Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. Identifikasi
Nama : An. MF
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir :16 April 2017
Umur : 1 tahun 4 bulan
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Palembang
Rekam medik : 399664
Tanggal MRS : 14 Agustus 2018
1.2.Alloanamnesis (orang tua pasien)
Keluhan Utama
Kejang
Keluhan Tambahan
Demam
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan kejang sejak 30 menit
SMRS. Kejang terjadi sebanyak dua kali dengan frekuensi 30 menit tiap kejang
dan terus menerus. Saat kejang tangan pasien kanan dan kiri mengepal, kedua
lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar. Mata tidak mendelik keatas, pasien
seperti menyeringai, tidak keluar busa dari mulut pasien dan lidah tidak tergigit.
Setelah kejang pasien sadar. Riwayat kejang sebelumnya tidak di jumpai.
Demam dijumpai sejak 2 hari yang lalu. Demam terjadi secara terus menerus.
Riwayat demam sebelumnya dijumpai dan tidak berkurang dengan obat penurun
panas. Riwayat sakit tenggorokan dijumpai 1 minggu SMRS dan ibu menyatakan
pasien sedikit minum dan tidak mau makan. Mual dan muntah tidak dijumpai.
BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama
tidak dijumpai.

1
Riwayat Penyakit Dahulu
 Tidak ada
Riwayat Penyakit Lain
 Tidak ada

Riwayat Obat
Parasetamol sirup

Riwayat Kelahiran dan Imunisasi


Anak lahir cukup bulan dengan Berat Badan Lahir 2900 gram. Riwayat imunisasi
dasar lengkap.

1.3.Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis.
Tekanan darah :-
Nadi : 110x/menit.
Pernafasan : 24x/menit.
Suhu : 38.6oC

Status Gizi

Usia : 1 tahun 4 bulan


Usia kronologis : Tanggal pemeriksaan – Tanggal lahir
2018-08-14
2017-04-16–
1 tahun 3 bulan 28 hari
Berat Badan : 10 kg
Tinggi Badan :110 cm

2
3
4
Kesimpulan :

BB/U = -2 SD sampai dengan 2 SD (Gizi baik)

PB/U = >3 SD ( Tinggi)

IMT/U = -2 SD sampai dengan 2 SD (Normal)

5
Keadaan Spesifik
 Kepala:
Simetris. UUK tidak menonjol
 Mata:
Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya
(+/+).
 Telinga
Canalis auditorius externa lapang, sekret (-/-).
 Hidung
Nafas cuping hidung (-), Sekret (-/-), deformitas (-).
 Mulut
Sianosis (-), uvula di tengah, tonsil T2-T2, tonsil hiperemis (+).
 Leher:
Tekanan vena jugularis (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran tiroid (-).
 Kelenjar Getah Bening:
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening supraklavikular, aksilaris, inguinalis.
 Thorax:
o Paru :
Inspeksi: Statis dan dinamis kanan-kiri.
Palpasi: Stem fremitus kanan kiri sama.
Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi: Vesikular (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
o Jantung
Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi: Iktus kordis teraba di sela iga V linea midklavikula sinistra.
Perkusi: Batas atas jantung di sela iga II batas kanan jantung di sela iga V linea
parasternalis sinistra, batas kiri jantung di sela iga V linea midaksilaris anterior
sinistra.
Auskultasi: HR 86x/menit, bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), dan gallop
(-).

6
 Abdomen
Inspeksi: distensi (-)
Palpasi: nyeri tekan (-)hepar tidak teraba, lien tidak teraba, defans muskular (-)
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
 Regio Costo-Vertebral Angle (CVA)
Inspeksi: bulging (-/-)
Palpasi: ballotement (-/-)
Perkusi: nyeri ketok (-/-)
 Regio Supra Pubik
Inspeksi: bulging (-)
Palpasi: nyeri tekan (-).
Perkusi: timpani
 Regio Genitalia Eksterna:
Inspeksi: tidak ada kelainan
 Ekstremitas :
Edema pretibial (-/-), CRT < 2 detik, petechiae (-)

1.4.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 14 Agustus 2018)
 Hematologi
Hemoglobin : 10,6 g/dl
Leukosit : 8,1 x 103/mm3
Hematokrit : 30%
Trombosit : 176 x 103/µL

Hitung jenis
Eosinofil : 2%
Basofil : 0%
Batang : 3%
Segmen : 77%

7
Limfosit : 18%
Monosit : 30%
 Serologi
S. Typhi H :-
S. Typhi O :-

1.5. Diagnosis Kerja


Kejang Demam Kompleks + tonsilitis akut

1.6.Diagnosis Banding
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Epilepsi

1.7. Penatalaksanaan
- O2 via nasal canul 4L/menit
- IVFD RL 30gtt/menit
- Diazepam supp 5 mg
- Paracetamol syr 3 x Cth I
- Asam Valproat syr 2 x 1,5 ml

1.8. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam

1.9. Follow up
 Perawatan hari ke-1( 15Agustus 2018)
S/ Demam () naik turun, Kejang (-)
O/Status generalis
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis

8
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 110 x/menit.
Pernafasan : 24 x/menit.
Suhu : 37,4oC
A/ Kejang demam kompleks + Tonsilitis akut
P/ - IVFD RL10gtt/menit (makro)
- Inj. Ceftriaxone 1x500 mg
- Paracetamol syr 3 x 1 Cth
- Depaken 2x1,5 ml

Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 15 Agustus 2018)


 Hematologi
Hemoglobin : 10.8 g/dl
Hematokrit : 31%
Trombosit : 153 x 103/µL

 Perawatan hari ke-2 (16 Agustus 2018)


S/ Demam (-) , Kejang (-)
O/Status generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit.
Pernafasan : 24x/menit.
Suhu : 37,2oC
A/ Kejang demam kompleks + Tonsilitis akut
P/ - IVFD RL 10gtt/menit (makro)
- Inj. Ceftriaxone 1x500 mg
- Depaken 2x1,5 ml

9
Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 16 Agustus 2018)
 Hematologi
Hemoglobin : 10.8 g/dl
Leukosit : 4,6 x 103/mm3
Hematokrit : 30%
Trombosit : 157 x 103/µL

 Perawatan hari ke-3 (17 Agustus 2018)


S/ Demam (-), Kejang (-)
O/Status generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit.
Pernafasan : 24x/menit.
Suhu : 36,5oC
A/ Kejang demam kompleks + Tonsilitis akut
P/ - IVFD RL 10gtt/menit (makro)
- Inj. Ceftriaxone 1x500 mg
- Depaken 2x1,5 ml
- Pasien boleh pulang

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kejang Demam


2.1.1 Definisi
Kejang adalah manifestasi klinis intermiten yang khas dapat berupa
gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik dan atau otonom
yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dineuron otak. Berdasarkan
International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam merupakan kejang
selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang berhubungan dengan
penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang
neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang simptomatik lainnya.1Menurut
American Academy of Pediatrics suhu normal rektal pada anak berumur <3 tahun
sampai 38C, suhu normal oral sampai 37,5C. Pada anak berumur >3 tahun suhu
oral normal sampai 37,2C, suhu rektal normal sampai 37,8C.2

2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu:3
 Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
 Kejang demam kompleks
Kejang lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial, kejang berulang atau
lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

2.1.3 Epidemiologi
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering, biasanya
merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya. Berdasarkan studi populasi,

11
angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa 2–7%, sedangkan di
Jepang 9–10%. Dua puluh satu persen kejang demam durasinya kurang dari 1
jam, 57% terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya demam, dan 22% lebih dari 24
jam.2 Sekitar 30% pasien akan mengalami kejang demam berulang dan kemudian
meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun.
Sejumlah 9–35% kejang demam pertama kali adalah kompleks, 25% kejang
demam kompleks tersebut berkembang ke arah epilepsi.4

2.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko


Kejang demam dapat terjadi karena adanya pengaruh beberapa hal, yaitu:5
 Umur
Umur terjadinya bangkitan kejang demam berkisar antara 6 bulan–5 tahun.
Umur terkait dengan fase perkembangan otak yaitu masa developmental
window yang merupakan masa perkembangan otak fase organisasi. Pada
usia ini anak mempunyai nilai ambang kejang rendah sehingga mudah
terjadi kejang demam.
 Suhu badan
Adanya kenaikan suhu badan merupakan suatu syarat untuk terjadinya
kejang demam. Perubahan kenaikan suhu tubuh berpengaruh terhadap
nilai ambang kejang dan eksitabilitas neural karena kenaikan suhu tubuh
berpengaruh pada kanal ion, metabolisme seluler, dan produksi
ATP.Demam menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi-reaksi kimia,
kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan peningkatan metabolisme basal
10%-15% dan kebutuhan oksigen 20%. Akibat keadaan tersebut, reaksi-
reaksi oksidasi berlangsung lebih cepat sehingga oksigen lebih cepat habis
dan akan mengakibatkan kejadian hipoksia.
 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Faktor-faktor prenatal yang berpengaruh terhadap terjadinya kejang
demam antara lain umur ibu saat hamil, kehamilan dengan eklampsia dan
hipertensi, kehamilan primipara atau multipara, paparan asap rokok saat
kehamilan. Umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35

12
tahun dapat mengakibatkan berbagai komplikasi dan persalinan antara lain
hipertensi dan eklampsia yang menyebabkan aliran darah ke plasenta
berkurang sehingga terjadi asfiksia pada bayi dan dapat berlanjut menjadi
kejang dikemudian hari.
 Faktor Genetik
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa faktor genetik merupakan faktor
penting dalam terjadinya bangkitan kejang demam. Pada anak dengan
kejang demam petama, risiko untuk terjadi kejang demam pada saudara
kandungnya berkisar 10%-45%. Hasil pemetaan terhadapa beberapa
keluarga dengan riwayat kejang demam menunjukan bahwa kejang
demam berhubungan dengan mutasi gen pada kromosom 19p dan 8q13-21
di antaranya memiliki pola autosomal dominan.
 Penyakit Penyakit yang Menyertai
Adapun penyakit yang sering menyertai pada kejang demam adalah:
infeksi saluran nafas akut, faringitis dan otitis media, pneumonia, infeksi
saluran kemih, serta gangguan gastroenteritis.

2.1.5 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi
dimana oksigen disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan diteruskan ke otak
melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (NA+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan yang

13
disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensialmembrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :
1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubu,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion Natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas nya muatan dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada
suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40C atau lebih.
Kejang demam berulang lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya
tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi padameningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat.

14
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis
setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
“matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di
otak hingga terjadi epilepsi.6

2.1.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang muncul pada penderita kejang demam, yaitu:7
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran).

2.1.7 Diagnosis
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula darah.8

b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis adalah

15
0,6–6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas.8
Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan – sangat dianjurkan
2. Bayi antara 12-18 bulan – dianjurkan
3. Bayi >18 bulan – tidak rutin. Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.

c.Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak
direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas,
misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.8

d. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat.
CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang
bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray kepala dan
pencitraan seperti Computed Tomography scan (CT-scan) atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:8
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

16
2.1.8 Penatalaksanaan
Pada anak yang sedang mengalami kejang, penderita dimiringkan agar
jangan terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut. Jalan nafas dijaga agar tetap
terbuka, agar suplai oksigen tetap terjamin, bila perlu diberikan oksigen. Fungsi
vital, keadaan jantung, tekanan darah, kesadaran perlu diikuti dengan seksama.
Suhu yang tinggi harus segera diturunkan dengan kompres dan pemberian
antipiretik.9
Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam,
dengan dosis intravena 0,3 – 0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan
12mg/menit atau dalam waktu 35 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Dirumah,
orang tua dapat menggunakan diazepam rektaldengan dosis 0,5 – 0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10 kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak di
bawah usia 3 tahun atau 7.5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.9
 Bila kejang belum berhenti, diulang dengan cara dan dosis yang sama dengan
interval waktu 5 menit
 Bila masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.Dirumah sakit dapat
diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg
 Bila kejang belum berhenti, berikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal
20 mg/kg/kali kali dengan kecepatan 1 mg/kg/ menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya 4 – 8 mg /kg/hari, dimulai 12
jam setelah dosis awal
 Bila kejang belum berhenti, pasien dirawat diruang rawat intensif.Bila kejang
telah berhenti, harus ditentukan apakah perlu pengobatan profilaksis atau tidak
tergantung jenis kejang demam dan faktor risiko yang ada pada anak tersebut

PEMBERIAN OBAT PADA SAAT DEMAM


 Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam, namun antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol yang digunakan 10 – 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari. Dosis

17
ibuprofen 5 – 10 mg/kg/kali, 3 – 4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetil
selisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18
bulan, sehingga penggunanya tidak dianjurkan.9
 Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30 – 60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C. Fenobarbital,
karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.9
Pemberian obat rumat diindikasi bila kejang demam menunjukkan salah
satu dari hal berikut : kejang lama > 15 menit, kejangnya fokal, adanya kelainan
neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis,
paresis Todd, cerebral palsy, reterdasi mental, hidrosefalus. Pengobatan rumat
boleh dipertimbangkan bila kejang 2 x/lebih dalam satu hari, kejang pada umur <1
tahun, dan kejang sangat sering ≥ 4 kali pertahun.9
Antikonvulsan yang digunakan untuk pengobatan rumat adalah
fenobarbital (4–5mg/kg/hari) atau asam valproat (15–40 mg/kg/hari) efektif
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pengobatan diberikan selama 1 tahun
bebas kejang kemudian dihentikan secara bertahap selam 1 – 2 bulan.9

2.1.9 Edukasi
Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan orang tua dan tak
jarang orang tua menganggap anaknya akan meninggal. Pertama, orang tua perlu
diyakinkan dan diberi penjelasan tentang risiko rekurensi serta petunjuk dalam
keadaan akut. Lembaran tertulis dapat membantu komunikasi antara orang tua dan
keluarga, penjelasan terutama pada:10
• Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
• Memberitahukan cara penanganan kejang.
• Memberi informasi mengenai risiko berulang.
• Pemberian obat untuk mencegahrekurensi efektif, tetapi harus diingat risiko efek
samping obat. Beberapa hal yang harus dikerjakan saat kejang

18
• Tetap tenang dan tidak panik.
• Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
•Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun lidah mungkin tergigit,
jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
• Ukur suhu, observasi, catat lama dan bentuk kejang.
•Tetap bersama pasien selama kejang.
• Berikan diazepam rektal. Jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
• Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

2.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kejang demam:11
1. Epilepsi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh
terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang
terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat.
2. Kerusakan jaringan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu
kejang melepaskan glutamat yang mengikat reseptor M Metyl D Asparate
(MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak
sel neuron secara irreversible.
3. Retardasi mental
Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
4. Aspirasi
Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
5. Asfiksia
Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau teratur.

19
2.1.11 Prognosis
Prognosis kejang demam baik bila ditangani dengan penanggulangan yang
tepat dan cepat. Tidak menyebabkan kematian, pencapaian intelektual normal.
Kebanyakan anak akan mengalami kejang demam dikemudian hari, tetapi
perkembangan ke epilepsi dan kejang tanpa demam adalah jarang. Kejang demam
akan kambuh pada 50% anak yang mengalami kejang demam kurang dari 1 tahun
dan 27% pada onset setelah umur 1 tahun.11

20
BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien umur 1 tahun 4 bulan berjenis kelamin laki-laki datang dengan


keluhan utama kejang.
Kejang sejak 30 menit SMRS terjadi sebanyak dua kali dengan frekuensi
30 menit tiap kejang dan terus menerus. Saat kejang tangan pasien kanan dan kiri
mengepal, kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar. Mata tidak
mendelik keatas, pasien seperti menyeringai, tidak keluar busa dari mulut pasien
dan lidah tidak tergigit. Setelah kejang pasien sadar. Riwayat kejang sebelumnya
tidak di jumpai.
Demam dijumpai sejak 2 hari yang lalu. Demam terjadi secara terus
menerus. Riwayat demam sebelumnya dijumpai dan berkurang dengan obat
penurun panas. Riwayat sakit tenggorokan dijumpai 2 minggu SMRS dan ibu
menyatakan pasien sedikit minum. BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat
keluarga dengan penyakit yang sama tidak dijumpai.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah. Nadi
110x/menit, pernafasan 24x/menit, dan suhu 38.6C. Pada status generalisata
konjungtiva tidak anemis, bibir tidak sianosis, UUK tidak menonjol. Pada tonsil
dijumpai hiperemis dan hipertrofi. Pada pemeriksaan toraks dalam batas normal,
pemeriksaan jantung dalam batas normal, pemeriksaan abdomen dalam batas
normal dan tidak ditemukan pembesaran organ abdomen.Pada pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan serologi tes widal negatif.
Kasus ini sesuai dengan American Academy of Pediatrics menyatakan
suhu normal rektal pada anak berumur <3 tahun sampai 38C, suhu normal oral
sampai 37,5C. Pada pasien dijumpai suhu rektal 38,6C. Kejang pada pasien
terjadi sebanyak dua kali dengan frekuensi 30 menit tiap kejang dan terus
menerus, sesuai dengan teori berdasarkan klasifikasi kejang demam kompleks
yaitu kejang yang terjadi lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial, kejang
berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.2

21
Berdasarkan teori penyakit yang sering menyertai pada kejang demam
adalah infeksi saluran nafas akut, faringitis/tonsilitis dan otitis media, pneumonia,
infeksi saluran kemih, serta gangguan gastroenteritis. Pada pasien ini dijumpai
riwayat sakit tenggorokan 2 minggu yang lalu. Riwayat demam dijumpai dan
turun dengan obat penurun panas.Kasus ini memiliki gejala yang hampir sama
dengan penyakit meningitis, ensefalitis, dan epilepsi. Pada meningitis dan
ensefalitis dijumpai adanya demam dan kejang, namun pada meningitis dijumpai
adanya kaku kuduk dan pada ensefalitis dijumpai adanya penurunan kesadaran.
Pada pasien tidak dijumpai kaku kuduk maupun penurunan kesadaran.
Berdasarkan hasil laboratorium, pada meningitis dan ensefalitis dijumpai adanya
peningkatan leukosit.5 Pada pasien tidak dijumpai adanya peningkatan leukosit.
Penegakan diagnosa pasti pada meningitis dan ensefalitis adalah pungsi lumbal.
Penyakit epilepsi juga memiliki gejala yang sama yaitu kejang, namun pada
epilepsi ditegakkan apabila kejang berulang yang tidak disertai dengan demam.8
Penatalaksanaan pada kasus ini diberikan O2 via nasal canul 4L/menit,
IVFD RL 30gtt/menit, Diazepam supp 5 mg, Paracetamol syr 3 x Cth I.
Penatalaksanaan kejang demam yang paling pertama adalah menjaga jalan nafas
pasien agar tetap terbuka, agar suplai oksigen tetap terjamin, dan bila perlu
diberikan oksigen.Obat yang diberikan untuk menghentikan kejang adalah
diazepam, Berdasarkan teori diazepam merupakan obat pilihan utama untuk
kejang demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat,
aman dan efektif serta dapat diberikan orang tua dirumah. Dengan dosis per rektal
5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10
kg dan dosis intravena 0,3–0,5mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan
12mg/menit atau dalam waktu 35 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.Bila
kejang belum berhenti, berikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 20
mg/kg/kali kali dengan kecepatan 1 mg/kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Parasetamol digunakansebagai antipiretik dengan dosis 10–15 mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari. Asam valproat diberikan sebagai antikonvulsan yang
digunakan untuk pengobatan rumat untuk menurunkan risiko berulangnya kejang
dengan dosis 15-40 mg/kg/hari.9

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Smith DF, Appleton RE, Mackenzie JM, Chadwick DW. An atlas of epilepsy.
Edisi ke – 1 . New York: The Parthenon Publishing Group. 2012, h. 15-23.
2. Ismet. (2017). Kejang demam. Jurnal Kesehatan Melayu, 1(1), 41-44.
3. Andretty Rezy. Hubungan riwayat kejang demam dengan angka kejadian epilepsi
di Dr.Moewardi. Universitas muhammadiah surakarta.2015.
4. de Siqueira LFM. Febrile seizures: Update on diagnosis and management. Rev
Assoc Med Bras. 2014; 56(4): 489-92.
5. Shinnar S. Febrile seizure. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferreiro DM.
Pediatric neurology principles and practice. Edisi ke empat. Philadelpia, USA:
Mosby Elseiver ; 20015. h. 1079-86Verity CM, Golding J. Risk of epilepsy after
febrile con-vulsion: a national cohort study. Br Med J 1991; 303:373-6.
6. J, Elizabeth. 2013. Buku Saku Patofisiologi Corwin edisi 3. EGC. Jakarta.
7. Suwarba N. Manajemen terkini kejang dan status epileptikus pada anak. [cited
2014 November 15]. Available from: http://ngurahsuwarba.wordpress.com
8. Wendorff J, Zeman K. Immunology of febrile seizures. Pracapoglado/review
paper. 2014; 20: 40-6
9. AAP. Febrile seizure: clinical practice guideline for the long term management of
child with simple febril seizure. Pediatrics 2015; 121: 1281-86
10. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan kejang
demam Ikatan Dokter Anak Indonesia [cited 2015 December 5]. Available from:
http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Kejang-Demam-Neurology.pdf
11. Zempsky w.t. Pediatrics, Febril zeisures.
www.emedicine.com.emerg/topic376.htm. Last updated: October 2014.

23
24

Anda mungkin juga menyukai