Anda di halaman 1dari 5

Pembahasan

Berikut ini akan dibahas tentang analisa kasus yang sudah dilakukan oleh seorang
perawatyang melakukan praktik mandiri yang akhirnya dituntut ke polisi dikarenakan terjadi
kesalahan pada pemberian tindakan medis, berikut ini gambaran kasusnya:
“Ners Sony bekerja di sebuah rumah sakit dan tinggal di daerah pedesaan. Saat di
rumah dia melakukan praktik dengan menerima pasien dari masyarakat sekitarnya. Semakin
lama pasiennya bertambah banyak. Saat praktik dia memberikan pengobatan sesui dengan
pengalamannya saat bekerja di rumah sakit. Pada suatu hari datang Tn. Ahmad dengan
keluhan mual, muntah, pusing, dan hipertermi. Ners Soni kemudian memberikan injeksi dan
obat kepada pasien. Setelah 2 jam di rumah, Tn. Ahmad mengalami kejang dan tidak
sadarkan diri. Keluarga panik dan akan melaporkan Ners Sony ke polisi”.

Analisis permasalahan dari uraian kasus di atas adalah:


a. Ners Sony melakukan praktik mandiri di rumah (pedesaan), namun bukan di
Puskesmas atau Pustu yang merupakan tempat pengobatan yang telah diberikan
wewenang pemerintah setempat
b. Ners Sony praktik dengan memberikan pengobatan sesuai dengan pengalamannya,
tidak praktik di lingkup keperawatan
c. Keluhan Tn. Ahmad adalah mual, pusing dan hipertermi, yang bukan merupakan
kondisi darurat
d. Ners Sony memberikan obat dan injeksi pada Tn. Ahmad tanpa persetujuan atau
informed consent kepada keluarga dan pasien

Aspek hukum yang terkait langsung dengan praktik keperawatan di Indonesiayang


menjadi pedoman adalah Undang-Undang No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan dan
Undang-Undang No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Dari tinjauan kasus
didapatkan bahwa apa yang dilakukan oleh Ners Sony termasuk dalam pelanggaran hukum
atau legal keperawatan yang tercantum dalam Undang-Undang No.38 tahun 2014 tentang
Keperawatan sebagi berikut:
a. Pasal 28 tentang Praktik Keperawatan
1. Ayat (1) praktik keperawatan dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat
lainnya sesuai dengan klien sasarannya.
2. Ayat (2) praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
 Praktik keperawatan mandiri dan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan.
3. Ayat (3) praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan
pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional.
Pelanggaran praktik keperawatan yang dilakukan oleh Ners Sony sesuai kasus
termasuk dalam pasal 28 ayat (2) dan (3) yaitu praktik keperawatan dilakukan secara mandiri
dengan didasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur
operasional. Uraian pada kasus menggambarkan jelas bahwa praktik Ners Sony tidak sesuai
dengan kode etik keperawatan dan prinsip etika keperawatan. Misalnya dalam segi kode etik,
Ners Sony tidak meminta persetujuan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan kepada
klien. Dalam melakukan tindakan-tindakan keperawatan perawat harus menerapkan
informedconsent, sebagai bagian dari pertimbangan aspek hukum. Setelah persetujuan
tindakan disetujui kedua pihak, barulah perawat mencatat permasalahan yang terjadi pada
pasein, catatan iniyang nantinya akan menjadi bukti legal praktik keperawatan.
Dalam kasus Ners Sony tidak melakukanpersetujuan terlebih dahulu kepada keluarga
dan kliennya.Sehingga kasus ini dapat dikatakan sebagai kesalahan dan pelanggaran undang-
undang. Pasien harus mengetahui tentang diagnosa dan rencana tindakan, serta
perkembangan keadaan pasien. Sedangkan dalam segi standar pelayanan dan profesi Ners
Sony menyalahi aturan standar pelayanan praktik mandiri keperawatan bahwa telah
melakukan praktik mandiri bukan di area keperawatan, melainkan sudah mencakup area
medis dan semakin lama pasien semakin banyak dengan praktik tersebut. Kesalahan lain
yaitu dalam hal standar operasional prosedur Ners Sony melakukan tindakan pengobatan dan
tindakan invasif diluar kewenangannya kepada pasien bukan kategori gawat dan darurat.
Ruang lingkup praktik keperawatan sudah diatur dalam ICN (2004) menyebutkan
bahwa ruang lingkup praktik keperawatan sangat dinamik dan responsif terhadap apa yang
dibutuhkan oleh layanan kesehatan. Ruang lingkup praktik keperawatan dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan, pengalaman dan area praktik. Menurut Schluter et al., (2011) dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa (86%) perawat menyatakan ketidakjelasan mengenai
ruang lingkup praktiknya di lahan. Perawat meminta untuk diberikan lisensi khusus untuk
melegalkan praktik kliniknya. Pemerintah dalam hal ini harus memahami keinginan individu
perawat dan perawat sebagai kelompok profesi untuk memberikan kebijakan terkait legislasi
praktik keperawatan. Oleh karena itu, legalitas sangat penting bagi perawat mengingat profesi
keperawatan memerlukan perlindungan hukum dan jaminan akan keselamatan atas asuhan
keperawatan yang diberikan kepada kliennya.Selain pelanggaran terhadap pasal 28, kasus
Ners Sony juga bertentangan dengan pasal 29 ayat (1), (2), dan (3) yang berbunyi sebagai
berikut:
b. Pasal 29 tentang Tugas dan Wewenang
1. Ayat (1) dalam menyelenggarakan praktik keperawatan, perawat bertugas sebagai:
 Pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien, pengelola
pelayanan keperawatan, peneliti keperawatan, pelaksana tugas berdasarkan
pelimpahan wewenang; dan/atau pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan
tertentu.
2. Ayat (2) tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara bersama
ataupun sendiri-sendiri.
3. Ayat (3) pelaksanaan tugas perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaksanakan secara bertanggung jawab dan akuntabel.
Dari pasal tersebut terdapat gambaran bahwa Ners Sony sebenarnya dapat
memberikan pengobatan tetapi dengan syarat harus berada di daerah yang terbatas, artinya
daerah tersebut jauh dari medis dan farmasi.Lokasi atau tempat tinggal Ners Sony memang di
pedesaan namun terkait dengan pemberian pengobatan secara mandiri tanpa pelimpahan
wewenang dari dokter maka pelaksanaan pengobatan adalah tidak diperbolehkan jika
mengacu pada undang-undang. Diperbolehkan jika sudah ada pelimpahan wewenang dari
pemerintah/dokter penanggungjawab pada daerah tersebut dari puskesmas atau pustu yang
ada disekitar rumah Ners Sony.
Menurut Aghdam et al., (2013) dalam jurnalnya bahwa jika dilihat dari peran
perawat, maka secara garis besar perawat mempunyai peran sebagai berikut peran perawatan
(caring role atau independent), peran koordinatif (coordinative role atau interdependent), dan
peran terapeutik (therapeutik role atau dependent). Tugas pokok perawat apabila bekerja di
RS adalah memberikan pelayanan berbagai perawatan. Oleh karena itu tanggung jawab
perawat harus dilihat dari peran perawat di atas. Dalam peran perawatan dan koordinatif,
perawat mempunyai tanggung jawab yang mandiri. Sementara peran terapeutik bahwa dalam
keadaan tertentu beberapa kegiatan diagnostik dan tindakan medik dapat dilimpahkan untuk
dilaksanakan oleh perawat.
Pelanggaran pasal selanjutnya yang dilakukan oleh Ners Sony adalah selanjutnya
pada pasal 30 ayat (1) jelas bahwa disebutkan jika seorang perawat diperbolehkan melakukan
tindakan perseorangan dalam hal asuhan keperawatan dari pengkajian sampai melakukan
tindakan keperawatan, tetapi perawat diperkenankan memberikan pengobatan bebas terbatas
sesuai dengan resep medis dengan catatan tidak ada dokter/tenaga medis disekitar tempat
praktik dan merupakan tugas dari pemerintah untuk melakukan praktik diwilayah tersebut.
Hal ini sesuai dengan pasal 33 ayat (1) sehingga, dalam hal ini apabila praktik Ners Sony
bukan merupakan tugas dari pemerintah untuk melakukan praktik mandiri dengan pemberian
pengobatan obat bebas, obat bebas terbatas dan tindakan medis, maka kasus ini melanggar
undang-undang keperawatan. Berikut penjelasan pasal 30 dan 33 adalah sbagai berikut:
c. Pasal 30 tentang Tugas dan Wewenang Pemberian Tindakan Perseorangan
1. Ayat (1) dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan Keperawatan di bidang
upaya kesehatan perorangan, Perawat berwenang:
 Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik, menetapkan diagnosis
keperawatan, merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan
keperawatan, mengevaluasi hasil tindakan keperawatan.
 Melakukan rujukan, memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai
dengan kompetensi, memberikan konsultasi keperawatan dan berkolaborasi dengan
dokter, melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling dan melakukan
penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai dengan resep tenaga medis atau
obat bebas dan obat bebas terbatas.
d. Pasal 33 tentang PelaksanaanTtugas dalam Keterbatasan
1. Ayat (1) pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (1) merupakan penugasan pemerintah yang dilaksanakan pada
keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah
tempat Perawat bertugas.
2. Ayat (2) keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu
wilayah tempat perawat bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan setempat.
3. Ayat (3) pelaksanaan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan kompetensi Perawat.
4. Ayat (4) dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), perawat berwenang:
 Melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga medis,
merujuk pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan dan melakukan
pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga kefarmasian.
Menurut Lowe (2010), dalam penelitiannya didapatkan bahwa sejumlah 85% perawat
di ruang gawat darurat mampu untuk memberikan obat sesuai dengan kualifikasi pendidikan
dan pengalamannya. Perbedaan kualifikasi perawat di suatu daerah akan mempengaruhi
kualitias obat yang diberikan dan akan menyebabkan efek yang berbeda pula pada klien. Dari
penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa sebenrnya perawat mampu untuk memberikan
obat sesuai dengan level pendidikan dan pengalamannya selama bekerja di layanan
kesehatan. Namun, hal ini menjadi perbincangan, tentang bagaimana aturan atau undang-
undang tentang hal tersebut dan bagaimana peranan undang-undang tersebut yang mengatur
praktik mandiri perawat. Dalam hal ini, setiap daerah atau negara memiliki aturan yang
mengatur ruang lingkup tersendiri untuk profesi keperawatan
Pelanggaran praktik Ners Sony terhadap pasal selanjutnya adalah pasal 35 ayat (1),
(2), (3), (4), dan (5) yang menjelaskan bahwa perawat dapat membantu klien dalam kondisi
darurat. Kasus Ners Sony adalah pada pasien dengan keadaan tidak gawat dan tidak darurat,
sehingga tindakan yang dilakukan oleh Ners Sony tidak sesuai dengan undang-undang. Ners
sony seharusnya melakukan rujukan terhadap pasien apabila dlam hal ini klien benar-benar
membutuhkan tindakan medis. Berikut ini penjelasan dari pasal 35 sebagai berikut:
e. Pasal 35 Wewenang Perawat dalam Keadaan Darurat
1. Ayat (1) dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, Perawat dapat
melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya.
2. Ayat (2) pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
3. Ayat (3) keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan
yang mengancam nyawa atau kecacatan klien.
4. Ayat (4) keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh perawat
sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.
Ketentuan lain yang dilanggar oleh praktik Ners Sony dengan mengkaji dari Undang-
Undang No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, meliputi:
a. Pasal 58 tentang Kewajiban Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik perseorangan wajib:
 Memperoleh persetujuan dari penerima pelayanan kesehatan atau keluarganya atas
tindakan yang akan diberikan
 Membuat atau menyimpan catatan dan atau dokumen tentang pemeriksaan, asuhan dan
tindakan yang dilakukan
Pasal diatas kemudian didukung oleh pasal 68 sebagi berikut:
b. Pasal 68 tentang Persetujuan Tindakan Tenaga Kesehatan
 Ayat (1) setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan harus mendapat persetujuan.
 Ayat (2) persetujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
mendapat penjelasan secara cukup dan patut
 Ayat (3) penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangnya mencakup: tata
cara tindakan pelayanan, tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan, alternatif tindakan
lain, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan.
Dari pasal 58 dan 68 yang telah disebutkan di atas, kita dapat mengetahui bahwa
dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa persetujuan tindakan sangan penting dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang melakukan praktik perseorangan. Sedangkan dalam kasus yang
dilakukan oleh Ners Sony saat memberikan pengobatan dan tindakan injeksi kepada Tn.
Ahmad adalah tanpa melalui persetujuan terlebih dahulu kepada keluarga dan klien. Ners
Sony melakukan tindakan yang salah dan melanggar undang-undang. Apabila nantinya
terjadi kesalahan dan kerugian terhadap Tn. Ahmad akan dapat dituntut ke pengadilan, karena
hal ini berkaitan dengan hukum. Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada Ners Sony apabila
terbukti benar melakukan malpraktik keperawatan, akan dijelaskan sesuai dengn pasal 84 UU
No. 36 tentang Tenaga Kesehatan sebagai berikut:
c. Pasal 84 tentang Ketentuan Pidana
 Ayat (1) setiap tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan
pengguna layanan luka berat diancam dengan hukuman maksimal 3 tahun.
 Ayat (2) jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kematian, setiap tenaga kesehatan dipidana dengan pidanan penjara paling lama 5
(lima) tahun.
Sanksi pidana tersebut berlaku jika memang terbukti Ners Sony melakukan malpraktik
keperawatan.

Kesimpulan
Kasus Ners Sony dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kasus etik dan hukum
dalam keperawatan. Pelanggaran kasus etik dan legaldikarenakan adanya penyimpangan
praktik yang terjadi bertentangan dengan prinsip etik profesi keperawatan dan undang-
undang.Undang-undang yang berlaku untuk meninjau kasus Ners Sony adalah bertentangan
dengan UU. No 36 tentang Tenaga Kesehatan dan UU No. 38 tentang Keperawatan. Kasus
ini dapat dikategorikan malpraktik keperawatan yang akan diancam dengan sanksi pidana
jika terbukti benar Ners Sony bersalah.Praktik yang dijalankan Ners Sony bukan merupakan
praktik keperawatan, tetapi lebih pada praktik kedokteran atau medis yang akhirnya
menyebabkan kerugian pada kliennya.

Saran
Dalam melakukan praktik keperawatan profesional, sebagai seorang perawat kita
harus menjunjung tinggi kode etik keperawatan dan undang-undang yang mengatur praktik
keperawatan. Kode etik dan prinsip etik keperawatan sebagai sumber pedoman dalam
melakukan praktik profesional, sedangkan undang-undang keperawatan sebagai payung
hukum yang legal bagi profesi perawat.Seharusnya sebagai seorang perawat yang memahami
terlebih dahulu tentang peran kode etik keperawatan yang harusnya menjadi pedoman dalam
bertindak. Undang-Undang keperawatan yang masih tergolong baru disyahkan di Indonesia
perlu untuk dilakukan sosialisasi ke berbagai instansi atau rumah sakit sehingga perawat yang
berkepentingan memahami bagaimana aturan tersebut dibuat dan harus ditaati untuk
melindungi klien dan perawat sebagai kesatuan profesi yang utuh dan mengurangi terjadinya
malpraktik di lingkup keperawatan.

Referensi

Aghdam, A. M., Hassankhani, H., Zamanzadeh, V., Khameneh, S., & Moghaddam, S.
(2013). Knowledge and performance about nursing ethic codes from nurses' and
patients' perspective in tabriz teaching hospitals, Iran. Journal of Caring Sciences,
2(3), 219-227.

International Council of Nurses, 2004. Position statement: scope of nursingpractice.


http://www.icn.ch/shop/en/publications/116-scope-of-nursing-practice-toolkit.html
(diakses tanggal 06.11.15).

Schluter, J., Seaton, P., & Chaboyer, W. (2011). Understanding nursing scope of practice: A
qualitative study. International Journal of Nursing Studies, 48(1), 1211–1222.

Lowe, G. (2010). Scope of emergency nurse practitioner practice: where to beyond clinical
practice guidelines? Australian Journal of Advanced Nursing, 28(1), 74-82.

Undang-Undang Republik Indonesia No.38 tahun (2014) tentang Keperawatan.

Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun (2014) tentang Tenaga Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai