Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tinea Korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial
golongan dermatofita yang menyerang daerah kulit tidak berambut (glabrous skin).3
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada iklim yang
panas (tropis dan subtropis). Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang
bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini terjadi akibat
perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur.4

2.2 Epidemiologi
Tinea korporis terdapat diseluruh dunia, terutama pada daerah tropis dan insiden
meningkat pada kelembapan udara yang tinggi. Penyakit ini masih banyak terdapat di
Indonesia dan masih merupakan salah satu penyakit rakyat. Di Jakarta, golongan
penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Di daerah lain, seperti Padang,
Bandung, Semarang, Surabaya dan Manado, keadaanya kurang lebih sama, yakni
menempati urutan kedua sampai keempat terbanyak dibandingkan dengan golongan
penyakit lainnya.5
Tinea korporis dapat menyerang semua umur dan lebih sering pada orang dewasa.
Kebersihan badan dan lingkungan yang kurang, sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan penyakit ini.4

2.3 Etiologi
Tinea korporis disebabkan oleh golongan dermatofita yang menyerang jaringan
berkeratin. Jamur ini bersifat keratinofilik dan keratinolisis. Dermatofita terbagi dalam
tiga genus yaitu Microsporon, Epidermophyton, dan Tricophyton. Penyebab tersering
tinea korporis adalah Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes.6
Tetapi penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di Amerika
Serikat penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Trycophyton
mentagrophytes, Microsporum canis dan Trycophyton tonsurans. Di Afrika penyebab
tersering tinea korporis adalah Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes,
sedangkan di Eropa penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, sementara di

15
Asia penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagropytes
dan Tricophyton violaceum.2

2.4 Faktor Resiko


Beberapa faktor resiko yang dapat mempengaruhi kejadian tinea korporis adalah
kontak langsung dengan penderita atau binatang, penggunaan sarana pemandian umum
bersama, atau kolam renang umum. Kondisi sosial ekonomi serta kurangnya kebersihan
pribadi juga memegang peranan penting pada infeksi jamur (insiden penyakit jamur
pada sosial ekonomi lebih rendah lebih sering terjadi daripada sosial ekonomi yang
lebih baik, hal ini terkait dengan status gizi yang mempengaruhi daya tahan tubuh
seseorang terhadap penyakit). Kebersihan pribadi (menjaga kebersihan badan) yang
kurang diperhatikan turut mendukung tumbuhnya jamur.7

2.5 Patofisiologi
Transmisi dermatofit kemanusia dapat melalui tiga sumber masing-masing
memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak memiliki virulensi secara
khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum korneum dari kulit. Pemakaian
bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat sehingga
mengganggu fungsi barrier startum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak
langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian,
alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim keratolitik
yang mengadakan difusi kedalam jaringan epidermis dan merusak keratiosit.8
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama :
1. Perlekatan ke keratinosit
Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi jaringan
keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinar ultraviolet, variasi suhu dan
kelembaban, persaingan dengan flora normal, asam lemak fungistatik dan
sphingosines yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi
oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik.
2. Penetrasi melalui ataupun antara sel
Setelah terjadi perlekatan spora harus tumbuh dan menembus stratum korneum
dengan kecepatan lebih cepat daripada proses deskuamasi. Proses penetrasi ini
dilakukan melalui sekresi proteinase, lepase, dan enzim musinolitik, yang juga
16
memberikan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu terjadinya
penetrasi jamur ke jaringan. Fungsi mannan di dalam dinding sel dermatofita juga
bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika
jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.
3. Perkembangan respon host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT)
memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita, pada pasien
yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan
inflamasi minimal dan trichopitin test hasilnya negative. Infeksi menghasilkan
sedikit eritema dan skuama yang dihasilakn oleh peningkatan pergantian keratinosit.
Di hipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel Langerhans epidermis
dan dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan
proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada
saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi dan barrier epidermal menjadi permeable
terhadap transferrin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara
spontan menjadi sembuh.
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu reson
jaringan terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm yang
mengivasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagan aktif akan
meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi
ini akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan
bersih. Eliminasi dermatofit dilakukan oleh system pertahanan tubuh (imunitas)
seluler.8

Gambar 2.1. Mikroskopis Trichophyton rubrum

17
2.6 Gejala Klinis
Keluhan dari tinea korporis berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan
lesi bulla yang berbatas tegas pada lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian
tengah cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat membentuk polisiklik.
Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema sampai pustula, bergantung
pada spesies penyebab dan status imun pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya
didapatkan tanda inflamasi akut. Pada keadaan imunosupresif, lesi sering menjadi luas.9
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai sebagai lesi
eritematosa, plak yang bersisik memburuk dan membesar, selanjutnya bagian tengah
dari lesi akan menjadi bentuk anular yang akan mengalamai resolusi. Berupa skuama,
krusta, vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada bagian tepinya. Kadang-
kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umunya merupakan bercak
terpisah satu dengan yang lainnya.9
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat
lagi.kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan
kelainan pada selaha paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris.3
Bentuk tinea korporis yang disebabkan oleh Tricophyton concentricum disebut
tinea imbrikata. Tinea imbrikata dimulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang
perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari
dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah,
sehingga tebentuk lingkaran-lingkaran skuama yang kosentris.3
Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan respon
inflamasi daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik. Umumnya, pasien HIV
atau imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam dan meluas.8

Gambar 2.2 Efloresensi Tinea Korporis

18
2.7 Diagnosis
Diagnosis Tinea Korporis di tegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Pasien mengeluh rasa gatal-gatal, karena rasa gatal semakin memberat
pasien menggaruk lesi sehingga lesi menjadi lebih luas. Rasa gatal akan semakin
meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah
memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak
lembab dan panas serta memakai pakaian yang tidak menyerap keringat.
2. Pemeriksaan Efloresensi
Gambaran klinis dari tinea korporis merupakan lesi anular, bulat atau
lonjong berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel
dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang (tanda peradangan lebih
jelas pada daerah tepi) yang sering disebut central healing. Tapi kadang juga
dijumpai erosis dan kusta akibat garukan. Lesi-lesi umumnya merupakan bercak-
bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat juga terlihat sebagai
lesi-lesi dengan pinggir polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu.
Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang selanjutnya
hanya meninggalkna daerah-daerah yang hiperpigmentasi dan skuamasi saja.
Kelainan-kelainan ini dapat terjadi bersama-sama dengan tinea kruris.3

Gambar 2.3 Tinea Korporis


3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% dan biakan. Untuk
mendiagnosis diperlukan skuama dari bagian tepi lesi yang diambil dengan
menggunakan skalpel. Skuama tersebut ditaruh pada slide yang ditetesi oleh larutan
kalium hidroksida. Diagnosis dibuat dengan memeriksa skuama yang terinfeksi
tersebut secara mikroskopis untuk mendeteksi adanya hifa sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang atau spora berderet.6

19
2.8 Diagnosa Banding
1. Pitriasis rosea: gambaran makula eritematosa denag tepi sedikit meninggi, ada
papula, skuama, diameter panjang lesi menuruti garis kulit.
2. Psoriasis : skauama lebih tebal dan berlapis-lapis
3. Neurodermatitis sirkumskripta: macula eritematosa berbatas tegas terutama pada
daerah tengkuk,lipat lutut dan lipat siku.6

2.9 Penatalaksanaan
Penyakit tinea korporis sering kambuh bahkan sampai menahun sehingga untuk
menghindari faktor resiko seperti hindari sumber penularan yaitu binatang atau kontak
dengan penderita lain, menjaga keberisihan badan dan lingkungan.
Obat-obat anti-jamur dapat diberikan secara topikal (dioles), ada pula yang tersedia
dalam bentuk oral (obat minum). Jenis obat luar (salep) seringkali digunakan jika lesi
kulit tidak terlalu luas. Salep harus dioleskan pada kulit yang telah bersih, setelah
mandi atau sebelum tidur selama dua minggu, meskipun lesinya telah hilang. Tanda
dan gejala (seperti kemerahan, gatal, dan rasa panas) dapat diobati dengan kombinasi
steroid/krim anti jamur. Steroid tidak selalu diberikan, hanya diberikan jika terdapat
gejala inflamasi.
Contoh obat yang dapat diberikan:
Obat topikal :
Golongan Nama Obat Dosis
Klotrimazol krim 1% 2 kali sehari
Ekonazol krim 1% 2 kali sehari
Mikonazol krim 2% 2 kali sehari
Azol-imidazol
Ketokonazol krim 2% 1-2 kali sehari
Bifonazole krim 1% 1 kali sehari
Tiokonazol krim 1% 2 kali sehari
Alilamin/ Naftifin hydrochloride krim 1 kali sehari
benzilamin 1%
Anti jamur Terbinafin 1% 1-2 kali sehari
topical lain Haloprogin krim 1% 2 kali sehari
Tolnaftat Tolnaftat krim 1% 2-3 kali sehari

20
Obat Oral :
Golongan Nama obat Dosis
Anti jamur golongan Terbinafin 250 mg/hari
lain
Itraconazole 400 mg/hari
Azol-imidazol
Fluconazole 200 mg/minggu
Griseofulvin Griseofulvin 0,5 g/hari

2.10 Pencegahan
Faktor-faktor yang perlu dihindari untuk mencegah terjadi tinea korporis antara lain:
1. Mengurangi kelembapan tubuh penderita dengan menghindari pakaian yang panas
2. Menghindari sumber penularan yaitu binatang atau kontak dengan penderita lain
3. Meningkatkan kebersihan pribadi maupun lingkungan
4. Menjaga kekebalan tubuh dengan asupan gizi yang cukup

2.11 Prognosis
Pada umumnya prognosis untuk tinea koporis adalah baik dengan terapi yang benar
dan mejaga kebersihan kulit, pakaian dan lingkunga. Untuk tinea korporis yang
bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat kesembuhan 70-100% setelah
pengobatan dengan antijamur.8

21

Anda mungkin juga menyukai