Disusun oleh :
Andri Rachmad Fitriadi
13.51.11.4751
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]
Terdapat tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan
keteraturannya, yaitu pasang surut harian (diurnal), tengah harian (semi diurnal) dan
campuran (mixed tides). Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang surut
berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut juga
bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera.
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek
sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi
bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak.
Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali
lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut
karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi
menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge)
pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh
Andri Rachmad Fitriadi
13.51.11.4751
1
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]
deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan
matahari.
Pasang surut purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang
sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang surut purnama ini
terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.
Pasang surut perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang
rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang surut perbani ini terjadi pasa saat
bulan 1/4 dan 3/4.
Pasang naik dan pasang surut pada perairan merupakan fenomena yang terjadi
karena adanya gaya sentrifugal sebagai akibat gravitasi Bulan dan medan magnet
Bumi. Air laut di permukaan Bumi yang dekat dengan Bulan akan terangkat sesuai
dengan daya tarik Bulan. Sedangkan, air laut pada sisi yang berlawanan akan naik
karena gaya sentrifugal. Sambil mengelilingi bumi, ternyata Bulan menyebabkan
permukaan laut yang dekat dan berlawanan dengannya mengalami pasang naik.
Selain itu, hal tersebut menyebabkan permukaan laut yang posisinya 90 derajat
dengannya mengalami pasang surut.
Andri Rachmad Fitriadi
13.51.11.4751
2
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]
2. Pasang Surut Harian Ganda (Semi Diurnal Tide) dalam satu hari terjadi dua
kali pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang
surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata
adalah 12 jam 24 menit. Jenis harian tunggal misalnya terdapat di perairan
sekitar selat Karimata, antara Sumatra dan Kalimantan
Mean Sea Level (MSL) atau Duduk Tengah adalah muka laut rata-rata pada
suatu periode pengamatan yang panjang, sebaiknya selama 18,6 tahun.
Mean Tide Level (MTL) adalah rata-rata antara air tinggi dan air rendah pada
suatu periode waktu.
Mean High Water (MHW) adalah tinggi air rata-rata pada semua pasang
tinggi.
Mean Low Water (MLW) adalah tinggi air rata-rata pada semua surut rendah.
Mean Higher High Water (MHHW) adalah tinggi rata-rata pasang tertinggi
dari dua air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya
satu air tinggi terjadi pada satu hari, maka air tinggi tersebut diambil sebagai
air tinggi terttinggi.
Mean Lower High Water (MLHW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua
air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan
terjadi untuk pasut harian (diurnal).
Mean Higher Low Water (MHLW) adalah tinggi rata-rata air tertinggi dari dua
air rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan
terdapat pada pasut diurnal.
Mean Lower Low Water (MLLW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua
air rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu
air rendah terjadi pada satu hari, maka harga air rendah tersebut diambil
sebagai air rendah terendah.
Mean High Water Springs (MHWS) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi
berturut-turut selama periode pasang purnama, yaitu jika tunggang (range)
pasut itu tertinggi.
Andri Rachmad Fitriadi
13.51.11.4751
4
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]
dalam bila ketebalan lapisan gambut 200-300 cm dan (e) gambut sangat dalam bila
ketebalan lapisan gambut > 300 cm. (Jumberi,)
(4) lahan salin
lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat intrusi air laut,
sehingga mempunyai daya hantar listrik 4 MS/cm, kandungan Na dalam larutan
tanah 8 – 15 % (Manwan, I. dkk.1992).
Lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat pengaruh atau intrusi
air garam dengan kandungan Na dalam larutan tanah sebesar > 8% selama lebih
dari 3 bulan dalam setahun, sedangkan lahannya dapat berupa lahan potensial,
sulfat masam dan gambut. (Jumberi,?)
Berdasarkan pertimbangan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam
pemanfaatan dan pengelolaan lahan rawa adalah: (a) kedalaman lapisan
mengandung pirit/bahan sulfidik, dan kondisinya masih tereduksi atau sudah
mengalami proses oksidasi, (b) ketebalan dan tingkat dekomposisi gambut serta
kandungan hara gambut, (c) pengaruh luapan pasang dari air salin/payau, (d) lama
dan kedalaman genangan air banjir, dan (e) keadaan lapisan tanah bawah, atau
substratum.
Penggolongan tipologi lahan pasng surut di atas sangat umum, sehingga
menyulitkan transfer teknologi dalam satu tipologi lahan, oleh karena itu diusulkan
penggelompokkan lahan yang lebih rinci dengan mempertimbangkan berbagai ciri
dan karakteristik yang lebih spesifik
untuk lahan potensial, sulfat masam, dan gambut dangkal diarahkan sebagai tegalan
dan untuk gambut sangat dalam tanaman yang disarankan adalah tanaman
perkebunan (Alihamsyah, 2003). Lebih lanjut dikemukakan, penataan lahan sebagai
surjan memiliki keuntungan: (1) intensitas penggunaan lahan meningkat; (2)
beragam produksi pertanian dapat dihasilkan; (3) resiko kegagalan panen dapat
dikurangi, dan (4) stabilitas produksi dan pendapatan usahatani meningkat.
Menurut Widjaja Adhi (1995) dan Subagyo dan Widjaja Adhi (1998), lahan
pasang surut dapat ditata sebagai sawah, tegalan dan surjan disesuaikan dengan
tipe luapan air dan tipologi lahan serta tujuan pemanfaatannya .Secara umum
terlihat bahwa lahan bertipe luapan A yang karena selalu terluapi air pasang
dianjurkan ditata sebagai sawah, sedangkan lahan bertpe luapan B dapat ditata
sebagai sawah atan surjan. Lahan bertipe luapan B/C dan C karena tidak terluapi air
pasang tetapi air tanahnya dangkal dapat ditata sebagai sawah tadah hujan atau
surjan bertahap dan tegalan, sedangkan untuk yang bertipe luapan D ditata sebagai
sawah tadah hujan atau tegalan dan perkebunan. Lahan lahan sulfat masam akan
lebih murah dan aman bila ditata sebagai sawah karena dalam keadaan anaerob
atau tergenang, pirit tidak berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Bila disawahkan
tanaman padi kemungkinan menderita keracunan besi dan/atau sulfida mungkin
juga kahat fosfat. Sebaliknya bila ditanami palawija atau dimanfaatkan sebagai
tegalan, tanaman menderita keracunan Al dan kemungkinan disertai kahat fosfat.
hara mikro (Suryadilaga, D.A., dkk.1992 dan Sudarsono 1992). Untuk mendapatkan
dosis pupuk yang tepat pada tingkat keragaman yang tinggi merupakan suatu
masalah tersendiri dalam mengelola lahan pasang surut untuk pertanian. Di tingkat
petani, ini adalah hal yang sangat sulit dilakukannya, untuk itu peran petugas lapang
mengarahkan petani dalam penentuan dan pemberian pupuk dengan dosis yang
sesuai dengan kebutuhan tanaman sangat dibutuhkan, di lain sisi petugas lapang itu
sendiri perlu dibekali dengan pengetahuan yang memadai.
Selain varietas unggul spesifik lahan pasang surut di atas, beberapa varietas
padi unggul nasional juga dapat beradaptasi dengan baik di lahan pasang surut
dengan hasil yang cukup tinggi. Variertas-vareitas tersebut antara lain adalah
Cisanggarung, Cisadane, Cisokan, IR 42, dan IR66 (Sastraatmaja, S. dan Dadan
Ridwan Ahmad. 2000).
Pengaturan tata air di lahan rawa bukan hanya untuk mengurangi atau
menambah ketersediaan air permukaan, melainkan juga untuk mengurangi
kemasaman tanah, mencegah pemasaman tanah akibat teroksidasinya
lapisan pirit, mencegah bahaya salinitas, bahaya banjir, dan mencuci zat
beracun yang terakumulasi di zona perakaran tanaman. Pengelolaan air
yang memisahkan antara saluran irigasi dan saluran drainase dan
mengarahkan terjadinya aliran pada satu jalan disebut sistem
pengelolaan air satu arah (one way flow system).
tergantung dari lebar saluran air yang telah dibuat yakni sekitar 100
centimeter dengan lebar engsel tunggal 30 centimeter atau 2 engsel
dengan jarak 15 centimeter dari tepi pintu.