Anda di halaman 1dari 12

Pemanfaatan lahan pasang surut untuk

pertanian diperlukan teknologi tepat guna


untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Teknologi ini diantaranya dengan sistem
pengairan satu arah menggunakan
saluran irigasi, flap gate dan pintu stop log

Pasang surut dan


pemanfaatan di
bidang pertanian
Sistem Pengairan Satu Arah

Disusun oleh :
Andri Rachmad Fitriadi
13.51.11.4751
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]

I. Pasang Surut Laut


1. Definisi Pasang Surut Laut

Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik


turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa
terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut
Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik
turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya
gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena
jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
Jadi pasang surut laut adalah gelombang yang dibangkitkan oleh adanya
interaksi antara bumi, matahari dan bulan. Puncak gelombang disebut pasang tinggi
dan lembah gelombang disebut pasang rendah. Perbedaan vertikal antara pasang
tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang surut (tidal range). Periode
pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau
lembah gelombang berikutnya. Harga periode pasang surut bervariasi antara 12 jam
25 menit hingga 24 jam 50 menit.

Terdapat tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan
keteraturannya, yaitu pasang surut harian (diurnal), tengah harian (semi diurnal) dan
campuran (mixed tides). Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang surut
berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut juga
bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera.

Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek
sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi
bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak.
Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali
lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut
karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi
menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge)
pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh
Andri Rachmad Fitriadi
13.51.11.4751
1
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]

deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan
matahari.

Pasang surut purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang
sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang surut purnama ini
terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.

Pasang surut perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang
rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang surut perbani ini terjadi pasa saat
bulan 1/4 dan 3/4.

Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut,


kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Karena
sifat pasang surut yang periodik, maka ia dapat diramalkan. Untuk meramalkan
pasang surut, diperlukan data amplitudo dan beda fasa dari masing-masing
komponen pembangkit pasang surut. Seperti telah disebutkan di atas, komponen-
komponen utama pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan harian.
Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai dan
superposisi antar gelombang pasang surut komponen utama, akan terbentuklah
komponen-komponen pasang surut yang baru.

B. Terjadinya Pasang Surut Laut

Pasang naik dan pasang surut pada perairan merupakan fenomena yang terjadi
karena adanya gaya sentrifugal sebagai akibat gravitasi Bulan dan medan magnet
Bumi. Air laut di permukaan Bumi yang dekat dengan Bulan akan terangkat sesuai
dengan daya tarik Bulan. Sedangkan, air laut pada sisi yang berlawanan akan naik
karena gaya sentrifugal. Sambil mengelilingi bumi, ternyata Bulan menyebabkan
permukaan laut yang dekat dan berlawanan dengannya mengalami pasang naik.
Selain itu, hal tersebut menyebabkan permukaan laut yang posisinya 90 derajat
dengannya mengalami pasang surut.
Andri Rachmad Fitriadi
13.51.11.4751
2
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]

C. Tipe Dasar Pasang Surut


Secara umum terdapat empat tipe dasar pasang surut yang didasarkan
pada periode dan keteraturannya, pasang-surut di Indonesia dapat dibagi menjadi
empat jenis yakni :
1. Pasang-surut harian tunggal (diurnal tide).
2. Harian ganda (semidiurnal tide).
3. Dua jenis campuran.

1. Pasang Surut Harian Tunggal (Diurnal Tide)


Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang
surut adalah 24 jam 50 menit. Pada jenis harian ganda misalnya terdapat di
perairan Selat Malaka sampai ke Laut Andaman.

2. Pasang Surut Harian Ganda (Semi Diurnal Tide) dalam satu hari terjadi dua
kali pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang
surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata
adalah 12 jam 24 menit. Jenis harian tunggal misalnya terdapat di perairan
sekitar selat Karimata, antara Sumatra dan Kalimantan

3. Pasang Surut Campuran Condong Ke Harian Ganda (Mixed Tide


Prevailing Semidiurnal)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi
dan periodenya berbeda. Pada pasang-surut campuran condong ke harian
ganda (mixed tide, prevailing semidiurnal) misalnya terjadi di sebagian besar
perairan Indonesia bagian timur.

-Pasang Surut Campuran Condong Ke Harian Tunggal (Mixed Tide Prevailing


Diurnal)
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi
kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Sedangkan jenis campuran
condong ke harian tunggal (mixed tide, prevailing diurnal) contohnya terdapat di
pantai selatan Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat.
Andri Rachmad Fitriadi
13.51.11.4751
3
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]

D. Elevasi Muka Air


Mengingat elevasi di laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu
elevasi yang ditetapkan berdasar data pasang surut, yang dapat digunakan
sebagai pedoman dalam perencanaan pelabuhan. Beberapa elevasi tersebut adalah
sebagai berikut :

 Mean Sea Level (MSL) atau Duduk Tengah adalah muka laut rata-rata pada
suatu periode pengamatan yang panjang, sebaiknya selama 18,6 tahun.
 Mean Tide Level (MTL) adalah rata-rata antara air tinggi dan air rendah pada
suatu periode waktu.
 Mean High Water (MHW) adalah tinggi air rata-rata pada semua pasang
tinggi.
 Mean Low Water (MLW) adalah tinggi air rata-rata pada semua surut rendah.
 Mean Higher High Water (MHHW) adalah tinggi rata-rata pasang tertinggi
dari dua air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya
satu air tinggi terjadi pada satu hari, maka air tinggi tersebut diambil sebagai
air tinggi terttinggi.

 Mean Lower High Water (MLHW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua
air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan
terjadi untuk pasut harian (diurnal).
 Mean Higher Low Water (MHLW) adalah tinggi rata-rata air tertinggi dari dua
air rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan
terdapat pada pasut diurnal.
 Mean Lower Low Water (MLLW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua
air rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu
air rendah terjadi pada satu hari, maka harga air rendah tersebut diambil
sebagai air rendah terendah.
 Mean High Water Springs (MHWS) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi
berturut-turut selama periode pasang purnama, yaitu jika tunggang (range)
pasut itu tertinggi.
Andri Rachmad Fitriadi
13.51.11.4751
4
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]

II. PEMANFAATAN LAHAN PASANG SURUT UNTUK PERTANIAN

A. Tipologi Lahan Pasang Surut


Berdasarkan tipologinya lahan pasang surut digolongkan ke dalam empat
tipologi utama, yaitu:
(1) lahan potensial
Lahan potensial adalah lahan yang paling kecil kendalanya dengan ciri
lapisan pirit (2 %) berada pada kedalaman lebih dari 30 cm, tekstur tanahnya liat,
kandungan N dan P tersedia rendah, kandungan pasir kurang dari 5 persen,
kandungan debu 20 % dan derajat kemasaman 3,5 hingga 5,5 . (Manwan, I.
dkk.1992). Lahan potensial yaitu lahan pasang surut yang tanahnya termasuk tanah
sulfat masam potensial dengan lapisan pirit berkadar 2% terletak pada kedalaman
lebih dari 50 cm dari permukaan tanah (Jumberi)
(2) lahan sulfat masam
lahan sulfat masam adalah lahan yang lapisan piritnya berada pada
kedalaman kurang dari 30 cm dan berdasarkan tingkat oksidadinya lahan sulfat
masam ini dibagi lagi lahan sulfat masam potensial yaitu lahan sulfat masam yang
belum mengalami oksidasi dan lahan sulfat masam aktual yaitu lahan sulfat masam
yang telah mengalami oksidadi. (Manwan, I. dkk.1992).
Lahan sulfat masam ini dibedakan lagi menjadi : (a) lahan sulfat masam
potensial, yaitu apabila lapisan piritnya belum teroksidasi dan (b) lahan sulfat masam
aktual, yaitu apabila lapisan piritnya sudah teroksidasi yang dicirikan oleh
adanya horizon sulfurik dan pH tanah < 3,5. (Jumberi,)
(3) lahan gambut/bergambut
lahan gambut/bergambut adalah lahan yang mempunyai lapisan gambut dan
berdasarkan ketebalan gambutnya lahan ini dibagi ke dalam empat sub tipologi yaitu
lahan bergambut, gambut dangkal, gambut dalam dan gambut sangat dalam,
umumnya lahan gambut kahat beberapa unsur hara mikro yang ketersediaannya
sangat penting untu pertumbuban dan pekermbangan tanaman(Manwan, I.
dkk.1992).
lahan gambut ini dibagi lagi menjadi : (a) lahan bergambut bila ketebalan
lapisan gambut 20-50 cm, (b) gambut dangkal bila ketebalan lapisan gambut 50-100
cm, (c) gambut sedang bila ketebalan lapisan gambut 100-200 cm, (d) gambut

Andri Rachmad Fitriadi


13.51.11.4751
5
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]

dalam bila ketebalan lapisan gambut 200-300 cm dan (e) gambut sangat dalam bila
ketebalan lapisan gambut > 300 cm. (Jumberi,)
(4) lahan salin
lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat intrusi air laut,
sehingga mempunyai daya hantar listrik 4 MS/cm, kandungan Na dalam larutan
tanah 8 – 15 % (Manwan, I. dkk.1992).
Lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat pengaruh atau intrusi
air garam dengan kandungan Na dalam larutan tanah sebesar > 8% selama lebih
dari 3 bulan dalam setahun, sedangkan lahannya dapat berupa lahan potensial,
sulfat masam dan gambut. (Jumberi,?)
Berdasarkan pertimbangan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam
pemanfaatan dan pengelolaan lahan rawa adalah: (a) kedalaman lapisan
mengandung pirit/bahan sulfidik, dan kondisinya masih tereduksi atau sudah
mengalami proses oksidasi, (b) ketebalan dan tingkat dekomposisi gambut serta
kandungan hara gambut, (c) pengaruh luapan pasang dari air salin/payau, (d) lama
dan kedalaman genangan air banjir, dan (e) keadaan lapisan tanah bawah, atau
substratum.
Penggolongan tipologi lahan pasng surut di atas sangat umum, sehingga
menyulitkan transfer teknologi dalam satu tipologi lahan, oleh karena itu diusulkan
penggelompokkan lahan yang lebih rinci dengan mempertimbangkan berbagai ciri
dan karakteristik yang lebih spesifik

B. Penataan Lahan di Pasang surut


Penataan lahan yang dianjurkan selain tergantung dari tipologi lahan dan tipe
luapan air juga tergantung dari sistem usahatani yang akan dikelola, apakah hanya
satu jenis tanaman, lebih dari satu jenis tanaman namun memiliki kebutuhan air
dalam veolume yang sama atau meiliki kebutuhan air yang berbeda. Pada lahan
yang tipe luapan air A pilihannya tidak banyak untuk lahan potensial sulfat masam
dan gambut dangkal, dengan karekaterisitik ini pentaan lahan sebaiknya diarahkan
sebagai sawah dan tanaman yang diusahakan hanya padi yang dapat ditanam 2
kali. Lahan yang bertipe luapan B-C penataaannya dapat diarahkan sebagai
sawah/surjan, surjan bertahap atau tegalan, sedangkan lahan yang bertipe luapan B

Andri Rachmad Fitriadi


13.51.11.4751
6
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]

untuk lahan potensial, sulfat masam, dan gambut dangkal diarahkan sebagai tegalan
dan untuk gambut sangat dalam tanaman yang disarankan adalah tanaman
perkebunan (Alihamsyah, 2003). Lebih lanjut dikemukakan, penataan lahan sebagai
surjan memiliki keuntungan: (1) intensitas penggunaan lahan meningkat; (2)
beragam produksi pertanian dapat dihasilkan; (3) resiko kegagalan panen dapat
dikurangi, dan (4) stabilitas produksi dan pendapatan usahatani meningkat.
Menurut Widjaja Adhi (1995) dan Subagyo dan Widjaja Adhi (1998), lahan
pasang surut dapat ditata sebagai sawah, tegalan dan surjan disesuaikan dengan
tipe luapan air dan tipologi lahan serta tujuan pemanfaatannya .Secara umum
terlihat bahwa lahan bertipe luapan A yang karena selalu terluapi air pasang
dianjurkan ditata sebagai sawah, sedangkan lahan bertpe luapan B dapat ditata
sebagai sawah atan surjan. Lahan bertipe luapan B/C dan C karena tidak terluapi air
pasang tetapi air tanahnya dangkal dapat ditata sebagai sawah tadah hujan atau
surjan bertahap dan tegalan, sedangkan untuk yang bertipe luapan D ditata sebagai
sawah tadah hujan atau tegalan dan perkebunan. Lahan lahan sulfat masam akan
lebih murah dan aman bila ditata sebagai sawah karena dalam keadaan anaerob
atau tergenang, pirit tidak berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Bila disawahkan
tanaman padi kemungkinan menderita keracunan besi dan/atau sulfida mungkin
juga kahat fosfat. Sebaliknya bila ditanami palawija atau dimanfaatkan sebagai
tegalan, tanaman menderita keracunan Al dan kemungkinan disertai kahat fosfat.

Pemberian bahan amelioran atau bahan pembenah tanah dan pupuk


merupakan faktor penting untuk memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan
produktivitas lahan. Amelioran tersebut dapat berupa kapur atau dolomit maupun
bahan organik atau abu sekam dan serbuk kayu gergajian. Secara umum pemberian
kapur antara 0,5 ton hingga 3,0 ton per hektar sudah cukup memadai (Sudarsono,
1992 dan Trip Alihamsyah 2003).
Salah satu penciri yang spesifik dari lahan pasang surut adalah tingginya
tingkat keragaman kesuburan lahan sekalipun dalam satu petakan sawah. Untuk itu
kisaran dosis pupuk yang dibutuhkan batas antara kebutuhan minimal dengan
kebutuhan maksimal cukup besar (Tabel 2) sedangkan pada lahan gambut terdapat
dosis tunggal namun pada lahan yang bertipologi lahan ini perlu ditambahkan unsur
hara mikro seperti Cu dan Zn, karena umumnya lahan gambut kahat akan unsur
Andri Rachmad Fitriadi
13.51.11.4751
7
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]

hara mikro (Suryadilaga, D.A., dkk.1992 dan Sudarsono 1992). Untuk mendapatkan
dosis pupuk yang tepat pada tingkat keragaman yang tinggi merupakan suatu
masalah tersendiri dalam mengelola lahan pasang surut untuk pertanian. Di tingkat
petani, ini adalah hal yang sangat sulit dilakukannya, untuk itu peran petugas lapang
mengarahkan petani dalam penentuan dan pemberian pupuk dengan dosis yang
sesuai dengan kebutuhan tanaman sangat dibutuhkan, di lain sisi petugas lapang itu
sendiri perlu dibekali dengan pengetahuan yang memadai.

Selain varietas unggul spesifik lahan pasang surut di atas, beberapa varietas
padi unggul nasional juga dapat beradaptasi dengan baik di lahan pasang surut
dengan hasil yang cukup tinggi. Variertas-vareitas tersebut antara lain adalah
Cisanggarung, Cisadane, Cisokan, IR 42, dan IR66 (Sastraatmaja, S. dan Dadan
Ridwan Ahmad. 2000).

C. Pengaturan Tata Air Pada Lahan Pertanian Pasang Surut

Pengaturan tata air di lahan rawa bukan hanya untuk mengurangi atau
menambah ketersediaan air permukaan, melainkan juga untuk mengurangi
kemasaman tanah, mencegah pemasaman tanah akibat teroksidasinya
lapisan pirit, mencegah bahaya salinitas, bahaya banjir, dan mencuci zat
beracun yang terakumulasi di zona perakaran tanaman. Pengelolaan air
yang memisahkan antara saluran irigasi dan saluran drainase dan
mengarahkan terjadinya aliran pada satu jalan disebut sistem
pengelolaan air satu arah (one way flow system).

Sistem pengelolaan air satu arah memerlukan bangunan pintu air


(flapgate dan stoplog) pada muara-muara saluran. Pintu air pada saluran
masuk dirancang untuk membuka ke dalam sehingga saat pasang
terdorong dan air masuk ke saluran tersier atau kuarter, sedangkan pintu
air pada saluran keluar dirancang untuk membuka ke luar sehingga saat
pasang pintu tertutup, tetapi saat surut terjadi hal sebaliknya, yaitu air
dari petakan atau bagian hulu dapat keluar seiring gerakan air surut. Pintu
air dapat dibuat dari bahan baja/fiber atau papan denga n lebar pintu

Andri Rachmad Fitriadi


13.51.11.4751
8
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]

tergantung dari lebar saluran air yang telah dibuat yakni sekitar 100
centimeter dengan lebar engsel tunggal 30 centimeter atau 2 engsel
dengan jarak 15 centimeter dari tepi pintu.

Gambar 1.1. Pintu air flap gate

Andri Rachmad Fitriadi


13.51.11.4751
9
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]

Gambar 1.2. Pintu air stop log

Andri Rachmad Fitriadi


13.51.11.4751
10
[PASANG SURUT DAN PEMANFAATAN DI BIDANG PERTANIAN]

Gambar 1.3. skema pertanian sistem satu arah

Andri Rachmad Fitriadi


13.51.11.4751
11

Anda mungkin juga menyukai