Anda di halaman 1dari 4

A.

Penataan Ruang di Indonesia

Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang memiliki luas


1,904,569 km2 dan termasuk di dalamnya sebanyak 17.508 pulau yang
menjadikannya sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia1. Fakta ini
membuktikan bahwa Indonesia memiliki ruang yang sangat besar. Ruang
yang penulis maksudkan disini ialah wadah yang meliputi ruang darat, ruang
laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya2. Ruang ini perlu ditingkatkan upaya
pengelolaannya secara bijaksana dengan berpedoman pada kaidah penataan
ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga
keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan
sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

Aturan upaya pengelolaan tata ruang di Indonesia telah terkodifikasi


ke dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 yang mana merupakan
penyempurnaan daripada Undang-Undang No. 24 Tahun 1992. Undang-
undang ini mengatur mengenai penataan ruang pada wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan penataan ruang
menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 adalah suatu sistem proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang
berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan
penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif
agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan3.

1 http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia diakses pada Kamis,


24 Maret 2016 pukul 23.29
2 Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1
3 http://www.penataanruang.com/penataan-ruang.html diakses pada Kamis, 24 Maret 2016
pukul 23.54
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk terwujudnya
keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, terwujudnya
keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan
serta terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang4. Hal ini sudah jelas
membuktikan jikalau suatu wilayah tidak ditentukan terlebih dahulu
penataan ruangnya, maka dapat terjadi ketidakseimbangan alam,
pengeksploitasian sumber daya, serta terjadinya bencana alam seperti banjir
dan tanah longsor oleh karena pembangunan yang tidak memperhatikan
aspek lingkungan.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka dalam suatu


ruang diperlukan keseimbangan antara alam dan bangunan. Hal ini berarti
bahwa dalam suatu wilayah/kota tidak boleh seluruhnya terisi atas
bangunan, namun harus terdapat Ruang Terbuka Hijau setidaknya seluas
30% dari luas suatu wilayah perkotaan5. Ruang Terbuka Hijau berfungsi
sebagai paru-paru kota, produksi oksigen, penyerap air hujan, penyedia
habitat satwa, penyerap polutan, serta pengatur iklim mikro agar system
sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar6. Sudah dapat
dibayangkan jika suatu wilayah tidak memiliki Ruang Terbuka Hijau maka
besar kemungkinan untuk terjadinya banjir karena tidak terserapnya air
hujan, angka polusi yang terus meningkat sehingga membahayakan
kesehatan bagi masyarakat karena kekurangan udara bersih, dan juga angka
kematian satwa yang tinggi karena kehilangan habitatnya. Keberadaan
Ruang Terbuka Hijau juga mempercantik sisi estetika suatu wilayah
perkotaan. Ruang Terbuka Hijau dapat berbentuk taman kota, taman wisata
alam, taman rekreasi, taman hutan raya, hutan kota, hutan lindung, cagar
alam, kebun raya, kebun binatang, taman atap (roof garden), taman

4 Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 Pasal 3


5 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan Nomor 05/PRT/M/2008 Bab II Pasal 1
6 DR. Ir. Ning Purnomohadi, MS., 2006, Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata
Ruang Kota, Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang
lingkungan perumahan, taman lingkungan perkantoran, dan sebagainya7.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ternyata Ruang Terbuka Hijau dapat pula
memberikan manfaat pada segi ekonomis dan juga menjadi alternatif tempat
bagi masyarakat untuk berekreasi bersama keluarga guna menghilangkan
penat karena aktivitasnya sehari-hari.

Struktur penataan ruang wilayah perkotaan juga meliputi Sistem


Drainase Kota. Indonesia berada dalam kawasan yang memiliki curah hujan
tinggi, sehingga jika tidak didukung oleh sistem drainase kota yang baik
maka banjir pun akan terus datang terutama untuk wilayah perkotaan yang
padat penduduk. Sistem drainase kota harus berbasis lingkungan supaya
tidak merusak habitat dan alam disekitarnya. Pengelolaan drainase secara
terpadu berwawasan lingkungan merupakan rangkaian usaha dari sumber
(hulu) sampai muara (hilir) untuk membuang/mengalirkan hujan kelebihan
melalui saluran drainase dan atau sungai ke badan air (pantai/laut, danau,
situ, dan waduk) dengan waktu seoptimal mungkin sehingga tidak
menyebabkan terjadinya masalah kesehatan dan banjir di dataran banjir
yang dilalui oleh saluran dan atau sungai tersebut8.

Wilayah perkotaan umumnya dipadati oleh pemukiman penduduk


dan juga pabrik-pabrik industri. Hal ini dapat menjadi bencana apabila tidak
didukung oleh sistem pengelolaan air limbah yang baik. Air limbah
merupakan salah satu faktor pencemaran lingkungan yang dapat menjadi
sumber penyakit pada masyarakat. Untuk mengatasi masalah pencemaran
air di wilayah DKI Jakarta sudah sangat perlu untuk membangun fasilitas
pengolahan air limbah perkotaan yang memadai. Saat ini yang sering
dituding sebagai biang pencemaran lingkungan adalah pihak industri baik
industri besar, menengah maupun industri kecil. Dan untuk industri telah
diwajibkan untuk mengolah air limbahnya sebelum dibuang ke perairan
umum sampai standar kualitas yang disyaratkan. Sedangkan untuk air

7Ibid.,
8Dr. Ing. Ir. Agus Maryono, 2005, Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
limbah domestik, perkatoran dan daerah komersial yang kontribusi
pencemaran mencapai sekitar 80 % dari total sumber pencemaran air di DKI
Jakarta hanya sekitar 3 % yang telah diolah (PD PAL Jaya, 1996)9.

Dengan demikian jika strategi penanggulangan pencemaran air hanya


dititik-beratkan pada industri saja maka masalah pencemaran air akan terus
berlajut karena sumber pencemarnya yang paling utama yakni limbah
domestik, perkantoran dan limbah daerah komersial belum dilakukan upaya
penanggulangan secara sistematis. Langkah yang diambil oleh pemerintah
adalah dengan cara menyelenggarakan Pengelolaan Air Limbah Domestik
dengan asas tanggung jawab pemerintah, asas berkelanjutan, asas hak dan
kewajiban masyarakat, bertujuan untuk mencegah dan sekaligus
menanggulangi pencemaran tanah dan air tanah akibat pembuangan air
limbah domestik (black water maupun grey water)10.

Pemerintah telah berusaha keras dalam melaksanakan penataan tata


ruang yang mengedepankan aspek lingkungan dengan mengoptimalkan
Ruang Terbuka Hijau, pembangunan Sistem Drainase Kota, dan juga Sistem
Pengelolaan Air Limbah. Peran kita sebagai masyarakat adalah untuk ikut
serta merawat infrastruktur pembangunan dan mematuhi peraturan yang
dibuat oleh pemerintah guna keberlangsungan hidup masyarakat yang lebih
baik.

9 http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuAirLimbahDomestikDKI/BAB2STRATEGI.pdf
diakses pada Jumat, 25 Maret 2016 pukul 01.28
10 Ibid.,

Anda mungkin juga menyukai