Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

Corporate Governance
Perlindungan terhadap Hak Pemegang Saham

II.1. PRINSIP PERLINDUNGAN TERHADAP HAK PEMEGANG SAHAM


Salah satu prinsip CG yang disusun OECD adalah perlindungan terhadap hak pemegang
saham. Prinsip ini menjelaskan bahwa kerangka corporate governance harus melindungi dan
memfasilitasi pelaksanaan hak-hak pemegang saham.Disamping itu, terdapat enam prinsip
GCG yang dianggap ideal yang harus tercakup dalam setiap penerapan corporate
governance. Jika keenam prinsip tersebut dijabarkan dan dianalisis ke dalam hukum
Perseroan Terbatas di Indonesia, maka dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. Perlindungan terhadap Hak-hak Pemegang Saham
Hak-hak para Pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat
pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan
keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan, dan turut
memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.UUPT (Undang-Undang Perseroan
Terbatas) mengenal beberapa prinsip ini, misalnya prinsip pencatatan saham atau
bukti pemilikan maupun prinsip perolehan informasi yang relevan mengenai
perseroan pada waktu yang tepat, demikian juga pada perusahaan publik.
b. Persamaan Perlakuan terhadap Seluruh Pemegang Saham
Perlakuan yang sama terhadap para Pemegang Saham, terutama kepada Pemegang
Saham minoritas dan Pemegang Saham asing, dengan keterbukaan informasi yang
penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh
orang dalam (Insider Trading). Hukum Perusahaan di Indonesia telah mengatur
prinsip ini, seperti yang diatur dalam UUPT ditegaskan bahwa saham memberikan
hak kepada pemiliknya untuk:
a) Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS
b) Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
c) Menjalankan hak lainnya berdasarkan UUPT.

c. Peranan Pemegang Saham

1
Peranan Pemegang Saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja
sama yang aktif antara perusahaan serta pemegang kepentingan dalam menciptakan
kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuntungan.
a) Keterbukaan dan Transparansi
Pengungkapan yang akurat dan tepat waktunya serta transparansi mengenai semua
hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang
kepentingan (Stakeholders).Hukum Perusahaan yang berlaku di Indonesia
tampaknya baru mengakomodir prinsip disclosure dan transparancy bahwa
kewajiban Direksi dan Komisaris dalam menjalankan tugas-tugasnya harus
dilandasi iktikad baik, tidak ada ketentuan yang jelas mengatur kewajiban, atau
sanksi apabila perseroan tidak menerapkan keterbukaan dan atau transparansi.
b) Akuntabilitas Dewan Komisaris (Board of Directors)
Kerangka Corporate Governance harus menjamin adanya pedoman strategis
perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen yang dilaksanakan
oleh dewan komisaris, serta akuntabilitas dewan komisaris terhadap pemegang
saham maupun perseroan.

II.2. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM


1. Perlindungan dari Perundang-Undangan
Secara mendasar bahwa sejak awal perusahaan akan melakukan aktivitas di
pasar modal, sudah disiapkan seperangkat peraturan yang maksudnya sebagai
rangkaian tindakan preventif, agar emiten adalah emiten yang benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan dengan itikad baik akan membagi power dan intensisnya
kepada masyarakat. Peraturan yang mengatur tentang syarat materil maupun formal,
prosedur dan pelaksanaan emisi saham tersebut merupakan upaya awal kepada
pemegang saham publik, perlindungan tahap berikutnya dan antisipasi oleh peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh bapepam sebagai institusi yang berwenang untuk
mengawasi pasar modal di Indonesia. Bapepam adalah otoritas dari pasar modal yang
berwenang untuk mengawasi jalannya aktivitas di pasar modal.Karena seperti
dijelaskan diatas bahwa kepentingan pemegang saham harus dilindungi untuk
menciptakan citra pasar modal yang baik agar dapat lebih menarik investor untuk
menanamkan modalnya di pasar modal. Dengan kata lain bahwa sebagian dari sistem
perlindungan hukum bagi pemegang saham publik berada di tangan
Bapepam.Perlindungan terhadap pemegang saham dimuat dalam ketentuan
perundang-undangan dalam pasar modal, seperti UU pasar modal dan perlindungan

2
terhadap pemegang saham yang dilakukan Bapepam dapat dilihat dari UU Pasar
Modal Pasal 82 ayat (2) Peraturan No. IX.E.1.
2. Perlindungan dari Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan GCG dalam pengelolaan perusahaan dapat memberikan
perlindungan terhadap pemegang saham karena dalam GCG terdapat prinsip-prinsip
yang dapat melindungi kepentingan perusahaan, pemegang saham, manajemen, dan
investor sertapihak-pihak yang terkait dengan perusahaan.Ide dasar dari GCG adalah
memisahkan fungsi dan kepentingan diantara para pihak dalam suatu perusahaan,
seperti perusahaan yang menyediakan modal atau pemegang saham, pengawas dan
pelaksana sehari-hari usaha perusahaan dan masyarakat luas. Dan GCG juga dijadikan
sebagai suatu aturan atau standar yang mengatur perilaku pemilik perusahaan,Direksi,
Manajer, dengan merinci tugas dan wewenang serta bentuk pertanggung jawaban
kepada pemegang saham.
3. Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT)
telah mengatur hak-hak pemegang saham minoritas. Bentuk-bentuk hak pemegang
saham minoritas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Personal Right (Hak Perseorangan)
Secara umum, semua orang adalah sama kedudukannya dalam hukum,
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pemegang
saham minoritas sebagai subjek hukum mempunyai hak perseorangan untuk
menggugat Direksi atau Komisaris, apabila Direksi atau Komisaris melakukan
kesalahan atau kelalaian yang merugikan pemegang saham minoritas melalui
pengadilan negeri.
Personal Right pemegang saham minoritas dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah:
Pasal 61 Ayat (1), Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap
perseroan ke Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang
dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS,
Direksi, dan/atau Dewan Komisaris. (Setiap pemegang saham dalam pasal ini
memberikan pembatasan bagi para pemegang saham yang mempunyai saham
minimal 10% (sepuluh persen) dalam perusahaan).
2. Appraisal Right
Appraisal Right adalah hak pemegang saham minoritas untuk membela
kepentingannya dalam rangka menilai harga saham. Hak ini dipergunakan oleh
pemegang saham pada saat meminta kepada perseroan agar sahamnya dinilai dan
dibeli dengan harga yang wajar, karena pemegang saham tersebut tidak

3
menyetujui tindakan perseroan yang dapat merugikannya atau merugikan
perseroan itu sendiri.
Appraisal Right pemegang saham minoritas dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah:
Pasal 62 Ayat (1), Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar
sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak
menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan,
berupa :
a. perubahan anggaran dasar;
b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih
dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau
c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
3. Pre-Emptive Right
Pre-Emptive Right adalah hak untuk meminta didahulukan atau hak untuk
memiliki lebih dahulu atas saham yang ditawarkan. Dalam anggaran dasar
perseroan dapat diatur pembatasan mengenai keharusan menawarkan saham, baik
ditawarkan kepada pemegang saham internmaupun ekstern, atau pelaksanaanya
harus mendapat persetujuan dahulu dari organ perseroan. Jadi, dalam anggaran
dasar perseroan dapat ditentukan bahwa kepada pemegang saham minoritas
diberikan hak untuk membeli saham terlebih dahulu daripada pemegang saham
lainnya. Harga yang ditawarkan kepada pemegang saham minoritas harus sama
dengan harga yang ditawarkan kepada pemegang saham lainnya.
Pre-Emptive Right pemegang saham minoritas dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah:
Pasal 43 Ayat (1) dan Ayat (2),
(1) Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih
dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan
saham untuk klasifikasi saham yang sama.
(2) Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal
merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak
membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan
perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.
4. Derivative Right
Kewenangan pemegang saham minoritas untuk menggugat Direksi dan
Komisaris yang mengatasnamakan perseroan. Pemegang saham minoritas
memiliki hak untuk membela kepentingan perseroan melalui otoritas lembaga
peradilan, gugatan melalui lembaga peradilan harus membuktikan adanya
kesalahan atau kelalaian Direksi atau Komisaris. Dengan gugatan tersebut,

4
apabila gugatan dimenangkan, maka yang berhak menerima pembayaran ganti
rugi dari tergugat adalah perseroan. Hak ini juga meliputi hak untuk menuntut
diselenggarakannya RUPS atas nama perseroan.
Derivative Right pemegang saham minoritas dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah :
1) Pasal 79 Ayat (2),Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1) dapat dilakukan atas permintaan :
a. Satu orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili
1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil;
(Pemegang Saham perseroan meminta diselenggarakannya Rapat Umum
Pemegang Saham, pemegang saham minoritas hanya sekedar
mengusulkan tanpa ada kewenangan untuk memutuskan diadakannya
RUPS).
2) Pasal 144 Ayat (1),Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham
atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran
Perseroan kepada RUPS.
5. Enquete Recht (Hak Enquete)
Enquete Recht atau hak angket adalah hak untuk melakukan pemeriksaan.
Hak angket diberikan kepada pemegang saham minoritas untuk mengajukan
permohonan pemeriksaan terhadap perseroan melalui pengadilan, mengadakan
pemeriksaan berhubung terdapat dugaan adanya kecurangan-kecurangan atau hal-
hal yang disembunyikan oleh Direksi, Komisaris atau pemegang saham mayoritas.
Pada dasarnya, pengawasan terhadap Direksi dalam pengelolaan perseroan
dilaksanakan oleh komisaris. Tetapi dalam praktik, sering terjadi Direksi maupun
Komisaris karena kesalahan atau kelalaiannya mengakibatkan kerugian pada
perseroan, pemegang saham atau pihak ketiga. Oleh karena itu, pemegang saham
minoritas berhak melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan operasional
perseroan.
Enquete Recht pemegang saham minoritas dalam Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah sebagai berikut :
1) Pasal 97 Ayat (6),Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili
paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap

5
anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada Perseroan.
2) Pasal 114 Ayat (6),Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili
paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan
atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan
negeri.
3) Pasal 138 Ayat (3),Permohonan pemeriksaan Perseroan dapat diajukan oleh :
a. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10
(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;
b. pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran
dasar Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk
mengajukan permohonan pemeriksaan; atau
c. kejaksaan untuk kepentingan umum.
(Meminta diadakannya pemeriksaan terhadap perseroan, dalam hal terdapat
dugaan bahwa perseroan, anggota Direksi atau Komisaris perseroan
melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau
pemegang saham atau pihak ketiga).

II.3. KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB PEMEGANG SAHAM

Undang-undang Perseroan Terbatas telah memberikan batasan kepada kekuasaan


Pemegang Saham di dalam Perseroan dan pada akhirnya mengatur tentang tanggung jawab
Pemegang Saham tersebut. Ketentuan-ketentuan tentang tanggung jawab Pemegang Saham
dapat dilihat dalam pasal 3 (2), pasal 7 (3), dan (4). Pemegang Saham harus menyadari
kewajiban dan tanggung jawabnya dengan memperhatikan anggaran dasar Perusahaan dan
peraturan perundang-undangan, yang meliputi :
a. Pemegang Saham :
a) Memisahkan kepemilikan harta Perusahaan dengan kepemilikan harta pribadi, dan
b) Memisahkan fungsinya sebagai Pemegang Saham dengan fungsinya sebagai
anggota Dewan Komisaris atau Direksi dalam hal Pemegang Saham menjabat
pada salah satu organ tersebut.
b. Pemegang Saham Pengendali :
a) Memperhatikan kepentingan Pemegang Saham Minoritas dan pemangku
kepentingan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.
b) Mengungkapkan kepada instansi penegak hukum tentang Pemegang Saham
Pengendali yang sebenarnya (ultimate shareholders) dalam hal terdapat dugaan

6
terjadinya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, atau dalam hal
diminta oleh otoritas terkait.
c. Dalam hal Pemegang Saham Pengendali menjadi Pemegang Saham Pengendali pada
beberapa perusahaan lain, perlu diupayakan agar akuntabilitas dan hubungan antar
perusahaan dapat dilakukan secara jelas.

II.4. TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN TERHADAP HAK DAN


KEWAJIBAN PEMEGANG SAHAM
Dalam rangka tanggung jawab perusahaan terhadap hak dankewajiban pemegang
saham, maka perusahaan harus :
a. Melindungi hak Pemegang Saham sesuai dengan anggaran dasar Perusahaan dan
peraturan perundang-undangan.
b. Menyelenggarakan Daftar Pemegang Saham secara tertib sesuai dengan anggaran
dasar Perusahaan dan peraturan perundang-undangan.
c. Menyediakan informasi mengenai Perusahaan secara tepat waktu, benar dan teratur
bagi Pemegang Saham, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia.
d. Tidak memihak pada Pemegang Saham tertentu dengan memberikan informasi yang
tidak diungkapkan kepada Pemegang Saham lainnya.
e. Memberikan penjelasan lengkap dan informasi akurat mengenai penyelenggaraan
RUPS.

7
ANALISA KASUS
Profil PT. Matahari Department Store Tbk. ( MDS)
PT Matahari Department Store Tbk. adalah salah satu perusahaan ritel terkemuka di
Indonesia yang menyediakan perlengkapan pakaian, aksesoris, produk-produk kecantikan
dan rumah tangga dengan harga terjangkau.Gerai pertama Matahari, yang merupakan toko
pakaian anak-anak, dibuka di daerah Pasar Baru, Jakarta pada tanggal 24 Oktober 1958.
Sejak itu, Matahari berekspansi melebarkan jejaknya dengan membuka department
storemodern pertama di Indonesia pada tahun 1972 dan selanjutnya mewujudkan
keberadaannya di seluruh tanah air. Gerai Matahari tersebar di 131 toko yang terletak di 62
kota, didukung oleh tim beranggotakan 50,000 orang dan lebih dari 1,200 pemasok lokal
serta lebih dari 90% pembelian langsung dari sumber-sumber di seluruh Indonesia. Merek
eksklusif Matahari yang telah memenangkan penghargaan hanya dijual di gerai-gerai milik
sendiri dan secara konsisten berada pada peringkat atas di kelasnya dalam hal gaya fashion,
keterjangkauan dan bernilai istimewa sehingga membantu mewujudkan posisi Matahari
sebagai department store terpilih di Indonesia.

Matahari berubah nama menjadi PT Matahari Department Store Tbk. (MDS) sesudah
menjadi entitas terpisah dari PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP) pada tahun 2009. Asia
Color Company Limited, anak Perseroan CVC Capital Partners Asia menjadi pemegang
saham mayoritas Matahari pada bulan April 2010 sebesar 98,15% (90.76% dibeli dari PT
Matahari Putra Prima Tbk dan 7.24% dibeli dari PT. Pasific Asia Holding Ltd) dan sisanya
1,85% dimiliki oleh publik dan lain-lain. Saham Matahari ditawarkan kepada publik oleh
Asia Color Company Limited dan PT Multipolar Tbk pada tahun 2013, dan menarik
perhatian dunia sehingga meningkatkan kepemilikan publik atas Perseroan dari 1,85%
menjadi 47,35% sejak 28 Maret 2013.

PT. Matahari Putra Prima Tbk. (MPP)


PT Matahari Putra Prima Tbk. adalah perusahaan ritel Indonesia yang merupakan anak
perusahaan dari perusahaan Grup Lippo.Toko pertama PT Matahari Putra Prima Tbk.
terletak di Pasar Baru, Jakarta yang berdiri sejak 1958. Pada tahun 1972, toko ini kemudian
berkembang menjadi perintis departement store pertama di Indonesia. Delapan tahun
kemudian, toko dibuka di luar Jakarta yaitu di Bogor dengan nama Sinar Matahari Bogor.
Pada tahun 1992, perusahaan melakukan IPO di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya. Visi
perusahaan adalah untuk menjadi ritel pilihan pertama para konsumen.Sedangkan misinya

8
adalah untuk membawa nilai produk fashion dan jasa yang meningkatkan kualitas konsumen
secara konsisten. Struktur kepemilikan saham MPP adalah PT.Multipolar Tbk sebesar
50,01%, dan pemilik saham minoritas dan lain-lain sebesar 43,21%. Setelah saham salah
satu anak perusahaannya yakni Matahari Departemen Store resmi terjual kepada CVC pada
tanggal 26 Maret 2010, tidak terdapat perubahan yang signifikan terhadap struktur
kepemilikan tersebut, hal ini menunjukan bahwa transaksi penjualan saham tersebut tidak
memberikan dampak besar bagi kepemilikan MPP.

PT. Meadow Asia Company Ltd. (MAC)


Pada tahun 2010 PT. Matahari Putra Prima (MPP) melakukan joint venture dengan
CVC Capital Partners (CVC) sebuah global private equity funduntuk mendirikan PT.
Meadow Asia Company (MAC). Struktur kepemilikan sahamnya adalah 80% dimiliki oleh
CVC dan 20% dimiliki oleh MPP. Pada tahun 2010 pula MAC mengakuisisi 90,7% saham
MDS dari MPP dan 7,24% dari PT. Pasific Asia Holding Ltd, sehingga total kepemilikan
saham MDS sebesar 98,15% .

Pada Januari 2010 Matahari Putra Prima melakukan pendandatanganan sales purchase
agreement dengan PT CVC Capital Partner. CVC akan melakukan akuisisi terhadap anak
perusahaan MPP yakni Matahari Department Store melalui anak perusahaanya yakni
Meadow Asia Company Limited. Kemudian pada 5 Maret 2010, Matahari Putra Prima
berniat menggelar RUPS dengan agenda persetujuan penjualan saham tersebut. MAC
mengalokasikan Rp 7,16 triliun untuk membeli 90,76 persen saham Matahari Putra Prima di
Matahari Department Store. MPP akan menerima pembayaran tunai sebesar Rp. 5.28 triliun,
piutang sebesar Rp. 1 triliun, 20% saham biasa MAC, 20,72% saham preferen MAC, dan 8
juta warrant dengan total transaksi sebesar Rp. 7,16 triliun. Selain membeli saham MPP
yang ada pada MDS, MAC juga berencana membeli saham Pasific Asia Holding Ltd sebesar
7,24% sehingga total kepemilikan saham MAC pada MDS adalah sebesar 80%.

Sementara seperti kita ketahui dari profil perusahaan diatas, MAC merupakan
perusahaan patungan (joint venture) antara Matahari Putra Prima dan CVC
CapitalPartners.Dimana MPP memiliki kepemilikan saham sebesar 20% pada MAC dan
CVC memiliki kepemilikan sebesar 80%.Hal ini tentu mengindikasikan adanya insider
trading yang dilakukan oleh MPP dan juga terindikasi adanya praktek korporasi guna
menaikan harga saham MDS.

9
Untuk indikasi pertama, sebelumnya perlu diketahui insider trading adalah aktifitas
perdagangan saham ataupun sekuritas tertentu oleh individu yang mempunyai akses tentang
informasi non publik dari perusahaan tersebut.Dengan kata lain, perdagangan efek
perusahaan yang dilakukan oleh orang yang dikategorikan sebagai orang dalam. Individu
tersebut melakukan aktifitastrading dengan memanfaatkan informasi yang sebetulnya tidak
bisa diakses oleh publik. Seorang investor dengan akses informasi dari dalam yang
sebetulnya tidak dapat diakses publik, bisa mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar
dibandingkan investor lain. Dan investor lain yang tidak memperoleh informasi tersebut
tentu akan merasa dirugikan.

Selanjutnya indikasi kedua adanya praktek korporasi yakni praktek “penggorengan


saham” guna menaikan harga saham MDS, dapat dilihat dari adanya lonjakan kenaikan
harga saham MDS yang tidak wajar dari akhir 2009 sampai Februari 2010, sejak adanya
desas-desus mengenai penjualan sahamMDS kepada MAC. Dampak dari transaksi ini, harga
saham MDS naik dari Rp. 50/lembar ke tingkat harga Rp. 1350/lembar pada tanggal 22
Januari2010, beberapa hari sebelum MPP mengumumkan penjualan saham MDS kepada
MAC. Dari lonjakan yang sangat signifikan tersebut Bursa Efek Indonesia
mencurigaiadanya kebocoran berita mengenai penjualan saham MDS kepada MAC.
Kemudian berkaitan pula dengan kasus penjualan saham MDS kepada MAC tersebut, para
pengamat mengindikasikan adanya perlakuan yang tidak setara untuk setiap pemegang
saham MPP, pemegang saham mayoritas dirasa yang paling diuntungkan dalam penjualan
tersebut terutama PT. Multipolar Tbk yang memegang saham terbesar (50,01%) MPP.PT.
Multipolar Tbk merupakan anak usaha dari Lipo Group. Hasil penjualan MDS menghasilkan
dana tunai sebesar Rp. 5,28 triliun yang selanjutnya akan digunakan untuk melunasi hutang
kepada PT. Multipolar Tbk sebesar Rp. 3,4 triliun dan sisanya sebesar Rp. 1,88 triliun akan
di gunakan untuk membayar dividen para pemegang sahamnyadimana dividen untuk
Multipolar sebesar 50,01% ( Rp. 940,1 jt) dan sisanya dibagikan untuk para pemegang
saham minoritas yakni PT. Star Pasific dan juga publik.

Permasalahan yang lain adalah adanya unsur leverage buyout (pembelian saham
dengan menggunakan dana pinjaman) mengenai sumber dana tunai untuk membeli MDS
yang sebesar Rp. 3.25 triliun. Setelah dilakukan penelusuran, dana sebesar Rp. 3.25 triliun
itu ternyata berasal dari dana pinjaman pada bank CIMB Niaga dan Standard Chartered yang
diajukan MDS, jaminan terhadap kedua bank tersebut adalah saham MDS sendiri sebesar
98% yang akan dibeli oleh MAC. Selanjutnya, dana hasil pinjaman yang diperoleh Matahari
10
Department Store direncanakan untuk dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham
MDS pada saat yang bersamaan.

PELANGGARAN-PELANGGARAN DALAM KASUS

1. Pelanggaran Regulasi

Analis dari Independen Aspirasi Indonesia Research Institute, Yanuar Rizky menilai,
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bappepam-LK) harus dapat
membuktikan adanya dugaan insider trading (perdagangan dengan memanfaatkan informasi
orang dalam) dari penjualan 90,76 persen saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF)
oleh PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) dan terjadinya pembentukan harga yang fantastis
atas transaksi itu.

Yanuar mengatakan, yang terjadi dalam penjualan saham itu adalah manipulasi pasar
dan perdagangan orang dalam (berlapis) menipu dengan korban pembiayaan perbankan atas
transaksi fiktif. Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Yanuar menyatakan ada beberapa indikasi unsur pidana yang terjadi dalam kasus ini, yaitu
unsur menipu (Pasal 90), unsur transaksi semu (Pasal 91)unsur orang dalam (Pasal 95), unsur
transaksi orang dalam (Pasal 96), dan unsur keuntungan pihak tertentu (Pasal 92).

Menurut Yanuar, transaksi ini terjadi antar pemegang saham yang dibiayai utang emiten
ke perusahaan pemegang saham dan emiten mengambil utang ke Bank CIMB Niaga dan
Standard Chartered. Bapepam harus melakukan gelar perkara atas tidak terpenuhinya unsur
menipu Pasal 91, transaksi semu dan persekongkolan untuk membentuk harga.

Kemudian juga terdapat beberapa pelanggaran dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas antara lain :

1. Pasal 3 Ayat 2 mengenai pemisahan antar kepentingan pemegang saham dengan


dengan kegiatan perseroan, guna melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.
2. Pasal 84 Ayat 1 mengenai setiap satu saham memiliki satu hak suara kecuali anggaran
dasar menentukan lain. Jadi setiap pemegang saham kecuali saham preferen berhak
atas hak suaranya dalam RUPS.
3. Pasal 86 Ayat 1 yang berbunyi “RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih
dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau

11
diwakili, kecualiUndang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah
kuorum yang lebih besar”
4. Pasal 52 Ayat 1 mengenai hak-hak pemegang saham

2. Pelanggaran Standar (Analisis GCG)

Melalui komitmen yang tinggi dan konsistensi terhadap implementasi GCG, diharapkan
dapat mencegah terjadinya praktik-praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta
meningkatkan fungsi pengawasan dalam pengelolaan Perusahaan. Namun dengan adanya
dugaan kecurangan yang dilakukan oleh MPP, maka implementasi GCG dalam perusahaan
tersebut dapat dikatakan tidak berjalan dengan baik/maksimal.

Terdapat prinsip-prinsip GCG yang dilanggar dalam kasus ini, antara lain:

1) Prinsip Transparansi yang mengharuskan perusahaan menyediakan informasi yang


material dan relevan kepada public. Terkait dengan leverage buyout yang dilakukan
MPP tentu melanggar prinsip ini dikarenakan informasi yang diberikan kepada
pemangku kepentingan tidak secara transparansi sehingga mereka tidak mengetahui
adanya informasi akuisisi yang didanai dari pinjaman MDS kepada CIMB Niaga
dengan jaminan saham MDS itu sendiri sebesar 98% dan tidak mengetaui bagaimana
aliran dananya. PT MPP hanya sekadar memberikan penjelasan kepada public terkait
rencana alokasi dana dari hasil penjualan MDS. Perusahaan seharusnya dapat
menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap
stakeholders-nya.
2) Prinsip Akuntabilitas yang mengharuskan perusahaan dapat
mempertanggungawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Hal ini dilihat dari
kurangnya tanggung jawab PT MPP kepada shareholders dan stakeholders yang
memberikan penjelasan kepada public terkait pembagian deviden dari hasil penjualan
MDS. Adanya peningkatan jumlah deviden hanya merupakan keuntungan bersifat
jangka pendek sementara penjualan MDS oleh MPP jika dicermati dapat
menurunkan kinerja MPP dalam jangka panjang yang akhirnya dapat merugikan
perusahaan maupun pemegang saham lainnya.
3) Prinsip Responsibility yang mengharuskan perusahaan mematuhi peraturan
perundang-undangan. Dari sekian pelanggaran yang terindikasi dilakukan
perusahaan tentu melanggar peraturan yang berlaku diantaranya UU Nomor 8 Tahun

12
1995 tentang Pasar Modal pasal 95 terkait unsure adanya orang dalam, dalam
penjuala MDS, pasal 91 terkait transaksi semu dan persekongkolan untuk
membentuk harga dan pasal lainnya yang menunjukan bahwa PT MPP tidak
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat maupun lingkungan.
4) Prinsip Independensi. Adanya benturan kepentingan terlihat dari pihak MPP yang
justru mencarikan dana pinjaman bagi MAC dalam rangka pembelian MDS. Hal
tersebut menunjukan bahwa MPP selaku pemegang saham pengendali atas MDS
memiliki kepentingan tersendiri yaitu menjadi salah satu pemegang saham dari MAC
yang notabene adalah perusahaan hasil joint venture.
5) Prinsip Fairness yang mengharuskan perusahaan berdasarkan atas kewajaran dan
kesetaraan. Tidak adanya kesetaraan perilaku antara pemegang saham mayoritas dan
minoritas ini terlihat dari pelanggaran insider trading dan praktik penggorengan
saham yang dilakukan PT MPP. Dari kasus penjualan MDS tersebut mengidikasikan
bahwa hanya pemegang saham mayoritas dirasa yang paling diuntungkan dalam
penjualan tersebut terutama PT. Multipolar Tbk yang memegang saham terbesar
(50,01%) MPP.

Dikarenakan Indonesia mengadopsi standar corporate governance dari OECD maka


pelanggaran standar yang dilakukan adalah terhadap prinsip-prinsip OECD terutama pada
prinsip ketiga yang berisi bahwa :

“Tatakelola perusahaan harus mampu memberikan kesetaraan perlakuan terhadap


seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham
asing. Seluruh pemegang saham harus mendapatkan ganti rugi apabila terjadi kecurangan
atau penghilangan hak-haknya.”

Dari prinsip tersebut dapat dikatakan bahwa MPP telah melakukan pelanggaran yang
jelas karena diduga melakukan insider trading yang tentu telah menghilangkan hak-hak
pemegang saham minoritas. Insider Trading sendiri telah secara dijelas dilarang dalam
prinsip III B OECD, “Insidertrading and abusive self-dealing should be prohibited.”

Pelanggaran terkait dengan perlindungan terhadap hak pemegang saham juga sangat
terlihat dalam kasus Matahari ini, terutama terkait dengan persamaan perlakuan terhadap
seluruh pemegang saham yang seharusnya dilakukan terutama untuk melindungi
kepentingan dari pemegang saham minoritas dan pemegang saham masing. Pelanggaran ini

13
di indikasikan dengan adanya prioritas terhadap pemegang saham mayoritas, dan adanya
insider trading yang dilakukan oleh MPP dalam perusahaan.

3. Pelanggaran Peraturan

Dengan akan adanya kepemilikan saham Matahari di Meadow, Bapepam-LK menilai


adanya unsur afiliasi dalam transaksi pembelian saham Matahari Department Store oleh
CVC. Hal itu menyebabkan aksi korporasi Matahari Putra Prima terkena ketentuan aturan
Bapepam-LK Nomor IX.E.1 di mana aksi korporasi yang melibatkan afiliasi harus
diputuskan melalui RUPS independen yang dihadiri pemegang saham minoritas yang jumlah
sahamnya mencapai 43,5 persen.

Berikut transaksi yang mengandung benturan kepentingan berdasarkan Peraturan Bapepam


No.IX.E.1 yang berkaitan dengan kasus Matahari :

A. Membeli saham perseroan lain dimana pemegang saham pemegang saham utama,
komisaris atau direksi menjadi pemegang saham atau anggota direksi atau
komisaris
B. Memberi pinjaman kepada perusahaan lain dimana direktur, komisaris. Atau
pemegang saham pengendali merupakan pemegang saham, direktur atau komisaris
C. Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegangsaham utama,
direktur, komisaris menjadi pemegang saham, direktur, atau komisaris
Apabila kita hubungkan transaksi tersebut dengan kriteria transaksi yang tecantum dalam
peraturan tersebut maka terdapat beberapa hal yang dapat diindikasikan terjadinya
transaksi benturan kepentingan pada penjualan saham MDS. Ada pun beberapa hal yang
dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Penjualan Saham 90.7% MDS oleh MPA kepada MAC dimana MPA juga memiliki
20% saham MAC.
2. Perusahaan MDS meminjam dana kepada bank CIMB Niaga dan Standard
Chartered sebesar Rp. 3.25 triliun yang kemudian dipinjamkan kembali pada MAC
untuk membeli saham MDS.
3. Perusahaan MAC memperoleh pinjaman dana dari MDS yang merupakan anak
perusahaan dari perusaahan MPA yang juga merupakan pemilik saham MAC.

14
PENYELESAIAN KASUS

Rencana penjualan sebagian besar saham PT. Matahari Departement Store mendapat
respon negatif dikalangan masyarakat, karena ada indikasi kecurangan dan manipulasi
yang diduga dilakukan oleh MPP.

Menganggapi hal tersebut, Bapepam-LK yang merupakan pengawas pasar modal di


Indonesia melakukan penyelidikan terhadap transaksi tersebut. Bapepam-LK pun
kemudian menyelenggarakan pertemuan dengan pihak menejemen MPP. Dalam pertemuan
itu Bapepam LK meminta kepada pihak menejemen MPP untuk memberikan penjelasan
secara lebih rinci kepada publik mengenai transaksi yang bernilai triliunan rupiah tersebut.

Setelah pertemuan yang pertama dengan pihak MPP, Bapepam LK kembali meminta
kepada pihak menejemen MPP uuntuk memberikan penjelasan kepada publik mengenai
segala bentuk utang yang dimiliki MPP dan juga rencana penggunaan dana hasil penjualan
saham MDS sebesar Rp. 7,16 triliun. Yang kemudian memperoleh hasil bahwa hasil
penjualan tersebut akan digunakan untuk melunasi hutang MPP kepada PT. Multipolar dan
juga untuk membagikan dividen yang sebagian juga mengalir ke PT. Multipolar.

Melihat dari hasil yang didapat Bapepam LK yang dirasa kurang jelas, maka
Bapepam LK meminta MPP untuk menunda pelaksanaan RUPS dan membuat bussines
plan mengenai penggunaan dana hasil penjualan tersebut dan ditampilkan dalam bentuk
public expose guna menjamin transparansi agar pihak pemegang saham minoritas pun
dapat mengetahui tujuan dari penjualan saham tersebut.

Usai meminta penundaan rapat umum pemegang saham PT Matahari Putra Prima Tbk
(MPP) terkait penjualan saham di Matahari Department Store (MDS), Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga akan berkoordinasi dengan
Bank Indonesia (BI). Konsultasi dilakukan terkait sumber pembiayaan dalam pembelian
90,76 persen saham Matahari Department Store milik Matahari Putra Prima oleh CVC
Capital Partners yang berasal dari dua perbankan dengan jaminan 98 persen saham
Matahari Department Store yang akan dimiliki anak usaha CVC, Meadow Asia Company
Limited (MAC). Menurut Fuad, koordinasi diperlukan karena Bapepam-LK membutuhkan
penjelasan terkait pinjaman Matahari Department Store senilai Rp 3,25 triliun yang berasal
dari PT CIMB-Niaga Tbk dan Standard Chartered Bank cabang Jakarta.

15
Setelah proses penyelidikan yang dilakukan Bapepam LK, pihak Bapepam LK tetap
mengalami kesulitan dalam mengumpulkan bukti-bukti penyimpangan transaksi yang
dilakukan MDS. Fuad mengatakan dirinya sudah memanggil tim penyidik yang
menangani transaksi mencurigakan emiten ini. Tapi keterangan yang dia peroleh
mengatakan bahwa para pembeli saham Matahari ternyata hanya segelintir orang yang tak
memiliki afiliasi dengan Matahari maupun Grup Lippo. Walaupun analisa Bapepam-LK
menemukan indikasi transaksi mencurigakan, tetapi proses hukum memerlukan bukti
materiil.

Dan kemudian tanggal 26 Maret 2010 dilaksanakanlah RUPS guna membahas


rencana penjualan saham MDS kepada MAC dan semua shareholder menyetujui rencana
penjualan tersebut. PT. Matahari Putra Prima pun secara resmi menjual 90,7% saham PT.
Matahari Department Store kepada PT. Meadow Asia Company.

Dampak dari transaksi penjualan tersebut ternyata meningkatkan performa dari PT.
Matahari Putra Prima dan juga PT. Matahari departemen Store. Hal tersebut menunjukan
bahwa strategi MPP untuk menjual saham MDS kepada MAC bukanlah keputusan yang
buruk bagi MDS

16
BAB III

PENUTUP

III.1 KESIMPULAN
Salah satu prinsip CG yang disusun OECD adalah perlindungan terhadap hak pemegang
saham. Terdapat enam prinsip GCG yang dianggap ideal yang harus tercakup dalam setiap
penerapan corporate governance. Jika keenam prinsip tersebut dijabarkan dan dianalisis ke
dalam hukum Perseroan Terbatas di Indonesia, maka dapat diketahui hal-hal berupa
perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham, persamaan perlakuan terhadap seluruh
pemegang saham, peranan pemegang saham. Perlindungan hukum terhadap pemegang saham
adalah berupa perlindungan dari perundang-undangan, perlindungan dari penerapan good
corporate governance, dan perlindungan hukum pemegang saham minoritas yang terdiri dari
personal right (Hak Perseorangan), appraisal right, pre-emptive right, derivative right, dan
enquete recht (Hak Enquete)

Kewajiban dan tanggung jawab pemegang saham dengan memperhatikan anggaran


dasar Perusahaan dan peraturan perundang-undangan, meliputi :
Pemegang Saham :
a. Memisahkan kepemilikan harta Perusahaan dengan kepemilikan harta pribadi, dan
b. Memisahkan fungsinya sebagai Pemegang Saham dengan fungsinya sebagai
anggota Dewan Komisaris atau Direksi dalam hal Pemegang Saham menjabat
pada salah satu organ tersebut.
Pemegang Saham Pengendali :
a. Memperhatikan kepentingan Pemegang Saham Minoritas dan pemangku
kepentingan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.
b. Mengungkapkan kepada instansi penegak hukum tentang Pemegang Saham
Pengendali yang sebenarnya (ultimate shareholders) dalam hal terdapat dugaan
terjadinya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, atau dalam hal
diminta oleh otoritas terkait.
c. Dalam hal Pemegang Saham Pengendali menjadi Pemegang Saham Pengendali
pada beberapa perusahaan lain, perlu diupayakan agar akuntabilitas dan hubungan
antar perusahaan dapat dilakukan secara jelas.

Dalam rangka tanggung jawab perusahaan terhadap hak dankewajiban pemegang


saham, maka perusahaan harus :

17
1. Melindungi hak Pemegang Saham sesuai dengan anggaran dasar Perusahaan dan
peraturan perundang-undangan.
2. Menyelenggarakan Daftar Pemegang Saham secara tertib sesuai dengan anggaran
dasar Perusahaan dan peraturan perundang-undangan.
3. Menyediakan informasi mengenai Perusahaan secara tepat waktu, benar dan
teratur bagi Pemegang Saham, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia.
4. Tidak memihak pada Pemegang Saham tertentu dengan memberikan informasi
yang tidak diungkapkan kepada Pemegang Saham lainnya.
5. Memberikan penjelasan lengkap dan informasi akurat mengenai penyelenggaraan
RUPS.
Dari analisis kasus Matahari tersebut, didapatkan fakta bahwa Bapepam-LK kesulitan
dalam melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut yang disebabkan sulitnya
mengumpulkan bukti-bukti penyimpangan transaksi, dan tidak ditemukannya bukti materiil.
Meskipun demikian melihat dari tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait maka akan
sangat terlihat bahwa transaksi insider trading dan praktek korporasi berupa upaya menaikan
saham memang terjadi. Dua transaksi yang memperlihatkan hal tersebut adalah:

a. MPPA menjual saham MDS kepada MAC pada tahun 2010 dimana MAC juga baru
dibentuk pada tahun tersebut dan MPP memiliki 20% kepemilikan terhadap MAC.
Pada saat isu penjualan saham tersebut muncul harga saham MDS melonjak naik.
b. Dana yang digunakan untuk pembelian saham tersebut adalah dana yang dipinjam
oleh MPP kepada dua bank CIMB Niaga dan Standard Chartered dengan jaminan
90,7% saham MDS, yang kemudian dana tersebut dipinjamkan kepada MAC untuk
membeli saham MDS.
Dari analisa kasus tersebut juga didapatkan bahwa terdapat beberapa pelanggaran yang
terjadi, yaitu berupa pelanggaran regulasi, pelanggaran standar dalam kaitannya dengan
GCG, dan pelanggaran peraturan. Terdapat pasal pasal yang dilanggar dalam kasus ini
beberapa indikasi unsur pidana yang terjadi dalam kasus ini, yaitu unsur menipu (Pasal 90),
unsur transaksi semu (Pasal 91)unsur orang dalam (Pasal 95), unsur transaksi orang dalam
(Pasal 96), dan unsur keuntungan pihak tertentu (Pasal 92), serta pelanggaran dalam Undang-
Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam kaitannya dengan
pengimplementasian GCG juga memperlihatkan bahwa penerapan prinsip-prinsip GCG tidak
terpenuhi, dan terdapat pelanggaran terhadap standar yang berlaku. Dan untuk pelanggaran
peraturan terdapat peraturan yang tidak dilaksanakan yaitu Peraturan Bapepam No.IX.E.1.

18
III.2 SARAN
Untuk pihak perusahaan dalam menjalankan operasinya agar selalu berpegang pada
ketentuan dan peraturan yang telah dibuat dan disepakati, pihak perusahaan seharusnya juga
dapat memperhatikan kepentingan dari pemegang saham baik mayoritas maupun minoritas,
dan pihak perusahaan agar selalu menghindari tindakan-tindakan yang dapat merugikan pihak
perusahaan, pihak investor,dan para pemegang saham.

Untuk Bapepam-LK dan BEI diharapkan agar dapat selalu mengawasi perusahaan, agar
jika terjadi pelanggaran atau tindak kecurangan dapat diselesaikan dengan baik, dan agar
mencari solusi yang lebih baik untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mirip dengan
kasus ini.

Untuk para Investor agar secara aktif mengawasi jalannya operasi perusahaan, agar jika
terjadi hal-hal mencurigakan pihak Investor tidak dirugikan.

19

Anda mungkin juga menyukai