Anda di halaman 1dari 19

ACARA IV

ISOLASI ENZIM AMILASE DARI KECAMBAH BIJI DAN REAKSI


PENCOKLATAN ENZIMATIS

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Acara IV “Isolasi Enzim Amilase dari
Kecambah Biji dan Reaksi Pencoklatan Enzimatis” ini adalah:
1. Untuk mengetahui aktivitas amilase selama perkecambahan biji.
2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang berbeda terhadap reaksi
pencoklatan enzimatik pada permukaan potongan buah.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Pisang merupakan buah yang sering dikonsumsi dibandingkan
dengan buah yang lain dan dikonsumsi tanpa memperhatikan tingkat
sosial. Selain karena mudah didapat dan harganya terjangkau, buah pisang
juga sejak lama dikenal sebagai buah yang lezat dan berkhasiat bagi
kesehatan. Kemudahannya untuk dikonsumsi menjadikan nilai tambah
tersendiri produk ini untuk pola masyarakat modern saat ini. Pisang
diketahui mengandung gizi tinggi dan sebagai sumber vitamin, mineral
dan juga karbohidrat. Kandungan nutrisi lainnya seperti serat dan vitamin
dalam buah pisang seperti vitamin A, B, dan C, dapat membantu
memperlancar sistem metabolisme tubuh, meningkatkan daya tahan tubuh
dari radikal bebas. Serta menjaga kondisi tetap kenyang dalam waktu
lama (Pary dkk, 2016).
Tanaman pisang (Musa spp.) saat ini dikenal sebagai tanaman buah
yang ditanam dan dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat Indonesia.
Tanaman pisang memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena beragam
manfaat yang dimilikinya. Manfaat pisang diantaranya buah yang bergizi
karena mengandung vitamin, mineral dan karbohidrat serta mudah
dicerna, rendah lemak dan kolesterol, sementara daun pisang dapat
dipakai sebagai pembungkus berbagai makanan serta jantung pisang dapat
digunakan sebagai sayuran dalam masakan. Pisang merupakan salah satu
komoditi buah penting di Indonesia yang sebenarnya merupakan daerah
asal (centre of origin) tanaman pisang. Namun demikian, Indonesia hanya
menempati posisi kedelapan dalam urutan negara penghasil pisang di
dunia (Molina et al. 2004).
Pisang berkembang biak secara vegetatif namun keragaman pisang
yang terbentuk dapat sangat luas. Secara umum tanaman pisang dibagi
menjadi dua bagian, yaitu pisang liar dan pisang yang dibudidayakan.
Pisang komersial yang dikenal saat ini termasuk kedalam pisang budidaya
merupakan hasil keturunan dari pisang liar yang menghasilkan buah yang
tidak berbiji dan enak dimakan. Dua spesies liar yang dianggap
menurunkan menjadi pisang konsumsi adalah Musa acuminata dan Musa
balbisiana (Rahmawati, 2013).
Apel umumnya dikonsumsi sebagai buah segar. Komponen penting
pada buah apel adalah pektin, yaitu sekitar 24%. Kandungan pektin pada
buah apel terdapat pada sekitar biji, di bawah kulit dan hati. Pektin
tersebut akan membentuk gel apabila ditambah gula pada kisaran pH
tertentu. Pektin memegang peran penting dalam pembuatan jus (sari
buah), jeli, selai, dan dodol. Buah apel (Malus sylvestris mill) selain
mempunyai kandungan senyawa pektin juga mengandung zat gizi lain
(Hapsari, 2015).
Dalam mengonsumsi apel, baik dalam bentuk segar maupun dalam
bentuk produk olahan, sering kali kulit tidak ikut dikonsumsi. Kulit apel
menjadi produk buangan dalam jumlah besar pada pembuatan apel kaleng
dan jus apel. Hanya di negara bagian New York saja, pada tahun 2000,
dalam pembuatan apel kaleng dan jus apel, sebanyak 16 juta pound kulit
apel dibuang yang berasal dari 216 juta pound apel. Kulit apel
mengandung senyawaan fenolik yang lebih besar dibandingkan dengan
daging buah apel (Wolfe, 2003).
Di Indonesia kacang hijau (Phaseolus Radiata L) banyak dikonsumsi
oleh masyarakat, namun pengolahan kacang hijau untuk dijadikan pangan
olahan masih terbatas dan hanya dimanfaatkan sebagai bubur kacang
hijau, bahan pengisi bakpia (kumbu) dan sari minuman. Kacang hijau
mengandung serat sebesar 7,5/100 gram, sehingga dapat mencukupi
kebutuhan serat sebesar 20% sehari (Pricilya, 2015).
Menurut Tanuwijaya (2016) kacang hijau merupakan sumber protein
nabati yang cukup tinggi. Kandungan gizi dalam 100 g kacang hijau
adalah energi 345 kkal, protein 22 g, lemak 1,20 g, dan karbohidrat 62,9
g. Kacang hijau merupakan salah satu bahan pangan yang dapat
memenuhi kebutuhan dasar manusia karena mengandung unsur makro,
mikro, vitamin, dan asam amino yang dapat memperlancar peredaran
darah, kaya akan serat, vitamin A, mengobati kolesterol, baik untuk ibu
hamil dan menyusui karena mengandung asam folat, vitamin B1, vitamin
B2, protein, KH, Ca, dan fosfor (Yusuf, 2014).
Pati adalah polimer glukosa dengan rumus molekul (C6H10O5)n.
Pembentukan polimer pati diawali dengan terbentuknya ikatan glukosida
yaitu ikatan antara molekul glukosa melalui oksigen pada atom karbon
pertama. Pati dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu amilosa dan
amilopektin. Amilosa merupakan polimer rantai lurus yang terdiri dari
ribuan glukosa dengan ikatan α 1,4 glukosida. Jenis kedua yaitu
amilopektin yang mengandung percabangan rantai akibat adanya ikatan α
1,6 glukosida di beberapa bagiannya (Nangin, 2015).
Natrium bisulfit yang bertujuan untuk menghambat reaksi
pencoklatan, sebagai anti mikroba, memperpanjang masa simpan bahan
pangan sebagai pengawet. Natrium bisulfit adalah bahan sulfitasi yang
tidak karsinogenik dan telah mendapat predikat GRAS (Generally
Recognized As Save) dari Food and Drug Administration (FDA). Bahan
pengawet ini aman untuk digunakan pada bahan pangan sesuai dengan
batas konsentrasi maksimal yang diizinkan yaitu 3000 ppm. Natrium
bisulfit dapat mencegah reaksi antara gugus karbonil pada aldehid, keton
dan gula pereduksi membentuk asam hidrosulfonat, sehingga gugus
aldehid tidak mempunyai kesempatan bereaksi dengan asam amino
(Kumalaningsih, 2011).
2. Tinjauan Teori
Proses hidrolisa merupakan proses pemecahan rantai molekul
polimer menjadi molekul penyusunnya yang lebih sederhana. Saat ini
proses hidrolisa polimer pati menjadi molekul yang lebih sederhana telah
menjadi salah satu tahapan penting dalam dunia industri. Hidrolisa pati
tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan asam atau
enzim pemecah pati misalnya dari golongan amilase. Penggunaan enzim
amilase lebih dimintai sebab ramah lingkungan, pemecahan yang terjadi
lebih spesifik dan tidak menimbulkan rasa yang menyimpang pada produk
akhir. Proses hidrolisis pati menggunakan enzim amilase dapat mencapai
derajat hidrolis pati hingga 42% - 97% tergantung jenis substrat dan
waktu inkubasi (Nangin, 2015).
Reaksi pencoklatan secara enzimatik merupakan reaksi yang terjadi
antara enzim polyfenoloksidase (PPO) dan peroksidase (POD) dengan
polifenol yang membentuk quinon yang kemudian terpolimerisasi
menghasilkan warna coklat. Pencoklatan secara enzimatik tidak hanya
berpengaruh secara penampakan, tetapi juga rasa dan nutrisi makanan.
Pada kondisi normal, polifenol yang merupakan substrat bagi reaksi
pencoklatan dan enzim baik PPO maupun POD menempati bagian sel
yang berbeda. Polifenol ditemukan di bagian vakuola sel sedangkan PPO
dan POD berlokasi di sitoplasma. (Wardhani, 2016).
Reaksi pencoklatan akan terjadi manakala substrat dan enzim
bercampur dan melibatkan oksigen dalam reaksinya. Pengirisan,
pengupasan, tumbukan dan pembusukan merupakan beberapa proses yang
memicu dimulainya reaksi pencoklatan. Untuk menghindari fenomena ini,
beberapa metode dilakukan diantaranya dengan menonaktifkan enzim
atau dengan menambahkan agen anti pencoklatan yang dapat
memghindari terjadinya kontak antara enzim dengan substrat
(Ioannou and Ghoul, 2013).
Adanya inhibitor menyebabkan enzim membutuhkan konsentrasi
substrat yang lebih besar, untuk mencapai kecepatan maksimum.Inhibisi
nonkompetitif, inhibitor menyebabkan turunnya harga Vmaks, tanpa
mengubah harga Km enzim terhadap substrat. Penambahan substrat pada
jenis inhibisi nonkompetitif tidak mengurangi hambatan . Secara kinetik
inhibisi kompetitif dan inhibisi nonkompetitif dapat dijelaskan dengan
mengukur laju kecepatan reaksi pada berbagai konsentrasi substrat dan
inhibitror.Pada inhibisi kompetitif titik potong kedua grafik pada sumbu
Y,sedangkan pada inihibisi nonkompetitif titik potong kedua grafik pada
sumbu X. Inhibisi unkompetitif titik potong kedua grafiknya tidak pada
sumbu Y maupun sumbu X (Mardiah, 2011).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Beaker Glass
b. Kertas Filter
c. Mortar
d. Pemanas air
e. Pengaduk
f. Pipet Tetes
g. Pipet volume
h. Pisau
i. Propipet
j. Rak tabung reaksi
k. Stopwatch
l. Tabung reaksi
m. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Aquades
b. Biji kacang hijau kering
c. Biji kacang hijau rendam 12 jam 50g
d. Buah apel segar 2 buah
e. Buah pisang segar 2 buah
f. Kecambah kacang hijau 12 jam 50g
g. Kecambah kacang hijau 24 jam 50g
h. Larutan Na-Bisulfit (NaHSO3) 0,8%
i. Larutan asam askorbat (vitamin C) 0,5%
j. Larutan gula pasir (sukrosa)5%
k. Larutan iod encer
l. Lartan NaCL 0,1 M 50ml
m. Larutan pati 4% (DE:15-20) 1 ml
3. Cara Kerja
a. Isolasi enzim amilase kecambah biji
5 gr biji kacang hijau kering, kecambah direndam 12 jam,
kecambah direndam 24 jam

Penghancuran

50 ml larutan NaCl 0,1 Penambahan


M

Pembiaran campuran selama


30 menit

Pengadukan campuran
dengan kertas filter

Filtrat yang diperoleh


merupakan larutan enzim
kasar
Gambar 4.1 Cara kerja Enzim Amilase Kecambah Biji
b. Uji Aktivitas Amilase Secara Kualitatif
Larutan pati 4%

Penggunaan

0,5 ml larutan enzim, Penambahan 1 ml substrat


yang sudah dibuat

Pengamatan aktivitas
5 tetes larutan iod amilase

Penginkubasian pada suhu


kamar selama 60 menit
dengan pengamatan setiap
10 menit

Gambar 4.2 Cara Kerja Uji Aktivitas Amilase Secara Kualitatif


c. Reaksi Pencoklatan Enzim

1 buah pisang dan 1 buah apel

Pemotongan masing-masing menjadi 6


potong

Larutan Perendaman 1 potong pisang dan apel


vitamin C 0,5% selama 30 detik

Larutan Perendaman 1 potong pisang dan apel


NaHSO3 0,8% selama 30 detik

Larutan gula Perendaman 1 potong pisang dan apel


(sukrosa) 5% selama 30 detik

Perlakuan blanching 1 potong pisang dan


Air mendidih
apel selama 30 detik

Perlakuan blanching 1 potong pisang dan


Air mendidih apel selama 3 menit

Pendiaman 1 potong pisang dan apel dalam


suhu kamar

Pencatatan dan pengamatan perubahan


warna setiap 10 menit selama 60 menit
Gambar 4.3 Diagram Alir Reaksi Pencoklatan Enzim
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Pengamatan Aktivitas Selama Perkecambahan Biji Kacang Hijau
Sampel Waktu
0’ 10’ 20’ 30’ 40’ 50’ 60’
Kacang hijau ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
kering
Kecambah 12 ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
jam
Kecambah 24 ++++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
jam
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan :
- : biru pekat
+ : warna biru mulai memudar
++ : biru muda
+++ : putih kebiruan
++++ : putih
Amilase adalah enzim yang mempunyai kemampuan memecah ikatan
glukosida pada polimer pati. Penggunaan amilase dilaporkan mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Permintaan akan enzim golongan amilase telah
mencapai sekurang-kurangnya 25% dari keseluruhan pasar enzim. Kelompok
enzim ini memiliki banyak variasi dalam aktivitasnya, sangat spesifik,
tergantung pada tempatnya bekerja. Seiring dengan penemuan-penemuan
baru mengenai enzim amilase, kelompok dari amilase semakin bertambah.
Beberapa kelompok dari enzim amilase adalah α-amilase, β-amilase, dan γ-
amilase (Nangin, 2015).
Mekanisme kerja enzim α-amilase pada amilosa dibagi dalam dua
tahap, pertama degradasi secara cepat molekul amilosa menjadi maltosa dan
maltotriosa yang terjadi secara acak. Pada tahap ini terjadi penurunan
kekentalan dengan cepat. Tahap kedua, degradasi α-amilase pada amilosa
menghasilkan glukosa dan maltosa dengan laju lebih lambat dan tidak secara
acak (Winarno, 1995). Aktivitas α-amilase dapat diukur berdasarkan
penurunan kadar pati yang larut, kadar dekstrin yang terbentuk, dan
pengukuran viskositas atau jumlah gula pereduksi yang terbentuk
(Judoamidjojo dkk., 1989).
Fungsi larutan NaCl adalah untuk mencegah terjadinya pencoklatan dan
penyeragaman warna, selain itu juga sebagai penetral alkaloid, dan
mempercepat pelarutan kalsium oksalat. Karena garam (NaCl) dilarutkan
dalam air terurai menjadi ion-ion Na+ dan Cl-. Ion-ion tersebut bersifat
magnet ion Na+ menarik ion-ion yang bermuatan negatif dan ion Cl- menarik
ion-ion bermuatan positif. Kalsium oksalat (CaC2O4) dalam air terurai
menjadi ion Ca2+ dan C2O4 2-
. Na+ mengikat C2O42-membentuk natrium
oksalat (Na2C2O4). Ion Cl- mengikat Ca2+membentuk endapan putih kalsium
klorida (CaCl2) yang mudah larut dalam air (Darniadi, 2011). Sedangkan
fungsi pati yaitu sebagai substrat. Substrat pati ini mengandung enzim yang
akan bereaksi dengan larutan iod. Larutan iod berfungsi untuk menunjukkan
perubahan warna dari biru menjadi bening. Warna bening ini menunjukkan
bahwa pati telah terhidrolisis sempurna oleh enzim amylase menjadi glukosa
(Mutia, 2010).
Pengaruh perlakuan kacang terhadap enzim amylase yaitu saat biji
mengalami perkecambahan, beberapa enzim menjadi aktif termasuk enzim
amylase. Aktivitas enzim amylase mulai menunjukkan penaikan setelah
dilakukan perendaman dan perkecambahan. Sehingga semakin lama waktu
perkecambahan maka semakin tinggi kandungan enzim amilasenya
(Suarni, 2007). Pada Tabel 4.1 yaitu Pengamatan Aktivitas Amilase Selama
Perkecambahan Biji Kacang Hijau digunakan sampel biji kacang hijau
kering, kecambah yang direndam 12 jam dan kecambah direndam 24 jam.
Masing-masing sampel ditimbang 5 gram dan dihaluskan agar diperoleh
enzum amilasenya. Pada praktikum digunakan larutan pati 4% sebagai
substrat. Larutan iod digunakan untuk mengetahui aktivitas enzim amylase
dimana semakin banyak enzim amilase maka warna biru akan semakin
memudar yang berarti polisakarida sudah dipecah menjadi monosakarida.
Pada sampel biji kacang hijau kering dan kecambah direndam 12 jam
pengamatan menit ke 0 sampai ke 60 warnanya tetap putih. Sedangkan pada
kecambah direndam 24 jam pada menit ke 0 warnanya putih tetapi pada menit
ke 10 hingga ke 60 warnanya berubah menjadi putih kebiruan. Urutan sampel
dari yang tinggi amilasenya hingga yang terendah menurut praktikum yaitu
biji kacang hijau kering, kecambah 12 jam dan kecambah 24 jam. Hal ini
belum sesuai menurut teori Suarni (2007) bahwa kecambah biji mempunyai
aktivitas enzim amylase yang lebih tinggi karena adanya aktivitas enzim
giberelik dalam biji yang sedang berkecambah. Aktivitas enzim mulai
menunjukkan penaikan setelah dilakukan perendaman dan perkecambahan.
Tabel 4.2 Pengamatan Pengaruh Perlakuan yang Berbeda Terhadap Reaksi
Pencoklatan Enzimatis
Perlakuan
Larut
Waktu Na- Asam
Kel Sampel Kontr an Blanching Blanching
(menit) bisulfit askor
ol gula 30 detik 3 menit
0,8% bat
5%
3 Apel 0 + - + - + -
3 Apel 10 + - + - ++ +
3 Apel 20 ++ - ++ - ++ +
3 Apel 30 ++ - ++ - +++ +
3 Apel 40 ++ - ++ - +++ +++
3 Apel 50 ++ - ++ - +++ +++
3 Apel 60 ++ - ++ - +++ +++
3 Pisang 0 + - + - + -
3 Pisang 10 + - + - ++ +
3 Pisang 20 ++ - ++ - ++ +
3 Pisang 30 ++ - ++ - +++ +
3 Pisang 40 ++ - ++ - +++ ++
3 Pisang 50 ++ - ++ - +++ ++
3 Pisang 60 ++ - ++ - +++ ++
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan:
- = tidak coklat
+ = agak coklat
++ = coklat
+++ = sangat coklat
Reaksi pencoklatan secara enzimatik merupakan reaksi yang terjadi
antara enzim polyfenoloksidase (PPO) dan peroksidase (POD) dengan
polifenol yang membentuk quinon yang kemudian terpolimerisasi
menghasilkan warna coklat. Pencoklatan secara enzimatik tidak hanya
berpengaruh secara penampakan, tetapi juga rasa dan nutrisi makanan. Pada
kondisi normal, polifenol yang merupakan substrat bagi reaksi pencoklatan
dan enzim baik PPO maupun POD menempati bagian sel yang berbeda.
Polifenol ditemukan di bagian vakuola sel sedangkan PPO dan POD berlokasi
di sitoplasma. (Wardhani, 2016).
Polifenol oksidase (PPO) EC 1.14.18.1 adalah suatu enzim yang
termasuk pada golongan oksidoreduktase yang mengkatalisis proses
hidrosilasi senyawa monofenol menjadi senyawa difenol, kemudian
dilanjutkan dengan mengkatalisis proses oksidasi difenol menjadi kuinon.
Senyawa kuinon yang terbentuk sangat reaktif sehingga akan mengalami
reaksi polimerisasi menghasilkan pigmen merah, coklat dan hitam yang
disebut pigmen melanin. Ke semuanya ini menampakkan warna kecoklatan
pada jaringan buah-buahan dan sayur-sayuran yang memar (Mardiah, 2011).
Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan,
seperti pisang, pir, salak, pala dan apel begitu juga stroberi. Buah stroberi
yang memar juga akan mengalami proses pencoklatan. Pada umumnya,
proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu proses pencoklatan
enzimatik dan non enzimatik. Perubahan warna yang utama pada stroberi
disebabkan oleh reaksi browning (pencoklatan) (Harianingsih, 2010).
Senyawa sulfit yang terkandung pada natrium metabisulfit tidak dapat
secara mutlak menghentikan reaksi pencoklatan tetapi hanya memperlambat
reaksi pencoklatan. Hal ini disebabkan penambahan larutan metabisulfit
sebagai senyawa anti-browning bekerja dengan cara membentuk ikatan
disufida dengan enzim PPO sehingga menghambat pengikatan dengan
oksigen. Akibatnya terbentuknya ikatan dengan disulfide menyebabkan
aktifitas enzim menurun. Perendaman yang paling efektif menurunkan
aktifitas enzim PPO dilakukan selama 45 menit menggunakan konsentrasi
SMB 3000 ppm (Wardhani, 2016).
Mekanisme reaksi penghambatan asam askorbat bersifat non –
kompetitif, hal ini ditandai dengan bertambah besarnya konsentrasi substrat
harga Km tidak mengalami perubahan. Asam askorbat mempunyai daya
inhibisi 96,5 % untuk konsentrasi 10,0 mM. Kerja asam askorbat sebagai
inhibitor berbeda dengan sistein. Asam askorbat mereduksi kembali o-quinon
yang terbentuk menjadi senyawa fenol dimana asam askorbat melepaskan 2
molekul hidrogennya dengan membentuk dehidroasam askorbat. Dengan
terbentuknya senyawa fenol kembali maka reaksi lanjutan pembentukan
melanin dari quinon tidak berlangsung (Mardiah, 2011).
Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi pencoklatan
(reaksi Mailard) karena pHnya rendah dan kandungan gula pereduksi tinggi
yang akan bereaksi dengan grup amino dari amin, asam amino atau protein.
Reaksi antara asam-asam organik dan etanol (alkohol) lainnya akan
menghasilkan ester-ester yang merupakan senyawa pembentuk citarasa dan
aroma. Adanya reaksi antara asam amino dengan gula akan menyebabkan
terjadinya pencoklatan yang akan mempengaruhi mutu produk secara
keseluruhan (Suprihatin, 2010).
Blanching adalah suatu proses pemanasan yang diberikan terhadap
suatu bahan yang bertujuan untuk menginaktivasi enzim, melunakkan
jaringan dan mengurangi kontaminasi mikroorganisme yang merugikan.
Namun dalam penelitian ini proses blanching lebih ditujukan untuk
menginaktivasi enzim terutama enzim polifenoloksidase yang dapat
menyebabkan pencoklatan pada buah dan sayuran. Lama blanching 3 menit
menghasilkan warna yang lebih baik (Isnaini, 2007). Perlakuan blanching
dapat mencegah terjadinya pencoklatan. Menurut Kumalaningsih, dkk (2004)
menyatakan bahwa perlakuan blanching diatas 700 C dapat menginaktifkan
enzim PPO sehingga perubahan warna dapat dicegah.
Pada Tabel 4.2 yaitu Reaksi Pencoklatan digunakan sampel buah apel
hijau dan pisang yang masing-masing dipotong menjadi 6 bagian. Masing-
masing bagian diberi perlakuan yang berbeda yaitu dicelupkan dalam larutan
Na bisulfit, larutan gula, asam askorbat (vitamin C), diblanching 30 detik,
diblanching 3 menit dan didiamkan dalam ruangan terbuka (kontrol).
Berdasarkan hasil praktikum buah apel hijau dan pisang yang dicelupkan
dalam larutan Na bisulfit dan asam askorbat tidak mengalami pencoklatan.
Sedangkan sampel pada perlakuan dicelupkan larutan gula, blanching 30
detik, blanching 3 menit dan kontrol sampel semakin lama semakin coklat.
Urutan sampel dari yang tidak mengalami pencoklatan hingga sangat coklat
yaitu pencelupan dalam Na bisulfit, vitamin C, blanching 3 menit, larutan
gula, kontrol dan blanching 30 detik. Hal ini sudah sesuai dengan teori
menurut Kumalaningsih (2011) dimana natrium bisulfit dapat mencegah
reaksi antara gugus karbonil pada aldehid, keton dan gula pereduksi
membentuk asam hidrosulfonat, sehingga gugus aldehid tidak mempunyai
kesempatan bereaksi dengan asam amino. Menurut Mardiah (2011) asam
askorbat mereduksi kembali o-quinon yang terbentuk menjadi senyawa fenol
dimana asam askorbat melepaskan 2 molekul hidrogennya dengan
membentuk dehidroasam askorbat. Dengan terbentuknya senyawa fenol
kembali maka reaksi lanjutan pembentukan melanin dari quinon tidak
berlangsung. Dan menurut teori Isnaini (2007) bahwa blanching dapat
digunakan untuk menginaktivasi enzim terutama enzim polifenoloksidase
yang dapat menyebabkan pencoklatan pada buah dan sayuran. Lama
blanching 3 menit menghasilkan warna yang lebih baik. Sedangkan pada
udara terbuka, enzim bereksi dengan oksigen yang terdapat di udara terbuka
yang menyebabkan reaksi oksidasi yang dikatalis oleh enzim fenolase,
polifenol oksidase, tirosinase, atau katekolase. Reaksi tersebut karena
hidroksilasi skunder o-quinon/kelebihan o-difenol. Kemudian senyawa
terhidroksi benzena berinteraksi dengan o-quion membentuk hidroksiquinon.
Selanjutnya mengalamki polimerisasi dan dengan cepat dikonversi menjadi
polimer berwarna merah/merah coklat, dan akhirnya menjadi melanin
berwarna coklat.
Metode lain dalam menghambat reaksi browning yaitu CaCl2. CaCl2
juga dapat mencegah terjadinya pencoklatan non enzimatis karena ion Ca2+
akan berikatan dengan asam amino sehingga menghambat terjadinya reaksi
antara amino dan gula reduksi yang menyebabkan pencoklatan saat
pemanasan. Garam CaCl2 juga dapat mencegah reaksi pencoklatan non
enzimatis yang disebabkan oleh efek khelasi (chelation) ion Ca terhadap
asam-asam amino (Faust and Klein, 1973). Selain itu asam sitrat juga dapat
menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion
tembaga yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam reaksi
pencoklatan. Selain itu asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan
dengan cara menurunkan pH sehingga enzim polifenolase (PPO) menjadi
inaktif (Winarno, 1997). Aplikasi pencoklatan dalam bidang pangan adalah
dalam pembuatan dodol (Khamidah, 2014).

E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum Acara IV yaitu “Isolasi Enzim Amilase
Dari Kecambah Biji dan Reaksi Pencoklatan Enzimatis” dapat disimpulkan
bahwa:
1. Aktivitas enzim amylase mulai menunjukkan penaikan setelah dilakukan
perendaman dan perkecambahan. Sehingga semakin lama waktu
perkecambahan maka semakin tinggi kandungan enzim amilasenya.
2. Berdasarkan praktikum urutan sampel yang kandungan amilasenya tinggi
ke yang rendah adalah biji kacang hijau kering, kecambah direndam 12
jam dan kecambah direndam 24 jam.
3. Reaksi pencoklatan dapat dicegah dengan penambahan Na bisulfit, asam
askorbat, larutan gula dan blanching. Perlakuan paling efektif adalah Na
bisulfit karena dapat mencegah reaksi antara gugus karbonil pada aldehid,
keton dan gula pereduksi membentuk asam hidrosulfonat, sehingga gugus
aldehid tidak mempunyai kesempatan bereaksi dengan asam amino.
4. Berdasarkan praktikum urutan sampel dari yang tidak mengalami
pencoklatan hingga yang sangat coklat adalah pencelupan dalam Na
bisulfit, vitamin C, blanching 3 menit, larutan gula, kontrol dan blanching
30 detik.
DAFTAR PUSTAKA

Darniadi, Sandi; Iyan Sofyan; dan Dede Z Arief. 2011. Karakteristik Fisiko-Kimia
dan Organoleptik Bubuk Minuman Instan Sari Jambu Biji Merah (Psidium
guajava L.) yang Dibuat dengan Metode Foam-Mat Drying. Jurnal
Widyariset, Vol. 14 No. 2: 413-438.
Faust, M and JD Klein. 1973. Levels and Sites of Metabolically active Ca in Apple
Fruit. CRC Press: Boca Raton Florida.
Hapsari, Marina Dohitra Yanuparinda Dan Teti Estiasih. 2015. Variasi Proses
Dan Grade Apel Pada Pengolahan Minuman Sari Buah Apel. Jurna; Pangan
Dan Agroindustri Vol. 3 No. 3: 939-949.
Harianingsih. 2010. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting Menjadi Kitosan
Sebagai Bahan Pelapis (Coater) Pada Buah Stroberi. Jurnal Teknik Kimia
Vol 9 No 4: 23-40.
Ioannou, I. And Ghoul, M. 2013. Prevention Of Enzymatic Browning In Fruit And
Vegetables. European Scientific Journal. Vol. 9 No. 30: 310-341.
Isnaini, Lailatul dan Aniswatul Khamidah. 2007. Kajian Lama Blanching dan
Konsentrasi CaCl2 terhadap Sifat Fisik Pembuatan Frech Fries Ubi Jalar.
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 1 No. 9.
Judoamidjojo, R. M, Said, E. G & Hartoto, L. 1989. Biokonversi. Depdikbud
Didjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB:
Bogor.
Khamidah, Aniswatul., Eliartati. 2014. Pengaruh Penambahan Gula Pasir Dan
Gula Merah Terhadap Tingkat Kesukaan Dodol Nanas. Jurnal Ilmu Pangan
Indonesia Vol. 5 No. 2.
Kumalaningsih, Sri., Harijono, Y. F. Amir. 2007. Pencegahan Pencoklatan Umbi
Ubi Jalar (Ipomoea Batatas (L). Lam.) Untuk Pembuatan Tepung :
Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Asam Askorbat Dan Sodium Acid
Pyrophosphate. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 5 No. 1: 11 – 19.
Mardiah, Elida. 2011. Mekanisme Enzim Polifenol Oksidase Pada Sari Buah
Markisa Dengan Sistein Dan Asam Askorbat. Jurnal Ris. Kim. Vol. 4 No. 2:
32-37.
Molina, A.B, L.B Xu, V.N Roa, I Van Den Berg And K.H Borromeo (Eds). 2004.
Inibap Programme On Conservation And Use Of Banana Diversity.
Advancing Banana And Plantain Research And Development In Asia And
The Pacific Vol. 13.
Mutia, Mufti dkk. 2010. Isolasi dan Krakteristik Enzim Amilase dari Akar
Rimpang Alang-Alang. Universitas Hasanuddin: Makassar.
Nangin, Debora Dan Aji Sutrisno. 2015. Amilase Pemecah Pati Mentah Dari
Mikroba: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan Dan Agroindustri Vol. 3 No. 3:
1032-1039.
Pary, Cornelia Dkk. 2016. Analisis Kandungan Gizi Limbah Kulit Pisang Kepok
Sebagai Bahan Baku Kerupuk. Jurnal Biology Science And Education Vol.
5 No. 1: 112-123.
Pricilya, Vyatri Dkk. 2015. Daya Terima Proporsi Kacang Hijau (Phaseolus
Radiata L) Dan Bekatul (Rice Bran) Terhadap Kandungan Serat Pada
Snack Bar. Media Gizi Indonesia Vol. 10 No. 2: 136-140.
Rahmawati, Marai Dan Erita Hayati. 2013. Pengelompokan Berdasarkan
Karakter Morfologi Vegetatif Pada Plasma Nutfah Pisang Asal Kabupaten
Aceh Besar. Jurnal Agrista Vol. 17 No. 3: 111-118.
Suarni dan Rauf Patong, 2007. Potensi Kecambah Kacang Hijau Sebagai SUmber
Enzim A-Amilase. Jurnal Ilmu Pangan Vol. 3.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA Press: Surabaya.
Tanuwijaya, Laksmi Karunia Dkk. 2016. Potensi “KhiMeLor” Sebagai Tepung
Komposit Tinggi Energi Tinggi Protein Berbasis Pangan Lokal. Indonesian
Journal Of Human Nutrition Vol. 3 No. 1: 71-79.
Wardhani, Dyah. 2016. Natrium Metabisulfit Sebagai Anti-Browning Agent Pada
Pencoklatan Enzimatik Rebung Ori. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol.
5 No. 4: 140-145.
Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia: Jakarta
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia: Jakarta.
Wolfe K, Liu Rh. 2013. Apple Peel As A Value-Added Food Ingredient. J Agric
Food Chem Vol. 51 No. 6.
Yusuf. 2014. Pemanfaatan Kacang Hijau Sebagai Pangan Fungsional
Mendukung Diversifikasi Pangan Di Nusa Tenggara Timur. Prosiding
Seminar Hasil Penelitian Aneka Kacang Dan Umbi.
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA PANGAN

Disusun Oleh:
Putri Kinanthi
H3116064
Kelompok 1
THP B 2016

PROGRAM STUDI D-III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
LAMPIRAN

Gambar 4.4 Penghalusan Sampel Gambar 4.5 Sampel Apel


Kacang Hijau Perlakuan Blanching

Gambar 4.6 Sampel Apel Gambar 4.7 Larutan Vitamin C


Perlakuan Na Bisulfit, Vitamin C, dan Na Bisulfit
Kontrol dan Larutan Gula

Anda mungkin juga menyukai