Pada bangsa Arab yang mayoritas beragama muslim, hubungan antara
pasien dengan tenaga kesehatan adalah hubungan khusus yang biasa dianggap seperti hubungan kekeluargaan, berdasarkan prinsip kebaikan dan keramahtamahan. Sama dengan agama kristen, dimana pengikutnya diarahkan dengan saling berbuat baik dengan penuh cinta dan keramahan. (Costa,2012) Agama dan kebudayaan pada masyarakat tertentu sering memainkan peran yang lebih penting saat pengambilan keputusan oleh dokter dan orang tua dibandingkan pertimbangan ekonomi. Dalam segi agama, terdapat 3 hal yang menjadi pokok pemikiran dalam pengambilan keputusan tentang DNR, yaitu tujuan, keyakinan, mencegah kesakitan lebih lanjut (Costa, 2012). Tindakan DNR bukan merupakan bagian dari proses kematian. Pasien dengan order DNR dapat bertahan selama beberapa waktu karena prognosis penyakitnya. Prinsip pertama pada DNR pada pasien adalah tujuan yang tepat dalam DNR adalah melindungi kehidupan yang bermanfaat dalam waktu yang bisa diperkirakan. Ketika ada pasien yang sakit parah namun bisa bertahan hidup dengan bantuan alat-alat tertentu. Dalam melakukan DNR, salah satunya dengan CPR, pemasangan ventilasi mekanis dan intubasi, tingkat kehidupan pasien mempunyai angka lebih besar (Kasule, 2012). Prinsip kedua dalah keyakinan. Dalam hal ini, yakin yang dimaksud adalah yakin dalam melindungi pasien dan keluarga dari kerugian-kerugian yang disebabkan karena order DNR. Dengan menyebutkan adanya DNR, maka pasien tetap dilakukan intervensi seperti tidak diintubasi. Urutan untuk life-support juga harus tetap dilaksanakan seperti pemberian nutrisi dan pemberian medikasi untuk menghindari pasien mati dengan tiba-tiba. Perlu diketahui, dengan melakukan DNR, pasien tidak akan mati dengan tiba-tiba (Kasule, 2012). Penerbitan DNR dilakukan pada pasien dengan keadaan mendekati kematian karena keadaan cardiorespiratory yang sudah memburuk dan tidak ada harapan untuk pemulihan. Dalam hal ini, resusitasi juga tidak bisa memenuhi tujuan untuk menuju kesembuhan / kehidupan seperti semula. Prinsip ketiga dari DNR adalah melindungi pasien dari sakit yang berkelanjutan dan penderitaan yang memanjang dan proses itu merupakan euthanasia pasif. Kondisi ini adalah kondisi pasien yang fatal, tidak dalam proses kematian namun juga tidak menghidupkan kembali karena sistem kardiopulmonary yang sudah rusak dan irreversibel. Euthanasia aktif maupun pasif adalah ilegal, namun jika hal ini ditujukan untuk mengakhiri hidup, tidak ada bedanya jika dilakukan secra aktif maupun pasif (Kasule, 2012). Pendidikan dan pelatihan akan membantu dalam penerapan DNR secara profesional. Kesimpulan dari segi agama, pelaksanaan DNR diperbolehkan apabila pasien berada dalam proses kematian yaitu collaps nya sistem kardiopulmonary. Tujuan untuk melindungi kehidupan, tidak bisa diterapkan. DNR hanya untuk setiap pasien yang tidak bisa dirawat lagi atau tidak bisa disembuhkan, sudah dalam proses kematian dan merupakan bentuk pasif euthanasia. Da Costa, D. E., Ghazal, H., & Al Khusaiby, S. (2012). Do Not Resuscitate orders and ethical decisions in a neonatal intensive care unit in a Muslim community. Archives of Disease in Childhood. Fetal and Neonatal Edition, 86(2), F115–F119. http://doi.org/10.1136/fn.86.2.F115
Kasule, O. H. K. (2012). Outstanding ethico-legal-fiqhi issues. Journal of Taibah
University Medical Sciences, 7(1), 5–12. http://doi.org/10.1016/j.jtumed.2012.07.003