Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Mioma adalah tumor jinak otot polos yang terdiri atas unsur-unsur otot,
berupa sel-sel otot polos serta jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Neoplasma
jinak ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat, sehingga dalam kepustakaan
dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, ataupun fibroid. Menurut letaknya,
mioma dapat kita dapati sebagai mioma submukosum, mioma intramural, dan
mioma subserosum. Usia reproduktif menjadi faktor resiko terjadinya mioma
karena kadar hormon ovarium yang dicurigai sebagai penyebab mioma masih
tinggi. Pada usia reproduktif, terdapat peningkatan insidensi terjadinya mioma
uteri seiring bertambahnya usia. Kejadian mioma uteri paling banyak ditemui
pada umur 35 – 45 tahun, kurang lebih sebesar 25%.
Penyebab sebenarnya dari mioma uteri masih belum jelas. Tidak ada bukti
bahwa hormone estrogen berperan sebagai penyebab mioma,namun diketahui
estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri darireseptor
estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium
sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Tanda
dan gejala dari mioma uteri hanya terjadi pada 35 - 50% pasien dan sangat
tergantung pada tempat mioma ini berada (serviks, intramural, submukus,
subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi, serta jumlah
mioma. Gejala yang sering ditemui antara lain adalah perdarahan abnormal, nyeri
panggul, gejala penekanan, dan disfungsi reproduksi. Pendekatan diagnosis
diawali dengan menanyakan keluhan berupa gejala – gejala yang mengarah ke
mioma uteri seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yang kemudian
dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik berupa adanya massa kenyal berbatas
tegas pada daerah suprapubis, dan dikonfirmasi lagi dengan menggunakan
pemeriksaan ultrasonografi yang menunjukkan adanya massa pada uterus.
Penatalaksanaan mioma uteri bisa berupa pengobatan farmakologik berupa
hormon, ataupun tindakan operatif dengan melakukan miomektomi ataupun
histerektomi.Histerektomi merupakan terapi kuratif terbaik.

1
BAB II
STATUS PASIEN

II.1 Identitas Pasien


 Nama : Ny. WA
 Jenis kelamin : Perempuan
 Usia : 48 tahun
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Status : Menikah
 Agama : Islam
 Alamat : Tuntang, Kab. Semarang
 Pendidikan : SMP
 No. RM : 153516
 Tanggal masuk : 08 Agustus 2018
 Pembiayaan : BPJS non PBI

II.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 08 Agustus 2018 pukul 11.00 WIB
di ruang Boegenville, RSUD Ambarawa.

Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan haid terus menerus selama 1 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir selama kurang lebih 1 bulan.
Darah berwarna merah tua, seperti darah haid, dan terdapat gumpalan. Dalam 1
hari pasien mengganti pembalut sebanyak 4-5 kali. Pasien juga merasakan nyeri
perut bagian kanan bawah sampai menjalar ke pinggang dan terasa mulas. Badan
terasa lemas, pusing berputar, pandangan mata terkadang buram. Pasien berobat
ke klinik dan dinyatakan hasil lab Hb yang rendah sehingga dirujuk ke RS.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami perdarahan yang terus menerus sebelumnya,
juga tidak pernah mengalami masalah pada siklus menstruasinya. Pasien tidak
memiliki riwayat darah tinggi, diabetes mellitus, asma, alergi, dan sakit jantung.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat darah tinggi, diabetes mellitus,
asma, alergi, sakit jantung.

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan rutin selama ini. pasien
sedang tidak dalam pengobatan khusus.

Riwayat Menstruasi
 Menarche : 12 tahun
 Lama haid : 9-10 hari
 Siklus : 28 hari

Riwayat Obstetri
 G0P0A0

Perilaku Kesehatan
 Merokok : disangkal
 Minum alcohol : disangkal
 Memelihara hewan : disangkal

Riwayat KB
Pasien belum pernah menggunakan KB apapun

Riwayat Pernikahan
Saat ini merupakan pernikahan pertama bagi pasien. Pasien telah menikah
dengan suaminya selama 12 tahun.

3
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir
SMP. Suami pasien merupakan seorang pekerja serabutan dengan pendidikan
terakhir SMP. Pasien tinggal bersama orang tua dan suami. Biaya pengobatan
ditanggung oleh BPJS non PBI.

II.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
 Keadaan umum : Baik, tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda vital :
- Tekanan darah : 140/80 mmHg
- Nadi : 92 x/menit
- Nafas : 20 x/menit
- Suhu : 36,7oC
- Saturasi Oksigen : 98%
 BB/TB : 61kg/ 158cm (IMT 24.43 overweight)
 Kepala : Normocephale
 Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (3mm/ 3mm), refleks pupil (+/+)
 Hidung : Septum deviasi (-), secret (-), mukosa hiperemis (-)
 Telinga : Normotia, secret (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), trakea di tengah, tiroid tidak
membesar
 Thorax :
Paru
- Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas kedua dada simetris
- Palpasi : Vokal fremitus +/+ simetris
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler Sound +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

4
Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus cordis teraba
- Perkusi :
 Batas Atas Jantung : ICS II Linea Parasternal Sin
 Batas Jantung Kanan : ICS II-III Linea Parasternal Dextra
 Batas Pinggang Jantung: ICS V Linea Midclavicularis Sin
- Auskultasi : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
 Abdomen :
- Inspeksi : Cembung, striae (+), bekas operasi (-)
- Auskultasi : Bising usus 5x / menit
- Palpasi : Supel, tidak ada nyeri tekan maupun nyeri lepas
- Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen. Nyeri ketok (-)
 Ekstremitas : Akral hangat, palmar eritem (-), edema ekstremitas (-),
Clubbing finger (-), CRT < 2 detik
 Genitalia : Tidak tampak kelainan pada vagina, perdarahan (+),
Chadwick Sign (-), perineum dalam batas normal.

Status Ginekologi
 Pemeriksaan dalam (Vaginal toucher)
Vulva/ uretra tidak ada kelainan, dinding vagina dalam batas
normal, portio licin, kenyal, Ø (-), nyeri goyang (-), parametrium kanan-
kiri tidak teraba massa, nyeri (-) adneksa & cavum douglas nyeri (-)
 Pemeriksaan luar
 Inspeksi : abdomen cembung, perdarahan dari jalan lahir (+)
 Palpasi : Fundus uteri tidak teraba, teraba massa kenyal pada
bagian bawah perut, nyeri tekan (+)

5
II.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboraturium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Hb 7,8 11.7-15.5 g/dL
Leukosit 11,2 3.6-10 Ribu
Eritrosit 4,81 3.8-5.2 Juta
Hematokrit 34,6 35-47 %
MCV 83,3 82-98 fl
MCH 28,7 27-32 Pg
MCHC 34,8 32-37 g/dL
RDW 17,2 10-16 %
Trombosit 317 150-400 Ribu
MPV 10,1 7-11 Mikro m3
Limfosit 1,79 1.0-4.5 103/mikro
Monosit 1,78 0.2-1.0 103/mikro
Limfosit % 28,8 25-40 %
Monosit % 6,3 2-8 %
PCT 0.318 0.2-0.5 %
HbsAg Non Reaktif
PTT 9,8 9.7-13.1 detik
APTT 27,5 23.9-39.8 detik
Ureum 11,4 10-50 Mg/dl
Kreatinin 0.70 0.45-0.75 Mg/dl
GDS 84 74-106 Mg/dl
SGOT 21 0-35 U/L
SGPT 17 0-35 IU/L
Prot. Urine 0

II.5 Resume
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir selama kurang
lebih 1 bulan. Darah berwarna merah tua, seperti darah haid, dan terdapat
gumpalan. Dalam 1 hari pasien mengganti pembalut sebanyak 4-5 kali. Pasien
juga merasakan nyeri perut bagian kanan bawah sampai menjalar ke pinggang dan
terasa mulas. Badan terasa lemas, pusing berputar, pandangan mata terkadang
buram. Pasien berobat ke klinik dan dinyatakan hasil lab Hb yang rendah

6
sehingga dirujuk ke RS. Pasien tidak pernah mengalami perdarahan yang terus
menerus sebelumnya, juga tidak pernah mengalami masalah pada siklus
menstruasinya. Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi, diabetes mellitus,
asma, alergi, dan sakit jantung. Pasien belum pernah hamil, telah menikah dengan
suaminya selama 12 tahun.

II.6 Diagnosis
P0A0 dengan mioma uteri

II.7 Penatalaksanaan dan Sikap


Sikap
 Tingkatkan keadaan umum
- Bed rest.
- IVFD RL 20 tpm
 Pengawasan keadaan umum dan tanda vital

Penatalaksanaan
 Medikamentosa
- Injeksi biocombim 2x1
- Hyosin 3x1

Edukasi
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang ia derita.
 Menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dari penyakit
yang di derita.
 Menganjurkan untuk istirahat dan menenangkan pikiran.

II.8 Prognosis
 Quo ad vitam : Dubia Ad Bonam
 Quo ad fungtionam : Dubia Ad Bonam
 Quo ad sanationam : Dubia

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 DEFINISI
Mioma adalah tumor jinak otot polos yang terdiri atas unsur-unsur otot,
berupa sel-sel otot polos serta jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Neoplasma
jinak ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga
dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, ataupun fibroid.
Sarang mioma di uterus yang berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya
berasal dari korpus uterus.

III. 2 KLASIFIKASI
Menurut letaknya, mioma dikenal sebagai:
a. Mioma submukosum : mioma berada di bawah endometrium dan
menonjol ke dalam rongga uterus.
b. Mioma intramural : mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium.
c. Mioma subserosum : mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks (myomgeburt). Mioma subserosum dapat
tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intraligamenter. Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan
lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari
uterus, sehingga disebut wandering/ parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu
macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke
dalam saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri atas berkas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde/ pusaran air (whorl like pattern),
dengan pseudocapsule yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarang mioma ini. Pernah ditemukan 200 sarang mioma dalam satu

8
uterus, namun biasanya hanya 5-20 sarang saja. Dengan pertumbuhan mioma
dapat mencapai berat lebih dari 5 kg.
Dapat terjadi perubahan sekunder pada mioma, beberapa diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Atrofi : Sesudah menopause atau pun sesudah kehamilan mioma uteri
menjadi kecil.
b. Degenerasi hialin : Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita
berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat
meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya seolah-olah
memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
c. Degenerasi kistik : Meliputi daerah kecil maupun luas, di mana sebagian
dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak
teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas
dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan
konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau
suatu kehamilan.
d. Degenerasi membatu (calcireous degeneration) : Terjadi pada wanita
berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan
adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma
menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto Rontgen.
e. Degenerasi merah (carneous degeneration) : Perubahan ini biasanya terjadi
pada kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis
subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat
sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh
pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas
apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam,
kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau
mioma bertangkai.
f. Degenerasi lemak Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin

9
III.2 EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ
reproduksi wanita. Mioma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi sebeluin
menars, dan jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun. Pada
usia reproduktif, terdapat peningkatan insidensi terjadinya mioma uteri seiring
bertambahnya usia. Usia reproduktif menjadi faktor resiko terjadinya mioma
karena kadar hormon ovarium yang dicurigai sebagai penyebab mioma masih
tinggi. Novak dalam penelitiannya menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma. Kejadian mioma uteri paling banyak ditemui pada
umur 35-45 tahun, kurang lebih sebesar 25%, dan sebesar 20-40% ditemukan
pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun. Mioma asimptomatik ditemui pada
4050% wanita berusia lebih dari 35 tahun. Pertumbuhan mioma diperkirakan
memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinju, akan tetapi
beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Setelah menopause banyak mioma menjadi
lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih lanjut. Di Indonesia mioma
uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat.
Mioma uteri ini lebih sering didapati pada wanita nulipara atau yang kurang
subur. Faktor keturunan juga memegang peran. Selain itu, mioma uteri juga lebih
sering dijumpai pada wanita obese. Perubahan sekunder pada mioma uteri yang
terjadi sebagian besar bersifat degenerasi.Hal ini oleh karena berkurangnya
pemberian darah pada sarang mioma.Mioma ditemukan lebih banyakpada wanita
berkulit hitamdaripada ras lainnya.

III.3 ETIOLOGI
Penyebab sebenarnya dari mioma uteri masih belum jelas. Mioma uteri
berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka patogenesa
mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor, yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor
yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti.
Dari penelitian menggunakan glucose–6–phosphatasedihydrogenase diketahui
bahwa mioma berasal dari jaringan yang uniseluler. Transformasi neoplastik dari
miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari myometrium normal
dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth faktor lokal. Mutasi

10
somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor. Menurut
Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur.
Tidak ada bukti bahwa hormone estrogen berperan sebagai penyebab
mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma.
Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dibanding dari miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah
dibanding endometrium. Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau
teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen kepada kelinci
percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan
maupun pada tempat lain dalam abdomen. Puukka dan kawan-kawan menyatakan
bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak ditemukan daripada
miometrium normal. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.
Ada pernyataan yang menyatakan bahwa efek fibromatosa yang
ditimbulkan estrogen dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau
testosteron. Di sisi lain ada pernyataan lain yang menyatakan bahwa hormone
progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation
apoptosis dari tumor. Progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada
wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak
diketahui secara pasti.

III.4 GEJALA
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Tanda dan gejala
dari mioma uteri hanya terjadi pada 35 – 50 % pasien. Gejala yang dikeluhkan
sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural,
submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi,
serta jumlah mioma. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Perdarahan abnormal
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang
paling sering terjadi dan paling penting. Gejala ini terjadi pada 30% pasien
dengan mioma uteri. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah

11
hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Patofisiologi
perdarahan uterus yang abnormal yang berhubungan dengan mioma uteri
masih belum diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian menerangkan
bahwa adanya disregulasi dari beberapa faktor pertumbuhan dan reseptor-
reseptor yang mempunyai efek langsung pada fungsi vaskuler dan
angiogenesis. Perubahan-perubahan ini menyebabkan kelainan
vaskularisasi akibat disregulasi struktur vaskuler didalam uterus. Beberapa
faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah:
 Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium
sampai adenokarsinoma endometrium.
 Peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus.
 Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa.
 Atrofi dan ulserasi endometrium di atas mioma submukosum.
 Kompresi pada pleksus venosus didalam miometrium.
 Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
b. Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas. Nyeri dapat disebabkan oleh
karena degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang
bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma
subserosum. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan,
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan dismenore. Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik
dan menekan bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga
menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian punggung dan
ekstremitas inferior.
c. Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.
Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra
dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan
hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi

12
dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
d. Disfungsi reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27 - 40% wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas. Mioma yang terletak didaerah kornu dapat
menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio
akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri dapat menyebabkan
gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk
motilitas sperma didalam uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena
adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Mioma
submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi
rongga uterus. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan
mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi
karena kompresi massa tumor. Apabila penyebab lain infertilitas sudah
disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka
merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektom

III.5 DIAGNOSIS
Seringkali penderita sendiri mengeluh akan rasa berat dan adanya benjolan
pada perut bagian bawah. Hampir kebanyakan mioma uteri dapat didiagnosa
melalui pemeriksaan bimanual rutin maupun dari palpasi abdomen bila ukuran
mioma yang besar. Diagnosa semakin jelas bila pada pemeriksaan bimanual
diraba permukaan uterus yang berbenjol akibat penonjolan massa maupun adanya
pembesaran uterus. Pemeriksaan bimanual akan mengungkapkan tumor padat
uterus, yang umumnya terletak di garis tengah atau pun agak ke samping,
seringkali teraba berbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai
yang berhubungan dengan uterus.Mioma intramural akan menyebabkan kavum
uteri menjadi luas, yang ditegakkan dengan pemeriksaan dengan uterus sonde.
Mioma submukosum kadang-kala dapat teraba dengan jari yang masuk ke dalam
kanalis servikalis, dan terasanya benjolan pada permukaan kavum uteri.

13
Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan bila terdapat tumor abdomen
di bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma
submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma
intramural harusdibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma,
karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri. Pemeriksaan ultrasonografi
(USG) abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan
klinis dengan menentukan lokasi, dimensi, dan konsistensi. Selain itu,
pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) juga dapat membantu dalam
mendeteksi adanya mioma uteri.

III.6 TATALAKSANA
Secara umum penatalaksanaan mioma uteri dibagi atas 2 metode, terapi
medisinal (hormonal), dan terapi pembedahan. Tidak semua mioma uteri
memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan
suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil
dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan. Walaupun demikian mioma uteri
memerlukan pengamatan setiap 6-12 bulan, dan setiap 3-6 bulan untuk kasus yang
dinilai lebih progresif. Pertumbuhan mioma uteridapat terhenti atau menjadi lisut
setelah terjadi menopause. Apabila terdapat suatu perubahan yang berbahaya,
diharapkan dapat terdeteksi dengan cepat agar dapat diadakan tindakan segera.
a. Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian gonadotropin-releasing hormoneagonis
(GnRHa) memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang
ditimbulkan oleh mioma uteri. Hal ini didasarkan atas pemikiran mioma
uterus terdiri atas selsel otot yang diperkirakan dipengaruhi oleh estrogen.
GnRHa yang mengatur reseptor gonadotropin di hipofisis akan
mengurangi sekresi gonadotropin sehingga mengurangi ukuran mioma
dengan cara mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Dari suatu
penelitian multisenter didapati data pada pemberian GnRHa selama 6
bulan, pada pasien dengan mioma uteri didapati adanya pengurangan
volume mioma sebesar 44%. Efek maksimal pemberian GnRHa baru
terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan

14
volume mioma secara bermakna. Pemberian GnRHa (buseriline acetate)
selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan degenerasi hialin di
miometrium hingga uterus dalam keseluruhannya menjadi lebih kecil.
Akan tetapi setelah pemberian GnRHa dihentikan, mioma yang lisut itu
tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen olehkarena mioma itu masih
mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi yang tinggi. Perlu
diingat bahwa penderita mioma uteri sering mengalami menopause yang
terlambat. Pemberian GnRHa sebelum dilakukan tindakan pembedahan
akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan
tindakan pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral
dan preparat progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang
abnormal namun tidak dapat mengurangi ukuran dari mioma.
b. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma
yang menimbulkan gejala. Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah
miomektomi maupun histerektomi. Menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG) indikasi pembedahan pada
pasien dengan mioma uteri adalah:
 Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
 Sangkaan adanya keganasan
 Pertumbuhan mioma pada masa menopause.
 Infertilitas karena gangguan di cavum uteri maupun karena oklusi tuba.
 Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu.
 Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
 Anemia akibat perdarahan.
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma
submukoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan
apabila tumor bertangkai. Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang
ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan
histerektomi. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan

15
memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-
50%. Perlu disadari bahwa 25-35% dan penderita tersebut akan masih
memerlukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa pilihan tindakan untuk
melakukan miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma.
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi
maupun dengan laparoskopi.
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnva
merupakan tindakan terpilih. Tindakan histerektomi pada mioma uteri
sebesar 30% dari seluruh kasus.Tindakan pembedahan untuk mengangkat
uterus dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan pendekatan abdominal
(laparotomi), vaginal, dan pada beberapa kasus secara laparoskopi.
Hiesterektomi pervaginam jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil
dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya
prolapsus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi
total umurnnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnva
karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan
apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus
keseluruhannya. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri
merupakan indikasi bila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia,
keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan kuran uterus sebesar usia
kehamilan 12-14 minggu.

c. Radioterapi
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga
penderita mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya
dikerjakan jika terdapat kontra indikasi untuk tindakan operatif. Akhir-
akhir ini kontra indikasi tersebut makin berkurang. Radioterapi hendaknya
hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.

Terapi yang terbaik untuk mioma uteri adalah melakukan histerektomi.


Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan
dimana resiko perdarahan yang lebih minimal, masa penyembuhan yang lebih

16
cepat dan angka morbiditas yang lebih rendah dibanding prosedur histerektomi
abdominal.

III.7 KOMPLIKASI
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang
telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat
membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. Torsi
(putaran tangkai). Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul
gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian
terjadilah sindrom abdomen akut.Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut
tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat
banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami
nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya.
Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa
metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang
disebabkan oleh infeksi dan uterus sendiri.

III.8 PROGNOSIS
Histerektomi merupakan tindakan penatalaksanaan kuratif pada mioma.
Pada miomektomi, uterus dapat kembali ke bentuk dan kontur awal. Hasil
penelitian menunjukkan kekambuhan sebesar 2-3% per tahun setelah dilakukan
miomektomi. Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya
menyebabkan infertilitas. Risiko terjadinya abortus bertambah karena distorsi
rongga uterus khususnya pada mioma submukosum, letak janin menghalangi
kemajuan persalinan karena letaknya pada serviks uteri menyebabkan inersia
maupun atonia uteri, sehingga menyebabkan perdarahan pasca persalinan karena
adanya gangguan mekanik dalam fungsi miometrium menyebabkan plasenta sukar
lepas dari dasarnya dan mengganggu proses involusi dalam nifas.Memperhatikan
hal-hal tersebut, adanya kehamilan pada mioma uteri memerlukan pengamatan

17
yang cermat secara ekspektatif. Kehamilan sendiri dapat menimbulkan perubahan
pada mioma uteri, antara lain:
a. Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh
estrogen yang kadarnya meningkat
b. Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas
seperti telah diutarakan di atas, yang kadang-kadang memerlukan
pembedahan segera guna mengangkat sarang mioma. Anehnya
pengangkatan sarang mioma demikian itu jarang menyebabkan banyak
perdarahan
c. Meskipun jarang mioma uteri bertangkai dapat juga mengalami torsi
dengan gejala dan tanda sindrom abdomen akut

18
BAB IV
SIMPULAN

1. Sebagian besar data-data yang didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini mengarah pada diagnosis
mioma uteri.
2. Penatalaksanaan pada pasien ini, yaitu total abdominal histerektomi
dengan bilateral salpingooferektomi. Penatalaksanaan operatif ini
dilakukan karena pembesaran uterus akibat mioma intramural yang difus,
usia pasien yang sudah mendekati usia menopause, dan untuk mencegah
kenungkinan timbulnya keganasan pada daerah di sekitar pelvis.
3. Pemeriksaan patologi anatomi dari sarang mioma yang diangkat perlu
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya keganasan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Berek JS. Berek & Novak’s gynecology, 14th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2007.
2. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current diagnosis &
treatment:obstetrics &gynecology, 10thed. New York: McGraw-Hill; 2007.
3. Dorland WAN. Kamus kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC; 2002.
4. Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE, Wallach EE. Johns Hopkins manual of
gynecology and obstetrics, 3rd ed. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins;
2007.
5. Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard I. Danforth’s obstetrics and
gynecology, 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
6. Hadibroto BR. Mioma uteri. Majalah Kedokteran Nusantara. 2005 Sept; 38(3):
254-9.
7. Hamilton-Fairley D. Lecture notes: obstetrics and gynaecology, 2nd ed.
Massachusetts: Blackwell Publishing; 2004.
8. Monga A. Gynaecology by ten teachers, 18thed. New York: Edward Arnold:
2006.
9. Norwitz ER, Arulkumaran S, Symonds IM, Fowlie A. Oxford American
handbook of obstetrics and gynecology, 1st ed. New York: Oxford University
Press; 2007.
10. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. Williams gynecology. New York: McGraw-Hill; 2008.
11. Wiknjosastro H. Ilmu kandungan, ed 2. Jakarta: YBPSP; 2007.

20

Anda mungkin juga menyukai