Anda di halaman 1dari 66

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

OSTEOMYELITIS KRONIS CRURIS DEKSTRA


DI RUANG BEDAH B RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Oleh:

Kelompok 14

Titin Paramida, S.Kep (131813143063)


Tri Agustiningsih, S.Kep (121813143110)
Venni Hariani, S.Kep (131813143022)
Vony Nurul Khasanah, S.Kep (131813143036)
Wahyu Dwi Septinengtias, S.Kep (131813143103)
Annisha Zuchrufiany, S.Kep (131413183105)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS
OSTEOMYELITIS KRONIS CRURIS DEKSTRA DI RUANG BEDAH B
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Oleh:
Kelompok 14

LAPORAN SEMINAR KASUS INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL, 2018

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Lingga Curnia Dewi, S.Kep., Ns., M.Kep Evi Tri Wahyuningsih, S.Kep., Ns., M.Kes
NIP. 199012162018083201 NIP. 197006221993032005

Mengetahui,
Kepala Ruangan

Evi Tri Wahyuningsih, S.Kep., Ns., M.Kes


NIP. 197006221993032005

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................................2
1.4 Manfaat............................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................4
2.1 Definisi Osteomielitis......................................................................................4
2.2 Etiologi Osteomielitis......................................................................................4
2.3 Klasifikasi Osteomielitis ................................................................................5
2.4 Manifestasi Klinis Osteomielitis.....................................................................6
2.5 Patofisiologi Osteomielitis..............................................................................7
2.6 WOC Osteomielitis..........................................................................................8
2.7 Pemeriksaan Penunjang Osteomielitis............................................................8
2.8 Penatalaksanaan Osteomielitis........................................................................9
2.9 Komplikasi Osteomielitis................................................................................13
2.10 Prognosis Osteomielitis.................................................................................13
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN UMUM....................................................16
3.1 Pengkajian.......................................................................................................16
3.2 Diagnosa..........................................................................................................21
3.3 Intervensi ........................................................................................................22
BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS....................................................26
BAB 5 PEMBAHASAN......................................................................................58
BAB 6 SIMPULAN..............................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................62

iii
BAB 1
LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


Ostheomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena
penyebaran infeksi dari darah (ostheomielitis hematogen) atau yang lebih sering
setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (ostheomielitis eksogen).
Ostheomielitis adalah termasuk penyakit yang sulit diobati karena dapat terbentuk
abses local. Apabila infeksi tulang tidak diobati dengan segera, nyeri hebat dan
ketidakmampuan permanen dapat terjadi (Corwin, 2001). Staphylococcus aureus
merupakan patogen terbanyak penyebab ostheomielitis hematogen akut pada
semua kategori umum. Staphylococcus aureus ditemukan sebanyak 89% dari
semua infeksi (Song & Sloboda, 2001).
Di negara-negara berpenghasilan tinggi, osteomielitis akut terjadi pada
sekitar 8 dari 100.000 anak per tahun (Riise et al., 2008), tetapi jauh lebih umum
di negara-negara berpenghasilan rendah. Anak laki-laki 2 kali lebih sering
terserang dari pada anak perempuan (Riise et al., 2008; Grammatico-Guillon et
al., 2013). Jika osteomielitis akut tidak didiagnosis segera dan diobati dengan
tepat bisa menjadi fatal, terutama dinegara dengan sumber daya rendah, dimana
pasien datang dengan penyakit yang semakin memburuk dan penderita sering
memiliki komplikasi yang serius dan tidak bertahan lama (Gillespie dan Mayo,
1981).
Dari uraian diatas, dibutuhkan peran perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan berusaha agar masalah dapat dihindari atau meminimalkan resiko.
Perawat juga berupaya agar masalah infeksi dan inflamasi yang dialami klien
dapat dikurangi dampaknya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap pengetahuan
dasar tentang penyakit osteomielitis, manifestasi klinis, serta ketrampilan asuhan
keperawatan yang komprehensif itu sangat penting.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari Ostheomielitis?
2. Bagaimana klasifikasi dari Ostheomielitis?
3. Bagaimana etiologi dari Ostheomielitis?
4. Bagaimana patofisiologi dari Ostheomielitis?
5. Bagaimana WOC dari Ostheomielitis?

1
6. Bagaimana manifestasi klinis dari Ostheomielitis?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Ostheomielitis?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Ostheomielitis?
9. Apa saja komplikasi dari Ostheomielitis?
10. Bagaimana prognosis dari Ostheomielitis?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kasus Ostheomielitis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahami bagaimana asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem muskuloskeletal (ostheomielitis) secara
komprehensif.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi Ostheomielitis
2. Mengetahui dan memahami klasifikasi Ostheomielitis
3. Mengetahui dan memahami etiologi Ostheomielitis
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis Ostheomielitis
5. Mengetahui dan memahami patofisiologi Ostheomielitis
6. Mengetahui dan memahami WOC Ostheomielitis
7. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik Ostheomielitis
8. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari Ostheomielitis
9. Mengetahui dan memahami komplikasi dariOstheomielitis
10. Mengetahui dan memahami prognosis dari Ostheomielitis
11. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan klien dengan kasus
Ostheomielitis.

1.4 Manfaat
Penulisan ini akan bermanfaat bagi mahasiswa yaitu:
a. Mahasiswa mampu dan mengerti dan mengetahui tentang konsep teori
Ostheomielitis
b. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien
Ostheomielitis secara komprehensif

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan
dari pada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan
terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum
(pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat
menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau
mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik (Mansjoer, 2000).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena
penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering,
setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Corwin,
2001).

2.2 Etiologi
Adapun penyebab – penyebab osteomielitis ini adalah:
1. Bakteri
Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah
Staphylococcus aureus (70%-80%), selain itu juga bisa disebabkan oleh
Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
2. Virus
3. Jamur
4. Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara (Wikipedia, the free
encyclopedia, 2000) yaitu:
1. Aliran darah
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari
fokus infeksi di tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi
terinfeksi). Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh
yang lain ke tulang. Pada anak-anak, infeksi biasanya terjadi di ujung
tulang tungkai dan lengan. Sedangkan pada orang dewasa biasanya terjadi
pada tulang belakang dan panggul. Osteomyelitis akibat penyebaran
hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma.

3
2. Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui fraktur terbuka,
cedera traumatik seperti luka tembak, selama pembedahan tulang atau dari
benda yang tercemar yang menembus tulang.
3. Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya
Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan
lunak Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang
setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di
daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau
kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah
(misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan
adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan
cepat. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak
ditangani dengan baik. Osteomyelitis kronis akan mempengaruhi kualitas hidup
atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada jaringan lunak atau
tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramuskular dapat
menyebabkan osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut biasanya disebabkan
oleh bakteri, maupun virus, jamur, dan mikroorganisme lain.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang
nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu,
pasien yang menderita artritis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit,
menjalani pembedahan ortopedi, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, juga
beresiko mengalami osteomyelitis.

2.3 Klasifikasi Osteomielitis


1. Osteomielitis menurut penyebarannya terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Osteomyelitis primer penyebarannya secara hematogen dimana
mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui
sirkulasi darah.
b. Osteomyelitis sekunder terjadi akibat penyebaran kuman dari
sekitarnya akibat dari bisul, luka, fraktur, dan sebagainya (Mansjoer,
2000).
2. Osteomyelitis menurut berlangsungannya dibedakan atas:

4
a. Osteomyelitis akut
1) Nyeri daerah lesi
2) Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
3) Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
4) Pembengkakan lokal
5) Kemerahan
6) Suhu raba hangat
7) Gangguan fungsi
8) Lab: anemia, leukositosis
b. Osteomyelitis kronis
1) Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
2) Gejala-gejala umum tidak ada
3) Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
4) Lab: LED meningkat

2.4 Manifestasi Klinis


1. Jika infeksi hematogen, pasien mengalami demam tinggi, pasien
menggigil, denyut nadi cepat, dan malaise umum.
2. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum kekorteks tulang, akan
mengenai periosteum dan jaringan lunak. bagian yang terinfeksi menjadi
nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan.
3. Osteomielitis kronis ditandai oleh pus yang selalu mengalir keluar dari
sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan,
dan pengeluaran pus.

2.5 Patofisiologi Osteomielitis


Osteomielitis adalah infeksi tulang yang dapat terjadi pada sembarang
tulang dalam tubuh. Lokasi yang paling sering adalah femur dan tibia. Humerus
dan pinggul jarang terkena. Tengkorak adalah lokasi umum terjadinya
osteomielitis pada bayi (Betz, 2009). Staphylococcus aureus merupakan penyebab
70-80% osteomielitis, organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai, yaitu
proteus, pseudomonas, dan Escberichia coli. Faktor resiko osteomielitis adalah
nutrisi buruk, lansia, kegemukan, diabetes mellitus, artritis rheumatoid, pernah
menjalani pembedahan sendi, menjalani operasi ortopedi lama(Suratun, Heryati,
Manurung, & Raenah, 2008).
Berbagai organisme dapat menyebabkan osteomielitis, baik secara
langsung (eksogen) atau melalui darah dari infeksi di tempat lain (hematogen).
Sumber eksogen meliputi kontaminasi dari luka tembus (luka tembak), fraktur
terbuka, kontaminasi selama pembedahan, atau perluasan sekunder melalui abses,
luka bakar, atau luka biasa. Rute hematogen biasanya lebih sering terjadi, yang

5
termasuk sumber hematogen adalah ulkus dekubitus, ulkus vaskuler, furunkel,
abrasi kulit, infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, abses gigi, dan
pielonefritis. Bentuk hematogen sering bersifat subakut karena infeksi yang
mendahuluinya sering sudah diobati dengan antibiotik (Betz, 2009).
Respon awal dari infeksi adalah inflamasi yang selanjutnya terjadi
hiperemi dan edema di daerah metafisis disertai pembentukan pus. Terbentuknya
pus dalam tulang di mana jaringan tulang tidak dapat berekspansi akan
menyebabkan tekanan tekanan dalam tulang bertambah. Peningkatan tekanan
dalam tulang mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada
pembuluh darah tulang dan akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Disamping
proses yang disebutkan di atas pembentukan tulang baru yang ekstensif terjadi
pada bagian dalam periosteum sepanjang diafisis sehingga terbentuk suatu
jaringan sekuestrum. Bila proses infeksi dapat dikontrol lebih awal, pembentukan
abses tulang dapat dicegah (Helmi, 2012).
Biasanya abses dapat keluar secara spontan, namun lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya membentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses
pada umunya, jaringan tulang mati (sekuestrum) tidak mudah mencair dan
mengalir keluar. Selain itu rongga juga tidak dapat mengempis dan sembuh,
seperti yang terjadi pada jaringan lunak tetapi yang terjadi adalah pertumbuhan
tulang baru (involukrum) yang mengelilingi sekuestrum. Jadi meskipun tampak
terjadi proses penyembuhan, namun sekuestrum infeksius kronis yang bada tetap
rentan mengeluarkan abses kembuhan sepanjang hidup klien, dan ini dinamakan
osteomielitis kronis (Lukman & Ningsih, 2002).

2.6 WOC Osteomielitis


Terlampir

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Carlos (2009) beberapa tindakan radiologis yang dapat digunakan
dalam pemeriksaan diagnostic osteomyelitis yakni;
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, jumlah leukosit bisa normal, laju endap
darah dan sel darah putih akan meningkat. C-reactive protein,
procalcitonin, dan level cytokine inflammatory bisa meningkat. Kultur

6
organisme dari daerah sinus harus dilakukan, termasuk kultur jaringan dan
cairan, untuk menentukan antibiotik yang sensitive, dan dilakukan secara
berulang karena adanya perubahan karakteristik dari mikroorganisme dan
bahkan dapat menjadi resisten
b. Foto polos
Foto polos merupakan pencitraan awal yang digunakan untuk
mendiagnosis osteomyelitis baik akut maupun kronis. Pada foto polos
dapat tyerlihat bone resoption dengan penebalann dan skelrosis yang
mengelilingi tulang. Selain itu foto polos berguna untuk mendeteksi
adanya benda asing dan udara dalam jaringan.
c. Ultrasound (ultrasonography)
Beberapa penelitian menunjukkan ultrasonografi resolusi tinggi dapat
digunakan untuk mendiagnosis osteomyelitis karena dapat mendeteksi
reaksi periosteal. Namun ultrasonografi tidak dapat menunjukkan keadaan
fisik dari tulang karenaadanya refleksi dari gelombang suara pada jaringan
lunak ke tulang.
d. CT Scan
CT Scan sangat sesuai dalam mendeteksi adanya sequestra, hancurnya
kortikal, abses jaringan lunak dan adanya sinus pada osteomyelitis kronis.
Selain untuk mendeteksi, CT Scan juga sangat membantu dalam
mengevaluasi keperluan tindakan operatif dan memberikan informasi
penting mengenaui luasnya penyakit. Keuntungan utama penggunaan CT
Scan dalam pemeriksaan diagnostic pasien dengan osteomyelitis yakni
dengan menunjukkan lesi pada medulla dan infeksi jaringan lunak.
e. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat berguna dalam mendeteksi
infeksi musculoskeletal, dimana setiap batasannya menjadi terlihat.
Resolusi spasial yang ditawarkan oleh MRI sangat berguna dalam
membedakan infeksi dari dari tulang dan jaringan lunak, dimana hal ini
merupakan permasalahan pada pencitraan radionuklir.
Skrining MRI awal biasanya memuat T1-weighted dan T2-weighted spin-
echo pulse sequence. Osteomyelitis biasanya nampak sebagai gangguan

7
sumsum tulang yang terlokalisasi dengan penurunan densitas pada gambar
T1-weighted dan peningkatan intensitas pada gambar T2-weighted.
Biasanya, terdapat penurunan intensitas signal pada gambar T2-weighted.
Jaringan tulang akibat post operasi atau trauma biasanya menampakkan
adanya penurunan intensitas pada gambar T1-weighted dengan tidak
adanya perubahan pada gambar T2-weighted. Sinus akan terlihat area
dengan intensitas tinggi pada gambar T2-weighted, menyebar dari tulang
sampai jaringan lunak dan bagian kulit paling luar. Selulitis akan nampak
sebagai area difus dengan sinyal menengah pada gambar T1-weighted pada
jaringan lunak dan peningkatan sinyal pada gambar T2-weighted.

2.8 Penatalaksanaan Osteomielitis


1. Penatalaksanaan nyeri (penggunaan fiksasi)
Rasa tidak nyaman dan nyeri menimbulkan ansietas berat. Elevasi
dan sokongan pada tulang yang terinfeksi akan mengurangi rasa tidak
nyaman dan nyeri yang dialami. Penggunaan traksi, bidai, dan gips perlu
dipertimbangkan, terutama jika ekstremitas terinfeksi. Penggunaan bidai
dan gipas yang dapat dibuka akan memudahkan inspeksi area secara
teratur dan membantu perawatan luka tanpa menimbulkan
ketidaknyamanan pada pasien. Penggunaan analgesia inhalasi dan
analgesia preemptif sebelum perawatan luka akan memberikan
kenyamanan tambahan pada pasien.
Penggunaan skor pengukur nyeri yang divalidasi untuk
menggambarkan perubahan tingkat nyeri pasien secara akurat setelah
penatalaksanaan sangat penting. Pilihan analgesia akan bergantung pada
hasil pengkajian nyeri pasien. Aspirin dan parasetamol sangat bermanfaat
karena memiliki efek analgesic dan antipiretik. Jika nyeri lebih hebat,
penggunaan analgesia opiate lebih berguna, baik per oral atau melalui
sistem analgesia dikontrol-pasien.
2. Terapi antibiotik
Antibiotik yang paling sering digunakan untuk infeksi
Staphylococcus aureus adalah kloksasilin, sefazolin, dan klindomisin.
Benzilpenisilin digunakan untuk infeksi streptokokus. Kepatuhan pasien
terhadap regimen antibiotik sangat penting, karena antibiotik dilanjutkan

8
dari 4 minggu sampai beberapa bulan. Antiemetik direguler diperlukan
untuk beberapa pasien yang mengalami mual sebagai efek samping obat.
Pemberian antibiotik yang benar sangat penting untuk mencegah
terjadinya resistensi antibiotik. Terapi antibiotik jangka panjang umumnya
diganti menjadi pemberian oral, setelah infeksi dapat dikendalikan. Terapi
antibiotik intravena dilanjutkan di komunitas dengan keterlibatan dan
dukungan tim keperawatan komunitas atau oleh pasien yang diajari untuk
memberikan antibiotiknya sendiri.
Jika pasien mengalami pireksia, tindakan keperawatan yang lain
dapat membantu mengurangi ketidaknyamanan, misalnya dengan
menggunakan terapi kipas angin dan terapi dingin, memakai baju dan
seprai yang tipis. Cairan intravena dan peningkatan asupan cairan oral
akan mengoreksi setiap kehilangan cairan akibat pireksia, mencegah
dehidrasi, dan mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit.
Pada osteomielis kronis antibiotik yang diberikan sama dengan
antibiotik yang diberikan pada osteomyelitis akut serta kombinasi obat
yang umumnya digunakan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik.
Alternatif penggunaan antibiotic-impregnated beads untuk memfokuskan
antibiotik di area yang terinfeksi adalah metode irigasi Lautenbach.Metode
ini dilakukan dengan memasukkan antibiotic melalui selang irigasi pada
area infeksi setiap 4 jam.Antibiotik tetap berada di area tulang sampai
dialirkan keluar sebelum diberikan antibiotik selanjutnya.Irigasi
dilanjutkan selama 3-6 minggu, sehingga menjadi prosedur yang lama,
tetapi efektif.
3. Antibiotic Beads
Antibiotic beads adalah antibiotik yang ditanam langsung di daerah
tulang yang mengalami infeksi. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan Bone
Scan untuk mengetahui letak tulang yang terinfeksi. Perlu dilakukan
debridemen yaitu membuang jaringan yang non vital. Seringkali antibiotik
yang diberikan secara oral maupun parenteral tidak dapat mencapai lokasi
infeksi dengan baik.
Antibiotic beads akan dicampur dengan semen tulang. Semen tulang
yang umum digunakan adalah polymethylmethacrylate (PMMA), yang
terdiri dari sebuah polimer bubuk dicampur dengan cairan monomer untuk

9
membentuk sebuah struktur yang padat. Bone cementakan berperan
sebagai “kendaraan” untuk mengirim antibiotik (drug delivery system) ke
tempat infeksi dengan konsentrasi tinggi yaitu 200 kali dibanding dengan
pemberian parenteral. Sementara konsentrasi serum tetap rendah dan tidak
menimbulkan efek samping sistemik. PMMA ini merupakan polimer dari
kelompok non-biodegradablepolymethylmethacrylate.Campuran antibiotik
dengan PMMA akan dibentuk menyerupai untaian beads, untuk
selanjutnya akan ditanam dalam defek tulang melalui tindakan operasi
dalam jangka waktu dua sampai empat minggu. Adapun hasil dari tindakan
bedah ini secara empiris menunjukkan hasil yang memuaskan. Antibiotik
yang sering digunakan adalah gentamisis, tobramisin, dan vankomisin
(Harik & Smeltzer, 2010).
4. Penatalaksanaan bedah
Intervensi bedah diindikasikan jika terapi antibiotik tidak efektif
atau tekanan materi terinfeksi memerlukan dekompresi untuk
melepaskannya dari abses medula atau subperiosteal. Penatalaksanaan
bedah pada tulang atau sendi yang terinfeksi umumnya meliputi
pengeluaran materi terinfeksi dan nekrotik yang diikuti dengan
peningkatan penyembuhan normal jaringan lunak dan tulang. Sampel
jaringan dan eksudat diambil untuk mengetahui organisme penyebab dan
sensitivitas antibiotik. Pembedahan dapat meliputi debridemen ekstensif
untuk mengendalikan infeksi, irigasi, area, fiksasi skeletal, tandur tulang,
atau penyelamatan ekstremitas yang meliputi fiksasi eksternal dan
transpotasi tulang.
Pengulangan debridemen diperlukan jika infeksi luas.Luka
dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi pengeluaran eksudat, darinase luka,
dan penggantian balutan secara teratur. Penutupan luka dilakukan saat area
luka bersih dan sehat serta terlihat jaringan granulasi.
Peningkatan konsentrasi antibiotic di area luka sangat berguna,
tetapi sirkulasi jaringan yang buruk akan mengurangi konsentrasi
antibiotic. Acrylic-beat atau semen tulang yang diisi dengan anti biotik,
umumnya gentamisin, merupakan metode utama yang digunakan untuk
mengatasi hal ini. Jika sendi terinfeksi, eksplorasi terbuka atau atroskopik,
disertai debridemen dan irigasi sendi diperlukan. Sampel eksudat ambil

10
untuk kultur sebelum pemberian antibiotik dimulai. Pada kondisi terburuk,
suatu kondisi terburuk, suatu infeksi dapat menyebabkan kerusakan tulang
yang luas, fraktur non-union, dan osteomyelitis kronis. Eksisi atau
amputasi mungkin satu-satunya cara untuk mencegah penyebaran infeksi
yang mengakibatkan septikemia.

2.9 Komplikasi Osteomielitis


Menurut Anonim (2012) komplikasi dari ostheomielitis adalah
1. Kematian tulang (ostheonekrosis)
Infeksi pada tulang dapat mengambat sirkulasi darah dalam tulang,
menyebabkan kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang
luas, kemungkinan harus diamputasi untuk mencegh terjadinya
penyebaran infeksi.
2. Arthritis septic
Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam
sendi di dekatnya.
3. Gangguan pertumbuhan
Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada
daerah yang lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung
tulang panjang pada lengan dan kaki. Pertumbuhan normal dapat
terganggu pada tulang yang terinfeksi.
4. Kanker kulit
Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang
menyebabkan keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi
terkeba karsinoma sel skuamosa.

Dalam kepustakaan lain, disebutkan bahwa osteomielitis juga dapat


menimbulkan komplikasi berikut ini (Hidiyaningsih, 2012):
a. Abses tulang
b. Bakteremia
c. Fraktur
d. Selulitis

2.10 Prognosis Osteomielitis


Setelah mendapatkan terapi, umumnya osteomielitis akut menunjukkan
hasil yang memuaskan. Prognosis osteomielitis kronik umumnya buruk walaupun
dengan pembedahan, abses dapat terjadi sampai beberapa minggu, bulan atau
tahun setelahnya. Amputasi mungkin dibutuhkan, khususnya pada pasien dengan

11
diabetes atau berkurangnya sirkulasi darah. Pada penderita yang mendapatkan
infeksi dengan penggunaan alat bantu prostetik perlu dilakukan monitoring lebih
lanjut. Mereka perlu mendapatkan terapi antibiotik profilaksis sebelum dilakukan
operasi karena memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan
osteomielitis.

WOC Osteomielitis
Faktor Resiko

Bakteri (Staphylococcus Aureus, Prosteus, Pseudomonas, Escberichia

HEMATOGEN EKSOGEN

 Abrasi kulit - Kontaminasi dari luka tembus/luka


 Infeksi saluran pernafasan atas tembak
- Fraktur terbuka
 Otitis media
- Kotaminasi selama pembedahan
 Infeksi gigi
- Luka biasa
 Infeksi ulkus dekubitus
 Infeksi ulkus vaskuler
Kerusakan vaskuler
12
Melalui aliran darah

Invasi kuman ke tulang


Pre operatif

B1-B5
MK: Ansietas
Penatalaksanaan
OSTEOMIELITIS (operatif)
Tidak Ada Masalah
Keperawatan
(B6) INFEKSI (Respon Inflamasi)
Post operatif

Peningkatan suhu tubuh Vaskularisasi Pembentukan pus / abses MK: Risiko Infeksi

Pembengkakan Jaringan tulang tidak MK: Perlambatan


MK: Hipertermi jaringan dapat berekspansi Pemulihan Pasca Bedah

Menekan jaringan
Peningkatan tekanan pada Pemasangan
lain
tulang eksternal fiksasi

MK:Nyeri MK: Gangguan


Sirkulasi terganggu
Citra Tubuh

Trombosis pada pembuluh


darah tulang
MK : Gangguan
Mobilitas Fisik
MK : Kerusakan
Penurunan aliran darah /
Integritas Kulit
Iskemik
Penurunan
Nekrosis kulit sekitar infeksi Nekrosis jaringan tulang kemampuan
tulang (Squetrum) bergerak

Penurunan kekuatan tulang Tulang rapuh MK : Resiko Cidera

13
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM OSTEOMIELITIS
3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
1) Data Biografi
Identitas pasien: nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan
diagnosis medis. Ketika laki- laki dan perempuan dibandingkan, pria
lebih sering mengalami ostemielitis karena pria lebih sering terlibat
dalam kecelakaan mobil, yang cenderung menyebabkan patah tulang
terbuka dengan tingkat infeksi yang tinggi.
2) Riwayat Kesehatan
Dalam hal ini perawat menanyakan faktor-faktor risiko
sehubungan dengan osteomielitis.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka, riwayat operasi
tulang dengan pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal dan
pada osteomielitis kronis penting ditanyakan apakah pernah
mengalami osteomielitis akut yang tidak diberi perawatan adekuat
sehingga memungkinkan terjadinya supurasi tulang.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus oteomielitis adalah
nyeri hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode PQRST.
a. Provoking Incident; hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
adalah proses supurasi pada bagian tulang. Trauma, hematoma
akibat trauma, pada daerah metafisis, merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen akut.
b. Quality of Pain; rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien bersifat menusuk.
c. Region, Radiation, Relief; Nyeri dapat reda dengan imobilisasi
atau istirahat, nyeri tidak menjalar atau menyebar.
d. Severity (Scale of Pain); nyeri yang dirasakan klien secara
subjektif antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.
e. Time; berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu

14
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra
torako-lumbal yang terjadi akibat torakosentesis atau prosedur
urologis. Dapat ditemukan adanya riwayat diabetes melitus,
malnutrisi, adiksi obat-obatan, atau pengobatan imunosupresif. Kaji
riwayat pernah tidaknya mengalami trauma, luka bakar, tindakan
operasi khusunya operasi tulang, terapi radiasi. Faktor-faktor yang
potensial terjadinya infeksi seperti imunodefisiensi.
c. Riwayat Psikososial Spiritual
Perawat mengkaji respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalm keluarga serta masyarakat, respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun dalam masyarakat. Pada kasus osteomielitis, akan timbul
ketakutan terjadi kecacatan dan klien harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang.
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat
karena klien menjalani rawat inap. Dampak yang timbul pada klien
osteomielitis yaitu timbul ketakutan akan kecacatan akibat prognosis
penyakitnya, rasa cemas, rasa tidak mampu melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
d. Kebiasaan Hidup
Pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, konsumsi alkohol yang dapat mengganggu keseimbangan,
dan apakah klien melakukan olahraga.
e. Pola - Pola Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid
yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian
alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C dan

15
lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan
terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi
masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.

16
Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
3) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Tingkat kesadaran: (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis
yang bergantung pada keadaan klien).
b. Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan
parah, kasus osteomielitis biasanya akut).
c. Tanda-tanda vital tidak normal, trutama pada osteomielitis dengan
komplikasi.
2. Sistem Pernafasan (Breathing/B1)
Pada inspeksi, didapatkan bahwa klien osteomielitis tidak
mengalami kelainan pernafasan. Pada palpasi toraks, ditemukan taktil
fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak didapatkan
suara nafas tambahan.
3. Sistem Kardiovaskuler (Blood/B2)
Pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi menunjukkan
nadi meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi, didapatkan suara
S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
4. Sistem Persyarafan (Brain/B3)
a. Tingkat kesadaran kompos mentis.
b. Status mental: Observasi penampilan dan tingkah laku klien.
Biasanya status mental tidak mengalami perubahan
c. Pemeriksaan refleks: Biasanya tidak terdapat refleks patologis

17
5. Sistem perkemihan (Bladder/B4)
Pengkajian keadaan urine meliputi warna, jumlah, karakteristik,
dan berat jenis. Biasanya klien osteomielitis tidak mengalami kelainan
pada sistem ini.
6. Sistem Pencernaan (Bowel/B5)
a. Inspeksi abdomen; bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b. Palpasi; turgor baik, hepar tidak teraba
c. Perkusi; suara timpani ada pantulan gelombang cairan.
d. Auskultasi; peristaltik usus normal (20 kali/menit)
e. Inguinal-genital-anus; tidak ada hernia, tidak ada pembesaran
limfe, tidak kesulitan defekasi.
f. Pola eliminasi; tidak ada gangguan
7. Sistem Muskuloskeletal (Bone/B6)
Adanya osteomielitis kronis dengan proses supurasi di tulang
dan osteomielitis yang menginfeksi sendi akan mengganggu fungsi
motorik klien. Kerusakan integritas jaringan pada kulit karena adanya
luka disertai dengan pengeluaran pus atau cairan bening berbau khas.
a. Look. Pada osteomielitis hematogen akut akan ditemukan
gangguan pergerakan sendi karena pembengkakan sendi dan
gangguan sendi juga dapat disebabkan oleh efusi sendi atau infeksi
sendi (artritis septik). Secara umum, klien osteomielitis kronis
menunjukkan adanya luka khas yang disertai dengan pengeluara
pus atau cairan bening yang berasal dari tulang yang mengalami
infeksi dan proses supurasi. Manifestasi klinis osteomielitis akibat
fraktur terbuka biasanya berupa demam, nyeri, pembengkakan,
pada fraktur, dan sekresi pus pada luka.
b. Feel. Kaji adanya nyeri tekan.
c. Move. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif
dan pasif. Pemeriksaan yang didapat adalah adanya gangguan
/keterbatasan gerak sendi pada osteomielitis akut.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan
gerak
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyendera biologis (inflamasi)
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
5. Resiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi psikomotor

18
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas
7. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
(prosedur operasi)
8. Perlambatan pemulihan pascabedah berhubungan dengan pemanjangan
proses operasi
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur atau
bentuk tubuh (fiksasi eksternal)
3.3 Intervensi Keperawatan
Domain 4. Activity/ Rest
Class 2. Activity/ Exercise
00085 Gangguan mobilitas fisik
NOC NIC
Domain I. Functional Health Domain I. Physiological basic
ClassC. Mobility Class A. Activity and exercise management
0206 Joint Movement 0221 Terapi aktivitas : ambulasi
- 020603 Jari-jari sebelah kanan (1-5) 1. Kaji nyeri klien sebelum beraktivitas, jika
- 020604 Jari-jari sebelah kiri (1-5)
perlu lakukan terapi
1: severe deviation from normal range 2. Pantau dan catat kemampuan klien
2: substantial deviation from normal menoleransi aktivitas
3. Amati penyebab gangguan mobilitas fisik
range
4. Latih keterampilan mobilitas bertahap
3: moderate deviation from normal 5. Bantu klien mobilisasi sesegera mungkin
range jika tidak ada kontraindikasi
6. Tingkatkan kemandirian klien dalam
4: mild deviation from normal range
melakukan ADL
5: no deviation from normal range
7. Berikan alat bantu sesuai kebutuhan
8. Konsultasi dengan fisioterapis untuk latihan
kekuatan dan mobilisasi lanjut
9. Konsultasi dengan dokter untuk program
latihan fisik

0140 Promosi bodi mekanik


1. Monitor perkembangan postur bodi
mekanik pasien
2. Ajarkan pasien menggunakan postur dan
bodi mekanik yang tepat untuk mengurangi
kelelahan injuri
3. Ajarkan posisi tidur yang sesuai

19
4. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk
perencanaan promosi bodi mekanik jika
diindikasikan

Domain 11. Safety/ Protection


Class 1. Infection
00004 Risiko infeksi
NOC NIC
Domain 4. Health Knowledge and Domain 4 Safety
Class : V-Risk Management
Behavior
6550 Infection Protection
Class T. Risk control and safety
1924 Risk control: Infectious process 1. Monitor tanda-tanda dan gejala infeksi
- 192426 Mengidentifikasi faktor
sistemik dan local
resiko infeksi (1-5) 2. Monitor glanulosit, WBC
- 192405 Mengidentifikasi tanda dan 3. Inspeksi kulit, membrane mukosa,
gejala infeksi (1-5) kemerahan dan penigkatan suhu (kalor), dan
- 192407 mengidentifikasi strategi self
aliran
protect (1-5) 4. Memelihara/ merawat untuk pasien yang
- 192411 menjaga kebersihan diri (1-5)
beresiko
1: never demonstrated 5. Pemeriksaan kondisi pada setiap insisi hasil
2: rarely demonstrated pembedahan atau luka
3: sometimes demonstrated
4: often demonstrated
5: consistently demonstrated

Domain 11. Safety/ Protection


Class 2. Physical Injury
00046 Kerusakan integritas kulit
NOC NIC
Domain 2. Physiologic Health Domain 2. Physiological: complex
Class I. Integritas Jaringan Class I. Skin/ Wound Management
1101 Tissue Integrity: Skin and Mucous 3660 Wound care

20
Membranes 1. Monitor karakterisitk luka (drainase,
- 110101 Temperatur kulit (1-5) warna, ukuran, bau, serta ada tidaknya
- 110103 Elastisitas (1-5)
franulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda
- 110108 Tekstur (1-5)
- 110113 Integritas kulit (1-5) infeksi luka lokal)
- 110115 lesi kulit (1-5) 2. Inspeksi luka pada setiap penggantian
- 110121 erithema (1-5)
balutan
- 110123 Nekrosis (1-5)
3. Ganti kasa dan pita perekat
1: severely compromised 4. Bersihkan dengan normal salien/
2: substantial compromised pembersih non toksik jika diperlukan
5. Lakukan pemijatan di sekitar luka untuk
3: moderate compromised
merangsang sirkulasi
4: mild compromised
6. Bersihkan perawatan ulkus kulit, jika
5: none compromised
diperlukan
7. Posisikan untuk menghindari ketegagan
pada luka, jika diperlukan
8. Ajarkan perawatan luka insisi
pembedahan, termask tanda gejala
infeksi, cara mempertahankan luka insisi
tetap kering saat mandi, dan mengurangi
stress pada insisi

3440 Perawatan tempat insisi


1. Inspeksi adanya kemerahan,
pembengkakan, tanda-tanda delusiensi
atau eviserasi pada daerah insisi
2. Jelaskan prosedur pada pasien
3. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang
cara merawat luka insisi termasuk tanda
dan gejala infeksi
5.

21
BAB 4

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Tanggal MRS : 1 Oktober 2018 Jam Masuk : 12.07
Tanggal Pengkajian : 9 Oktober 2018 No. RM :12.50.7x.xx
Jam Pengkajian : 10.00 Diagnosa Masuk: Osteomyelitis
Hari Rawat Ke : Hari ke-9 kronis cruris dekstra

 IDENTITAS
1. Nama Pasien : An. R
2. Umur : 15 tahun
3. Suku/Bangsa : Madura/ Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SLTP
6. Pekerjaan : Pelajar
7. Alamat : Sumenep
8. Sumber Biaya : BPJS

 KELUHAN UTAMA
1. Keluhan utama: Pasien mengeluh luka dikaki kanan belum sembuh

 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien riwayat jatuh dari sepeda
menabrak pohon kelapa tanggal 27 Mei 2016 luka terbuka (+) bone

22
exposed (+), kemudian dibawa ke RS daerah Sumenep lalu dirujuk ke
RS Dr. Soetomo untuk menjalani operasi tahun 2016. Masuk ruang
bedah B untuk menjalani follow up external fiksasi yang dilakukan
sejak juni 2016 di bagian cruris dekstra dan dilakukan Huntington
procedure. Kelemahan (+), kelemahan anggota gerak (kaki kanan).

 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernah Dirawat : Ya, tahun 2016 dengan diagnosa crush injury cruris
dekstra dengan OF comminutive 1/3 proximal tibia dekstra + OF fibula
dekstra 1/3 proximal
2. Riwayat Penyakit Kronis dan Menular: Tidak
Riwayat Kontrol : Kontrol di poli rawat jalan RS Dr. Soetomo pada
tahun 2017
Riwayat Penggunaan Obat: Tidak ada
3. Riwayat Alergi:
 Obat : Tidak
 Makanan : Tidak
 Lain-lain : Tidak
4. Riwayat Operasi:
- Kapan : 2 Juni 2016, 22 Juni 2016, 26 Juli 2016, dan 5
Oktober 2018
- Jenis Operasi : Debridement + Mekrotomi (2 Juni 2016)
Debridement + Squestrectomy (22 Juni 2016)
Skin graft (26 Juli 2016)
Arteriografi (5 Oktober 2018)

 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


 Tidak
- Jenis : Tidak ada

Genogram :

Keterangan:
 : Pria
o : Wanita
X : Meninggal
: Pasien
 PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN

23
Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan:
 Alkohol : Tidak Masalah Keperawatan:
 Merokok : Tidak Tidak ada masalah
 Obat : Tidak keperawatan
 Olahraga : Tidak

 OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda-Tanda Vital
S : 36,80C N : 96 x/menit T : 118/80 mmHg RR : 18 x/menit
Kesadaran : Compos Mentis

2. Sistem Pernapasan
a. RR : 18 x/menit
b. Keluhan : Tidak ada
Batuk : Tidak ada
Sekret : Tidak ada Konsistensi : Tidak ada
Warna : Tidak ada Bau : Tidak ada
c. Penggunaan otot bantu napas: Tidak ada penggunaan otot bantu
napas
d. PCH : Tidak
e. Irama napas : Teratur
f. Friction rub : Tidak ada Masalah Keperawatan:
g. Pola napas : Normal Tidak ada masalah
h. Suara napa : Vesikular keperawatan
i. Alat bantu napas : Tidak
j. Penggunaan WSD : Tidak terpasang WSD
k. Tracheostomy : Tidak

3. Sistem Kardiovaskuler
a. TD : 118/80 mmHg
b. N : 96 x/menit
c. HR : 96 x/menit Masalah Keperawatan:
d. Keluhan nyeri dada : Tidak Tidak ada masalah
e. Irama jantung : Reguler keperawatan
f. Suara jantung : Normal (S1/S2 tunggal)
g. Ictus cordis : Tidak teraba
h. CRT : <2 detik
i. Akral : Hangat, Kering, Merah
j. Sirkulasi perifer : Normal
k. JVP : Tidak ada pembesaran vena jugular
l. CVP : Tidak terpasang
m. CTR : Tidak dikaji
n. ECG & interpretasinya: Tidak ada pemeriksaan ECG

4. Sistem Persyarafan
a. GCS : E4 V5 M6
b. Refleks fisiologis : Patella, Triceps, Biceps

24
c. Refleks patologis : Tidak ada
d. Keluhan pusing : Tidak
e. Pemeriksaan saraf kranial Masalah Keperawatan:
N1 : Normal Tidak ada masalah
N2 : Normal keperawatan
N3 : Normal
N4 : Normal
N5 : Normal
N6 : Normal
N7 : Normal
N8 : Normal
N9 : Normal
N10 : Normal
N11 : Normal
N12 : Normal
f. Pupil : Anisokor Diameter: 3mm/3mm
g. Sclera : Anikterus
h. Konjungtiva : Ananemis
i. Istirahat/tidur : 6-8 jam Gangguan tidur: Tidak ada
j. IVD : Tidak dikaji
k. EVD : Tidak dikaji
l. ICP : Tidak dikaji

5. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan genetalia : Bersih
b. Sekret : Tidak
c. Ulkus : Tidak Masalah Keperawatan:
d. Kebersihan meatus uretra : Bersih Tidak ada masalah
e. Keluhan kencing : Tidak keperawatan
f. Kemampuan berkemih : Spontan
g. Produksi urin : 1500 ml/24 jam
Warna : Kuning jernih
Bau : Tidak berbau
h. Kandung kemih membesar : Tidak
i. Nyeri tekan : Tidak
j. Intake cairan : Oral (1800 cc/hari) Parenteral (-)
k. Balance cairan : I = O + IWL
1800 = 1500 + 930
1800 = 2430

6. Sistem Pencernaan
a. TB : 158 cm BB : 62 kg
b. IMT : 24,84 Interpretasi : BB ideal
c. LILA : Tidak dikaji
d. Mulut : Bersih Masalah Keperawatan:
e. Membran mukosa : Lembab Tidak ada masalah
f. Tenggorokan : Tidak ada gangguan keperawatan

25
g. Abdomen : Tidak ada gangguan
h. Nyeri tekan : Tidak
i. Luka operasi : Tidak
Drain : Tidak
j. Peristaltik : 20 x/menit
k. BAB : 1 x/hari Terakhir tanggal: 9 Oktober 2018
l. Konsistensi : Lunak
m. Diet : Padat
n. Diet khusus : Diet TKTP
o. Nafsu makan : Baik Frekuensi : 3 x/hari
p. Porsi makan : Habis Keterangan : Habis 1 porsi

7. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior:

OD OS
5/5 Visus 5/5
Normal Palpebra Normal
Normal Conjungtiva Normal
Jernih Kornea Jernih
Dalam BMD Dalam
Bulat Pupil Bulat
Radier Iris Radier
Jernih Lensa Jernih
Normal TIO Normal

b. Keluhan nyeri : Tidak


Masalah Keperawatan:
c. Luka operasi : Tidak
d. Pemeriksaan penunjang lain : Tidak ada Tidak ada masalah
keperawatan

8. Sistem Pendengaran
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior:

OD OS
Normal Articula Normal
Normal MAE Normal
Normal Membran Timpani Normal
Normal Rinne Normal
Normal Weber Normal
Normal Swabach Normal

b. Tes audiometri: Tidak dikaji Masalah Keperawatan:


c. Keluhan : Tidak
Tidak ada masalah
d. Luka operasi : Tidak
keperawatan
e. Alat bantu dengar : Tidak menggunakan alat bantu dengar

26
9. Sistem Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi : Terbatas
b. Kekuatan otot :5 5 Masalah Keperawatan:
5 3 - Gangguan Mobilitas
c. Kelainan ekstremitas : Ya Fisik
d. Kelainan tulang belakang : Tidak
Frankel : Tidak ada
e. Fraktur : Tidak
f. Traksi : Tidak
g. Penggunaan spalk/gips : Tidak
h. Keluhan nyeri : Tidak
i. Sirkulasi perifer : Baik
j. Kompartemen syndrome : Tidak
k. Kulit : Hiperpigmentasi pada kaki kanan
bagian cruris
l. Turgor : Baik
m. Luka operasi : Ada
- Tanggal operasi : 2 Juni
2016, 22 Juni 2016, 26 Juli 2016, dan
5 Oktober 2018
- Jenis Operasi : Debridement
+ Mekrotomi (2 Juni
2016)
Debridement + Squestrectomy (22
Juni 2016)
Skin graft (26 Juli 2016)
Arteriografi (5 Oktober 2018)
Lokasi : Kaki kanan bagian cruris
Keadaan : Kaki kanan bagian cruris terpasang
Ekstenal fiksasi dan ada nekrotik,
luka tidak kunjung sembuh
Drain : Tidak
n. ROM : ROM aktif
o. POD : Tidak dikaji
p. Cardinal sign : Tidak dikaji
q. Lain-lain : Pasien belum diperbolehkan
menapakan kaki dan menggunakan
kursi roda

10. Sistem Integumen


a. Penilaian risiko decubitus
ASPEK KRITERIA PENILAIAN NILAI
YANG
1 2 3 4
DINILAI

27
Persepsi Terbatas Sangat Keterbatasan Tidak Ada
4
Sensori Sepenuhnya Terbatas Ringan Gangguan
Terus
Sangat Kadang Jarang
Kelembapan Menerus 4
Lembab Basah Basah
Basah
Kadang Lebih Sering
Aktivitas Bedfast Chairfast 2
Jalan Jalan
Immobile Sangat Keterbatasan Tidak Ada
Mobilisasi 3
Sepenuhnya Terbatas Ringan Keterbatasan
Kemungkinan
Sangat
Nutrisi Tidak Adekuat Sangat Baik 4
Buruk
Adekuat
Tidak
Gesekan & Potensial
Bermasalah Menimbukan 3
Pergeseran Bermasalah
Masalah
15-16 = Low risk TOTAL
13-14 = Moderate risk 20
12-kurang = High risk NILAI

b. Warna : Normal
c. Pitting edema : (-)
d. Ekskoriasis : Tidak Masalah Keperawatan:
e. Psoriasis : Tidak - Perlambatan Pemulihan
f. Pruritus : Tidak Pasca Bedah
g. Urtikaria : Tidak - Kerusakan Integritas Kulit
h. Lain-lain : Pasien mengeluh gatal pada tusukan fiksasi, ada
nekrotik pada kaki kanan bagian cruris, luka tidak
kunjung sembuh, derajat luka 1

11. Sistem Endokrin


a. Pembesaran tiroid : Tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening : Tidak
c. Hipoglikemia : Tidak
d. Hiperglikemia : Tidak
e. Kondisi kaki DM :
- Luka gangren : Tidak
- Riwayat luka sebelumnya : Tidak
- Riwayat amputasi sebelumnya : Tidak
f. ABI : Tidak dikaji

 PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya:

28
Pasien memiliki persepsi bahwa kakinya menimbulkan orang lain
mencibir atau membully
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya: Diam Masalah Keperawatan:
c. Reaksi saat interaksi : Kooperatif - Gangguan Citra
d. Gangguan konsep diri : Ada gangguan citraTubuh
tubuh

 PENGKAJIAN HYGIENE & KEBIASAAN


a. Kebersihan diri:
Pasien terlihan bersih, mandi 3 kali sehari, kuku bersih dan pendek,
pakaian bersih, rambut bersih, oral hygiene bersih.
b. Kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan
- Mandi : Mandiri
- Ganti pakaian : Mandiri
- Keramas : Mandiri Masalah Keperawatan:
- Sikat gigi : Mandiri Tidak ada masalah
- Memotong kuku : Mandiri keperawatan
- Berhias : Mandiri
- Makan : Mandiri

 PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah
- Sebelum sakit : Sering
- Selama sakit : Tidak pernah
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah:
Pasien diedukasi tentang shalat dengan duduk bagi orang
Masalah yang tidak
Keperawatan:
mampu berdiri Tidak ada masalah
keperawatan
 PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboraturium, Radiologi, EKG,
USG, dll)
 Pemeriksaan Kimia Klinik Tanggal 2 Oktober 2018
Parameter Hasil Nilai normal Keterangan
SGOT 25,0 U/L 0-50 Normal
SGPT 32,0 U/L 0-50 Normal
Albumin 3,6 g/dL 3,4-5,0 Normal
BUN 4,0 mg/dL 7-18 Menurun
Kreatinin Serum 0,42 mg/dL 0,6-1,3 Menurun
Kalium 4,0 mmol/l 3,5-5,1 Normal
Natrium 140,0 mmol/l 136-145 Normal
Klorida 96,0 mmol/l 98-107 Menurun
CRP 0,8 mg/dL 0-1 Normal

 Pemeriksaan Darah Lengkap Tanggal 2 Oktober 2018


Parameter Hasil Nilai normal Keterangan

29
HGB 12,7 g/dL 13,3-16,6 Menurun
RBC 5,23 106/uL 3,69-5,46 Normal
HCT 39,7 % 41,3-52,1 Menurun
MCV 74,9 fL 86,7-102,3 Menurun
MCH 24,3 pg 27,1-32,4 Menurun
MCHC 32,0 g/dL 29,7-33,1 Normal
RDW-SD 40,6 fL 41,2-53,6 Menurun
RDW-CV 15,0 % 12,2-14,8 Normal
WBC 8,26 103/uL 3,37-10 Normal
EO% 3.1 % 0,6-5,4 Normal
BASO% 0,4 % 0,3-1,4 Normal
NEUT% 58,0 % 39,8-70,5 Normal
LYMPH% 34,6 % 23,1-49,9 Normal
MONO% 3,9 % 4,3-10,0 Menurun
PLT 427 103/uL 150-450 Normal
PDW 8,7 fL 9,6-15,2 Menurun
MPV 8,6 fL 9,2-12,0 Menurun
P-LCR 13,0 % 19,7-42,4 Menurun
PCT 0,37 % 0,19-0,39 Normal

 Pemeriksaan Imunologi Tanggal 2 Oktober 2018


Parameter Hasil Nilai normal Keterangan
<=0,99 (NR)
1,50 (Equivocal)
Non Reactive >50 (R)
HBsAg Repeated : Normal
<10,0
<=50 (NR); >50
(R)

 Pemeriksaan Faal Koagulasi Tanggal 2 Oktober 2018


Parameter Hasil Nilai normal Keterangan
PPT 10,2 detik 9-12 Normal
APTT 27,4 detik 23-33 Normal

 Pemeriksaan Radiologi Cruris AP + Lateral (Tanpa Kontras)


Tanggal; 29 Mei 2017
Bone loss di 1/3 proksimal hinggal 1/3 tengah di os tibia kanan
yang telah terpasang external fiksasi yang masih tampak fraktur
communitive, mulai tampak callus formation.
Terpasang intramedullary fiksasi yang tak tampak jelas garis
fraktur di 1/3 distal hingga 1/3 tengah os tibia kanan, callus formation
(-)
Tak tampak tanda tanda osteomyelitis

30
Disuse osteoporosis

 Pemeriksaan Radiologi Femur AP + Lateral (Tanpa Kontras)


Tanggal 2 Oktober 2018
Bowing deformity pada 1/3 distal os femur kanan disertasi soft
tissue swelling di sekitarnya
Disuse osteoporosis

 Pemeriksaan Radiologi Thorax AP/PA Cito (Tanpa Kontras)


Tanggal 2 Oktober 2018
Cord dan pulmo tak tampak kelainan

 Pemeriksaan Radiologi Cruris AP + Lateral (Tanpa Kontras)


Tanggal 2 Oktober 2018
Lesi amputatif 1/3 poximal hinggal tengah os tibia kanan yang
membentuk gap +/- 2,5 cm dan telah terpasang external fiksasi.
Terpasang intramedullary fiksasi yang tak tampak jelas garis
frakturnya di 1/3 tengah hingga 1/3 distal os fibula kanan, callus
formation (+)
Osteomyelitis kronis

 Pemeriksaan Radiologi Genu AP + Lateral (Tanpa Kontras)


Tanggal 4 Oktober 2018
Lesi amputatif 1/3 proksimal os tibia kanan yang terpasang internal
fiksasi (screw) di 1/3 proksimal os tibia kanan, tak tampak periscrew
loosening di sekitarnya.
Disuse osteoporosis.
Osteomyelitis kronis.

 TERAPI
Terapi RL 500 ml 15 tetes/menit

B. ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS : Osteomielitis Kerusakan integritas

31
Pasien mengatakan ada kulit
luka pada kaki kanan dan
Proses inflamasi
terasa gatal

Sirkulasi terganggu
DO :

1. Derajat luka 1
2. Terdapat nekrotik Iskemia dan nekrosis
3. Hiperpigmentasi
tulang
pada kaki kanan
bagian cruris

Pembentukan abses
tulang

Nekrosis jaringan kult

kerusakan integritas
kulit
DS : Osteomielitis Gangguan mobilitas
1. Pasien mengatakan fisik
belum
diperbolehkan
Penatalaksanaan
menapakkan kaki
dan hanya (operatif)
diperbolehkan oleh
dokter
menggunakan kursi
roda saat ingin Pembatasan gerak
turun dari kasur.

DO :
Gangguan mobilitas
1. Pergerakan sendi
fisik
terbatas
2. Kaki kanan bagian
cruris terpasang

32
fiksasi
3. Kekuatan otot
5 5
5 3

4. ROM aktif
DS : Proses perlambatan
pasca bedah
Pasien mengeluh lukanya
tidak kunjung sembuh

DO :

1. Terdapat jaringan
nekrotik pada kaki
kanan bagian cruris.
2. Derajat luka 1 cm
3. Persepsi bahwa
dibutuhkan waktu
yang lebih lama
untuk penyembuhan
DS : Osteomielitis Gangguan citra tubuh

Pasien memiliki persepsi


bahwa kakinya
Penatalaksanaan
menimbulkan orang lain
(operatif)
mencibir atau membully

Terpasang fiksasi
DO :
eksternal
Pasien terlihat murung atau
lebih banyak diam
Gangguan citra tubuh

33
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN /MASALAH KOLABORATIF
BERDASARKAN PRIORITAS

No. TANGGAL / JAM DIAGNOSA TANGGAL Ttd


DITEMUKAN KEPERAWATAN TERATASI
1. 9 Oktober 2018 Kerusakan Belum
integritas kulit teratasi
berhubungan
dengan penurunan
mobilitas
2. 9 Oktober 2018 Gangguan Belum
mobilitas fisik teratasi
berhubungan
dengan program
pembatasan gerak
3. 9 Oktober 2018 Proses perlambatan Belum
pasca bedah teratasi
berhubungan
dengan
pemanjangan
proses operasi
4. 9 Oktober 2018 Gangguan citra Belum
tubuh berhubungan teratasi
dengan perubahan
struktur atau bentuk
tubuh (fiksasi
eksternal)

RENCANA INTERVENSI (Selasa, 9 Oktober 2018)

1. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas

Rencana Keperawatan

34
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
keperawatan Hasil
Kerusakan integritas NOC : NIC :
 Tissue 1. Observasi luka :
kulit berhubungan
integrity : skin lokasi, dimensi,
dengan inflamasi dan
and mucous kedalaman luka,
pembengkakan
membranes karakteristik,
 Wound healing : warna cairan,
Primer and granulasi,
sekunder jaringan nekrotik,
tanda-tanda
Tujuan : infeksi lokal,
formasi traktus.
Setelah dilakukan 2. Monitor kulit
tindakan akan adanya
keperawatan kemerahan.
kerusakan integritas 3. Monitor aktivitas

kulit pasien teratasi dan mobilisasi


pasien
4. Anjurkan pasien
untuk
Kriteria Hasil :
menggunakan
1. Integritas kulit
pakaian yang
yang baik dapat
longgar
dipertahankan 5. Lakukan
(sensasi, perawatan luka
6. Berikan posisi
elastisitas,
yang mengurangi
temperatur,
tekanan pada
hidrasi,
luka.
pigmentasi)
7. Ajarkan pada
2. Tidak ada
keluarga tentang
luka/lesi pada
luka dan
kulit.
3. Perfusi jaringan perawatan luka.
8. Kolaborasi

35
baik. dengan ahli gizi
4. Menunjukkan
terkait pemberian
pemahaman
diet TKTP dan
dalam proses
vitamin
perbaikan kulit 9. Motivasi pasien
dan mencegah dan keluarga
terjadinya untuk jaga
cedera berulang. kebersihan kulit
5. Mampu
agar tetap bersih
melindungi kulit
dan kering.
dan
mempertahanka
n kelembaban
kulit dan
perawatan
alami.
6. Menunjukkan
terjadinya
proses
penyembuhan
luka.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi, dan


keterbatasan menahan berat badan

Diagnosa Rencana Keperawatan


keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan NOC : NIC :
 Join movement : Active Exercise therapy :
mobilitas fisik
 Mobility level ambulation
berhubungan  Self care : ADLs
dengan nyeri, alat  Transfer performance 1. Monitor vital
imobilisasi, dan sign sebelum
keterbatasan Tujuan : dan sesudah
menahan berat latihan dan
Setelah dilakukan tindakan

36
badan keperawatan selama 1 x 24 lihat respon
jam mobilitas fisik teratasi. pasien saat
latihan
2. Kaji
Kriteria Hasil : kemampuan
pasien dalam
1. Pasien meningkat
mobilisasi
dalam aktivitas fisik. 3. Latih pasien
2. Pasien mengerti tujuan
dalam
dari mobilitas fisik.
3. Memverbalisasikan pemenuhan

perasaan dalam kebutuhan

meningkatkan ADLs secara


kekuatan dan mandiri sesuai

kemampuan kemampuan
4. Dampingi dan
berpindah.
4. Memperagakan bantu pasien

penggunaan alat bantu saat mobilisasi

untuk mobilisasi dan bantu


penuhi
kebutuhan
ADLs
5. Ajarkan pasien
cara mengubah
posisi dan
berikan
bantuan jika
diperlukan.
6. Kolaborasi
dengan terapi
fisik tentang
rencana
ambulasi sesuai
dengan
kebutuhan

37
7. Motivasi pasien
dalam
mobilisasi

3. Proses perlambatan pasca bedah

Diagnosa keperawatan Rencana Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Proses perlambatan NOC : NIC :
1. Pantau lokasi dan
pasca bedah
Pemulihan atau pasca karakteristik nyeri
bedah 2. Lakukan
pemeriksaan tanda-
tanda vital pasien
Tujuan : 3. Pantau perfusi
jaringan
Setelah dilakukan 4. Pantau adanya
tindakan tanda-tanda infeksi
keperawatan pasien 5. Pantau adanya

menunjukkan kecenderungan

pemulihan pasca perdarahan pada

pembedahan dengan pasien yang

kriteria hasil beresiko tinggi


6. Manajemen energi
: pantau respon
jantung paru
Kriteria Hasil :
terhadap aktivitas
1. Tepi luka
(takikardi,
menyatu dan
disritmia, pucat,
tidak ada
deformitas)
drainase, 7. Manajemen
kemerahan atau nutrisi : tanyakan
indurasi makanan kesukaan

38
2. Pengurangan rasa pasien
8. Perawatan luka :
nyeri
3. Pasien mampu inspeksi luka setiap
beristirahat, penggantian
berkonsentrasi, balutan
9. Ajarkan klien
pernyataan
tentang cara
tentang kelelahan
meminimalkan
tidak ada
4. Memperoleh penekanan pada
kembali mobilitas area insisi
10. Kurangi atau
prapembedahan
hilangkan faktor
yang menyebabkan
atau meningkatkan
pengalaman nyeri
11. Gunakan
latihan ROM aktif
dan pasif untuk
menghilangkan
ketegangan otot
12. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk pemenuhan
jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan
13. Kolaborasi
dengan dokter
dalam analisis
keadaan pasien

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur atau bentuk


tubuh (fiksasi eksternal)

39
Diagnosa keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Gangguan citra tubuh NOC : NIC :
 Adaptation to 1. Kaji secara verbal
berhubungan dengan
physical dan non verbal
perubahan struktur atau
disability respon klien
bentuk tubuh (fiksasi
 Body image terhadap
eksternal)  Self esteem
tubuhnya
2. Monitor

Tujuan : frekuensi
mengkritik
Setelah dilakukan
dirinya
tindakan 3. Jelaskan tentang
keperawatan pengobatan,
gangguan citra tubuh perawatan,
teratasi kemajuan dan
prognosis
penyakit
Kriteria Hasil : 4. Motivasi klien
mengungkapkan
Mampu beradaptasi
perasaannya
dengan keterbatasan 5. Libatkan keluarga
fungsional (skala 4 dalam
dari 1 – 5) memotivasi
Puas dengan pasien
6. Kolaborasi atau
penampilan tubuh
konsultasi dengan
(skala 4 dari 1 – 5)
psikolog
Mampu
menyesuaikan
dengan perubahan
fungsi tubuh (skala 4
dari 1 – 5)

40
Merasa dirinya
berharga (skala 4 dari
1 – 5)

41
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal No.Dx Jam Implementasi Hari/Tanggal Jam Evaluasi (SOAPIER)


Selasa, 9 1 1. Mengobservasi TTV Rabu, 10 S: Pasien mengatakan lukanya masih
TD : 95/70
Oktober 2018 Oktober 2018 berwarna kehitaman
N 82x/menit
RR: 19x/menit O:
S:36,3oC
SpO2: 98% - Adanya jaringan nekrotik pada kaki
2. Memgobservasi luka ( terdapat nekrotik,
kanan bagian cruris dengan derajat
derajad luka 1, lokasi pada kaki kanan, )
3. Memberikan posisi nyaman untuk kedalaman luka 1
mengurangi penekanan pada luka
- Suhu pasien 36,66̊ C
4. Melakukan perawatan luka dengan tetap
menjaga kesterilan A: Terjadi pembentukan jaringan parut pada
5. Menganjurkan pasien untuk makan luka
makanan yang tinggi protein
P: Pertahankan intervensi
I:
- Memantau perkembangan kerusakan
integritas kulit setiap hari
- Melakukan perawatan kulit secara aseptik
setiap hari
E: pasien bersedia dilakukan perawatan kulit

42
secara aseptik setiap hari
R: kolaborasikan pemberian medikasi untuk
mempercepat penyembuhan luka
2 1. Mengobservasi kemampuan pasien dalam Rabu, 10 S: Pasien mengatakan belum diperbolehkan
mobilisasi 5 5 Oktober 2018 untuk menapakkan kaki
Kekuatan otot
5 3 O:
2. Mendampingi dan membantu pasien untuk - Pergerakan sendi kaki terbatas
memenuhi kebutuhan ADLs
4. Menyediakan alat bantu berjalan (kursi - Kaki kanan bagian cruris terpasang
roda / kruk) fiksasi
A: Mobilisasi pasien terbatas karena
terpasang fiksasi eksternal
P: Pertahankan intervensi
I:
- Membantu klien untuk melakukan ADLs
- Melibatkan keluarga dalam melakukan
aktivitas
E: Klien malakukan ADLs dengan dibantu
sebagian

43
R: Lakukan teknik mobilisasi yang benar
3 1. Memantau lokasi luka (terdapat luka pada Rabu, 10 S: Pasien mengatakan bahwa lukanya tidak
kaki sebelah kanan) Oktober 2018 kunjung sembuh
2. Memantau adanya tanda-tanda infeksi
( tidak ada infeksi pada area luka ) O:
3. Menganjurkan pasien untuk makan - Terdapat jaringan nekrotik pada kaki
makanan yang tinggi proterin ndan nutrisi
4. Mengajarkan pada pasien untuk kanan bagian cruris.
meminimalkan penekanan pada luka insisi - Derajat luka 1 cm
- Persepsi bahwa dibutuhkan waktu yang
lebih lama untuk penyembuhan
A: Masih terdapat luka di cruris kaki kanan
P: Pertahankan intervensi
I:
- Lakukan perawatan luka
- Pantau adanya tanda-tanda infeksi
- Mengajarkan klien tentang cara
meminimalkan penekanan pada area
insisi
E: luka belum membaik
R: Lakukan perawatan luka disekitar area

44
tusukan fiksasi eksternal
1. Mengobservasi respon pasien terhadap S: Pasien malu terhadap penyakitnya
penyakitnya (pasien terlihat malu dengan (pemasangan fiksasi eksternal)
penyakitnya)
2. Mengobservasi persepsi pasien terhadap O: Pasien terlihat lebih banyak diam dan
penyakitnya kurang operatif
3. Memberikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaannya A: Pasien menganggap orang lain akan
Rabu, 10 membullynya karena penyakitnya tersebut
4
Oktober 2018 P: Pertahankan intervensi
I:
- Memotivasi klien untuk mengungkapkan
perasaannya
- Membangun hubungan saling percaya
R: Kolaborasi dengan ahli psikolog anak
Rabu, 10 1 09.00 1. Memonitor karakteristik luka di kaki Kamis, 11 10.00 S: Pasien mengatakan lukanya masih tetap
Oktober 2018 kanan pasien Oktober 2018 berwarna kehitaman
09.05
2. Monitor TTV
O:
TD : 100/80 mmHg
09.10
N : 88 x/menit
09.15 - Adanya jaringan nekrotik pada kaki
RR : 20x/menit
SpO2 : 99% kanan bagian cruris dengan derajat
S : 36,26̊ C

45
3. Mengajarkan pasien dan keluarga teknik kedalaman luka 1
cuci tangan yang benar - Suhu pasien 36,26̊ C
A: Terjadi pembentukan jaringan parut pada
luka
P: Pertahankan intervensi
I:
- Memantau perkembangan kerusakan
integritas kulit setiap hari
- Melakukan perawatan kulit secara aseptik
setiap hari
E: pasien bersedia dilakukan perawatan kulit
secara aseptik setiap hari
R: kolaborasikan pemberian medikasi untuk
mempercepat penyembuhan luka
Rabu, 10 2 09.20 1. Mengobservasi kemampuan pasien dalam Kamis, 11 10.05 S: Pasien mengatakan masih belum
5 5
Oktober 2018 mobilisasi Oktober 2018 diperbolehkan untuk menapakkan kaki
09.25
-Kekuatan otot 5 3 O:
09.30
2. Mendampingi dan membantu klien - Pergerakan sendi kaki terbatas
memenuhi kebutuhan ADLs - Kaki kanan bagian cruris terpasang
3. Menyediakan alat bantu berjalan (kursi

46
roda) fiksasi
A: Mobilisasi pasien terbatas karena
terpasang fiksasi eksternal
P: Pertahankan intervensi
I:
- Membantu klien untuk melakukan ADLs
- Melibatkan keluarga dalam melakukan
aktivitas
E: Klien malakukan ADLs dengan dibantu
sebagian
R: Lakukan teknik mobilisasi yang benar
Rabu, 10 3 09.35 1. Mengobservasi luka pasien ( luka terasa Kamis, 11 10.10 S: Pasien mengatakan bahwa lukanya belum
09.40
Oktober 2018 gatal, masih terdapat nekrotik, derajad Oktober 2018 kunjung sembuh juga
09.45
luka 1) O:
09.50 2. Memantau apakah ada tanda infeksi apa
- Terdapat jaringan nekrotik pada kaki
tidak (tidak ada tanda-tanda infeksi)
kanan bagian cruris.
3. Mengajarkan pada pasien teknik untuk
- Derajat luka 1 cm
mengurangi penekanan pada luka - Persepsi bahwa dibutuhkan waktu yang
4. Melakukan perawatan luka
lebih lama untuk penyembuhan
A: Masih terdapat luka di cruris kaki kanan

47
P: Pertahankan intervensi
I:
- Lakukan perawatan luka
- Pantau adanya tanda-tanda infeksi
- Mengajarkan klien tentang cara
meminimalkan penekanan pada area
insisi
E: luka belum membaik
R: Lakukan perawatan luka disekitar area
tusukan fiksasi eksternal
Rabu, 10 4 10.20 1. Mengobservasi respon verbal dan non Kamis, 11 10.20 S: Pasien malu terhadap penyakitnya
Oktober 2018 verbal klien terhadap tubuhnya Oktober 2018 (pemasangan fiksasi eksternal)
10.25
2. Mengobservasi persepsi pasien terhadap
O: Pasien terlihat lebih banyak diam dan
10.30 penyakitnya
kurang operatif
10.35 3. Menjelaskan tentang proses penyakit
4. Memotivasi pasien untuk mengungkapkan A: Pasien menganggap orang lain akan
perasaannya membullynya karena penyakitnya tersebut
P: Pertahankan intervensi
I:
- Memotivasi klien untuk mengungkapkan

48
perasaannya
- Membangun hubungan saling percaya
R: Kolaborasi dengan ahli psikolog anak

Hari/Tanggal No.Dx Jam Implementasi Hari/Tanggal Jam Evaluasi (SOAPIER)


Kamis, 11 1 10.00 1. Melihat kondisi kulit kaki pasien Jumat, 12 08.30 S: Pasien mengatakan lukanya masih juga
10.05 2. Memonitor karakteristik luka di kaki
Oktober 2018 Oktober 2018 berwarna kehitaman
kanan pasien
10.10 O:
3. Monitor TTV dan hasil laboraturium
10.15
TD : 110/70 mmHg
N : 78 x/menit - Adanya jaringan nekrotik pada kaki
10.20
RR : 20x/menit kanan bagian cruris dengan derajat
10.25
SpO2 : 98%
S : 36,24 C kedalaman luka 1
- Suhu pasien 36,46̊ C
4. Mengajarkan pasien dan keluarga teknik
A: Terjadi pembentukan jaringan parut pada
cuci tangan yang benar
5. Mengedukasi untuk meningkatkan nutrisi luka
6. Melakukan perawatan luka P: Pertahankan intervensi
I:
- Memantau perkembangan kerusakan
integritas kulit setiap hari

49
- Melakukan perawatan kulit secara aseptik
setiap hari
E: pasien bersedia dilakukan perawatan kulit
secara aseptik setiap hari
R: kolaborasikan pemberian medikasi untuk
mempercepat penyembuhan luka
Kamis, 11 2 10.30 1. Mengobservasi kemampuan pasien dalam Jumat, 12 08.35 S: Pasien mengatakan ADLs-nya terpenuhi
Oktober 2018 mobilisasi Oktober 2018 O:
10.35
2. Memonitor TTV pasien
10.40 - Kebutuhan ADLs pasien dibantu sebagian
TD : 120/70 mmHg
N : 90 x/menit - Pasien menggunakan alat bantu berjalan
10.45
RR : 20x/menit
10.50 (kursi roda)
SpO2 : 97%
S : 36,1 C A: Mobilisasi pasien terbatas karena
10.55
3. Mendampingi dan membantu klien
terpasang fiksasi eksternal
memenuhi kebutuhan ADLs
P: Pertahankan intervensi
4. Mengajarkan teknik mobilasi yang benar
5. Menyediakan alat bantu berjalan (kursi I:
roda) - Membantu klien untuk melakukan ADLs
6. Motivasi pasien untuk melakukan
- Melibatkan keluarga dalam melakukan
mobilisasi
aktivitas
- Menyediakan alat bantu berjalan

50
E: Klien malakukan ADLs dengan dibantu
sebagian
R: Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
untuk teknik ambulasi
Kamis, 11 3 11.00 1. Mengobservasi kondisi luka pada kaki Jumat, 12 08.40 S: Pasien masih mengatakan bahwa lukanya
Oktober 2018 pasien ( masih terdapat nekrotik, derajad Oktober 2018 belum kunjung sembuh
11.05 luka 1 ) O:
2. mengingatkan pasien untuk makan
- Terdapat jaringan nekrotik pada kaki
makanan yang tinggi protein
kanan bagian cruris.
- Derajat luka 1 cm
- Persepsi bahwa dibutuhkan waktu yang
lebih lama untuk penyembuhan
A: Masih terdapat luka di cruris kaki kanan
P: Pertahankan intervensi
I:
- Lakukan perawatan luka
- Pantau adanya tanda-tanda infeksi
- Mengajarkan klien tentang cara
meminimalkan penekanan pada area
insisi

51
E: luka belum sembuh
R: Lakukan perawatan luka disekitar area
tusukan fiksasi eksternal
Kamis, 11 4 12.05 1. Mengobservasi respon verbal dan non Jumat, 12 08.50 S: Pasien belum mau melanjutkan bersekolah
Oktober 2018 verbal klien terhadap tubuhnya Oktober 2018 karena penyakitnya
12.10
2. Mengobservasi persepsi pasien terhadap
O: Pasien terlihat cukup operatif
12.15 penyakitnya
A: Pasien menganggap orang lain akan
12.20 3. Menjelaskan tentang proses penyakit
4. Memotivasi pasien untuk mengungkapkan membullynya karena penyakitnya tersebut
12.25
perasaannya P: Pertahankan intervensi
5. Membangun hubungan saling percaya
I:
dengan pasien
- Memotivasi klien untuk mengungkapkan
perasaannya
- Membangun hubungan saling percaya
R: Kolaborasi dengan ahli psikolog anak

Hari/Tanggal No.Dx Jam Implementasi Hari/Tanggal Jam Evaluasi (SOAPIER)


Jumat, 12 1 10.15 1. Mengobservasi TTV Sabtu, 13 S: Pasien mengatakan lukanya masih
TD : 110/80 mmHg
Oktober 2018 Oktober 2018 berwarna kehitaman
N : 88 x/menit

52
RR : 20x/menit O:
SpO2 : 99%
S : 36 C - Adanya jaringan nekrotik pada kaki
10.20 2. Memantau keadaan luka pasien
10.25 3. menjaga kebersihan luka pasien kanan bagian cruris dengan derajat
10.30 4. melakukan perawatan luka pada kaki kedalaman luka 1
pasien - Suhu pasien 36,06̊ C
A: Terjadi pembentukan jaringan parut pada
luka
P: Pertahankan intervensi
I:
- Memantau perkembangan kerusakan
integritas kulit setiap hari
- Melakukan perawatan kulit secara aseptik
setiap hari
E: pasien bersedia dilakukan perawatan kulit
secara aseptik setiap hari
R: kolaborasikan pemberian medikasi untuk
mempercepat penyembuhan luka
Jumat, 12 2 10.35 1. Membantu pasien untuk melaukan ADLs Sabtu, 13 08.35 S: Pasien mengatakan ADLs-nya terpenuhi
10.40 2. Memberikan motivasi kepada keluarga
Oktober 2018 Oktober 2018 O:

53
untuk membantu ADLs pasien - Kebutuhan ADLs pasien dibantu sebagian
- Pasien menggunakan alat bantu berjalan
(kursi roda)
A: Mobilisasi pasien terbatas karena
terpasang fiksasi eksternal di cruris dekstra
P: Pertahankan intervensi
I:
- Membantu klien untuk melakukan ADLs
- Melibatkan keluarga dalam melakukan
aktivitas
- Menyediakan alat bantu berjalan
E: Klien malakukan ADLs dengan dibantu
sebagian
R: Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
untuk teknik ambulasi
Jumat, 12 3 10.45 1. Mengobservasi keadaan luka pada kaki Sabtu, 13 S: Pasien masih juga mengatakan bahwa
Oktober 2018 pasien Oktober 2018 lukanya belum kunjung sembuh
10.50
2. Melakukan perawatan luka
10.55 O:
3. Mengingatkan pasien untuk
- Terdapat jaringan nekrotik pada kaki
mengkonsumsi makan-makanan yang

54
berprotein tinggi kanan bagian cruris.
- Derajat luka kurang lebih 1 cm
- Persepsi bahwa dibutuhkan waktu yang
lebih lama untuk penyembuhan
A: Masih terdapat luka di cruris kaki kanan
P: Pertahankan intervensi
I:
- Lakukan perawatan luka
- Pantau adanya tanda-tanda infeksi
- Mengajarkan klien tentang cara
meminimalkan penekanan pada area
insisi
E: luka belum membaik
R: Lakukan perawatan luka disekitar area
tusukan fiksasi eksternal
Jumat, 12 4 11.00 1. Mengobservasi respon pasien terhadap Sabtu, 13 S: Pasien mengatakan malu untuk bertemu
Oktober 2018 sakitnya. Oktober 2018 dengan teman-teman nya
O:
- Pasien terlihat cukup operatif
- Keadaan umum baik

55
- GCS = 4 5 6
A: Pasien menganggap orang lain akan
membullynya karena penyakitnya tersebut
P: Pertahankan intervensi
I:
- Memotivasi klien untuk mengungkapkan
perasaannya
- Membangun hubungan saling percaya
R: Kolaborasi dengan ahli psikolog anak

56
BAB 5
PEMBAHASAN

Pasien An. R merupakan pasien dengan Osteomyelitis Kronis Cruris


Dekstra dengan usia 15 tahun. Pasien An. R akan menjalani Pro Huntington
Procedure. Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit
disembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah,
respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan
involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati).
Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas
hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Salah satu penatalaksanaannya adalah tindakan pembedahan untuk penyelamatan
ekstremitas yang meliputi fiksasi eksternal. Namun, hal tersebut jika tidak
maksimal akan mengakibatkan infeksi pada tulang disekitarnya.
Berdasarkan data yang diperoleh saat pengkajian pada klien didapatkan
keluhan utama yaitu luka dikaki kanan belum sembuh setelah dilakukan
pembedahan. Penyebab klien masuk rumah sakit adalah pasien riwayat jatuh dari
sepeda menabrak pohon kelapa tanggal 27 Mei 2016 luka terbuka (+) bone
exposed (+), kemudian dibawa ke RS daerah Sumenep lalu dirujuk ke RS Dr.
Soetomo untuk menjalani operasi tahun 2016. Masuk ruang bedah B untuk
menjalani follow up external fiksasi yang dilakukan sejak juni 2016 di bagian
cruris dekstra dan dilakukan Huntington procedure. Kelemahan (+) anggota gerak
(kaki kanan). Hal ini sesuai dengan penatalaksanaan osteomielitis adalah tindakan
pembedahan untuk penyelamatan ekstremitas yang meliputi fiksasi eksternal.
Namun, hal tersebut jika tidak maksimal akan mengakibatkan infeksi pada tulang
disekitarnya dan akan berkomplikasi menjadi abses tulang. Maka agar tidak
terjadi hal tersebut perlu dilakukan follow up kembali pada pasien An. R. Hasil
pengkajian yang telah dilakukan oleh kelompok pada tanggal 9 Oktober 2018
didapatkan diagnosa keperawatan yaitu kerusakan integritas kulit, gangguan
mobilitas fisik, perlambatan pemulihan pascabedah, dan gangguan citra tubuh.
Kerusakan integritas kulit menurut SDKI 2017 adalah kerusakan kulit
(dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, korneaa, fisia, otot,
tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament). Kerusakan integritas

57
kulit yang disebabkan oleh perubahan pigmentasi. Pasien mengatakan bahwa luka
tidak kunjung sembuh dan merasa gatal yang dibuktikan dengan data objektif
terdapat nekrotik, kerusakan jaringan atau lapisan kulit dengan derajat luka 1, dan
hiperpigmentasi pada kaki kanan bagian cruris. Hal-hal tersebut merupakan
karakteristik kerusakan integritas kulit SDKI 2017.
Gangguan mobilitas fisik menurut SDKI 2017 didefinisikan sebagai
keterbatasan dalam gerak fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
Penyebabnya adalah kerusakan integritas struktur tulang, penurunan massa otot,
penurunan kekuatan otot, kekakuan sendi, kontraktur, gangguan neuromuskuler,
dan gangguan musculoskeletal. Pada An. R mengalami gangguan mobilitas fisik
disebabkan pergerakan sendi terbatas, dan kaki kanan bagian cruris terpasang
fiksasi eksternal.
Perlambatan pemulihan pasca bedah menurut SDKI 2017 adalah berisiko
mengalami pemanjangan jumlah hari pascabedah untuk memulai dan melakukan
aktivitas sehari-hari. Gangguan perlambatan pasca bedah yang disebabkan oleh
pemanjangan proses operasi. Pada masalah An.R mengalami gangguan
perlambatan pasca bedah gejala penyakit pasien mengeluh lukanya tak kunjung
sembuh dibuktikan dengan data objektif. Terdapat jaringan nekrotik pada kaki
kanan bagian cruris, derajat luka 1 cm, dan persepsi bahwa dibutuhkan waktu
yang lebih lama untuk penyembuhan.

Gangguan citra tubuh menurut SDKI 2017 adalah perubahan persepsi


tentang penampilan, struktur dan fungsi fisik individu. Gangguan citra tubuh yang
disebabkan oleh perubahan struktur/bentuk tubuh, perubahan fungsi tubuh, dan
efek tindakan/pengobatan. Pasien memiliki persepsi bahwa kakinya menimbulkan
orang lain membully atau mencibir dibuktikan dengan data objektif respon
nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh dan mengungkapkan kecacatan atau
kehilangan bagian tubuh dibuktikan dengan data objektif fungsi/struktur tubuh
berubah. Hal-hal tersebut merupakan karakteristik kerusakan integritas kulit SDKI
2017.
Pada rencana tindakan keperawatan yang telah dilakukan 3 hari perawatan.
Diagnosa yang pertama adalah kerusakan integritas kulit yang disebabkan oleh
perubahan pigmentasi, sehingga intervensi yang kita lakukan salah satunya

58
melakukan rawat luka dengan keadaan luka derajatnya 1 dan sudah terdapat
jaringan nekrotik. Tindakan tersebut bertujuan untuk mempercepat proses
penyembuhan luka dan mencegah infeksi. Sesuai dengan pendapat Yuni, (2008)
perawatan luka merupakan tindakan untuk merawat luka dengan tujuan mencegah
infeksi dan mempercepat proses penyembuhan. Disisi lain setalah dilakukan
perawatan luka 1 kali dalam 3 hari perawatan masalah kerusakan integritas kulit
belum teratasi, sehingga perlu intervensi perawatan luka secara berkala dan
teratur.
Pada diagnose ke-2 gangguan mobilita fisik yang disebabkan oleh
pengembangan luka, sehingga mobile saja coba digunain menganjurkan
penggunaan kursi roda dalam mobilisasi dikarenakan advise dokter belum boleh
menapakkan kaki. Tindakan tersebut bertujuan untuk membantu An.Rdalam
bermobilisasi secara mandiri. Menganjurkan mobilisasi secara mandiri sangat
berguna untu membantu jalannya penyembuhan pasien. Secara psikoloogis
mobilisasi akan memberikan kepercayaan pasien bahwa dia merasa sembuh.
Namun, kegiatan tersebut harus dilakukan dengan waktu ang lama dan sesering
mungkin jika hana dilakukan dalam 3 hari perawatan masalah tersebut belum
efektif. Sehinnga masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi, perlu
intervensi sesering mungkin untuk mengajarkannya.
Pada diagnose ke-3 adalah perlambatan pascbedah yang disebabkan oleh
perlambatan proses operasi. Mengatasi masalah tersebut dilakukan intervensi
keperawatan dalam 3 hari salah satunya melaksanankan kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemenuhan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan untuk mempercepat
penyembuhan. Nutrisi yang dibutuhkan dalam mempercepat penyembuhan luka
disarankan pasien untuk makan makanan yang mengandung protein. Faktor gizi
terutama protein sangat mempengaruhi proses penyembuhan luka, karena protein
memiliki fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh gizi lain yaitu
pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh dan perbaikan jaringan. Protein yang
bermutu tinggi terdapat pada protein hewani seperti daging, ikan, dan telur
(Almatsier, 2009). Disisi lain, pada pihak keluarga masih menganggap bahwa
makanan yang banyak mengandung rotein dapat mengganggu penyembuhan luka
jahitan dan membuat darah menjadi bau amis, sehingga setelah kita lalkukakn

59
intervensi selama 3 hari kepada An.R masalah tersebut teratasi karena masih susah
untuk makan makanan yang mengandung protein.
Pada diagnose ke 4 gangguan citra tubuh yang disebabkan oleh perubahan
struktur tubuh sehingga An.R memiliki persepsi tentang penampilan, struktur dan
fungsi fisik. Hal tersebut mengakibatkan An.R tidak mau bersekolah. Pada
perawatan selama 3 hari kami meberikan intervensi salah satunya adalah edukasi
tentang proses penyakit dan proses penyembuhanya sehingga diharapkan dapat
merubah persepsi An.R. Selain itu yang palingterpenting adalah meganjurkan ibu
An.R selalu mendampingi dan memberi support agar An.R dapat percaya diri
menjalankan kegiatan sehari-harinya dengan kondisi yang terbatas. Hal tersebut
sesuai dengan teori Aristoteles (2010) Edukasi kesehatan adalah dimana seseorang
belajar atau diberi pemahaman/penjelasan tentang kesehatan mereka dan lebih
khusus laigi, bagaimana meningkatkan kesehatan mereka dengan tujuan untuk
menyadarkan individu dalam meningkatkan kesehatan dan perilaku individu.
Pemberian edukasi memerlukan waktu yang sesering mungkin sehingga pasien
sadar akan kesehatannya sendiri. Namun, pada intervensi ini kita hanya
melakukan 1 kali dalam 3 hari perawatan waktu tersebut kurang efektif, sehingga
An.R masih memiliki masalah gangguan citra tubuh atau masalah belum teratasi.

BAB 6
PENUTUP

6.1 KESIMPULAN
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan
dari pada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan
terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum
(pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat
menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau
mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer, Suzanne C, 2002). Etiologi

60
Bakteri penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus (70%-80%), selain
itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella,
Salmonella, dan Proteus, penyebab lain virus, Jamur, dan Mikroorganisme lain..
Tanda dan gejala yang dapat dirasakan pada osteomielitis diantaranya
adalah Jika infeksi hematogen, pasien mengalami demam tinggi, pasien
menggigil, denyut nadi cepat, dan malaise umum. Kedua setelah infeksi menyebar
dari rongga sumsum kekorteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan
lunak. bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan.
Ketiga jika Osteomielitis kronis ditandai oleh pus yang selalu mengalir keluar dari
sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan, dan
pengeluaran pus. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan diantaranya adalah
penatalaksanaan nyeri (tindakan fiksasi), terapi antibiotic, Antibiotik Beads, dan
Pembedahan. Pada kasus tersebut pasien mengeluh mengeluh luka dikaki kanan
belum sembuh, merasa gatal, sehingga An.R tidak mau sekolah. Masalah
keperawatan yang muncul adalah Gangguan integrias kulit, Gangguan mobilitas
fisik, Proses perlambatan pasca bedah, dan Gangguan citra tubuh.
6.2 SARAN
1. Pasien
Pasien mampu mengenai atau mengetahui bagaimana tanda dan gejala infeksi
tulang, serta tertib dalam perawatan luka/terapi yang diberikan tenaga
kesehatan.

2.Keluarga
Keluarga mendukung dan membantu menjalani perawatan/terapi, serta
keluarga juga mengetahui perawatan pasien dengan infeksi tulang.
3.Perawat
Mampu meningkatkan kinerja perawat, sehingga meningkatkan askep pada
pasien dengan osteomyelitis.

61
DAFTAR PUSTAKA

Carlos Pineda, Rolando Espinosa. 2009. Radiographic Imaging in Osteomyelitis:


The Role of Plain Radiography, Computed tomography, Ultrasonography,
Magnetic Resonance Imaging, dan Scintigraphy. Seminars in plastic
surgery/volume 23, number 2 2009.

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.

Harrison. 1999. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC.

Helmi, Zairin Noor. 2012. Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Lukman, & Ningsih, N. (2002). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Pamela L. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.

Reddy Sc, Zgonis MH. 2008. Musculosceletal infections. In: Chin KR and Samir
M. Orthopaedic Key Review Concepts. 1st ed. Philadelphia: Lipincott
William Wilkins.

Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medical-bedah. Jakarta: EGC.

62
Stumpe KD, Strobel K. 2006. Imaging in musculoskeletal infection. QJ Nucl Med
Mol Imaging 2006;50:131-142.

Suratun, Heryati, Santamarunung, Een Raenah.2006. Klien dengan Gangguan


Sistem Muskuloskeletal seri Asuhan Keperawatan. Jakarta; Buku
Kedokteran EGC.

Vigorita, Vincent J. 2008. Orthopaedic Pathology. Philadeplphia: Lipincott


William Wilkins.

Zuluaga AF, Galvis W. et al. Etiologic Diagnostic of Chronic Osteomyelitis. Arch


Intern Med. 2006;166:95-100.

63

Anda mungkin juga menyukai