Anda di halaman 1dari 44

X-Ray Thorax AP(14/9/2018)

Kesan
 Tidak tampak proses spesifik aktif pada kedua lapangan paru
 Cor, sinus, dan diafragma dalam batas normal
X-Ray C-Spine AP/LAT (14/9/2018)

Kesan
 Tidak jelas tampak fraktur maupun listhesis pad vert. cervicalis
X-Ray Pelvis AP (14/9/2018)

Kesan
 Tidak tampak fraktur maupun dislokasi pada os pelvis
X-Ray Cruris Dextra AP/Lat (14/9.2018)

Kesan
 Garis fraktur comminutive pada 1/3 distal tibia dan curiga garis fraktur pada proximal
tibia serta proximal fibula dextra
X-Ray Cruris Dextra AP/Lat Pos OREF (14/9/2018)

Kesan
 Masih tampak fraktur kominutif dengan displacement dan shortening pada 1/3
distal tibia kanan
 Susp. fraktur proximal tibia kanan
 Terpasang fiksasi externa dan screw, posisi stabil
 Masih tampak fraktur kominutif dengan displacement dan shortening pada 1/3
proksimal fibula kanan
 Soft tissue swelling dengan emfisema subkutis terutama pada 1/3 proksimal
cruris
X-Ray Ankle Joint Sinistral AP/Lat (14/9/2018)

Kesan
 Garis fraktur inkomplit pada distal tibia (daerah malleolus medialis) dan 1/3
distal fibula sinistra
Complete Abdomen USG (14/9/18)
Kesan
 Cairan bebas minimal
 Organ-organ intraabdominal lainnya dalam batas normal
CT Scan Whole Abdomen tanpa dan dengan Kontras (*Video)

Temuan
 Tampak laserasi lien > 3 cm tetapi tidak melibatkan trabecular vessels disertai
parenchymal hematom multiple dengan cairan bebas berdensitas tinggi / darah
yang cukup ,asif di intraperitoneal
 Tampak udara bebas intraperitoneal terutama di subdiafragma kanan-kiri
 Gaster sampai jejunum segmen pertengahan tampak distended
 Buli normal, tampak balon kateter foley didalamnya
 Tampak efusi pleura ringan bilateral dengan atelectasis kompresif parsial
segmen 10 lobus bawah kedua paru

Kesan
 Laserasi lien grade III dengan hemiperitoneum massif
 Pneumoperitoneum
 Organ-organ intraabdominal lainnya dalam batas normal
 Tidak tampak SOL, gambaran pneumoperitonitis, maupun pembesaran
kelenjar getah bening
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Trauma limpa terjadi ketika suatu dampak penting kepada limpa dari beberapa
sumber menyebabkan kerusakan atau ruptur limpa. Dapat berupa trauma tumpul,
trauma tajam, ataupun trauma sewaktu operasi.1

2.2. Anatomi dan Fisiologi


Limpa berasal dari diferensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium dorsal.
Berat rata-rata pada manusia dewasa berkisar 75-100 gram, biasanya sedikit mengecil
setelah berumur 60 tahun sepanjang tidak disertai adanya patologi lainnya , ukuran
dan bentuk bervariasi, panjang ± 10-11cm, lebar + 6-7 cm, tebal + 3-4 cm.1
Limpa terletak di kuadran kiri atas dorsal di abdomen pada permukaan bawah
diafragma, terlindung oleh iga ke IX, X, dan XI. Limpa terpancang ditempatnya oleh
lipatan peritoneum yang diperkuat oleh beberapa ligamentum suspensorium yaitu1,2 :
1. Ligamentum splenoprenika posterior (mudah dipisahkan secara tumpul).
2. Ligamentum gastrosplenika, berisi vasa gastrika brevis
3. Ligamentum splenokolika terdiri dari bagian lateral omentum majus
4. Ligamentum splenorenal.

Limpa merupakan organ paling vaskuler, dialiri darah sekitar 350 L per hari
dan berisi kira-kira 1 unit darah pada saat tertentu. Vaskularisasinya meliputi arteri
lienalis, variasi cabang pankreas dan beberapa cabang dari gaster (vasa Brevis). Arteri
lienalis merupakan cabang terbesar dari trunkus celiakus. Biasanya menjadi 5-6
cabang pada hilus sebelum memasuki limpa. Pada 85 % kasus, arteri lienalis
bercabang menjadi 2 yaitu ke superior dan inferior sebelum memasuki hilus.
Sehingga hemi splenektomi bisa dilakukan pada keadaan tersebut.Vena lienalis
bergabung dengan vena mesenterika superior membentuk vena porta.1,2 Limpa
asesoria ditemukan pada 30 % kasus. Paling sering terletak di hilus limpa, sekitar
arteri lienalis, ligamentum splenokolika, ligamentum gastrosplenika, ligamentum
splenorenal, dan omentum majus. Bahkan mungkin ditemukan pada pelvis wanita,
pada regio presakral atau berdekatan dengan ovarium kiri dan pada scrotum sejajar
dengan testis kiri. Dibedakan menjadi 2 tipe 3 :
1. Berupa konstriksi bagian organ yang dibatasi jaringan fibrosa.

2. Berupa massa terpisah.

Gambar 1. Anatomi Limpa

Secara fisik, limpa banyak berhubungan dengan organ vital abdomen yaitu,
diafragma kiri di superior, kaudal pankreas di medial, lambung di anteromedial, ginjal
kiri dan kelenjar adrenal di posteromedial, dan fleksura splenikus di inferior.2

Fisiologi

Fungsi limpa dibagi menjadi 5 kategori 1,3 :

1. Filter sel darah merah

2. Produksi opsonin-tufsin dan properdin


3. Produksi Imunoglobulin lg M

4. Produksi hematopoesis in utero

5. Regulasi T dan B limfosit

Pada janin usia 5-8 bulan limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel
darah merah dan putih, dan tidak berfungsi pada saat dewasa. Selain itu, limpa
berfungsi menyaring darah, artinya sel yang tidak normal, diantaranya eritrosit,
leukosit, dan trombosit tua ditahan dan dirusak oleh sistem retikuloendotelium
disana.1

Limpa juga merupakan organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh
bakteri melalui darah dan tubuh belum atau sedikit memiliki antibodi. Kemampuan
ini akibat adanya mikrosirkulasi yang unik pada limpa. Sirkulasi ini memungkinkan
aliran yang lambat sehingga limpa punya waktu untuk memfagosit bakteri, sekalipun
opsonisasinya buruk. Antigen partikulat dibersihkan dengan cara yang mirip oleh efek
filter ini dan antigen ini merangsang respon anti bodi lg M di centrum germinale. Sel
darah merah juga dieliminasi dengan cara yang sama saat melewati limpa.1,3

Limpa dapat secara selektif membersihkan bagian-bagian sel darah merah,


dapat membersihkan sisa sel darah merah normal. Sel darah merah tua akan
kehilangan aktifitas enzimnya dan limpa mengenali kondisi ini akan menangkap dan
menghancurkannya. Pada asplenia kadar tufsin ada dibawah normal. Tufsin adalah
sebuah tetra peptida yang melingkupi sel – sel darah putih dan merangsang fagositosis
dari bakteri dan sel-sel darah tua. Properdin adalah komponen penting dari jalur
alternatif aktivasi komplemen, bila kadarnya dibawah normal akan mengganggu
proses opsonisasi bakteri yang berkapsul seperti meningokokkus, dan
pneumokokkus.1,3

2.3. Patogenesis

Berdasarkan penyebab, trauma limpa dibagi atas1 :


1. Trauma Tajam
Trauma ini dapat terjadi akibat luka tembak, tusukan pisau atau benda tajam
lainnya. Pada luka ini biasanya organ lain ikut terluka tergantung arah trauma.
Yang sering dicederai adalah paru, lambung, lebih jarang pankreas, ginjal kiri
dan pembuluh darah mesenterium.
Pemeriksaan splenografi yang dilakukan melalui pungsi dapat menimbulkan
perdarahan. Perdarahan pasca splenografi ini jarang terjadi selama jumlah
trombosit > 70.000 dan waktu protrombin 20 % di atas normal.
2. Trauma Tumpul
Limpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul
abdomen atau trauma thoraks kiri bawah. Keadaan ini mungkin disertai
kerusakan usus halus, hati, dan pankreas. Penyebab utamanya adalah cedera
langsung atau langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat
tinggi, pada olahraga luncur dan olahraga kontak seperti judo, karate dan silat.
Ruptur limpa yang lambat dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari
sampai beberapa minggu setelah trauma. Pada separuh masa laten ini kurang
dari 7 hari. Hal ini karena adanya tamponade sementara pada laserasi kecil,
atau adanya hematom subkapsuler yang membesar secara lambat dan
kemudian pecah.

3. Trauma Iatrogenik
Ruptur limpa sewaktu operasi dapat terjadi pada operasi abdomen bagian atas,
umpamanya karena retractor yang dapat menyebabkan limpa terdorong atau
ditarik terlalu jauh sehingga hilus atau pembuluh darah sekitar hilus robek.
Cedera iatrogen lain dapat terjadi pada punksi limpa (splenoportografi).

Kelainan patologi dikelompokkan menjadi 1,3 :

i. Cedera kapsul

ii. Kerusakan parenkim , fragmentasi, kutub bawah hampir lepas


iii. Kerusakan hillus dilakukan splenektomi parsial

iv. Avulsi limpa dilakukan splenektomi total\

v. Hematoma subkapsuler

2.4. Manifestasi klinik


Tanda fisik yang ditemukan pada ruptur limpa bergantung pada adanya organ
lain yang ikut cedera, banyak sedikitnya perdarahan, dan adanya kontaminasi rongga
peritoneum. Perdarahan dapat sedemikian hebatnya sehingga mengakibatkan renjat
(syok) hipovolemik hebat yang fatal. Dapat pula terjadi perdarahan yang berlangsung
sedemikian lambat sehingga sulit diketahui pada pemeriksaan.1
Pada setiap kasus trauma limpa harus dilakukan pemeriksaaan abdomen secara
berulang-ulang oleh pemeriksa yang sama karena yang lebih penting adalah
mengamati perubahan gejala umum (syok, anemia) dan lokal di perut (cairan bebas,
rangsangan peritoneum).1
Pada ruptur yang lambat, biasanya penderita datang dalam keadaan syok,
tanda perdarahan intrabdomen, atau seperti ada tumor intraabdomen pada bagian kiri
atas yang nyeri tekan disertai anemia sekunder. Oleh karena itu, menanyakan riwayat
trauma yang terjadi sebelumnya sangat penting dalam menghadapi kasus ini.1
Penderita umumnya berada dalam berbagai tingkat renjat hipovolemi dengan
atau tanpa (belum) takikardi dan penurunan tekanan darah. Penderita mengeluh nyeri
perut bagian atas, tetapi sepertiga kasus mengeluh nyeri perut kuadran kiri atas atau
punggung kiri. Nyeri di daerah puncak bahu disebut tanda Kehr, terdapat pada
kurang dari separuh kasus. Mungkin nyeri di daerah bahu kiri baru timbul pada posisi
tredenlenberg. Pada pemeriksaan fisik ditemukan masa di kiri atas dan pada perkusi
terdapat bunyi pekak akibat adanya hematom subkapsular atau omentum yang
membungkus suatu hematoma ekstrakapsular disebut tanda Ballance. Kadang darah
bebas di perut dapat dibuktikan dengan perkusi pekak geser.1

2.5. Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan hematokrit perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu biasanya
didapat leukositosis1
Pemeriksaan kadar Hb, hematokrit, leukosit dan urinalisis. Bila terjadi
perdarahan akan menurunkan Hb dan hematokrit serta terjadi leukositosis. sedangkan
bila terdapat eritrosit dalam urine akan menunjang akan adanya trauma saluran
kencing.7

2.6. Pemeriksaan Radiologi


Setelah trauma tumpul, organ intraabdominal yang sering terkena yaitu limpa,
dan limpa akan cedera dan terbentuk hematom. Meskipun ahli bedah biasanya
mencoba untuk mengatasi trauma ini dengan konservatif, ruptur limpa mungkin baru
disadari setelah seminggu atau sepuluh hari setelah trauma pertama. Ada beberapa
pemeriksaan yang dapat dilaukan, diantaranya USG, CT scan dan Angiography. Jika
ada kecurigaan trauma limpa, CT Scan merupakan pemeriksaan pilihan utama.
Pendarahan dan hematom akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya
dibanding limpa. Daerah hitam melingkar atau ireguler dalam limpa menunjukkan
hematom atau laserasi, dan area seperti bulan sabit abnormal pada tepi limpa
menunjukkan subkapular hematom. Kadang, dengan penanganan konservatif, abses
mungkin akan terbentuk kemudian dan dapat diidentifikasi pada CT Scan karena
mengandung gas. Sensitivitas pada CT Scan tinggi, namun spesifikasinya rendah, dan
kadang riwayat dan gejala penting untuk menentukkan diagnosis banding.2

 Gambaran yang paling sering ditemui yaitu fraktur tulang iga kiri bawah.
Fraktur iga menunjukkan adanya tekanan yang kuat pada kuadran kiri atas
yang menyebabkan keadaan patologi pada limpa. Fraktur iga kiri bawah
terdapat pada 44 % pasien dengan ruptur limpa dan perlu dilakukan
pemeriksaan CT Scan lebih lanjut.2
 Tanda klasik yang menentukan adanya akut ruptur limpa (tingginya diafragma
sebelah kiri, atelektasis lobus bawah kiri, dan efusi pleura) tidak selalu ada
dan tidak bisa dijadikan tanda yang pasti. Namun, tiap pasien dengan
diafragma sebelah kiri yang meninggi disertai dengan trauma tumpul abdomen
harus dipikirkan sebagai trauma limpa sampai dibuktikan sebaliknya. 2
 Tanda yang lebih dapat dipercaya dari trauma pada kuadran kiri atas yaitu
perpindahan ke medial udara gaster dan perpindahan inferior dari pola udara
limpa. Gambaran ini menunjukkan adanya massa pada kuadran kiri atas dan
menunjukkan adanya hematom subkapsular atau perisplenik.
o Hematom kuadran kiri atas, jika besar, dapat menggeser bayangan dari
tepi caudal bawah limpa, menjadi gambaran splenomegali.
o Hematom subkapsular dapat memberikan gambaran yan ghampir
sama, dan massa yang ada memiliki batas yang tegas.
o Pergeseran gambaran ginjal kiri juga mungkin ditemukan. 2
 Gambaran yang dapat menunjang yaitu ketika adanya perdarahan
retroperitonial atau darah bebas intraabdominal terlihat kontras dengan yang
disebutkan diatas. 2
o Sedikit, jika ada, munculnya efek masa pada kuadran kiri atas
o Batas limpa tidak jelas, tapi gambaran ini tidak spesifik.
o Darah retroperitoneal dapat menghapus gambaran ginjal kiri dan batas
otot psoas.
o Kumpulan darah bebas di sekitar kolon kiri, menggeser pola udara
pada kolon desenden ke medial.
o Pendarahan yang banyak pada abdomen dapat menghilangkan garis
flank.
o Pola udara usus yang sedikit dapat digeser keluar pelvis oleh kumpulan
darah.
o Gambaran midpelvik yang opak dengan tepi lateral yang konveks dan
tajam dapat ditemukan.
o Tepi kandung kemih bertambah dan dibatasi oleh gambaran lusen yang
tipis membentuk kubah dan seperti ekstraperitonial fat.
 Hematom limpa kronik memberikan gambaran yang berbeda dan lebih
komplek karena diikuti dengan daftar panjang diagnosis banding. Perubahan
dari hematom subkapsuler atau parenkimal yaitu menetap, menjadi cair, dan
biasanya terserap lagi. 2
 Kadang, degenerasi kistik dari hematom intrasplenik menyebabkan formasi
yang salah dari kista.
o Sekitar 80 % dari kista limpa diperkirakan berasal dari posttrauma.
Sekitar 80 % terbentuk dari kista hemoragik, dan 20 % dari kista
serous dan kemungkinan adanya darah telah diserap kembali
semuanya.
o Tipis, teratur dan annular kalsifikasi terbentuk sebgai garis fibrosis
pada sekitar 30 % kista.
o Bentuk kista simetris dan unilokal, dan terdapat garis kalsifikasi di
dalam dan luar batas..
o Satu buah, besar, annular kalsifikasi limpa mirip seperti sebuah kista
residual traumatik pada area tindak endemic untuk organisme
Echinococcus.
o Karakteristik dari gambaran kista traumatik tidak begitu spesifik.
o Penyebab utama dari penyebaran kalsifikasi kista limpa yaitu infeksi
dari Echinococcus granulosus, tapi organisme ini jarang ada di
normal geografik. 2
 Hematom subkapsular merupakan hasil yang umum terjadi dari trauma limpa
dan karakteristik gambarannya berbeda dari patologi parenkim. Dalam
penyembuhan hematom, kalsifikasi dari batas kavitas dapat muncul.
Tergantung pada proyeksi, kalsifikasi kavitas dapat muncul linear atau
diskoid. Derajat dari efek masa tergantung dari ukuran regresi hematom. 2
 Banyak kelainan patologi lain yang dapat memberikan gambaran yang hampir
sama, seperti pada penyakit sickle sel. Infark limpa kronik dapat berkembang
menjadi kalsifikasi yang mirip dengan hematom subkapsular.
Gambar 2. Gambaran trauma limpa

Tampak gambaran masa yang pinggirnya mengalami kalsifikasi pada kuadran kiri
atas dibawah diafragma. Masa tersebut menggambarkan kalsifikasi hematom limpa

Gambar 3. Gambaran cedera limpa

2.6.1. USG

Pemeriksaan USG sulit dilakukan pada pasien trauma yang distensi abdomen,
luka-luka, memakai WSD (water ) dll. USG berguna untuk mendiagnosis darah bebas
intraperitoneal. Darah dalam peritoneum tampak sebagai gambaran cairan anechoic,
kadang dengan septiasi, memisahkan bagian usus dengan organ solid disekitarnya.
USG kurang sensitif dibanding CT Scan untuk mendiagnosis trauma organ solid atau
trauma intestinal.4

Gambaran 2
Tujuan utama pemeriksaan USG limpa pada trauma tumpul abdomen yaitu untuk
menentukan apakah ada darah di kuadran kiri atas.

 Perdarahan akut tampak hipoechoic dan dapat juga hampir anechoic.


 Membedakan perdarahan subkapsular dan perisplenic sulit, tapi beberapa
tanda dapat ditemukan yaitu :
o Sebuah gambaran bulan sabit halus sesuai dengan tepi limpa dapat
dipikirkan sebagai subkapsular.
o Sebagai perbandingan, perdarahan ekstrakapsular biasanya bentuknya
tidak reguler.
o Walaupun efek massa dihasilkan juga pada kedua kasus, perdarahan
subkapsular lebih mungkin merubah bentuk limpa.
o Membran diatas subkapsular tipis dan jarang digambarkan, oleh karena
itu tidak adanya temuan ini tidak menunjukkan diagnosis.
 Dalam beberapa jam, pembekuan darah terjadi. Echogenesiti meningkat
seiring pembentukkan trombus. Hematom yang telah lama menunjukkan
echogenesiti yang sama atau lebih terang dibanding parenkim dan tetap
tampak dalam 48 jam sampai lisis dimulai. Fase echogenik biasanya sesuai
dengan waktu ketika pencitraan dilakukan dalam keadaan yang paling akut.
Sebagai hasil lisis, hematom kembali ke echogenesiti cairan, dan patologi ini
kembali lebih jelas. 2

 Kelainan parenkim umum yang halus.


o Laserasi tampak sebagai daerah yang hipoechoic, yang dapat
berbentuk tidak teratur ataupun linear.
o Infark limpa mempunyai gambaran yang sama, tapi biasanya lebih
baik dapat ditentukan. Infark berbentuk baji, dengan puncak mengarah
ke hilus. Dibandingkan dengan cedera traumatis dimana distribusi
lebih kompleks terlihat.
o Kehalusan cedera parenkim mungkin berhubungan dengan perdarahan
lokal yang terkait. Setiap darah terjebak segera menggumpal, menjadi
isoechoic dengan jaringan sekitarnya
Gambar 4. USG abdomen yang menunjukkan cairan bebas peritoneum.
Pada trauma tumpul abdomen biasanya hemoperiteneum.

Gambar 4. (a) USG abdomen tampak area anechoic pada daerah trauma.(b)
hematom subkapsular.

2.6.2. Computed Tomography


CT digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan trauma tumpul tidak hanya
sebagai awal, tetapi juga untuk tindak lanjut, ketika pasien ditangani secara non-
bedah. CT juga semakin banyak digunakan untuk trauma tembus yang secara
tradisional ditangani dengan operasi.2
CT pada trauma abdomen:
1. Evaluasi awal dari:

a. Trauma tumpul

b. Trauma tembus

2. Follow up dari pengelolaan non-operatif


3. Menyingkirkan adanya cedera

Beberapa gambaran CT scan pada trauma limpa:6

Gambar 5

Temuan gambar adalah sebagai berikut:

1. Terdapat beberapa daerah yang kurang jelas pengurangan atenuasinya.


Bentuknya tidak linear oleh sebab itu ini bukanlah sebuah laserasi limpa. Ini
merupakan penampakan klasik dari kontusio.
2. Tidak ada contrast blush maupun hemoperitoneum

Gambar 5. a

Karena tidak adanya hemoperitoneum atau perdarahan aktif, pasien ini memiliki
prognosis yang baik dan akan ditangani secara non-operatif.
Gambar 6

Temuan adalah sebagai berikut:

1. Area hipodens linear menggambarkan laserasi.

2.Area hipodense bulat dan oval menggambarkan hematom intrasplenic

3. Hemoperitoneum.

Tergantung pada kondisi klinis, pasien ini akan ditatalksana secara non-operatif,
karena tidak ada perdarahan aktif.

Gambar 6.a
Gambar 6.b

Gambar 6.c

Gambar 6.d
Gambar 7. Pria berusia 22 tahun, 3 jam setelah kecelakaan papan ski

Gambar 7.a

Gambar 7.b
Gambar 7.c

Gambar 7.d

Temuan adalah sebagai berikut:

1. Hemoperitoneum sekitar limpa dan hati.

2. Daerah oval atau bulat di limpa menunjukkan adanya hematoma.

3. Daerah hipodens linear di bagian anterior limpa menunjukkan adanya laserasi.

4. Bagian depan serta medial limpa terdapat penumpukan kontras yang menunjukkan
adanya ekstravasasi.

Jadi dalam hal ini ada kemungkinan besar kegagalan pengelolaan dengan non-
operatif.

Grading untuk trauma limpa menurut gambaran CT


Sumber: American Association for the Surgery of Trauma Splenic Injury Scale6

Sebuah cara untuk mengingat sistem ini adalah:

1. Grade 1 kurang dari 1 cm.

2. Grade 2 adalah sekitar 2 cm (1-3 cm).

3. Grade 3 lebih dari 3 cm.

4. Grade 4 adalah lebih dari 10 cm.

5. Grade 5 adalah devascularization total atau maserasi.

Kelemahan grading ini adalah:

1. Sering meremehkan tingkat cedera.


2. kemungkinan variasi antar pembaca
3. Tidak memasukkan:
a. Adanya perdarahan aktif
b. Kontusio
4. Post-traumatik infark
5. Yang paling penting: tidak ada nilai prediktif untuk manajemen non-operasi
(NOM)
Gambar 8. Gambaran trauma limpa dengan laserasi. Tampak hemoperitoneum, dan
kemungkinan pasien memerlukan tindakan operatif.6

Gambar 9. Penyangatan kontras pada arterial-phase CT scan abdomen menunjukkan


bintik-bintik pada limpa. 2

Temuan ini tidak dapat salah disalahartikan sebagai cedera limpa. Konfirmasi dari
limpa normal dapat ditunjukkan oleh pencitraan ulang di fase berikutnya dari
penyangatan kontras. Limpa kemudian tampak lebih homogen.
Gambar 10. Penyangatan kontras CT scan abdomen menunjukkan penumpukan
cairan perisplenic dengan peningkatan atenuasi internal. Batas lien digantikan oleh
efek massa. Ini adalah hematoma subcapsular subakut. Ini adalah cedera derajat 1.2

Gambar 11. Menunjukkan laserasi kompleks dari pul bawah limpa. Ini adalah cedera
derajat II.2
Gambar 12. Menunjukkan penumpukan cairan yang banyak di bagian atas abdomen.
Ini adalah hematoma kronis lien subcapsular dan merupakan cedera derajat III.2

Gambar 13. Menunjukkan laserasi hilar kecil. Ini adalah cedera derajat III-IV.2

Gambar 14. Menunjukkan laserasi kompleks yang meluas ke hilus. Ini adalah cedera
kelas IV.2

Gambar 15. Menunjukkan area yang terlokalisasi dari penumpukan kontras padat di
hilus limpa, dengan sejumlah besar cairan / darah di sekitarnya.
Temuan di sini mengindikasikan ekstravasasi aktif dari kontras pada pasien dengan
autosplenectomy traumatik. Ini adalah cederaderajat V.2

The Organ Injury Scaling Committee of the American Association for the
Surgery of Trauma juga telah menyusun sistem grading yang telah direvisi pada
tahun 1994, sebagai berikut:6

Grade I

 Hematoma subcapsular kurang dari 10% dari luas permukaan


 Capsular tear kedalamannya kurang dari 1 cm.

Grade II

 Hematoma Subkapsular sebesar 10-50% dari luas permukaan


 Hematoma intraparenkim kurang dari diameter 5 cm
 Laserasi dengan kedalaman dari 1-3 cm dan tidak melibatkan pembuluh darah
trabecular.

Grade III

 Hematoma subcapsular lebih besar dari 50% dari luas permukaan atau meluas
dan terdapat ruptur hematoma subcapsular atau parenkim
 Hematoma Intraparenkim lebih besar dari 5 cm atau mengalami perluasan
 Laserasi yang lebih besar dari 3 cm kedalamannya atau melibatkan pembuluh
darah trabecular.

Grade IV

Laserasi melibatkan pembuluh darah segmental atau hilar dengan devascularisasi


lebih dari 25% dari limpa.

Grade V

Shattered spleen atau cedera vaskuler hilar.


Tingkat Keyakinan

Dalam pengalaman penulis, secara keseluruhan sensitivitas dan spesifisitas CT dalam


deteksi cedera limpa mendekati 100%.

2.6.3. ANGIOGRAPHY2

Gambar 16. Arteriogram yang diperoleh dengan injeksi kateter arteri utama limpa
menunjukkan beberapa daerah ekstravasasi agen kontras parenkim.

Gambar 17. Arteriogram lienalis selektif menunjukkan pseudoaneurysms traumatis


dengan ekstravasasi di kutub atas.
Gambar 18. Arteriogram diperoleh dengan suntikan arteri lienalis utama setelah
embolisasi koil superselectif dari pseudoaneurisma.
Opasifikasi kontras irregular masih tampak dengan area avaskular, itu mungkin
mewakili daerah lain dari cedera vaskular.

Gambar 19. Arteriogram diperoleh dengan suntikan arteri lien superselektif di kutub
atas, menegaskan zona kedua dari gangguan vaskular dengan ekstravasasi agen
kontras.

javascript:showcontent
('active','hiddenlayerd2
6e1740');
Gambar 20. Gambaran arteriographic akhir dari injeksi kateter arteri utama lienalis
setelah selektif / embolisasi koil superselektif.
Sekitar 50% dari limpa telah devascularisasi. Tidak ada sisa cedera pembuluh darah
arteri atau tampak ekstravasasi.

Penemuan2
Trauma limpa dapat menghasilkan berbagai temuan angiografik, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Tanda-tanda tidak langsung termasuk perpindahan
limpa dari dinding perut dan daerah parenkim avaskular dari hematoma.
Ketidakteraturan parenkim atau bintik-bintik pada limpa mungkin akibat dari edema
lokal dari memar tanpa kelainan yang jelas.
Fragmentasi limpa atau cedera arteri utama menandakan komplikasi yang
mengancam nyawa pada kebanyakan pasien, dan mereka memerlukan intervensi
bedah segera.

2.7. Diagnosis banding 2


Pada kebanyakan kasus, diagnosis ruptur limpa tidaklah sulit. Bagaimanapun
juga, ahli radiologi harus waspada terhadap proses trauma yang memungkinkan
terjadinya trauma limpa.

1. Benda Asing
Terkadang, bahan yang dimasukkan secara iatrogenic dapat menimbulkan
gambaran ruptur limpa pada CT scan. Pada kebanyakan pusat trauma,
dilakukan pemasangan NGT, dan bahan kontras dimasukkan secara oral
sebelum pemeriksaan CT scan. Artefak dan bahan yang tak tembus sinar dari
NGT dan bahan kontras dapat menutupi limpa dan menimbulkan
kebingungan. Bahan yang tidak tembus sinar dari iga dan artefak dari air fluid
level dari lambung dapat juga menimbulkan hasil positif palsu. Gabungan dari
efek-efek ini, ditambah dengan scan yang berkualitas buruk dan besarnya
ukuran pasien, sering terjadi pada praktek sehari-hari.
2. Hematom
Pada derajat tertentu, hemoperitoneum selalu mengikuti terjadinya trauma
limpa, kecuali jika bagian subkapsular intak. Walaupun begitu, tidak semua
cairan intra abdomen merupakan hematom. Ahli radiologi harus berhati-hati
dalam mengasumsikan bahwa trauma limpa adalah penyebab adanya cairan
dalam abdomen atau di sekitar limpa. Kebanyakan trauma tumpul limpa
terlihat pada anak-anak yang ditabrak oleh kendaraan bermotor, kejadian yang
berhubungan dengan jatuh, atau pengendara kendaraan bermotor yang
mengalami kecelakaan. Kemungkinan terbesar terjadinya positif palsu pada
kecelakaan kendaraan bermotor adalah karena pasien cenderung tua dan telah
memiliki penyakit sebelumnya.

3. Akumulasi cairan
Penyakit hati, pankreas, ginjal, dan kolon bagian kiri dapat menuju pada
akumulasi cairan pada bagian bawah limpa. Penyebab lain yang dapat
menyebabkan akumulasi cairan tidak boleh dilupakan, termasuk adanya
keganasan abdomen yang tidak terdiagnosis dengan asites dan dialisis
peritoneal. Walau banyak keadaan ini tidak mungkin terjadi, kesempatan
untuk memperoleh informasi dari pasien mungkin tidak ada. Pada kebanyakan
kecelakaan kendaraan bermotor, ada beberapa orang yang terluka. Orang tua
tidak dapat mentoleransi bahkan trauma kecil sekalipun, dan keadaan
hemodinamik mereka biasanya tidak sesuai dengan trauma yang terlihat.
Sebagai tambahan, banyak pasien trauma yang mengalami kecelakaan tiba di
rumah sakit setelah penggunaan alcohol dan obat-obatan. Akibatnya pasien
dibawa ke bagian radiologi dalam keadaan disedasi atau diintubasi.
4. Kista
Banyak hal yang dapat mempengaruhi limpa dan menimbulkan gambaran
laserasi atau hematom lien. Ada banyak etiologi kista limpa yang telah
dilaporkan dalam literatur. Salah satu etiologi ini dapat menyebabkan
kesalahan diagnosis sebagai trauma limpa, tapi biasanya tidak menimbulkan
hemoperitonium. Abses limpa yang disebabkan oleh endokarditis bakterial,
infark limpa, dan prosedur invasif dapat menyebabkan trauma limpa, dan ini
dapat dihubungkan dengan cairan perilien. Lesi kistik yang menyerupai
trauma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Kongenital : Epidermoid.
- Vaskular : Hematom, kista post trauma (80%), infark kistik, dan peliosis.
- Inflamasi : Abses piogenik, mikroabses jamur akibat Candida, Aspergilus,
atau Cryptococcus. Tuberculosis akibat Mycobacterium avium
intracellular, Pneumocytis carinii, atau Echinococcus. Dan pseudokista
pancreas.
- Neoplasma : Hemangioma kavernosus, angiosarkoma, limpangioma, dan
metastasis (melanoma 50%).

5. Infark
Infark pada limpa dapat menimbulkan gambaran trauma. Secara klasik, infark
dapat dibedakan dengan bentuk baji atau segitiga. Infark dapat melebar dari
batas luar dengan apeks menuju ke hilus limpa. Lingkaran halus parenkim
normal dapat terlihat sepanjang batas luar. Walau infark tidak meningkat, pada
lingkaran luar mungkin dapat terlihat peningkatan karena terdapatnya
pembuluh darah. Pada USG dan CT scan, infark dapat disalah artikan sebagai
laserasi tanpa cairan perilien.
6. Keganasan
Tumor pada limpa jarang terjadi. Kebanyakan tumor yang berhubungan
dengan limpa adalah limfoma, yang mencakupi 70% dari lesi. Sebagai
tambahan, penyakit metastatik pada limpa tidak jarang terjadi, dan melanoma,
kanker payudara, paru, ginjal, dan ovarium merupakan kanker primernya.
Proses ini terlihat hipoekoik pada USG dan hipodens pada CT scan, dan dapat
menimbulkan gambaran laserasi atau perdarahan intraparenkim. Penyakit
metastatik dapat berhubungan dengan asites yang menimbulkan gambaran
hemoperitoneum. Lesi serupa pada organ lain dan limfadenopati muncul dan
mengecualikan trauma.
7. Tumor jinak
Tumor jinak yang paling sering pada limpa adalah hemangioma kavernosus.
Tumor ini dapat terlihat hiperekoik atau hipoekoik pada USG dan dapat
menimbulkan gambaran hematom dan darah yang tidak menggumpal.
Hemangioma terlihat hipodens pada CT scan. Lesi jinak dapat menimbulkan
gambaran hematom parenkim atau laserasi kecil jika dekat perifer. Petunjuk
untuk diagnosis yang benar adalah perbedaan pada batas dan bentuk
hemangioma dibandingkan dengan trauma. Kalsifikasi seperti bentuk salju
atau phlebolits jarang terjadi, tapi dapat dibedakan dengan trauma.
Hemangiomatosis lien difus adalah keadaan dimana limpa membesar dan
digantikan hampir seluruhnya oleh hemangioma. Gambarannya terlihat seperti
trauma saat pertama terlihat.
8. Ruptur limpa nontraumatik
Ruptur limpa nontraumatik jarang terjadi, tapi telah dihubungkan dengan
beberapa proses penyakit. Ini dapat menimbulkan kebingungan, pertama
karena kelangkaannya dan kedua karena dugaan penyebab traumatik.
Pemeriksaan teliti terhadap gambar akan menuju kepada diagnosis yang benar.
9. Sarkoidosis
Sakoidosis adalah penyakit yang tidak diketahui etiologinya yang mana
granuloma muncul di jaringan dan organ terutama pada sistem limfatik. Limpa
terlibat dalam 24-59% dari pasien dengan sarkoid, tapi biasanya asimptomatik.
Dapat juga menunjukkan gejala abdominal. Kasus berat dapat menuju kepada
hipersplenisme dan ruptur spontan tanpa etiologi yang jelas. Pada kebanyakan
kasus, limpa terkena secara difus, dan gambarannya dapat menyerupai
limfoma. Splenomegali tampak pada sekitar sepertiga kasus dan sering
dihubungkan dengan limfadenopati. Nodul hipodens yang terpisah tampak
pada CT scan pada sekitar 15% pasien.
10. Amiloidosis
Limpa terlibat pada amiloidosis, penyakit dimana pada sel plasma terjadi
penumpukan amiloid, protein kompleks yang terbentuk terutama dari rantai
polipeptida, yang terjadi di berbagai jaringan dan organ. Amiloidosis dapat
terjadi secara primer ataupun sekunder, berhubungan dengan inflamasi kronik
(terutama arthritis reumatoid), dan terjadi berhubungan dengan myeloma
multiple. Limpa terkena dalam berbagai bentuk amiloidosis dan muncul secara
difus dan homogen pada kebanyakan pasien. Ini dapat terlihat pada CT scan
dengan kontras, tapi abnormalitas focal yang dapat menyerupai laserasi juga
dapat terjadi. Ruptur limpa spontan, yang diyakini sebagai akibat kelemahan
kapsul akibat penumpukan amiloid, telah dilaporkan. Berkurangnya atenuasi
pada organ yang terlibat dapat membantu dalam membedakan amiloid dengan
trauma.
11. Infeksi
Bartonella adalah organism gram negatif awalnya dianggap terutama
menginfeksi pasien dengan HIV. Tapi, penelitian terkini telah menunjukkan
spesies Bartonella yang dapat menyebabkan penyakit catscratch. Dua proses
primer dari infeksi Bartonella, yang melibatkan hati dan limpa disebut
bacillary peliosis hepatis. Secara patologis, basili ini menyebabkan dilatasi
kapiler, yang menyebabkan sejumlah kavitas berdinding tipis yang berisi
darah pada hati dan limpa. CT scan abdomen menunjukkan adanya lesi
multiple pada hati dan limpa dengan limpadenopati dan kemunkinan asites.
Lesi dapat bergabung membentuk lesi multilokus atau berseptum. Ruptur
limpa spontan telah dilaporkan pada pasien dengan bacillary peliosis hepatis.
12. Trauma sekunder
Proses-proses yang telah disebutkan di atas dapat menyebabkan ruptur limpa,
yang menyebabkan derajat trauma. Limpa yang membesar dengan massa
tumor atau anemia dapat terluka dengan trauma ringan seperti jatuh saat
berjalan. Hemangioma atau kista dapat ruptur dengan trauma ringan akibat
kelemahan pada kapsul. Kondisi-kondisi ini dihubungkan dengan
hemoperitonium atau perdarahan parenkim dan sulit dibedakan dengan trauma
limpa.

2.8. Penatalaksanaan1,5
Penatalaksanaan secara tradisional adalah splenektomi. Akan tetapi,
splenektomi sedapat mungkin dihindari, terutama pada anak-anak, untuk menghindari
kerentanan permanen terhadap infeksi. Kebanyakan laserasi kecil dan sedang pada
pasien stabil, terutama anak-anak, ditatalaksana dengan observasi dan transfusi.
Kegagalan dalam penatalaksanaan obsevatif lebih sering terjadi pada trauma grade III,
IV, dan V daripada grade I dan II. Pada banyak penelitian, embolisasi arteri lienalis
telah dijelaskan menggunakan berbagai pendekatan. Satu poin utama dalam
pembahasan tentang perbedaan antara embolisasi arteri lienalis utama, embolisasi
arteri lienalis selektif atau superselektif, dan embolisasi arteri lienalis di berbagai
tempat. Embolisasi ini menghambat aliran pada pembuluh yang mengalami
perdarahan. Jika pembedahan diperlukan, limpa dapat diperbaiki secara bedah.
Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan limpa yang
fungsional dengan teknik bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul
maupun tajam. Tindak bedah ini terdiri atas membuang jaringan nonvital, mengikat
pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit kapsul limpa yang terluka. Jika
penjahitan laserasi saja kurang memadai, dapat ditambahkan dengan pemasangan
kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.
Mengingat fungsi filtrasi limpa, indikasi splenektomi harus dipertimbangkan
benar. Selain itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap
ringan. Eksposisi limpa sering tidak tidak mudah karena splenomegali biasanya
disertai dengan perlekatan pada diafragma. Pengikatan a.lienalis sebagai tindakan
pertama sewaktu operasi sangat berguna.
Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yan gtidak dapat diatasi
dengan splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan. Splenektomi parsial yang
bisa terdiri dari eksisi satu segmen dilakukan jika ruptur limpa tidak mengenai hilus
dan bagian yang tidak cedera masih vital. Tapi splenektomi tetap merupakan terapi
bedah utama dan memiliki tingkat kesuksesan paling tinggi.

2.9. Prognosis 2
Hasil dari penatalaksanaan baik operatif ataupun nonoperatif dari ruptur limpa
penyembuhan 90% lebih baik pada pasien yang ditatalaksana secara nonoperatif.
Angka kematian yang berhubungan dengan trauma limpa berkisar antara 10% hingga
25% dan biasanya akibat trauma pada organ lain dan kehilangan darah yang banyak.

BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Limpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul
abdomen atau trauma toraks bagian kiri bawah. Penyebab utamanya adalah cedera
langsung atau tidak langsung, yaitu kecelakaan atau kekerasan lain, iatrogenik
ataupun spontan pada penyakit limpa.
Tanda-tanda trauma limpa yaitu rudapaksa dalam anamnesis, tanda kekerasan
di pinggang kiri atau perut kiri atas, patah tulang iga kiri bawah, tanda umum
perdarahan (hipotensi, takikardi, anemia), tanda masa di perut kiri atas, tanda cairan
bebas di dalam rongga perut, dan tanda iritasi peritoneum lokal (kehr) atau iritasi
umum.
Pada foto abdomen mungkin tampak gambaran patah tulang iga sebelah kiri,
peninggian diafragma kiri, bayangan limpa yang membesar, dan adanya desakan
terhadap lambung ke arah garis tengah. Pemeriksaan CT Scan, payaran
radionukleotida, atau angiografi jarang berguna pada keadaan darurat. Namun CT
Scan masih merupakan pemeriksaan pilihan utama karena sensitivitas pada CT Scan
tinggi.
Pada pemeriksaan akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya
dibanding limpa. Daerah hitam melingkar atau ireguler dalam limpa menunjukkan
hematom atau laserasi, dan area seperti bulan sabit abnormal pada tepi limpa
menunjukkan subkapular hematom. USG abdomen akan tampak hipoechoic pada
perdarahan akut, dan pada pemeriksaan angiografi akan tampak ekstravasasi agen
kontras ke parenkim limpa.
Setelah diagnosis ditegakkan, trauma limpa dapat ditatalaksana konservatif
ataupun dengan pembedahan. Pembedahan yang dapat dilakukan yaitu splenorafi dan
splenektomi. Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yang tidak dapat
diatasi dengan splenorafi.

DAFTAR PUSTAKA

1. R. Syamsuhidat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 2004. Hal 608-612.
2. Klepac Steven R. Spleen Trauma. University of Illinois School of Medicine,
Department of Radiology. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/373694-overview pada tanggal
28-12-2010.
3. Brunicardy, Charles, et all. Schwartz’s Principles of Surgery. The Mc Graw-
Hill Companies. 2005.
4. Lisle, David. Imaging for Student, second edition.Arnold, New York.2001.
5. Beers, Mark Porter, Robert Jones, Thomas. The Merck Manual of Diagnosis
and Therapy (18th ed.). New Jersey: Merck Research Laboratories. 2006.
Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Blunt_splenic_trauma pada tanggal
28-12-2010
6. Ledbetter, S, Smithuis, R. Abdominal Trauma – Role of CT. Department of
Radiology of the Brigham and Women's Hospital, Boston and the Rijnland Hospital in
Leiderdorp, the Netherlands. 2007. Diakses dari
http://www.radiologyassistant.nl/en/466181ff61073 pada tanggal 28-12-2010
Samudra, L. Ruptur Limpa. 2009. Diakses dari
http://banyakbaca.wordpress.com/2009/11/24/ruptur-limpa-2009/ pada tanggal 28-12-
2010.

Anda mungkin juga menyukai