Anda di halaman 1dari 7

www.muslim.or.

id

Tiga Landasan Utama (bag. 02)


muslim.or.id/1531-tiga-landasan-utama-bag-02.html

Ari Wahyudi, Ssi. October 21, 2009

Alhamdulillah, as-Sholatu was salamu ‘ala man la nabiyya ba’dah. Amma ba’d.

Pada pertemuan sebelumnya telah dijelaskan mengenai judul risalah ini dan berbagai
pelajaran berharga yang terkandung di dalamnya, sehingga risalah ini menjadi sebuah
risalah yang penting bagi setiap muslim dan muslimah. Hal itu dikarenakan di dalamnya
terdapat penjelasan mengenai sebab keteguhan mereka dalam menghadapi cobaan di
dunia yang berupa fitnah syubhat maupun syahwat, demikian juga keteguhan ketika
menghadapi pertanyaan dua malaikat di dalam kubur. Nah, sekarang kita akan
melanjutkan pembicaraan kita dengan membahas sebagian kandungan mukadimah kitab
ini…

1/7
Setelah bismillahirrahmanirrahim, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
mengatakan,

‫اْﻋﻠْﻢ َرِﺣَﻤَﻚ اُﷲ أَﱠﻧُﻪ َﯾِﺠُﺐ َﻋﻠَْﯿَﻨﺎ ﺗََﻌﱡﻠُﻢ أَْرَﺑﻊ َﻣَﺴﺎِﺋَﻞ‬

“Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu. Wajib bagi kita untuk mempelajari empat
perkara…”

Makna doa rahmat adalah permohonan kepada Allah agar mendapatkan ampunan atas
kesalahan di masa silam dan bimbingan untuk menjalani kehidupan di masa depan. Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Semoga Allah
merahmatimu artinya; semoga Allah melimpahkan kepadamu rahmat-Nya yang dengan itu
kamu akan berhasil meraih cita-citamu dan kamu akan selamat dari apa yang kamu
khawatirkan. Sehingga makna ungkapan ini adalah semoga Allah mengampuni dosa-
dosamu yang telah lalu dan semoga Allah memberikan taufik kepadamu dan menjagamu
dari dosa-dosa yang akan datang. Ini apabila doa rahmat disebutkan secara sendirian.
Adapun apabila doa ini disertakan bersama doa ampunan maka doa ampunan ditujukan
bagi dosa-dosa yang telah lalu, sedangkan rahmat dan taufik untuk mendapatkan kebaikan
serta keselamatan di masa depan. Apa yang dilakukan oleh penulis rahimahullahu ta’ala
menunjukkan perhatian beliau dan kasih sayangnya kepada orang yang diajak bicara serta
menunjukkan bahwa beliau menginginkan kebaikan untuknya.” (Syarh Tsalatsat al-Ushul,
hal. 19)

Syaikh Khalid bin Abdullah al-Mushlih hafizhahullah menjelaskan:

‫ وﻫﺬا ﻣﻨﻬﺞ ﻣﻬﻢ وﻃﺮﯾﻖ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ‬،‫ ﻓﺪﻋﺎ ﻟﻠﻤﺘﻌّﻠﻢ ﺳﻮاٌء أﻛﺎن ﻗﺎرﺋًﺎ أم ﻣﺴﺘﻤﻌﺎً ﺑﺎﻟﺮﺣﻤﺔ‬،‫وﻫﺬا ﻣﻦ ﻟﻄﻔﻪ وﺣﺴﻦ ﺗﺄﻟﯿﻔﻪ ورﻓﻘﻪ ﺑﻤﻦ ﯾﺘﻌﻠﻢ‬
‫ وﯾﺮﯾﺪ‬،‫ وأن ﯾﺸﻌﺮ ﻣﻦ ﯾﺪﻋﻮه أﻧﻪ ﯾﺮﯾﺪ ﺑﻪ اﻟﺨﯿﺮ واﻟﻬﺪى‬،ً‫ وﻫﻮ أن ﯾﻜﻮن اﻟﻤﻌﱢﻠﻢ واﻟﺪاﻋﯿﺔ إﻟﻰ دﯾﻦ اﷲ ﻋﺰ وﺟﻞ ﺷﻔﯿﻘﺎً رﺣﯿﻤﺎ‬،‫اﻟﺘﻨﺒﻪ إﻟﯿﻪ‬
‫ وﻟﺬﻟ ﻚ ﻗﺎ ل ا ﷲ ﺟ ﻞ و ﻋ ﻼ ﻓ ﻲ‬، ‫ و ﻣ ﻦ أ ﺳ ﺒﺎ ب ﻗ ﺒ ﻮ ل اﻟ ﻌﻠ ﻢ‬، ‫أ ن ﯾ ﺨ ﺮ ﺟ ﻪ ﻣ ﻦ اﻟ ﻈﻠ ﻤﺎ ت إﻟ ﻰ اﻟ ﻨ ﻮ ر ؛ ﻓﺈ ن ﻫﺬا ا ﻷ ﺳﻠ ﻮ ب ﻣ ﻦ أ ﺳ ﺒﺎ ب ﻗ ﺒ ﻮ ل اﻟﺪ ﻋ ﻮة‬
‫ وﯾﻨﺒﻐﻲ أن ﯾﻜﻮن اﻟﺪاﻋﯿﺔ إﻟﻰ دﯾﻦ اﷲ ﻋﺰ وﺟﻞ رءوﻓًﺎ‬،159:‫ آل ﻋﻤﺮان‬. ‫ﻈﺎ َﻏﻠِﯿَﻆ اْﻟَﻘْﻠِﺐ َﻻْﻧَﻔﱡﻀﻮا ِﻣْﻦ َﺣْﻮﻟَِﻚ‬‫ َوﻟَْﻮ ُﻛْﻨَﺖ َﻓ‬:‫رﺳﻮﻟﻪ‬
‫ﺺ َﻋﻠَْﯿُﻜْﻢ‬
ٌ ‫ ﻟََﻘْﺪ َﺟﺎَءُﻛْﻢ َرُﺳﻮٌل ِﻣْﻦ أَْﻧُﻔِﺴُﻜْﻢ َﻋِﺰﯾٌﺰ َﻋﻠَْﯿِﻪ َﻣﺎ َﻋﻨِﱡﺘْﻢ َﺣِﺮﯾ‬:‫ ﻛﻤﺎ ﻗﺎل اﷲ ﺟﻞ وﻋﻼ ﻓﻲ ﺣﻖ ﻧﺒّﯿﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ‬،ً‫رﺣﯿﻤﺎ‬
128:‫ ]اﻟﺘﻮﺑﺔ‬. ‫…]ِﺑﺎْﻟُﻤْﺆِﻣِﻨﯿَﻦ َرُؤوٌف َرِﺣﯿٌﻢ‬

“Ini merupakan kehalusan beliau dan gaya penulisan yang bagus yang menunjukkan
kelembutan beliau kepada orang yang menimba ilmu. Beliau mendoakan curahan rahmat
bagi orang yang menimba ilmu, baik dia adalah sebagai pembaca maupun pendengar
pelajarannya. Ini merupakan metode yang sangat penting dan cara yang sudah semestinya
diperhatikan. Yaitu semestinya seorang pengajar dan da’i yang menyeru kepada agama
Allah ‘azza wa jalla menjadi seorang yang lembut dan penyayang. Begitu pula seharusnya
orang yang didakwahi merasa bahwa da’i tersebut menginginkan kebaikan dan hidayah
baginya. Hendaknya dia merasa bahwa sang da’i menginginkan agar dia terkeluarkan dari
berbagai kegelapan menuju cahaya. Sesungguhnya metode semacam ini merupakan salah
satu penyebab diterimanya dakwah dan diterimanya ilmu yang disampaikan. Oleh sebab
itulah Allah jalla wa ‘ala berfirman mengenai rasul-Nya (yang artinya), ‘Seandainya kamu
adalah orang yang berhati kasar niscaya mereka akan lari dari sisimu.’ (Qs. Ali Imran: 159).
Dan semestinya seorang da’i yang menyeru kepada agama Allah ‘azza wa jalla menjadi
seorang yang lembut lagi penyayang. Sebagaimana yang difirmankan Allah jalla wa ‘ala
tentang diri Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), ‘Sungguh telah datang
2/7
kepada kalian seorang rasul dari kalangan kalian, terasa berat apa saja yang
menyusahkan kalian, dan sangat bersemangat memberikan kebaikan untuk kalian dan
kepada orang-orang yang beriman sangat lembut dan penyayang.’ (Qs. at-Taubah: 128)….
” (Syarh al-Ushul ast-Tsalatsah, hal. 4 software Maktabah asy-Syamilah)

Perintah untuk menebar kasih sayang

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,

ِ ‫اﻟﱠﺮاِﺣُﻤﻮَن َﯾْﺮَﺣُﻤُﻬُﻢ اﻟﱠﺮْﺣَﻤُﻦ اْرَﺣُﻤﻮا أَْﻫَﻞ اَﻷْر‬


‫ض َﯾْﺮَﺣْﻤُﻜْﻢ َﻣْﻦ ِﻓﻰ اﻟﱠﺴَﻤﺎِء‬

“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah). Maka
sayangilah penduduk bumi niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi kalian.” (HR.
Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani)

Dalam riwayat Tirmidzi dengan teks,

ِ ‫اﻟﱠﺮاِﺣُﻤﻮَن َﯾْﺮَﺣُﻤُﻬُﻢ اﻟﱠﺮْﺣَﻤُﻦ اْرَﺣُﻤﻮا َﻣْﻦ ِﻓﻰ اَﻷْر‬


‫ض َﯾْﺮَﺣْﻤُﻜْﻢ َﻣْﻦ ِﻓﻰ اﻟﱠﺴَﻤﺎء‬

“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah). Maka
sayangilah yang di atas muka bumi niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi
kalian.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan hasan sahih oleh Tirmidzi dan disahihkan al-Albani)

Di dalam riwayat Ahmad dengan lafazh,

‫اﻟ ﺮا ﺣ ﻤ ﻮ ن ﯾ ﺮ ﺣ ﻤ ﻬ ﻢ اﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ا ر ﺣ ﻤ ﻮا أ ﻫ ﻞ ا ﻷ ر ض ﯾ ﺮ ﺣ ﻤ ﻜ ﻢ أ ﻫ ﻞ اﻟ ﺴ ﻤﺎ ء‬

“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah). Maka
sayangilah penduduk bumi niscaya penduduk langit pun akan menyayangi kalian.” (HR.
Ahmad, dinyatakan sahih lighairihi oleh Syaikh Syu’aib al-Arna’uth)

al-Mubarakfuri rahimahullah menjelaskan,

‫واﻟ ﻤ ﺮاد ﺑﺄ ﻫ ﻞ اﻟ ﺴ ﻤﺎ ء اﻟ ﻤ ﻼ ﺋ ﻜ ﺔ و ﻣ ﻌ ﻨ ﻰ ر ﺣ ﻤ ﺘ ﻬ ﻢ ﻷ ﻫ ﻞ ا ﻷ ر ض د ﻋﺎ ؤ ﻫ ﻢ ﻟ ﻬ ﻢ ﺑﺎﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﺔ واﻟ ﻤ ﻐﻔ ﺮة‬

“Yang dimaksud dengan penduduk langit adalah para malaikat. Makna kasih sayang
mereka kepada penduduk bumi adalah berupa doa yang mereka panjatkan demi kebaikan
mereka -penduduk bumi- berupa curahan rahmat dan ampunan…” (Tuhfat al-Ahwadzi
[6/43] software Maktabah asy-Syamilah)

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah menerangkan,

‫ ﻓﺤﯿﻨﻤﺎ ﺣﺼﻠﺖ ﻣﻨﻬﻢ رﺣﻤﺔ ﻟﻠﺨﻠﻖ اﻟﺬﯾﻦ ﯾﺴﺘﺤﻘﻮن اﻟﺮﺣﻤﺔ ﻓﺠﺰاؤﻫﻢ‬،‫ ﻓﻜﻤﺎ أﻧﻬﻢ َﯾﺮﺣﻤﻮن ُﯾﺮﺣﻤﻮن‬،‫وﻫﺬا ﻷن اﻟﺠﺰاء ﻣﻦ ﺟﻨﺲ اﻟﻌﻤﻞ‬
‫أن ﯾﺮﺣﻤﻬﻢ اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬.

“Hal ini dikarenakan balasan atas suatu amal sejenis dengan amal yang dilakukan.
Sebagaimana mereka menyayangi maka mereka pun disayangi. Ketika muncul kasih
sayang dari mereka kepada orang-orang yang memang berhak untuk disayangi maka
balasan untuk mereka adalah Allah ta’ala pun menyayangi mereka…” (Syarh Sunan Abu
Dawud [28/249] software Maktabah asy-Syamilah)

3/7
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh hafizhahullah menjelaskan:

‫ ﻟ ﻬﺬا اﻟ ﺸ ﯿ ﺦ ر ﺣ ﻤ ﻪ ا ﷲ ﻧ ﺒ ﻪ‬، ‫ و ﻏﺎ ﯾ ﺘ ﻪ اﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﺔ ﻓ ﻲ ا ﻵ ﺧ ﺮة‬، ‫ و ﻧ ﺘ ﯿ ﺠ ﺘ ﻪ اﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﺔ ﻓ ﻲ اﻟﺪ ﻧ ﯿﺎ‬، ‫ﻗﺎ ل اﻟ ﻌﻠ ﻤﺎ ء ﺳ ﺒ ﺐ ذﻟ ﻚ أ ن ﻣ ﺒ ﻨ ﻰ ﻫﺬا اﻟ ﻌﻠ ﻢ اﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﺔ‬


‫ ذﻟﻚ ﻷن ﻣﺒﻨﻰ اﻟﺘﻌﻠﻢ ﺑﯿﻦ اﻟﻤﻌﻠﻢ واﻟﻤﺘﻌﻠﻢ ﻫﻮ‬,‫(؛ دﻋﺎء ﻟﻠﻤﺘﻌﻠﻢ ﺑﺎﻟﺮﺣﻤﺔ‬-‫رﺣﻤَﻚ اُﷲ‬- ‫ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ ﺗﻨﺒﯿﻬﺎ ﻟﻄﯿﻔﺎ دﻗﯿﻘﺎ ﺣﯿﺚ ﻗﺎل )اﻋﻠْﻢ‬
‫اﻟﺘﺮاﺣﻢ ﻛﱞﻞ ﺑﻤﺎ ﯾﻨﺎﺳﺒﻪ‬.

“Para ulama mengatakan -ketika menjelaskan kandungan hadits tersebut, pent- bahwa
sebabnya adalah dikarenakan ilmu ini dibangun di atas landasan rahmat (kasih sayang).
Buahnya adalah rahmat di dunia dan tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan rahmat di
akherat. Oleh sebab itulah Syaikh -Muhammad bin Abdul Wahhab- rahimahullah
memberikan perhatian atasnya dengan cara yang halus dan lembut yaitu ketika beliau
mengutarakan -di dalam risalah ini- dengan ucapannya, ‘Ketahuilah, semoga Allah
merahmatimu’. Ini merupakan doa agar orang yang menimba ilmu memperoleh curahan
rahmat. Hal itu dikarenakan kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan antara pengajar
dengan pelajar dibangun di atas landasan sikap saling menyayangi, satu sama lain -
disayangi- sesuai dengan kedudukannya.” (Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 4)

Catatan: Hadits di atas merupakan salah satu dalil yang sangat jelas menunjukkan bahwa
Allah berada di atas langit, bukan di mana-mana sebagaimana yang diyakini oleh sebagian
orang. Sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “… niscaya Yang di atas
langit pun akan menyayangi kalian.” Bahkan, Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Kami mengimani bahwa Allah berada di atas Arsy-Nya, sebagaimana telah diberitakan di
dalam Kitab-Nya yang mulia. Kami tidak mengatakan bahwa Dia berada di setiap tempat.
Akan tetapi Dia berada di atas langit, sedangkan ilmu-Nya di setiap tempat. Tidak ada satu
tempat pun yang lutput dari ilmu-Nya. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), ‘Apakah
kalian merasa aman dari hukuman Tuhan yang berada di atas langit?’ (Qs. al-Mulk: 16)…”
(ad-Dala’il al-Wafiyah fi Tahqiq ‘Aqidati an-Nawawi a Salafiyah am Khalafiyah, transkrip
ceramah Syaikh Masyhur Hasan Salman, hal. 42-43).

al-Munawi rahimahullah menyebutkan:

‫ ﺑ ﻤﺎذا‬: ‫ أ و ﻗﻔ ﻨ ﻲ ﺑ ﯿ ﻦ ﯾﺪ ﯾ ﻪ و ﻗﺎ ل‬: ‫ذ ﻛ ﺮ ﺑ ﻌ ﺾ اﻟ ﻌﺎ ر ﻓ ﯿ ﻦ ﻣ ﻦ ﻣ ﺸﺎ ﺋ ﺨ ﻨﺎ أ ن ﺣ ﺠ ﺔ ا ﻹ ﺳ ﻼ م اﻟ ﻐ ﺰاﻟ ﻲ ر ؤ ي ﻓ ﻲ اﻟ ﻨ ﻮ م ﻓ ﺴ ﺌ ﻞ ﻣﺎ ﻓ ﻌ ﻞ ا ﷲ ﺑ ﻪ ﻓﻘﺎ ل‬


‫ ﻣﺎ ﻗ ﺒﻠ ﺖ ﻣ ﻨ ﻬﺎ ﺷ ﯿ ﺌﺎ وﻟ ﻜ ﻦ ﻏﻔ ﺮ ت ﻟ ﻚ ﻫ ﻞ ﺗﺪ ر ي ﺑ ﻤﺎذا ؟ ﺟﻠ ﺴ ﺖ ﺗ ﻜ ﺘ ﺐ ﯾ ﻮ ﻣﺎ ﻓ ﺴﻘ ﻄ ﺖ ذ ﺑﺎ ﺑ ﺔ ﻋﻠ ﻰ‬: ‫ﺟ ﺌ ﺖ ﻓﺬ ﻛ ﺮ ت أ ﻧ ﻮا ﻋﺎ ﻣ ﻦ اﻟ ﻌ ﺒﺎدا ت ﻓﻘﺎ ل‬
‫اﻟﻘﻠ ﻢ ﻓ ﺘ ﺮ ﻛ ﺘ ﻬﺎ ﺗ ﺸ ﺮ ب ﻣ ﻦ اﻟ ﺤ ﺒ ﺮ ر ﺣ ﻤ ﺔ ﻟ ﻬﺎ ﻓ ﻜ ﻤﺎ ر ﺣ ﻤ ﺘ ﻬﺎ ر ﺣ ﻤ ﺘ ﻚ اذ ﻫ ﺐ ﻓﻘﺪ ﻏﻔ ﺮ ت ﻟ ﻚ‬

“Sebagian orang arif di kalangan para guru kami pernah menceritakan bahwasanya ada
orang yang bermimpi bertemu dengan Hujjatul Islam al-Ghazali –rahimahullah– dalam
tidurnya. Ketika itu beliau ditanya, apa yang Allah lakukan kepadanya. Maka beliau
menjawab, ‘Allah memberdirikanku di hadapan-Nya, dan bertanya: ‘Dengan membawa apa
kamu datang?’ Maka aku pun menyebutkan berbagai jenis ibadah -yang pernah
kukerjakan-, lalu Allah mengatakan, ‘Tidak ada yang Aku terima dari itu semua sedikitpun,
akan tetapi Aku telah mengampunimu. Tahukah kamu apa sebabnya? Suatu hari kamu
sedang duduk menulis tiba-tiba ada seekor lalat yang jatuh menimpa pena -bersama
tintanya- kemudian kamu biarkan ia minum dari tinta itu karena kasihan/sayang kepadanya.
Maka sebagaimana kamu telah mengasihinya maka sekarang kini Akupun mengasihimu.
Pergilah, aku telah mengampunimu.’.” (Faidh al-Qadir [3/11] software Maktabah asy-
Syamilah)

Ancaman bagi orang yang tidak punya rasa kasih sayang


4/7
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau meriwayatkan:

‫ ُﯾﻘَﱢﺒُﻞ اْﻟَﺤَﺴَﻦ ﻓَﻘَﺎَل إِﱠن ﻟِﻰ َﻋَﺸَﺮةً ِﻣَﻦ اْﻟَﻮﻟَِﺪ َﻣﺎ ﻗَﱠﺒْﻠُﺖ َواِﺣًﺪا ِﻣْﻨُﻬْﻢ ﻓَﻘَﺎَل َرُﺳﻮُل‬-‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﺼَﺮ اﻟﱠﻨِﺒﱠﻰ‬ َ ٍ ‫أَﱠن اَﻷْﻗَﺮَع ْﺑَﻦ َﺣﺎِﺑ‬
َ ‫ﺲ أْﺑ‬
‫ » إِﱠﻧُﻪ َﻣْﻦ َﻻ َﯾْﺮَﺣْﻢ َﻻ ُﯾْﺮَﺣْﻢ‬-‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫» ا ﱠِﷲ‬.

“al-Aqra’ bin Habis suatu ketika melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mencium
al-Hasan -cucu beliau-, maka dia berkata: ‘Saya memiliki sepuluh orang anak namun saya
belum pernah melakukan hal ini kepada seorang pun di antara mereka.’ Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Sesungguhnya barang siapa yang tidak
menyayangi maka dia tidak akan disayangi.’.” (HR. Bukhari dan Muslim, ini lafazh Muslim)

Dalam riwayat Abu Dawud dengan teks,

‫ َوُﻫَﻮ ُﯾَﻘﱢﺒُﻞ ُﺣَﺴْﯿًﻨﺎ َﻓَﻘﺎَل إِﱠن ﻟِﻰ َﻋْﺸَﺮًة ِﻣَﻦ اْﻟَﻮﻟَِﺪ َﻣﺎ َﻓَﻌْﻠُﺖ َﻫَﺬا ِﺑَﻮاِﺣٍﺪ ِﻣْﻨُﻬْﻢ َﻓَﻘﺎَل‬-‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﺼَﺮ اﻟﱠﻨِﺒﱠﻰ‬ َ ٍ ‫أَﱠن اَﻷْﻗَﺮَع ْﺑَﻦ َﺣﺎِﺑ‬
َ ‫ﺲ أْﺑ‬
‫ » َﻣْﻦ َﻻ َﯾْﺮَﺣُﻢ َﻻ ُﯾْﺮَﺣُﻢ‬-‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫» َرُﺳﻮُل ا ﱠِﷲ‬

“al-Aqra’ bin Habis suatu ketika melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mencium
Husain -cucu beliau-, maka dia berkata: ‘Saya memiliki sepuluh orang anak namun saya
belum pernah melakukan hal ini kepada seorang pun di antara mereka.’ Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Barang siapa yang tidak menyayangi maka dia
tidak akan disayangi.’.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani)

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ُ
‫إﱠﻧَﻤﺎ َﯾْﺮَﺣُﻢ اﱠﷲ ِﻣْﻦ ِﻋَﺒﺎِدهِ اﻟﱡﺮَﺣَﻤﺎَء‬

“Sesungguhnya Allah hanya akan menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang.” (HR.


Bukhari)

Ibnu Batthal rahimahullah mengatakan,

‫ وأ ن ذﻟ ﻚ ﻣ ﻤﺎ ﯾ ﻐﻔ ﺮ ا ﷲ ﺑ ﻪ‬. ‫ﻓ ﻰ ﻫﺬه ا ﻷ ﺣﺎد ﯾ ﺚ اﻟ ﺤ ﺾ ﻋﻠ ﻰ ا ﺳ ﺘ ﻌ ﻤﺎ ل اﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﺔ ﻟﻠ ﺨﻠ ﻖ ﻛﻠ ﻬ ﻢ ﻛﺎ ﻓ ﺮ ﻫ ﻢ و ﻣ ﺆ ﻣ ﻨ ﻬ ﻢ وﻟ ﺠ ﻤ ﯿ ﻊ اﻟ ﺒ ﻬﺎ ﺋ ﻢ واﻟ ﺮ ﻓ ﻖ ﺑ ﻬﺎ‬


‫ و ﯾ ﺴ ﺘ ﻌ ﻤﻠ ﻬﺎ ﻓ ﻰ أ ﺑ ﻨﺎ ء ﺟ ﻨ ﺴ ﻪ و ﻓ ﻰ ﻛ ﻞ‬، ‫ ﻓ ﯿ ﻨ ﺒ ﻐ ﻰ ﻟ ﻜ ﻞ ﻣ ﺆ ﻣ ﻦ ﻋﺎ ﻗ ﻞ أ ن ﯾ ﺮ ﻏ ﺐ ﻓ ﻰ ا ﻷ ﺧﺬ ﺑ ﺤ ﻈ ﻪ ﻣ ﻦ اﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﺔ‬، ‫اﻟﺬ ﻧ ﻮ ب و ﯾ ﻜﻔ ﺮ ﺑ ﻪ اﻟ ﺨ ﻄﺎ ﯾﺎ‬
‫ أ ﻻ ﺗ ﺮ ى أ ن اﻟﺬ ى ﺳﻘ ﻰ اﻟ ﻜﻠ ﺐ اﻟﺬ ى و ﺟﺪه ﺑﺎﻟﻔ ﻼة ﻟ ﻢ ﯾ ﻜ ﻦ ﻟ ﻪ‬، ‫ﺣ ﯿ ﻮا ن … و ﻛﺬﻟ ﻚ ﯾ ﻨ ﺒ ﻐ ﻰ أ ن ﯾ ﺮ ﺣ ﻢ ﻛ ﻞ ﺑ ﻬ ﯿ ﻤ ﺔ وإ ن ﻛﺎ ﻧ ﺖ ﻓ ﻰ ﻏ ﯿ ﺮ ﻣﻠ ﻜ ﻪ‬
‫…ﻣﻠًﻜﺎ ﻓﻐﻔﺮ اﷲ ﻟﻪ ﺑﺘﻜﻠﻔﺔ اﻟﻨﺰول ﻓﻲ اﻟﺒﺌﺮ وإﺧﺮاﺟﻪ اﻟﻤﺎء ﻓﻰ ﺧﻔﻪ وﺳﻘﯿﻪ إﯾﺎه‬

“Di dalam hadits-hadits ini terkandung dorongan untuk bersikap kasih sayang kepada
segenap makhluk, yang kafir maupun yang beriman dan juga kepada segenap hewan
piaraan dan bersikap lembut kepadanya. Dan sesungguhnya hal itu merupakan salah satu
penyebab Allah akan mengampuni dosa dan menutupi kesalahan-kesalahan. Oleh sebab
itu sudah semestinya setiap mukmin yang berakal bersemangat dalam mengambil bagian
dalam upaya mewujudkan rasa kasih sayang dalam dirinya dan menerapkannya kepada
sesama jenisnya -manusia- dan juga kepada segala jenis hewan -kecuali yang
membahayakan, pent-…”… “Demikian pula semestinya dia menyayangi setiap hewan
piaraan meskipun bukan miliknya sendiri. Tidakkah kamu melihat bahwa orang yang
memberikan minum kepada anjing tak berpemilik yang ditemukannya di tengah padang
tandus sehingga Allah pun berkenan untuk mengampuninya disebabkan usahanya dengan

5/7
bersusah payah turun ke sumur dan mengambil airnya dengan terompahnya dan kemudian
memberikan air itu untuk minum si anjing…” (Syarh Shahih al-Bukhari li Ibni Batthal,
[9/219-220] software Maktabah asy-Syamilah)

al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menukil keterangan Ibnu Abi Jamrah,

‫و ﯾ ﺤ ﺘ ﻤ ﻞ أ ن ﯾ ﻜ ﻮ ن اﻟ ﻤ ﺮاد ﻣ ﻦ ﻻ ﯾ ﻜ ﻮ ن ﻓ ﯿ ﻪ ر ﺣ ﻤ ﺔ ا ﻹ ﯾ ﻤﺎ ن ﻓ ﻲ اﻟﺪ ﻧ ﯿﺎ ﻻ ﯾ ﺮ ﺣ ﻢ ﻓ ﻲ ا ﻵ ﺧ ﺮة أ و ﻣ ﻦ ﻻ ﯾ ﺮ ﺣ ﻢ ﻧﻔ ﺴ ﻪ ﺑﺎ ﻣ ﺘ ﺜﺎ ل أ وا ﻣ ﺮ ا ﷲ‬
‫وا ﺟ ﺘ ﻨﺎ ب ﻧ ﻮا ﻫ ﯿ ﻪ‬

“Bisa juga ditafsirkan maknanya adalah bahwa barang siapa yang pada dirinya ketika di
dunia tidak terdapat rahmat keimanan maka dia tidak akan mendapat rahmat di akherat.
Atau barang siapa yang tidak mengasihi dirinya sendiri dengan cara melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya -maka Allah juga tidak akan mengasihinya kelak
di akherat, pent-…” (Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari [10/440] software Maktabah
asy-Syamilah)

Ringkasan

Nah, dengan mencermati penjelasan para ulama di atas jelaslah bagi kita bahwa di dalam
doa rahmat yang dipanjatkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di awal
mukadimah risalahnya ini terkandung banyak pelajaran berharga, di antaranya:

1. Penyebaran ilmu ini dilandaskan oleh rasa kasih sayang kepada umat manusia.
2. Semestinya seorang pengajar bersikap lemah lembut kepada orang yang diajarinya.
3. Kelembutan merupakan unsur penting dalam dakwah dan salah satu sebab
diterimanya dakwah.
4. Hal ini juga menunjukkan hendaknya seorang da’i menempuh cara termudah agar
orang yang didakwahi menerima dan memahami apa yang didakwahkannya. Salah
satu caranya adalah dengan medoakan kebaikan atau hidayah baginya,
sebagaimana kisah Abu Hurairah radhiyallahu’anhu yang meminta kepada Nabi
untuk mendoakan ibunya yang tidak mau masuk Islam. Kemudian berkat doa beliau
akhirnya ibunya masuk Islam.
5. Barang siapa yang mengasihi sesama maka Allah pun akan mengasihinya.
6. Kasih sayang yang sejati adalah yang membimbing manusia menuju keselamatan
dan kebahagiaan abadi di akherat nanti.
7. Islam memuji orang-orang yang mempunyai rasa kasih sayang dan mencela orang
yang tidak memilikinya.
8. Orang yang paling jelek adalah yang tidak menyayangi dirinya sendiri yaitu dengan
tidak beriman, tidak mau tunduk kepada perintah Allah dan tidak mau menjauhi
larangan-larangan-Nya.
9. Hendaknya bersikap kasih sayang kepada sesama manusia bahkan kepada hewan
sekalipun.
10. Balasan yang diberikan sejenis dengan bentuk amal yang dilakukan. Barang siapa
yang menyayangi maka akan disayangi. Barang siapa yang mengingat Allah maka
Allah akan mengingatnya. Barang siapa menjaga -aturan- Allah maka Allah pun akan
menjaganya. Barang siapa yang membela -agama- Allah maka Allah pun akan
menolongnya. Demikian seterusnya…

Demikianlah pembahasan ringkas yang bisa kami sajikan dalam kesempatan ini. Semoga
6/7
Allah ta’ala berkenan untuk menerima amal ini dan menjadikannya bermanfaat bagi kami
dan pembaca sekalian. Masih banyak pelajaran berharga yang tersimpan dalam risalah
mungil ini, kita berharap kepada Allah agar memberikan kesempatan kepada kita untuk
mengkajinya dan kemudian mengamalkan ilmu yang kita pahami darinya.

Allahumma inna nas’aluka ‘ilman naafi’an wa na’uudzubika min ‘ilmin yaa yanfa’ (Ya Allah,
kami memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat dan kami berlindung kepada-Mu dari
ilmu yang tidak bermanfaat). Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha
mengabulkan doa. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa
sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, Rabu 11 Syawwal 1430 H


Hamba yang fakir kepada Rabbnya

***

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi


Artikel www.muslim.or.id

Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik
disini. Jazakallahu khair

7/7

Anda mungkin juga menyukai