kesehatan. Kemudahannya untuk dikonsumsi menjadikan nilai tambah
tersendiri produk ini untuk pola masyarakat modern saat ini. Pisang
diketahui mengandung gizi tinggi dan sebagai sumber vitamin, mineral
dan juga karbohidrat. Kandungan nutrisi lainnya seperti serat dan vitamin
dalam buah pisang seperti vitamin A, B, dan C, dapat membantu
memperlancar sistem metabolisme tubuh, meningkatkan daya tahan tubuh
dari radikal bebas. Serta menjaga kondisi tetap kenyang dalam waktu
lama (Pary dkk, 2016).
Tanaman pisang (Musa spp.) saat ini dikenal sebagai tanaman buah
yang ditanam dan dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat Indonesia.
Tanaman pisang memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena beragam
manfaat yang dimilikinya. Manfaat pisang diantaranya buah yang bergizi
karena mengandung vitamin, mineral dan karbohidrat serta mudah
dicerna, rendah lemak dan kolesterol, sementara daun pisang dapat
dipakai sebagai pembungkus berbagai makanan serta jantung pisang dapat
digunakan sebagai sayuran dalam masakan. Pisang merupakan salah satu
komoditi buah penting di Indonesia yang sebenarnya merupakan daerah
asal (centre of origin) tanaman pisang. Namun demikian, Indonesia hanya
menempati posisi kedelapan dalam urutan negara penghasil pisang di
dunia (Molina et al. 2004).
Pisang berkembang biak secara vegetatif namun keragaman pisang
yang terbentuk dapat sangat luas. Secara umum tanaman pisang dibagi
menjadi dua bagian, yaitu pisang liar dan pisang yang dibudidayakan.
Pisang komersial yang dikenal saat ini termasuk kedalam pisang budidaya
merupakan hasil keturunan dari pisang liar yang menghasilkan buah yang
tidak berbiji dan enak dimakan. Dua spesies liar yang dianggap
menurunkan menjadi pisang konsumsi adalah Musa acuminata dan Musa
balbisiana (Rahmawati, 2013).
Apel umumnya dikonsumsi sebagai buah segar. Komponen penting
pada buah apel adalah pektin, yaitu sekitar 24%. Kandungan pektin pada
buah apel terdapat pada sekitar biji, di bawah kulit dan hati. Pektin
tersebut akan membentuk gel apabila ditambah gula pada kisaran pH
tertentu. Pektin memegang peran penting dalam pembuatan jus (sari
buah), jeli, selai, dan dodol. Buah apel (Malus sylvestris mill) selain
mempunyai kandungan senyawa pektin juga mengandung zat gizi lain
(Hapsari, 2015).
Dalam mengonsumsi apel, baik dalam bentuk segar maupun dalam
bentuk produk olahan, sering kali kulit tidak ikut dikonsumsi. Kulit apel
menjadi produk buangan dalam jumlah besar pada pembuatan apel kaleng
dan jus apel. Hanya di negara bagian New York saja, pada tahun 2000,
dalam pembuatan apel kaleng dan jus apel, sebanyak 16 juta pound kulit
apel dibuang yang berasal dari 216 juta pound apel. Kulit apel
mengandung senyawaan fenolik yang lebih besar dibandingkan dengan
daging buah apel (Wolfe, 2003).
Di Indonesia kacang hijau (Phaseolus Radiata L) banyak dikonsumsi
oleh masyarakat, namun pengolahan kacang hijau untuk dijadikan pangan
olahan masih terbatas dan hanya dimanfaatkan sebagai bubur kacang
hijau, bahan pengisi bakpia (kumbu) dan sari minuman. Kacang hijau
mengandung serat sebesar 7,5/100 gram, sehingga dapat mencukupi
kebutuhan serat sebesar 20% sehari (Pricilya, 2015).
Menurut Tanuwijaya (2016) kacang hijau merupakan sumber protein
nabati yang cukup tinggi. Kandungan gizi dalam 100 g kacang hijau
adalah energi 345 kkal, protein 22 g, lemak 1,20 g, dan karbohidrat 62,9
g. Kacang hijau merupakan salah satu bahan pangan yang dapat
memenuhi kebutuhan dasar manusia karena mengandung unsur makro,
mikro, vitamin, dan asam amino yang dapat memperlancar peredaran
darah, kaya akan serat, vitamin A, mengobati kolesterol, baik untuk ibu
hamil dan menyusui karena mengandung asam folat, vitamin B1, vitamin
B2, protein, KH, Ca, dan fosfor (Yusuf, 2014).
Pati adalah polimer glukosa dengan rumus molekul (C6H10O5)n.
Pembentukan polimer pati diawali dengan terbentuknya ikatan glukosida
yaitu ikatan antara molekul glukosa melalui oksigen pada atom karbon
pertama. Pati dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu amilosa dan
amilopektin. Amilosa merupakan polimer rantai lurus yang terdiri dari
ribuan glukosa dengan ikatan α 1,4 glukosida. Jenis kedua yaitu
amilopektin yang mengandung percabangan rantai akibat adanya ikatan α
1,6 glukosida di beberapa bagiannya (Nangin, 2015).
Natrium bisulfit yang bertujuan untuk menghambat reaksi
pencoklatan, sebagai anti mikroba, memperpanjang masa simpan bahan
pangan sebagai pengawet. Natrium bisulfit adalah bahan sulfitasi yang
tidak karsinogenik dan telah mendapat predikat GRAS (Generally
Recognized As Save) dari Food and Drug Administration (FDA). Bahan
pengawet ini aman untuk digunakan pada bahan pangan sesuai dengan
batas konsentrasi maksimal yang diizinkan yaitu 3000 ppm. Natrium
bisulfit dapat mencegah reaksi antara gugus karbonil pada aldehid, keton
dan gula pereduksi membentuk asam hidrosulfonat, sehingga gugus
aldehid tidak mempunyai kesempatan bereaksi dengan asam amino
(Kumalaningsih, 2011).
2. Tinjauan Teori
Proses hidrolisa merupakan proses pemecahan rantai molekul
polimer menjadi molekul penyusunnya yang lebih sederhana. Saat ini
proses hidrolisa polimer pati menjadi molekul yang lebih sederhana telah
menjadi salah satu tahapan penting dalam dunia industri. Hidrolisa pati
tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan asam atau
enzim pemecah pati misalnya dari golongan amilase. Penggunaan enzim
amilase lebih dimintai sebab ramah lingkungan, pemecahan yang terjadi
lebih spesifik dan tidak menimbulkan rasa yang menyimpang pada produk
akhir. Proses hidrolisis pati menggunakan enzim amilase dapat mencapai
derajat hidrolis pati hingga 42% - 97% tergantung jenis substrat dan
waktu inkubasi (Nangin, 2015).
Reaksi pencoklatan secara enzimatik merupakan reaksi yang terjadi
antara enzim polyfenoloksidase (PPO) dan peroksidase (POD) dengan
polifenol yang membentuk quinon yang kemudian terpolimerisasi
menghasilkan warna coklat. Pencoklatan secara enzimatik tidak hanya
berpengaruh secara penampakan, tetapi juga rasa dan nutrisi makanan.
Pada kondisi normal, polifenol yang merupakan substrat bagi reaksi
pencoklatan dan enzim baik PPO maupun POD menempati bagian sel
yang berbeda. Polifenol ditemukan di bagian vakuola sel sedangkan PPO
dan POD berlokasi di sitoplasma. (Wardhani, 2016).
Reaksi pencoklatan akan terjadi manakala substrat dan enzim
bercampur dan melibatkan oksigen dalam reaksinya. Pengirisan,
pengupasan, tumbukan dan pembusukan merupakan beberapa proses yang
memicu dimulainya reaksi pencoklatan. Untuk menghindari fenomena ini,
beberapa metode dilakukan diantaranya dengan menonaktifkan enzim
atau dengan menambahkan agen anti pencoklatan yang dapat
memghindari terjadinya kontak antara enzim dengan substrat
(Ioannou and Ghoul, 2013).
Adanya inhibitor menyebabkan enzim membutuhkan konsentrasi
substrat yang lebih besar, untuk mencapai kecepatan maksimum.Inhibisi
nonkompetitif, inhibitor menyebabkan turunnya harga Vmaks, tanpa
mengubah harga Km enzim terhadap substrat. Penambahan substrat pada
jenis inhibisi nonkompetitif tidak mengurangi hambatan . Secara kinetik
inhibisi kompetitif dan inhibisi nonkompetitif dapat dijelaskan dengan
mengukur laju kecepatan reaksi pada berbagai konsentrasi substrat dan
inhibitror.Pada inhibisi kompetitif titik potong kedua grafik pada sumbu
Y,sedangkan pada inihibisi nonkompetitif titik potong kedua grafik pada
sumbu X. Inhibisi unkompetitif titik potong kedua grafiknya tidak pada
sumbu Y maupun sumbu X (Mardiah, 2011).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Beaker Glass
b. Kertas Filter
c. Mortar
d. Pemanas air
e. Pengaduk
f. Pipet Tetes
g. Pipet volume
h. Pisau
i. Propipet
j. Rak tabung reaksi
k. Stopwatch
l. Tabung reaksi
m. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Aquades
b. Biji kacang hijau kering
c. Biji kacang hijau rendam 12 jam 50g
d. Buah apel segar 2 buah
e. Buah pisang segar 2 buah
f. Kecambah kacang hijau 12 jam 50g
g. Kecambah kacang hijau 24 jam 50g
h. Larutan Na-Bisulfit (NaHSO3) 0,8%
i. Larutan asam askorbat (vitamin C) 0,5%
j. Larutan gula pasir (sukrosa)5%
k. Larutan iod encer
l. Lartan NaCL 0,1 M 50ml
m. Larutan pati 4% (DE:15-20) 1 ml
3. Cara Kerja
a. Isolasi enzim amilase kecambah biji
5 gr biji kacang hijau kering, kecambah direndam 12 jam,
kecambah direndam 24 jam
Penghancuran
Pengadukan campuran
dengan kertas filter
Penggunaan
Pengamatan aktivitas
5 tetes larutan iod amilase
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum Acara IV yaitu “Isolasi Enzim Amilase
Dari Kecambah Biji dan Reaksi Pencoklatan Enzimatis” dapat disimpulkan
bahwa:
1. Aktivitas enzim amylase mulai menunjukkan penaikan setelah dilakukan
perendaman dan perkecambahan. Sehingga semakin lama waktu
perkecambahan maka semakin tinggi kandungan enzim amilasenya.
2. Berdasarkan praktikum urutan sampel yang kandungan amilasenya tinggi
ke yang rendah adalah biji kacang hijau kering, kecambah direndam 12
jam dan kecambah direndam 24 jam.
3. Reaksi pencoklatan dapat dicegah dengan penambahan Na bisulfit, asam
askorbat, larutan gula dan blanching. Perlakuan paling efektif adalah Na
bisulfit karena dapat mencegah reaksi antara gugus karbonil pada aldehid,
keton dan gula pereduksi membentuk asam hidrosulfonat, sehingga gugus
aldehid tidak mempunyai kesempatan bereaksi dengan asam amino.
4. Berdasarkan praktikum urutan sampel dari yang tidak mengalami
pencoklatan hingga yang sangat coklat adalah pencelupan dalam Na
bisulfit, vitamin C, blanching 3 menit, larutan gula, kontrol dan blanching
30 detik.
DAFTAR PUSTAKA
Darniadi, Sandi; Iyan Sofyan; dan Dede Z Arief. 2011. Karakteristik Fisiko-Kimia
dan Organoleptik Bubuk Minuman Instan Sari Jambu Biji Merah (Psidium
guajava L.) yang Dibuat dengan Metode Foam-Mat Drying. Jurnal
Widyariset, Vol. 14 No. 2: 413-438.
Faust, M and JD Klein. 1973. Levels and Sites of Metabolically active Ca in Apple
Fruit. CRC Press: Boca Raton Florida.
Hapsari, Marina Dohitra Yanuparinda Dan Teti Estiasih. 2015. Variasi Proses
Dan Grade Apel Pada Pengolahan Minuman Sari Buah Apel. Jurna; Pangan
Dan Agroindustri Vol. 3 No. 3: 939-949.
Harianingsih. 2010. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting Menjadi Kitosan
Sebagai Bahan Pelapis (Coater) Pada Buah Stroberi. Jurnal Teknik Kimia
Vol 9 No 4: 23-40.
Ioannou, I. And Ghoul, M. 2013. Prevention Of Enzymatic Browning In Fruit And
Vegetables. European Scientific Journal. Vol. 9 No. 30: 310-341.
Isnaini, Lailatul dan Aniswatul Khamidah. 2007. Kajian Lama Blanching dan
Konsentrasi CaCl2 terhadap Sifat Fisik Pembuatan Frech Fries Ubi Jalar.
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 1 No. 9.
Judoamidjojo, R. M, Said, E. G & Hartoto, L. 1989. Biokonversi. Depdikbud
Didjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB:
Bogor.
Khamidah, Aniswatul., Eliartati. 2014. Pengaruh Penambahan Gula Pasir Dan
Gula Merah Terhadap Tingkat Kesukaan Dodol Nanas. Jurnal Ilmu Pangan
Indonesia Vol. 5 No. 2.
Kumalaningsih, Sri., Harijono, Y. F. Amir. 2007. Pencegahan Pencoklatan Umbi
Ubi Jalar (Ipomoea Batatas (L). Lam.) Untuk Pembuatan Tepung :
Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Asam Askorbat Dan Sodium Acid
Pyrophosphate. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 5 No. 1: 11 – 19.
Mardiah, Elida. 2011. Mekanisme Enzim Polifenol Oksidase Pada Sari Buah
Markisa Dengan Sistein Dan Asam Askorbat. Jurnal Ris. Kim. Vol. 4 No. 2:
32-37.
Molina, A.B, L.B Xu, V.N Roa, I Van Den Berg And K.H Borromeo (Eds). 2004.
Inibap Programme On Conservation And Use Of Banana Diversity.
Advancing Banana And Plantain Research And Development In Asia And
The Pacific Vol. 13.
Mutia, Mufti dkk. 2010. Isolasi dan Krakteristik Enzim Amilase dari Akar
Rimpang Alang-Alang. Universitas Hasanuddin: Makassar.
Nangin, Debora Dan Aji Sutrisno. 2015. Amilase Pemecah Pati Mentah Dari
Mikroba: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan Dan Agroindustri Vol. 3 No. 3:
1032-1039.
Pary, Cornelia Dkk. 2016. Analisis Kandungan Gizi Limbah Kulit Pisang Kepok
Sebagai Bahan Baku Kerupuk. Jurnal Biology Science And Education Vol.
5 No. 1: 112-123.
Pricilya, Vyatri Dkk. 2015. Daya Terima Proporsi Kacang Hijau (Phaseolus
Radiata L) Dan Bekatul (Rice Bran) Terhadap Kandungan Serat Pada
Snack Bar. Media Gizi Indonesia Vol. 10 No. 2: 136-140.
Rahmawati, Marai Dan Erita Hayati. 2013. Pengelompokan Berdasarkan
Karakter Morfologi Vegetatif Pada Plasma Nutfah Pisang Asal Kabupaten
Aceh Besar. Jurnal Agrista Vol. 17 No. 3: 111-118.
Suarni dan Rauf Patong, 2007. Potensi Kecambah Kacang Hijau Sebagai SUmber
Enzim A-Amilase. Jurnal Ilmu Pangan Vol. 3.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA Press: Surabaya.
Tanuwijaya, Laksmi Karunia Dkk. 2016. Potensi “KhiMeLor” Sebagai Tepung
Komposit Tinggi Energi Tinggi Protein Berbasis Pangan Lokal. Indonesian
Journal Of Human Nutrition Vol. 3 No. 1: 71-79.
Wardhani, Dyah. 2016. Natrium Metabisulfit Sebagai Anti-Browning Agent Pada
Pencoklatan Enzimatik Rebung Ori. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol.
5 No. 4: 140-145.
Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia: Jakarta
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia: Jakarta.
Wolfe K, Liu Rh. 2013. Apple Peel As A Value-Added Food Ingredient. J Agric
Food Chem Vol. 51 No. 6.
Yusuf. 2014. Pemanfaatan Kacang Hijau Sebagai Pangan Fungsional
Mendukung Diversifikasi Pangan Di Nusa Tenggara Timur. Prosiding
Seminar Hasil Penelitian Aneka Kacang Dan Umbi.
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA PANGAN
Disusun Oleh:
Putri Kinanthi
H3116064
Kelompok 1
THP B 2016