Anda di halaman 1dari 4

Kasus Teori

Identitas: Penelitian cross sectional pada 12 SD di Fayoum, , didapatkan tinea kapitis lebih
Anak perempuan banyak terjadi pada laki-laki dengan presentase 65,6%, sedangkan 34.4%
Usia 7 tahun didapatkan pada wanita (Bassyouni RH et al, 2017).
Rumah Jombang Rasio pria dibanding wanita 5 : 1 pada infeksi Microsporum, infeksi Trichophyton 1
Islam : 1, pada usia dewasa wanita lebih sering terkena dari pada pria (Aly R, Hay RJ et al,
Siswi SD 2000). Chander Grover et al (2012) rasio terjadi tinea kapitis berdasarkan jenis
kelamin dengan rasio 1: 1, 14.

Penelitian lain dilakukan di Ethiopia pada tahun 2016, didapatkan data bahwa
insiden tinea kapitis lebih sering terjadi pada anak usia 6-10 dibandingkan usia 11-
15 tahun (John AM et al, 2016).

Menurut Dogo et al (2016), infeksi dermatofitosis dapat terjadi di seluruh dunia


tertutama pada daerah tropis, karena memiliki kondisi yang hangat dan
lembab, sehingga memfasilistasi dermatofita untuk bisa tumbuh.

Kebiasaan berwudhu 5x sehali, bergantian mukena, kerudung

Menurut Bassyouni RH et al (2017), meningkatnya kejadian tinea kapitis salah


satunya disebabkan karena kondisi higienitas yang buruk. Prevalensi tinea
kapitis meningkat pada anak-anak usia sekolah dan kondisi tropis, karena
lingkungan sekolah biasanya membuat anak-anak lebih rentan terhadap
transmisi silang penyakit kulit menular.

Kasus Teori
Anamnesis: Rambut kusut rapuh dan terpotong beberapa millimeter diatas kepala
KU: sehingga menyebabkan timbulnya alopesia disertai dengan adanya
Rambut rontok dan perasaan gatal di kulit kepala (Suyoso Sunaryo, 2012)
mudah patah
RPS: Pada infeksi dermatofita akan timbul gejala berupa gatal terutama saat
Gatal saat berkeringat berkeringat karena terkait dengan kondisi yang lembab, kemudian
Sisik seperti ketombe timbul bercak yang pucat dan bersisik dimana semakin lama akan
Semakin botak melebar, didapatkan rambut yang mudah patah dan mudah rontok
Demam (-) sehingga menimbulkan alopesia setempat (Suyosu Sunaryo, 2012).

Termasuk infeksi ektothrik, dengan ciri berskuama, radang ringan,


gatal, rambut kusut mudah patah dan rapuh, dan terpotong beberapa
millimeter diatas kepala, alopesia (+) (PDT, 2005)
Gejala klinis non-inflamasi pada tinea kapitis, tipe ini tidak
menimbulkan adanya gejala prodormal sebelumnya dan tidak
ditemui adanya limfadenopati (John MD, 2016)
Kasus Teori
Anamnesis: Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik secara
RPK: langsung maupun tidak langsung melalui lantai kolam renang dan udara
Tidak ada riwayat sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi keradangan (silent
seperti ini “carier”) (Suyosu Sunaryo, 2012).
Spora jamur memiliki masa hidup yang panjang, dan menginfeksi individu
RPS: lain beberapa bulan kemudian (Bassyouni RH et al, 2017)
Bermain setelah pulang
sekolah Sumber penularan terjadinya tinea capitis melalui antropofilik (manusia –
Sering bergantian manusia), zoofilik (hewan – manusia) dan geofilik (tanah – manusia), hal ini
handuk bisa menjadi sumber penularan kepada pasien terkait penularan dengan
Disektar rumah ada perantara hewan yaitu kucing atau anjing (Suyoso Sunaryo, 2012).
hewan peliharaan Penelitian di India (Bassyouni RH et al, 2017), peningkatan prevalensi pada
kambing, burung , ayam, tinea kapitis berhubungan dengan status social ekonomi rendah, gaya
kucing hidup, lingkungan tempat tinggal, higienitas yang buruk, sharing
fasilitas (handuk, sikat gigi, dll).

Kasus Teori
Pemeriksaan fisik adanya infeksi jamur di daerah kulit kepala dapat menyebabkan
Kepala rambut rapuh mudah patah dan rontok, sehingga pada pasien dengan
Alopesia (+) tinea kapitis memungkinakan terjadi alopesia (+).
Effloresensi predileksi tempat terjadinya infeksi umumnya tinea kapitis dapat
Tampak skuama putih,
menyerang pada daerah kepala, alis dan bulu mata, kebanyakan
tipis batas jelas dengan
dari tinea kapitis menyerang daerah rambut dan kulit kepala
rambut terpotong
beberapa millimeter, (Fitzpatrick, 2012).
alopesia (+) at regio
parietal Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada tinea kapitis dengan bentuk
Adanya plak batas non inflamasi bisa didapatkan lesi tunggal atau multiple (Suyoso
tidak tega disertai Sunaryo, 2012).
dengan skuama putih Termasuk infeksi ektothrik, dengan ciri berskuama, radang ringan,
gatal, rambut kusut mudah patah dan rapuh, dan terpotong beberapa
diatasnya at regio
millimeter diatas kepala, alopesia (+) (PDT, 2005)
oksipital
jika pada tinea kapitis tipe grey pacth makan akan didapatkan hasil
Planing diagnosis
Lampu wood lampu wood (+) yaitu hijau terang.
Terapi Teori
Ketoconazole ½ tab + Suyoso Sunaryo (2012), dijelaskan bahwa yang menjadi gold standart
loratadine ½ tab 3x1 pada terapi tinea capitis adalah griseofulvin. Griseofulvin (Grading of
recommendation A: strength of evidence 1a) merupakan obat
fungisitik, dengan menghambat sintesis asam nukleat, mencegah
pembelahan sel pada tahap metaphase serta merusak sintesis dinding
sel (Kakourou T et all, 2010)
Menurut Fuller LC (2014), penggunaan ketokonazaol dengan dosis
3,3–6,6 mg / kg sama sifatnya jika dibandingkan dengan
pemberian griseofulvin, namun resolusi gejala lebih lambat dan
memiliki efek berupa hepatotoxic.
Pada double blind study, membandingkan ketoconazole 200mg/hari
dengan griseofulvin 250 mg/hari, didaptkan hasil bahwa ketoconazole dan
griseofulvin sama efektifnya untuk mengobati infeksi dermatofitosis.
Namun ketoconazole memiliki efek yang lebih cepat pada terapi tine
cruris dan corporis (Robertson, Hanifin & Parker)
Efek samping berupa hepatotoxic pada pemberian ketoconazole juga tidak
didapatkan.

Loratadine digunakan sebagai antihistamin untuk mengurangi keluhan


gatal dan tidak menimbulkan efek sedasi atau kolinergik

Terapi Teori
Topical Tinea kapitis membutuhkan terapi sistemik, karena terapi topical anti
Sampo selenium jamur tidak dapat melakukan penetrasi ke dalama folikel rambut.
sulfide 1% 2-3 kali Terapi topical digunakan sebagai terapi adjuvant terhadap antijamur
seminggu sistemik (Kakourou T et all, 2010).
Ketkonazol krim 2x
sehari Pemberian Selenium sulfide (Grade of recommendation B; strength
of evidence IIa) atau ketkonazole (Grade of recommendation B;
strength of evidence III) sampo penggunaannya dapat menurunkan
spora yang masih hidup yang dapat menyebabkan terinfeksinya
kembali (Kakourou T et all, 2010). Pemberian sampo sebaiknya di
aplikasikan pada kulit kepala dan rambut selama 5 menit 2-3 kali
seminggu selama 2-4 minggu.

Pemakain shampoo selenium sulfide 1% merupakan gold


standart pada pemberian topical Chen Catherine (2010).
Kerugian dari pemakaian selenium sulfide adalah bau sulfur yang
kuat serta efek kering pada kulit kepala menyebabkan menurunnya
kepatuhan seseorang terhadap terapi.
Pemberian ketoconazole krim 2% 2x sehari yaitu pagi dan malam
sebagai terapi adjuvant pada tinea kapitis

Anda mungkin juga menyukai